Anda di halaman 1dari 10

Similarits Istinbath Hukum Islam dan Law Making Dalam

Hukum Konvensional Dalam Pembahasan Rancangan

Peraturan Daerah Tentang APBD Kab.Pinrang Tahun 2023

Dr.Hj. Saidah,SH.I,M.H 1, Azhar2,


1 FakultasSyariah dan Ilmu Hukum Islam, IAIN Parepare, Indonesia. E-mail : azhar@iainpare.ac.id

Abstrak
Similaritas istinbath hukum islam dan law making dalam hukum konvensional terkait pembahasan
rancangan peraturan daerah tentang APBD Kab.Pinrang Tahun 2023 sangat konkrit atau jelas. Hal ini
bisa dilihat dari masing-masing metodenya baik dalam hukum islam maupun konvensional.
Pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Kab.Pinrang Tahun 2023 yang dimana
mengumpulkan ragam Perwakilan Rakyat untuk bermusyawarah melahirkan mufakat yang menjadi
aturan bagi masyarakat dan dalam agama islam metode tersebut dikenal dengan istilah ijma’ dimana
para ulama berkumpul membahas suatu persoalan sehingga melahirkan kesepakatan yang menjadi
preskripsi hukum bagi umat islam yang tentunya terdasar pada maqashid al-syariah

Kata kunci : istinbath, APBD, hukum konvensional

1
E-ISSN: 2985-
7279

Pendahuluan
Pembahasan hukum islam pada era sekarang tidak dapat dipisahkan dari kejadian dan
fenomena islam pada masa sebelumnya.1 Dalam kajian Tarikh Tasyri (histori pensyariatan
islam) tema yng sangat penting dikaji yaitu periodesasi pertumbuhan dan perkembangan fiqh.
Karena sangat sulit belajar sejarah tanpa mengetahui periode-periode pertumbuhan dan
perkembangannya, sehingga ketika pembahasan ini dinafikan maka akan melahirkan
pertanyaan besar saat membahas persoalan lain. 2

Hukum islam sebenarnya lahir bersamaan dengn hadirnya islam. Karena hukum islam
merupakan segmen yang sangat melekat terhadap keseluruhan ajaran agama islam. 3 Oleh
karena itu schat berpendapat bahwa seseorang yang ingin memahami islam maka harus
mempelajari hukum islam. Ajaran dalam agama islam terdiri atas tiga dimensi yaitu ajaran
tentang tauhid (al-ahkam i’tiqadiyyah), ajaran mengenai akhlak ( al-ahkam al-khuluqiyyh)
dan dimensi aturan praktis atau muamalah (al-ahkam al-amaliyyah)4. Berdasarkan hal
tersebut embrio hukum islam sebenarnya telah ada bersamaan dengan eksistensi agama islam
karena sumber hukum islam primer ada dua yaitu Al-Qur’an dan Hadist.

Sebenarnyaa penulisan mengenai periodisasi pembentukan dan perkembangan hukum


islam memiliki ragam perspektif5. Misalnya syekh Muhammad Khuderi Bek dalam bukunya
yang berjudul “tarikh tasyri al-islam”, menuliskan bahwa terdapat enam fase atau periode
dalam sejarah hukum islam yaitu; (1) periode pertama dimulai pada saat Rasulullah SAW
diangkat sebagai rasul, (2) periode kedua dimulai pasca wafat Rasulullah SAW. Tepatnya
pada masa sahabat besar, (3) masa sahabat kecil dan tabi’in merupakan periode ketiga, (4)
pada masa awal abad ke-4 H merupakan periode keempat, (5) periode kelima dimulai pada
masa munculnya madzhab dan di ikuti masa taklid, (6) periode keenam yaitu pada saat
jatuhnya baghdad tepat pada masa pertengahan abad ke-7 H atau sekitar 1217-1265 H sampai
sekarang yang dilakukan oleh Hulag Khan.

