Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Tarikh Tasyri' Islam

Pengertian tasyri' ini adalah mâddah (bahan), masdar (asal kata), dan kata kerja. Maka
tidak lepas dari kata musyarri' (pencetus tasyri' & syari'at) itu. Musyarri' tidak lain kecuali
Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana semua kata Rasul itu adalah buah dari wahyu Allah SWT:

‫ ِإنْ هُو ِإاَّل َوحْ يٌ ي ُْو َحى‬،‫َو َما َي ْنطِ ُق َع ِن ْال َه َوى‬

Artinya: "Tiada kata yang diucapkan (oleh Nabi Muhammad SAW) kecuali itu merupakan
wahyu yang diwahyukan (oleh Allah SWT kepadanya)".
Hukum syariat adalah hukum Allah, yang berta'alluq kepada semua perbuatan mukallaf
(baligh dan berakal) tiada suatu perbuatan bagi mereka kecuali pasti ada hukum Allah.
(Sambutan Kh. Maimun Zubair Atas buku karya ilmiyah "Sejarah Tasyri' Islam" Pp.
Lirboyo, Kediri, hlm. xiii).

Pengertian syariah dan tasyri'

Secara bahasa Tarikh artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun.
Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat. Menurut Prof. Dr. Abdul
Wahab Khallaf yang dikutip oleh Wajidi Sayadi, tasyri' adalah pembentukan dan penetapan
perundang-undangan yang mengatur hukum perbuatan orang mukallaf dan hal-hal yang
terjadi tentang berbagai keputusan serta peristiwa yang terjadi dikalangan mereka.
Tarikh al-Tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah “Ilmu yang membahas keadaan
hukum Islam pada masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan
periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) keadaan
fuqoha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”. Tasyri’ adalah bermakna
legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam.
Pengertian tasyri’ menurut istilah syara’ dan undang-undang adalah
pembuatan/pembentukan undang-undang untuk mengetahui hukum-hukum bagi perbuatan
orang dewasa, dan ketentuan-ketentuan hukum serta peristiwa yang terjadi dikalangan
mereka.
Dengan demikian, pada hakikatnya tarikh tasyri’ tumbuh dan berkembang di masa Nabi
SAW sendiri, karena Nabi SAW mempunyai wewenang untuk mentasyri’kan hukum dan
berakhir dengan wafatnya Nabi SAW. Dan dalam hal ini, nabi SAW berpegang kepada
wahyu.
Para fuqoha, ahli-ahli fiqh, hanyalah menerapkan kaidah-kaidah kulliyah, kaidah-kaidah
yang umum meliputi keseluruhan, kepada masalah-masalah juz-iyah, kejadian-kejadian yang
detail dengan mengistinbathkan, mengambil hukum dari nash-nash syara’, atau ruhnya, di
kala tidak terdapat nash-nashnya yang jelas. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan
ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek
hidup dan kehidupan manusia.[1].
Secara umum, kaidah-kaidah syari’at itu telah dikokohkan, ditegakkan asasnya dan
disempurnakan pokok-pokoknya pada zaman Nabi SAW. yang menjadi saksinya adalah
firman Allah Swt.

B.Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’

Secara umum ruang lingkup kajian tarikh tasyri’ hanya dibatasi pada keadaan perundang-
undangan Islam/Syariat Islam dari zaman-ke zaman dimulai dari zaman Rasul hingga zaman
masa kini yang ditinjau dari sudut pertumbuhan perundang-undangan Islam. Sedangkan Fiqh
adalah rumusan konkret syariat Islam untuk diterapkan pada suatu kasus tertentu disuatu
tempat dan disuatu masa. Keduanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. [2].
Sementara itu menurut Kamil Musa dalam al-Madkhal ila Tarikhi al-Tasyri’ al-Islami
mengatakan bahwa ruang lingkup tarikh tasyri’ tidak hanya terbatas pada sejarah
pembentukan al-Qur’an dan al-Sunnah, melainkan juga mencakup pemikiran, gagasan, dan
ijtihad para ulama’ pada kurun waktu tertentu. [3].