Sedangkan menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa dalam kitabnya yang berjudul “Al-
Madkhal al-Fiqh al-‘amm” menerangkan bahwa terdapat enam fase yaitu (1) pada periode
Rasulullah SAW, (2) periode sahabt/Khulafa Urrasyidin sampai abad pertengahan abad ke-3
H,(3) pada masa bad ke-1 hingga abad permulaan ke-2 H merupakan periode ketiga, (4) pada
1
Muhazzir Budiman, “Sejarah, Metode Dan Ijtihad Hukum Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw,” n.d., 03.
2
Kurniati Hindun Umiyati, Darussalam Syamsuddin, “Perodisasi Perkembangan Pemikiran Dalam Islam (Suatu
Telaah Historis Kultural),” Al-Munqidz: Jurnal Kajian Keislaman 10, no. 02 (2022): 02.
3
M. Noor Harisudin, Ilmu Ushul Fiqih 1 (Instrans Publishing, 2020).
4
Abu Yazid, “Memaknai Substansi Syari’at Yang Membebaskan,” Istidlal 2, no. 2 (2018): 2.
5
Muhammad Makruflis, “Periodesasi Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah,” Jurnal Indra Tech 2, no. 1 (2021):
2.
JURNAL SIGHATx(x): xxx-xxx
pertengahan abad ke-2 hingga pertenghan abad ke-4 H merupakan bagian dari periode
keempat, (5) dimulai ketika abad ke-7 hingga hadirnya Majalah al-ahkam’Adliyyah
merupakan periode kelima, (6) sejak hadirnya Majalah Al-Ahkam Adliyyah sampai sekarang
merupakan periode keenam.

Berikutnya akan dipaparkan secara detail tentang periodesasi historis istinbath hukum
Islam.

Sebagaimanan uraian sebelumnya bahwa periode pertama dimulai pada masa Rasullah
Saw. Pada era ini penetapan hukum Islam beriringan dengan diturunkannya al-Qur’an secara
berangsur-angsur mengindikasikan bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam
pertama dan utama sejak periode awal hingga sekarang dan seluruh ulama sepakat pada
domain itu. Ketika belum terdapat ayat yang membahas tentang persoalan yang terjadi, maka
penyelesaiannya dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan tentunya berdasarkan bimbingan Allah
Swt. Dan hal tersebut dikenal dengan istilah Sunnah.

Setelah Rasullah Saw. wafat, maka penyelesaiannya dilakukan oleh sahabat dan pada
masa ini dikategorikan sebagai periode kedua. Metode istinbath sahabat pada umunya
menerapkan penggunaan riwayat (ma’tsur). Namun sebagian juga sahabat pada kenyataannya
menggunakan ra’yi sebagai istinbath al-ahkam (penetapan hukum). Pada era berikutnya
disebut dengan masa tabi’in. pada periode ini sudah muncul beberapa metode istinbat
misalnya qiyas dan istishlah. Pembahasan hukum Islam pada periode ini bukan hanya bersifat
aktual akan tetapi sudah mulai mengelaborasi pada domain masa yang akan datang.

Pasca perode tabi’in, muncullah beberapa madzhab dan masing-masing memiliki corak
pemikiran dan ciri khas tertentu diantaranya yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan
Hambali. Pada periode ini kitab-kitab madzhab yang disusun kemudian dijadikan pedoman
oleh umat. Bahkan kalangan pemerintahan juga menjadikannya sebagai pedoman misalnya
pemerintahan Daulah Abbasiyah menjadikan madzhab Hanafi sebagai preskripsi hakim
dalam istinbath hukum. Namun pasca era ini, umat muslim mulai lemah dalam istinbath
hukum bahkan lebih memilih taklid terhadap madzhab-madzhab sebelumnya. Situasi
demikian mengakibatkan aktivitas ijtihad berhenti yang pada akhirnya menyebabkan
kemunduran dalam agama islam.

Kemudian fase terakhir ditandai dengan munculnya Majallah al-Ahkam al-adliyyah


sampai sekarang. Pada periode ini perkembangan istinbath hukum terfokus pada pembuatan
kepanitian kodifikasi hukum perdata. Keberadaan kepanitiaan ini telah menyusun Hukum
Perdata Turki Usmani yang disebut “Majallah al-Ahkam Al-Adhliyyah” yang memuat 1851
pasal, berdasarkan karya tersebut, para ulama dan hakim dibawah naungan Turki Usmani
mengodifikasikan hukum yang lebih terfokus pada hal yang lebih terperinci baik dibidang
perdata maupun ketatanegaraan.
E-ISSN: 2985-
7279 Metode penetapan hukum yang terus dikembangkan oleh para ulama dan
perkembangannya sampai ke negara-negara lain termasuk Indonesia. Meskipun demikian,
penetapan hukum di Indonesia tetap mengikuti sosio-cultural yang ada sebab hal tersebut
sebagai acuan dasar dalam penetapan hukum. Pada dasarnya pembentukan hukum di
Indonesia dipengaruhi beberapa hal diantaranya yaitu hukum kontinental berupa Eropa,
hukum adat dan hukum Islam. 6 Persoalan yang muncul adalah para pemerhati hukum belum
mampu memahami secara detail mengenai metode penetapan hukum baik hukum Islam
maupun konvensional sehingga hal inilah yang mendorong penulis untuk mempetakan ciri
khas dan metode pembentukan hukum masing-masing tersebut. Selanjutnya penulis akan
menganalisis mengenai similaritas metode pembentukan hukum baik secara istinbath hukum
Islam maupun secara law making dalam hukum konvensional.

Metode
Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif deskriptif yang memerlukan tinjauan literatur
yang melibatkan pencarian bahan bacaan yang relevan dalam buku atau artikel. Kasus yang
dipilih Similarits Istinbath Hukum Islam dan Law Making Dalam Hukum Konvensional Dalam
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Tentang APBD Kab.Pinrang Tahun 2023. Untuk
memberikan informasi terkini yang dpat digunakan untuk mengatasi suatu masalah dan
bermnfaat untuk kemajuan ilmiah lebih lanjut, penggunaan metode ini memerlukan sumber dan
pengumpulan data melalui pustk, membaca, mencatat dan mengelola untuk dijadikan bahan
penelitian.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Istinbath Hukum Islam


Term istinbath hukum merupakan terma yang familiar dan sering ditemukan pada saat
seseorang mempelajari dan menganalisis ushul fiqh sebagai disiplin ilmu tertentu. Istinbat
secara bahasa diartikan “menciptakan,menemukan 7”. Sedangkan menurut istilah, dapat
8
didefenisikan sebagai proses penetapan atau pembentukan melalui ijtihad. Sedangkat kata
hukum dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “suatu peraturan, kaidah ketentuan”. Secara
istilah kata hukum diartikan sebagai “ketentuan–ketentuan dan peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan kehidupan sesuai dengan pensyariatan Islam”.
Ulama Ushuliyyin dalam menetapkan hukum menggunakan beberapa metode yaitu :
pendekatan metode bayani, metode demikian sering ditemukan dalam literature dengan istilah