Secara spesifik ruang lingkup kajian tarikh tasyri’ islami itu adalah sebagai berikut:
A. Ibadah
Bab ibadah khusus berbicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Pembentukan
hukumnya bersumber pada nash-nash syariat langsung, oleh karena itu ketetapan hukum yang
berhubungan dengan lapangan ibadah ini bersifat abadi, tidak memerlukan perubahan dan
sesuai dengan
segala zaman dan tempat. Hukum tersebut terkenal dengan hukum yang lima / khomsah,
hukum yang lima ini tidak hanya berhubungan dengan ibadah saja, tetapi dengan segala
aspek perbuatan manusia baik itu hablum minallah ataupun hablum minannaas.
B. Hukum Keluarga
Lapangan pembahasan hukum keluarga adalah lebih luas daripada lapangan munakahat,
karena membahas masalah pernikahan, warisan, wasiat dan wakaf.
C. Muamalat
Bab muamalat berisi tentang hak-hak manusia dalam hubungannya dengan satu sama lain.
D. Hukum Pidana
Hukum pidana ialah kumpulan aturan yang mengatur cara menjaga keselamatan hak dan
kepentingan masyarakat dari perbuatan-perbuatan yg tidak dibenarkan.
E. Hukum Kenegaraan/Siyasah Syar’iyyah
Siyasah Syar’iyyah (politik Islam) ialah politik yang mengatur pemerintahan, teori-teori yg
menimbulkan suatu negara, syarat-syarat berdirinya suatu Negara serta kewajiban
kewajibannya.
F. Hukum Internasional
Hukum ini ada dua, yaitu pertama hukum perdata internasional ialah kumpulan aturan-aturan
yang menerangkan hukum mana yang berlaku, dari dua hukum atau lebih, apabila ada dua
unsur orang asing dalam suatu persoalan hukum, seperti orang Indonesia hendak menikah
dengan orang Jepang dan perkawinan dilakukan di Amerika. Kedua hukum publik
internasional, lapangan hukum ini mengatur antara negara Islam dengan negara lain atau
antara negara Islam dengan warga negara lain, bukan dalam lapangan keperdataan. [4]

C. Tujuan Mempelajari Ilmu Tarikh Tasyri’ Islam


Fungsi dan signifikansi Tarikh Tasyri adalah bahwa dalam memahami hukum islam harus
mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum islam harus mengetahui latar belakang
munculnya suatu hukum baik yang didasarkan pada Al-Quran maupun yang tidak. Tanpa
memahami ini akan melahirkan pemahaman hukum yang cenderung “ekstrem” bahkan
terkadang merasa benar sendiri. Hukum islam baik dalam arti fiqih, fatwa, atau ketetapan
adalah produk pemikiran ulama secara individu maupun kelompok.
Diantara tujuan mempelajari Tarikh Tasyri’ adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum atau sebab-sebab ditetapkannya
suatu hukum syari’at, dalam hal ini penetapan hukum atas suatu masalah yang terjadi pada
periode Rasulullah saw. adalah tidak sama atau memungkinkan adanya perbedaan dengan
periode-periode setelahnya.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum dari periode Rasulullah saw. sampai
sekarang.
3. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan terhadap hukum Islam.
4. Agar membangkitkan dan menghidupkan kembali semangat umat islam dalam
mempelajari tarikh tasyri’.
5. Agar kita mampu memahami perkembangan syari’at Islam.
6. Agar kita tidak salah dalam memahami hukum Islam tersebut.

Serta terdapat tujuan lain untuk mempelajari tarikh tasyri’ yaitu untuk mengetahui
perkembangan hukum-hukum islam, prinsip-prinsip hukum islam, permasalahan yang
dihadapi setiap zaman, dan hikmah-hikmah yang diperoleh dari pemberlakuan sebuah hukum
islam. Bahwa ruang lingkup fiqh islam meliputi segala aspek kehidupan manusia, kajian fiqh
islam juga meliputi hukum-hukum dalam Aqidah, ekonomi, politik, keamanan negara,
muamalah, Dll, dalam perkembangannya hukum-hukum tersebut sangatlah dinamis selalu
berkembang dari zaman ke zaman sehingga mempelajari tarikh tasyri’ (sejarah hukum islam)
sangatlah penting. Selain itu adalah untuk mengetahui sejarah perbedaan pandangan ulama
mengenai sebuah hukum terhadap suatu masalah.

Diantara tujuan mempelajari Tarikh Tasyri’ adalah sebagai berikut:

 Untuk mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum atau sebab-sebab


ditetapkannya suatu hukum syari’at, dalam hal ini penetapan hukum atas suatu
masalah yang terjadi pada periode Rasulullah Saw adalah tidak sama atau
memungkinkan adanya perbedaan dengan periode-periode setelahnya.
 Untuk mengetahui syarat-syarat serta alat-alat yang diperlukannya dalam
pembentukan hukum untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum di setiap
periode dari periode Rasulullah saw. sampai sekarang.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan terhadap hukum Islam.