6
Rizkisyabana Yulistyaputri Zaka Firma Aditya, “Romantisme Sistem Hukum Di Indonesia : Kajian Kontribusi
Hukum Adat Dan Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Di Indonesia,” Jurnal Rechtsvinding (Media
Pembinaan Hukum Nasional) 8, no. 1 (2019).
7
Iffatin Nur Jidan Ahmad Fadillah, Jusuf Satriani, Mohamad Badrus, “Madzhab Dan Istinbath Hukum,” Al-
Huikmah : Jurnal Studi Agama-Agama 7, no. 2 (2021): 08.
8
Ahmad Warson Munawwir, Almunawwir Kamus Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif,
n.d.).
JURNAL SIGHATx(x): xxx-xxx
qawaidul ushuliyyah al-lughawiyyah atau dikenal dengan istilah dalalah lafdz yaitu dalil
yang dipakai untuk menemukan petunjuk yang direlevansikan dengan analisis lafadz, kata
atau suara. Selanjutnya ulama menggunkan metode ta’lili yaitu suatu metode yang digunakan
dalam penggalian illat suatu hukum. Berikutnya yaitu metode istishlahi yaitu suatu metode
yang digunakan ulama ushuliyyin menetapkan dan menentukan hukum sesuai atas dasar
kebaikan atau kemanfaatan (kemashlahatan) yang merujuk pada dalil-dalil kulli (umum).
Penggunaan metode tersebut dalam penggalian hukum harus mempertimbangkan atau
memperhitungkan kemashlahatan (maqashid) yang merupakan tujuan hukum yang harus
dicapai dan harus tetap dipertahankan sebagai bahan pertimbangan atas ketentuan-ketentuan
dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat. 9 Metode demikian menjadi salah cara dalam penggalian
hukum (istinbath al-ahkam) dalam memformulasikan hukum yang terfokus pada dalil dalil
nash yang direlevansikan dengan mashlahat yaitu mendakangkan kemanfaatan dan menolak
kemudharatan.
Secaga garis besar para ulama sepakat bahwa sumber hukum islam ada empat yaitu
pertama al-Qur’an, yaitu merupakan sumber hukum pertama dan utama dalam penetapan
hukum sehingga setiap kasus dan fenomena baru yang terjadi maka rujukan pertama dalam
penyelesaiannya adalah al-Qur’an. kedua Hadiat, merupakan sember hukum kedua setalah al-
Quran. Dalam berbagai literatur, Hadist diartikan sebagai segala sesuatau yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad Saw. baik perkataan, perbuatan dan takrir. ketiga Ijmak, yaitu
kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari kelompok muslimin pada waktu tertentu pasca
wafatnya Rasulullah Saw mengenai suatu hukum syara’ tentang suatu persoalan 10. Keempat
qiyas, menurut Wahbah Zuhaili yaitu menyamakan sesuatu yang tidak ada hukumya dengan
yang ada ketentuan hukumnya karena ada kesamaan illat diantara kedua kasus tersebut. 11
Selanjutnya terdapat beberapa metode penetapan hukum dikalangan ulama adalah
sebagai berikut;12 pertama Istihsan, yaitu hukum pengecualian dari kaidah yang berlaku
secara umum karna ada petunjuk terhadap hal tersebut. menurut Imam Syatibi, istihsan yaitu
pemberlakukan kemashlahatan juz’i dari dalil kulli. Kedua istishlah yaitu penetepan atau
penentuan berdasarkan kemashlahatan terhadap suatu hukum yang tidak didukung oleh nash
secara detail akan tetapi didukung secara umum. Ketiga urf yaitu kebiasan kebanyakan
masyarakat baik dalam lafadz (perkataan) maupun amaly (perbuatan). Keempat Istishab,
yaitu pemberlakuan terhadap hukum asal yang ditentukan berdasarkan dalil nash hingga ada
dalil yang menetapkan perubahan hukum tersebut. Kelima syar’u man qablana yaitu bebrapa
13
hukum Allah Swt. Yang dibawa oleh Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw. Keenam
9
Hapid Ali Dudang Gajoli, “Studi Analisis Metode Istinbath Hukum Imam Syafi’i Dan Imam Hanafi Tentang Ba’i
Al-Mu’athoh,” Jurnal Perspektif 5, no. 1 (2021): 07.
10
Abdul Wahab Khallaf, Ilm Ushul Al-Fiqh Wa Khalashat Tarikh Tasyri, n.d.
11
Satria Efendi M. Zein, Ushul Fiqh Cetakan Ke-7 2017 (Jakarta: Kencana, 2005).
12
Ali Sodiqin, Fiqh Dan Ushul Fiqh (Sejarah, Metodologi Dan Implementasinya Di Indonesia) (Yogyakarta:
Penerbit Beranda Publishing, 2012).
13
Imam Yazid, “Analisis Teori Syar’u Man Qoblana,” Al-Mashlahah Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam,
n.d.
E-ISSN: 2985-
7279
madzhab sahabi yaitu pendapat atau argumentasi suatu sahabat terhadap suatu kasus dimana
14
hukumnya tidak dijabarkan secara konkret baik dalam al-Qur’an maupun Hadist. Ketujuh
sadd az-Zariah adalah usaha sungguh-sungguh dari Mujtahid dalam menetapkan hukum
dengan melihat akibat yang akan ditimbulkan suatu hukum yaitu dengan melihat penghambat
yang menjadi jalan bagi kemudharatan (kerusakan).15
Demikianlah gambaran umum mengenai metode istinbath hukum dikalangan ulama.
Pada dasarnya tujuan dari istinbath hukum adalah (jalbul mashalih wa dar’ul mafashid) yaitu
16
mendatangkan kemanfaatan dan menolak kerusakan, yang tentunya sejalan dengan
maqashid al-syariah (tujuan diturunkannya syariat).

14
ABDUL LATIP DKK, Ushul Fiqh Dan Kaedah Ekonomi Syariah (Medan Sunggal: CV. Merdeka Kreasi Group,
2021).
15
Nur’ Ain Harahap, “Saddu Al-Dzari’ah Muamalah,” Jurnal Bisnis Net 11, no. 30 (2019): 03
16
M. Ali Rusdi Bedong, Mashlahat Dan Kaidahnya (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, n.d.).
Hukum Konvensional

Metode penetapan hukum konvensional merupakan kegiatan dari para hakim dalam
menjalankan undang-undang ketika terjadi fenomena atau peristiwa konkrit, dimana dalam
aktivitas tersebut dibutuhkan metode pada penetapan hukum yang dilaksanakan oleh para
hakim dalam mengeluarkan suatu keputusan atau ketetapan hukum terhadap suatu kasus yang
diketahui bahwa ketetapan hukum (UU) dalam kasus tersebut masih abstak atau belum
terdapat ketentuan hukum.
Salah satu langkah atau metode penetapan hukum yang memberi penjelasan secara
konkrit mengenai teks undang-undang sehingga cakupan kaedah dapat diputuskan dengan
kasus tertentu adalah melalui penafsiran atau interpretasi. Interpretasi oleh hakim merupakan
penjabaran yang mesti menuju pada penerapan yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat
terkait peraturan hukum terhadap kasus yang konkrit. Metode penafsiran tersebut merupakan
alat (tools) untuk memahami arti undang-undang.
Pembenarannya berada pada kemanfataannya untuk menjalankan ketetapan yang nyata
dan bukan didasarkan pada metode itu sendiri. Adapun beberapa metodenya antara lain yaitu;
pertama metode subsumtif yaitu penerapan undang-undang berupa silogisme oleh hakim
terhadap persoalan in-konkreto. Kedua metode penafsiran berdasarkan gramatikal yaitu,
metode penjabaran yang paling simple atau sederhana untuk memahami makna ketetapan
undang-undang dengan menerangkannya berdasarkan bahasa, bunyi atau susunan kata.
Ketiga metode interpretasi teologis atau sosiologis yaitu, ketika penjelasan undang-undang itu
diputuskan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Keempat metode interpretasi sistematis yaitu
cara menginterpretasikan undang-undang sebagai domain dari keseluruhan sistem perundang-
undangan dengan metode mengintegrasikannya dengan suatu undang-undang.
Kelima yaitu metode interpretasi historis yaitu penjelasan berdasarkan sejarah undang-
undang. Keenam penafsiran komparatif yaitu cara membandingkan ragam sistem hukum dan
metode ini hanya digunakan dalam bidang hukum perjanjian internasional. Ketujuh
penafsiran futuristis yaitu, penjelasan undang-undang yang berlaku sekarang dengan
berpatokan terhadap undang-undang yang belum memilki kepastian hukum. Kedelapan
penafsiran restriktif yaitu metode penafsiran berdasarkan pendefenisian (bersifat membatasi).
Kesembilan metode ekstensif yaitu metode penafsiran yang melebihi penafsiran gramatikal.
Demikianlah beberapa metode interpretasi terhadap suatu undang-undang yang
bertujuan untuk melahirkan solusi terhadap berbagai macam kasus yang terjadi. Selanjutnya
terdapat metode dalam menetapkan hukum berdasarkan metode kontruksi yaitu; pertama
metode argumentumn per analogian yaitu metode penetapan hukum diamana hakim mencari
hakikat yang lebih umum pada suatu tindakan yang diatur oleh undang-undang. Kedua
metode argumentum a’contrario yaitu difokuskan pada ketidaksamaan kasus atau persoalan.
Ketiga rechtsvervnings (pengkonkritan hukum) yaitu, metode mengkongkritkan atau