Agar membangkitkan dan menghidupkan kembali semangat umat islam dalam mempelajari
tarikh tasyri’.
Agar kita mampu memahami perkembangan syari’at Islam.
Agar kita tidak salah dalam memahami hukum Islam tersebut.
Dengan mempelajari tarikh tasyri kita melakukan langkah awal dalam mengonstruksi
pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihadnya untuk ditransformasikan sehingga
kemashlahatan manusia senantiasa terpelihara. Diharapkan, dengan mempelajari tarikh tasyri’
akan melahirkan sikap toleran dan dapat mewariskan pemikiran ulama klasik dan langkah-
langkah ijtihadnya serta dapat mengembangkan gagasannya.

D. Periodisasi Tarikh Tasyri’

Menurut Musthofa Ahmad al-Zarqa secara lengkap periodisasi pembentukan hukum


islam dibagi menjadi tujuh. Adapun secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Periode pada masa Rasulullah saw.
Pada periode ini kekuasaan pembentukan hukum berada pada tangan Rasulullah saw. Sumber
hukum islam ketika itu adalah al-quran. Apabila ayat al-quran tidak turun ketika ia
menghadapi suatu masalah, maka ia dengan bimbingan Allah swt. Menentukan hukum
sendiri (sunah Rasulullah saw.).
2. Periode pada masa sahabat (khulafaur-rasyidin sampai pertengahan abad ke 1)
Setelah wafatnya Rasulullah saw. Pembentukan hukum pada masa ini dengan cara Ijtihad.
Ketika itu para sahabat melakukan ijtihad dengan berkumpul dan memusyawarahkan
persoalan itu. Apabila sahabat yang menghadapi persoalan itu tidak memiliki teman
musyawarah atau sendiri, maka ia melakukan ijtihad sesuai dengan prinsip-prinsip.
3. Periode pada masa pertengahan abad ke 1 H sampai awal abad ke 2 H
Periode ini merupakan pembentukan awal fiqih islam, pada periode ini pengertian fiqih sudah
tidak sama lagi dengan pengertian ilmu. Karena fiqih sudah menjelma menjadi salah satu
cabang keislaman yang mengandung pengertian “mengetahui hukum-hukum syara’ yang
bersifat amali dari dali-dalilnya yang terperinci”. Disamping berkembangnya fiqih, ushul
fiqih pun telah matang menjadi salah satu cabang ilmu keislaman. Pada periode ini berbagai
metode ijtihad telah dikembangkan oleh ulama fiqih.
4. Periode pertengahan abad ke 2 H sampai pertengahan abad keempat H
Pada periode ini disebut sebagai periode gemilang, karena fiqih dan ijtihad ulama semakin
berkembang. Pada masa inilah muncul berbagai madzhab, khususnya madzhab yang empat.
5. Pertengahan abad ke 4 H sampai abad ke 7 H
Periode ini ditandai dengan menurunnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqih, karena
mereka telah puas dengan fiqih yang telah disusun oleh berbagai madzhab.
6. Pertengahan abad ke 7 H sampai munculnya majallah al-ahkam adliyyah pada tahun 1286
H
Periode ini ditandai dengan kelemahan semangat ijtihad dan berkembangnya taklid serta
ta’asub madzhab.
7. Periode sejak munculnya majallah al-ahkam adliyyah sampai sekarang.
Ada tiga ciri pembentukan fiqih islam pada periode ini, yaitu:
1). Munculnya majallah al-ahkam adliyyah sebagai hukum perdata umum yang diambilkan
dari fiqih madzhab Hanafi.
2). Berkembangnya upaya kodifikasi hukum islam.
3). Munculnya pemikiran untuk memanfaatkan berbagai pendapat yang ada di seluruh
madzhab, yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

E. Kegunaan manfaat dalam mempelajari ilmu tarikh tasyri


Adapun kegunaan mempelajari ilmu tarikh tasyri, yakni manusia dapat memahami
bagaimana proses pembentukan hukum yang dilakukan oleh tokoh-tokoh terdahulu hingga
sekarang, dengan berbagai persyaratan yang diperlukannya, seperti mengenai sumber-
sumber, asas-asas, prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembentukan hukum di setiap
periode yang senantiasa mengalami perkembangan.

Fungsi dan signifikansi Tarikh Tasyri adalah bahwa dalam memahami hukum islam harus
mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum islam, baik yang didasarkan pada Al-
Quran maupun yang tidak. Tanpa memahami ini akan melahirkan pemahaman hukum yang
cenderung “ekstrem” bahkan terkadang merasa benar sendiri. Mengenali Hukum islam itu
baik dalam arti fiqih, fatwa, atau ketetapan hukum dari ulama secara baik secara individu
maupun kelompok. secara etimologi atau bahasa kata syariah atau yang biasa di indonesia
akan dengan syariat memiliki dua arti pertama tempat air mengalir yang biasa dituju untuk
minum, penggunaan kata syariat dengan mana ini sebagaimana perkataan orang arab:

‫شرعت اإلبل إذا وردت شريعة الماء‬

“Aku meminum minta aku ketik kaya tiba di tempat air”.


Kedua yaitu jalan yang lurus dan jelas, atthoriqul mustaqim wal wadlih. Seperti yang
dijelaskan didalam Al Quran:

َ ‫ِين اَل َيعْ لَم‬


‫ُون‬ َ ‫ُث َّم َج َع ْل ٰ َن‬
َ ‫ك َعلَ ٰى َش ِري َع ٍة م َِّن ٱَأْل ْم ِر َفٱ َّت ِبعْ َها َواَل َت َّت ِبعْ َأهْ َوٓا َء ٱلَّذ‬

Artinya: "Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-
orang yang tidak mengetahui".(QS. Al-Jatsiyah:18)
penggunaan arti kedua ini berlaku juga untuk setiap kata yang dibentuk dari kata masdarnya
syari'ah. Diantaranya disebutkan oleh alquran dalam bentuk syir'ah.

‫ۚ لِ ُك ٍّل َج َع ْل َنا مِن ُك ْم شِ رْ َع ًة َو ِم ْن َهاجً ا‬

Artinya: "Kami berikan aturan dan jalan yang terang". (QS. Al Maidah: 48).

Syari'ah kemudian diartikan sebagai ketetapan-ketetapan Allah untuk seluruh hambanya


ketetapan ini mencakup semua bentuk aktivitas yang mereka lakukan bagi yang berkaitan
dengan hati( keyakinan atau i'tiqad) maupun aktivitas lahir( ibadah dan muamalah). Singkat
kata tidak ada sedikitpun aktivitas mereka yang tidak diatur oleh ketentuan hukum Allah Swt.
Mengenai penamaan ini ali 'ilyan dalam bukunya attasyri' al islam wal fiqh al islam,
menampilkan 2 hikmah dibalik penamaan perundang-undangan atau hukum islam dengan
nama syari'ah. Ketua hikmah tersebut ditinjau dari aspek kebahasaan nya:
a. Hukum syariat mampu menyebabkan dan menyejukkan hati siapa saja yang mau
mengaplikasikan nya dalam kehidupan sehari-hari. sama halnya ketika seorang yang sedang
kehausan menemukan air lalu meminumnya ya kan merasa segar dan seperti dahaganya
menjadi hilang.
b. Hukum syariat mampu mengantarkan pelakunya sampai pada kebahagiaan take di dunia
maupun di akhirat tidak ada satu jalan pun yang dapat menghantarkan yang kepada tujuan
tersebut kecuali syari'at. Yang telah ditetapkan oleh Allah sama seperti orang yang melewati
jalan sesuai dengan jalur tujuannya dengan menggunakan jalur tersebut dipastikan ini akan
sampai ke tempat tujuan yang dengan selamat.
Syariat yang dimaksud dalam buku ini selanjutnya lebih difokuskan pada seri adzan di
bawah oleh nabi muhammad shallallahu alaihi wasallam atau syariat islam. Dalam kamus-
kamus bahasa arab kata islam mempunyai beberapa arti yaitu ketaatan kepatuhan kebasahan
dan ketulusan cara istilah islam diartikan sebagai penyerang diri kepada Allah dengan
mengesakan Nya taat batu serta tidak menyekutukan Nya penggunaan term islam ini,
kemudian terfokus hanya pada agama (aldin) yang di bawah oleh Nabi Muhammad Saw.
Dalam Al Quran disebutkan:

ِ ‫ِإنَّ ال ِّدي َْن عِ ْن َد‬


‫هللا اِإلسْ اَل ُم‬

Artinya: " sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah islam". (QS. Al Imran: 19)

Dengan demikian syariat islam bisa diartikan semua ketetapan hukum Allah yang
disampaikan dan diajarkan oleh nabi muhammad shallallahu alaihi wa sallam guna mengatur
seluruh aktivitas manusia atau yang berupa aqidah ibadah maupun muamalah.
Penataan hukum untuk seluruh aktivitas manusia ini ditujukan agar tercipta kemaslahatan
di dunia dan di akhirat inilah sebenarnya tujuan utama syariat yang karenanya Allah
mengutus para rasul kepada umat manusia.
Dalam perjalanan sejarahnya legislasi hukum islam (tasyri') dihasilkan melalui beberapa
tahap serta melewati proses yang berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang
dimulai dari masa pembinaan ( periode nabi), pertumbuhan ( periode khulafaur rasyidin 11-
40 H/660 M ), perkembangan ( periode dinasti umayyah 41-132 H/661-750 ), pematangan
( periode abbasiyyah pertama 132-334 H/750-945 M), taklid dan konsolidasi madzhab
( periode pertengahan abbasiyyah hingga runtuhnya baghdad, 334-656 H/945-1258 M,
sampai masa stagnasi dan kebangkitan (periode paska abbasiyyah).
Disetiap periodenya, pola penerapan syariat mempunyai corak yg berbeda satu sama lain.