menjelaskan suatu undang-undang yang belum jelas atau masih abstrak.
Analisis Similaritas Istinbath Hukum Islam dan Law Making Hukum
Konvensional Dalam Pembahasan Ranperda APBD 2023
E-ISSN: 2985-
7279
Metode penetapan hukum baik dalam Islam maupun konvensional memiliki karakter
masing-masing yang merupakan patokan bagi para hakim/ulama dalam menetapkan hukum.
Meskipun demikian dalam penerapannya terdapat similaritas antara istinbath hukum islam
dan hukum konvensional. Hal tersebut akan penulis jabarkan terkait penetapan keputusan
terhadap Ranperda APBD 2023 dalam tulisan ini.
DPRD Kabupaten Pinrang membahas terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2023. Rancangan APBD Tahun Anggaran
2023 diformulasikan mengacu pada Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah APBD Tahun Anggaran 2023.
Permendagri ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 308 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 89 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Rapat Paripurna tersebut dihadiri oleh Bupati Pinrang, unsur Fomkopimda, pimpinan
dan anggota DPRD Kabupaten Pinrang, Kepala Organisasi Perangkat Daerah, kepala
Organisasi Perangkat Daerah, staf ahli, asisten dan kabag Sekretariat Daerah Kabupaten
Pinrang, Camat dan lain-lain sebagainya.
Pembahasan mengenai Ranperda APBD tahun 2023 dihadiri oleh ragam instansi yang
memuat ragam metode penetapan hukum atau dalam Islam dikenal dengan istilah istinbath
al-ahkam. misalnya dalam pembahasan Ranperda APBD 2023 di Kabupaten Pinrang dihadiri
oleh setiap perwakilan instansi merupakan interpretasi dari masyarakat yang memiliki
wewenang (kapasitas) dalam sidang tersebut, sedangkan dalam Islam kegiatan tersebut
dikategorikan ijmak yaitu dimana para ulama berkumpul pada suatu tempat kemudian
membahas suatu persoalan demi menghasilkan kesepakatan. Oleh karena itu Ash-Shiddieqy
berpendapat bahwa ijma’ disamakan dengan mengumpulkan para ahli permusyawaratan
untuk bermusyawarah sebagai perwakilan rakyat atas perintah kepala Negara.
Selanjutnya pembahasan mengenai Ranperda APBD 2023 di Kabupaten Pinrang
mengedepankan kebutuhan masyarakat dan tidak lepas dari asas keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Dalam hukum Islam dikenal dengan istilah mashlahat yaitu mendatangkan
banyak kemanfaatan dan kebaikan serta menolak kerusakan (kemudharatan)
Berdasarkan hal tersebut maka Law Making Hukum Konvensional Dalam Pembahasan
Ranperda APBD 2023 memiliki similaritas dalam istinbat hukum Islam.
Kesimpulan
Similaritas istinbath hukum Islam dan law making dalam hukum konvensional terkait
pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Kab. Pinrang Tahun 2023 sangat konkrit
atau jelas. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing metodenya baik dalam hukum Islam maupun
konvensional. Pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Kab. Pinrang Tahun 2023
yang dimana mengumpulkan ragam Perwakilan Rakyat untuk bermusyawarah melahirkan mufakat
yang menjadi aturan bagi masyarakat dan dalam agama Islam metode tersebut dikenal dengan
istilah ijma’ dimana para ulama berkumpul membahas suatu persoalan sehingga melahirkan
kesepakatan yang menjadi preskripsi hukum bagi umat Islam yang tentunya berdasar pada
maqashid al-syariah.

Daftar Pustaka
Ashiddiqie, Hasbi. Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1983.
Bedong, M. Ali Rusdi. Mashlahat Dan Kaidahnya. Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press,
n.d.

Budiman, Muhazzir. “Sejarah, Metode Dan Ijtihad Hukum Islam Pada Masa Nabi Muhammad
Saw,” n.d., 03.

DKK, ABDUL LATIP. Ushul Fiqh Dan Kaedah Ekonomi Syariah. Medan Sunggal: CV.
Merdeka Kreasi Group, 2021.

Dudang Gajoli, Hapid Ali. “Studi Analisis Metode Istinbath Hukum Imam Syafi’i Dan Imam
Hanafi Tentang Ba’i Al-Mu’athoh.” Jurnal Perspektif 5, no. 1 (2021): 07.

Harahap, Nur’ Ain. “Saddu Al-Dzari’ah Muamalah.” Jurnal Bisnis Net 11, no. 30 (2019): 03.

Harisudin, M. Noor. Ilmu Ushul Fiqih 1. Instrans Publishing, 2020.

Hindun Umiyati, Darussalam Syamsuddin, Kurniati. “Perodisasi Perkembangan Pemikiran


Dalam Islam (Suatu Telaah Historis Kultural).” Al-Munqidz: Jurnal Kajian Keislaman 10,
no. 02 (2022): 02.

Jidan Ahmad Fadillah, Jusuf Satriani, Mohamad Badrus, Iffatin Nur. “Madzhab Dan Istinbath
Hukum.” Al-Huikmah : Jurnal Studi Agama-Agama 7, no. 2 (2021): 08.

Khallaf, Abdul Wahab. Ilm Ushul Al-Fiqh Wa Khalashat Tarikh Tasyri, n.d.

Makruflis, Muhammad. “Periodesasi Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah.” Jurnal Indra
Tech 2, no. 1 (2021): 2.
Munawwir, Ahmad Warson. Almunawwir Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:
Pustaka Progressif, n.d.

Sodiqin, Ali. Fiqh Dan Ushul Fiqh (Sejarah, Metodologi Dan Implementasinya Di Indonesia).
Yogyakarta: Penerbit Beranda Publishing, 2012.

Yazid, Abu. “Memaknai Substansi Syari’at Yang Membebaskan.” Istidlal 2, no. 2 (2018): 2.

Yazid, Imam. “Analisis Teori Syar’u Man Qoblana.” Al-Mashlahah Jurnal Hukum Dan
Pranata Sosial Islam, n.d.

Zaka Firma Aditya, Rizkisyabana Yulistyaputri. “Romantisme Sistem Hukum Di Indonesia :


Kajian Kontribusi Hukum Adat Dan Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Di
Indonesia.” Jurnal Rechtsvinding (Media Pembinaan Hukum Nasional) 8, no. 1 (2019).

Zein, Satria Efendi M. Ushul Fiqh Cetakan Ke-7 2017. Jakarta: Kencana, 2005.

18

Anda mungkin juga menyukai