Periode yang pertama, sebagai masa pembinaan yang berlangsung kurang lebih 22 tahun
lebih 1 bulan, semuanya masih bersifat memusat karena segala persoalan diserahkan
sepenuhnya kepada nabi muhammad saw. sebagai pengemban wahyu dan penyebar sunnah.
Pada periode ini, syariat islam mulai dibangun dan benar-benar berlaku secara efektif dalam
semua bidang, mulai dari aqidah, hukum, etika, maupun moral.
Periode Kedua, sebagai masa pertumbuhan dimulai dari periode khulafaur rasyidin (11-40 H)
hingga periode awal dinasti umayyah (41-132 H). Aktivitas tasyri' yang paling penting pada
periode ini adalah: pengkodifikasian Al Quran sebagai sumber rujukan utama islam dan
tumbuhnya sumber hukum lain yaitu ijma' dan qiyas.
Periode ketiga, adalah perkembangan dalam periode ini, semangat berijtihad sangat kental
mewarnai dunia intelektual islam. Periode ini berlangsung pada periode awal dinasti
umayyah hingga keruntuhannya sekitar 132 H. Aktivitas tasyri' yang paling penting pada
periode ini adalah kodifikasi Assunnah sebagai sumber kedua rujukan hukum islam, dan
pengelompokan para mujtahid dalam 2 aliran besar, ahlul hadits ahlur ro'yi.
Periode keempat, adalah masa pematangan yang ditandai dengan maraknya perdebatan
seputar keabsahan dalil-dalil hukum dan metodologi penggaliannya. Perdebatan semacam ini
pada akhirnya menjadi embrio lahirnya teori ushul fiqh yang menjadi acuan dasar madzhab-
madzhab fiqih dalam proses penggalian hukum. Dengan kehadiran ushul fiqh, ijtihad menjadi
lebih mapan dan sampai pada puncak kematangannya, sehingga layak jika periode ini disebut
sebagai periode terbaik dalam sejarah perjalanan tasyri'. Periode ini berlangsung sekitar 2
abad, yaitu dari masa awal abbasiyyah hingga pertengahan abad ke 4.
Periode kelima, adalah masa taklid dan konsolidasi madzhab. Pada periode ini, aktivitas
tasyri' hanya berputar pada area taklid dan pensyarahan hasil ijtihad para mujtahid periode
sebelumnya. Disisi politik, pada periode ini memunculkan kejadian penting dimulai dengan
pengaruh bani buwaihi yang dilanjutkan oleh bani saljuk yang membuat kekhalifahan dinasti
abbasiyyah hanya simbol belaka, kemudian diiringi dengan perang salib secara bergelombang
yang berlangsung selama kurang lebih 2 abad, dan ditutup oleh penyerbuan besar-besaran
dari pasukan mongol yang membuat baghdad hancur. Periode ini berlangsung sekitar 4 abad
yaitu dimulai dari munculnya bani buwaihi dipemerintahan abbasiyyah pada pertengahan
abad ke 4 hingga runtuhnya baghdad sebagai pusat pemerintahan abbasiyyah sekaligus pusat
peradaban islam pada abad ke 7.
Periode keenam atau periode terakhir, adalah masa stagnasi sebagai kelanjutan dari tradisi
taklid yang tumbuh pada periode ke 5, disusul dengan masa kebangkitan atas kesadaran umat
dari ketertinggalan mereka diberbagai bidang. Masa stagnasi yang berlangsung hingga
kisaran abad ke 12 merupakan masa ketika umat islam hanya mengandalkan pemikiran
imam- imam madzhab terdahulu. Munculnya tokoh-tokoh besar seperti: annawawi, ibn
taimiyyah, dan as syaukani tanpa menghilangkan rasa hormat terhadap mereka, ternyata
belum mampu membangkitkan gairah umat untuk bangkit dari keterpurukan tersebut.
Sedangkan masa kebangkitan mulai terlihat pada pertengahan abad 12 hingga sekarang, yaitu
ketika intelektual islam mulai melihat realitas yang menunjukkan bahwa hasil rumusan
imam-imam masa lalu meskipun banyak yang masih relevan namun banyak pula yang perlu
ditinjau ulang. Hal itu dilakukan demi terciptanya rumusan-rumusan hukum yang bisa
menyesuaikan dengan realitas kekinian. Mulailah diadakan diskusi-diskusi membahas
perubahan-perubahan dalam madzhab-madzhab fiqih. Sehingga muncul beberapa tokoh
pembaharu islam seperti muhammad ibn abdul wahab, muhammad abduh, Alafghani, hasan
albanna, abul a'la al maududi, wahbah zuhaili, yusuf qordlowy, dll. Upaya kebangkitan ini
meskipun banyak menuai kecaman, setidaknya mampu menggugah kembali kesadaran umat
islam untuk merekonstruksi formulasi fiqh para mujtahid masa lalu yang selama ini dianggap
sakral.
Menurut 'Ali 'Ilyan, keenam periode tasyri' dimuka, meskipun mempunyai pola dan
corak yang berbeda, namun pada dasarnya tidak terlepas dari dua unsur pokok, yaitu:
1. Tasyri' samawi, yaitu tasyri' yang bersumber langsung dari Allah Swt. Melalui perantara
Nabi Muhammad Saw. Untuk disampaikan kepada manusia. Tasyri' ini menghasilkan
perundang-undangan syariat yang termuat dalam Al Quran dan As Sunnah. Karena sifatnya
yang langsung dari Allah, maka hasilnya pasti benar dan tidak mungkin berubah, kecuali
perubahan itu datangnya langsung dari Allah sendiri atau Rasul-Nya (Naskh dan Mansukh).
2. Tasyri' wadli'i, yaitu tasyri' yang merupakan hasil ijtihad ulama' yang memiliki kapabilitas
dan kompetensi dalam bidang hukum (mujtahidin). Tasyri' tipe ini cenderung dinamis serta
dimungkinkan adanya perubahan sesuai dengan konteks dan realitas yang mengitarinya. Hal
ini mengingat porsi tasyri' wadli'i yang merupakan hasil kerja kemanusiaan yang sudah
barang tentu memungkinkan adanya kesalahan atau kekeliruan. Ijtihad yang dimaksud disini
adakalanya merupakan hasil pemahaman teks Al Quran dan As Sunnah (Nash), ada pula yang
dilakukan melalui metode pengaplikasian prinsip-prinsip fundamental nashkh, atau dengan
mempertimbangkan aspek maslahah mursalah atau kesejahteraan baik personal maupun
sosial. [5]
Daftar Pustaka

1 Mohamad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal: 42.
2 Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial,(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 38-39
3 Jalaluddin, yaitu AlMahally, Jalaluddin Assuyuthi, Tafsir jalalain, Semarang: Toha Putra
1989,hal.95
4 Sajuti Thalibh, Hukum Kekeluargaan Indonesia,(Jakarta: UI Press, 1974), hal 16.
5 Harun Ide, Muhammad, dkk. Sejarah Tasyri' Islam Periodesasi Legislasi Islam dalam
Bingkai Sejarah, (Kediri, FPII LIRBOYO PRESS, 2006), hlm. 1-5.

Anda mungkin juga menyukai