Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KARAKTERISTIK DAN TUJUAN HUKUM ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Pada Mata Kuliah Studi Hukum Islam

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II

NAMA : ASMAR HABIBI


ANSORI
NUR HIDAYAH
SEMESTER : II
JURUSAN : Pendidikan Agama Islam

DOSEN PEMBIMBING :

LASMAN AZIZ, M. Pd. I.

STAI – YAPTIP PASAMAN BARAT


TAHUN 1440 H / 2018 M
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Peduli Lingkungan “ tanpa
pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan
baik. Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Ibuk dosen yang telah
membimbing kami dalam mata kuliah “ Hadits Tarbawi “ yang telah membantu.
Oleh karnanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dan
terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih
Demikianlah makalah ini kami sajikan semoga bermanfaat bagi kami dan
juga pembaca.

Ujung Gading, 1 Maret 2018

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................1
C. Tujuan Pembahasan ................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik Hukum Islam .....................................................2
B. Tujuan Islam (Maqashid Al- Syari’ah) ...................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................15
B. Saran .......................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demikian juga akan terjadi pada penilaian orang terhadap Memfokuskan
perhatian terhadap suatu karakter hukum islam tidaklah mudah bila kesan
pertama yang harus ditunjukkan adalah berpikir objektif. Walaupun harus
diakui, realitas subyektifitas pemahaman terhadap karakter bergantung dari
sudut mana orang menilainya. Seperti hal seseorang memperhatikan karakter
manusia, ia akan menilai karakter-karakter umum pada manusia dan yang
khusus pada masing-masing. kter hukum apapun juga termasuk menyangkut
karakter hukum Islam.
Karakter untuk suatu pengertian yang umum dan bebas adalah ciri khas
tertentu yang memungkinkan perbedaan dengan yang lainnya. Oleh karena ciri
khas dapat dipastikan beberapa yang menyifatinya menunjuk karakter yangs
esungguhnya dari hukum Islam. Landasan picu untuk menyatakan suatu
karakter hukum adalah data faktual menyangkut hukum Islam, di samping
keterikatan bahasan-bahasan dimaksud banyak bersifat abstrak sesuai dengan
model filsafat hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini ialah:
1. Bagaimana karakteristik hukum Islam?
2. Apa saja tujuan hukum Islam (Maqashid Al- Syari’ah)?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dalam pembahasan ini ialah:
1. Mengetahui karakteristik hukum islam
2. Mengetahui tujuan hukum Islam (Maqashid Al- Syari’ah)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Hukum Islam


Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakteristik yang
membedakannya dengan berbagai macam hukum yang lain. Karakteristik
tersebut ada yang memang berasal dari watak hukum itu sendiri dan ada pula
yang berasal dari proses penerapan dalam lintasan sejarah dalam menuju
ridha Allah. Dalam hal ini, beberapa karakteristik seperti hukum Islam
bersifat sempurna, universal, kemanusiaan, mengandung moral agama, dan
dinamis akan dijelaskan dalam bagian ini, karena tanpa dengan karakteristik
tersebut akan dipahami pula tujuan dan manfaat dari hukum Islam itu sendiri.
Karakteristik Hukum Islam itu dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Ijmali (Universalitas)
Ajaran Islam bersifat universal, ia meliputi seluruh alam tanpa tapal
batas. Ia berlaku bagi orang Arab dan orang ‘Ajam (non Arab), kulit putih
dan kulit hitam. Di samping bersifat universal atau menyeluruh, hukum
Islam juga bersifat dinamis (cocok untuk setiap zaman). 1 Misalnya pada
zaman modern ini kita tidak menemukan secara tersurat dalam sumber
hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadits) mengenai masalah yang sedang
berkembang pada abad 20 ini, tetapi dengan menggunakan metode ijtihad,
baik itu qiyas dan sebagainya kita bisa mengeluarkan istinbath hukum dari
hukum yang telah ada dengan mengambil persamaan illatnya.
Ini berarti hukum Islam itu dapat menjawab segala tantangan zaman.
Sebenarnya hukum pada setiap perkembangan zaman itu sudah tersirat
dalam Al-Qur’an dan hanya kita sebagai manusia apakah bisa
menggunakan akal kita untuk berijtihad dalam mengambul suatu putusan
hukum tersebut.

1 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Ciputat: Logos Wacana


Ilmu, 1999), h. 49.
Bukti yang menunjukkan bahwa hukum Islam memenuhi sifat dan
karaktersitik tersebut terdapat dalam Al-Qur’an yang merupakan garis
kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam semesta termasuk
manusia.2 Firman Allah SWT ;
‫َو َم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َك اَّفًة ِللَّناِس َبِش يًرا َو َنِذ يًرا َو َلِكَّن َأْكَثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬
: Artinya
Dan Kami (Allah) tidak mengutsu kamu (Muhammad) melainkan
kepada umat manusia seluruhnya untuk membawa berita gembira dan
berita peringatan. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(QS. Saba: 28).
Konstitusi Negara Muslim pertama, Madinah, menyetujui dan
melindungi kepercayaan non Muslim dan kebebasan mereka untuk
mendakwahkan. Konstitusi ini merupakan kesepakatn antara Muslim
dengan Yahudi, serta orang-orang Arab yang bergabung di dalamnya. Non
Muslim dibebaskan dari keharusan membela negara dengan membayar
jizya yang berarti hak hidup dan hak milik mereka dijamin. Istilah zimmi
berarti orang non Muslim dilindungi Allah dan Rasul, kepada orang-orang
non Muslim itu diberikan hak otonomi yudisial tertentu.
Warga negara dan ahli kitab dipersilahkan menyelenggarakan
keadilan sesuai dengan apa yang Allah wahyukan. Rasulullah SAW
sendiri bersabda “Aku sendiri yang akan menyanya, pada hari kiamat,
orang yang menyakiti orang zimmi atau memebrinya tanggung jawab yang
melebihi kemampuannya atau merampok yang menjadi haknya.”3

2 Anwar Harjono, Hukum Islam Kekuasaan dan Keagungannya, (Jakarta:


Bulan Bintang, tt), h. 11

3 Anwar Harjono, Hukum Islam Kekuasaan dan Keagungannya, (Jakarta:


Bulan Bintang, tt), h. 11
Kemudian pemahaman keuniversalan hukum Islam juga terletak pada
segi efektifitasnya hukum yang diberlakukan, bahwa kewajiban moral
hukum yang dicanangkan adalah untuk segenap manusia. Pertama untuk
alasan demikian, syari’at diturunkan untuk seluruh umat manusia sebagai
rahmat bagi mereka. Mereka yang tidak memperdulikan syari’at Islam
akan bertanggung jawab diakhirat nanti. Firman Allah SWT :
‫َو َم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َر ْح َم ًة ِلْلَع اَلِم يَن‬
Artinya :
Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhamamad) kecuali untuk
menjadi rahmat untuk sekalian alam. (QS. AL-Anbiya: 107).
‫َو َم ْن َيْع ِص َهَّللا َو َر ُسوَلُه َو َيَتَع َّد ُح ُد وَد ُه ُيْد ِخ ْلُه َناًرا َخ اِلًدا ِفيَها َو َلُه َع َذ اٌب ُمِهيٌن‬
Artinya :
Barangsiapa yang mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya dan
melampaui batas-batas (larangan-Nya) niscaya Allah memasukkan
mereka ke dalam neraka serta kekal di dalamnya dan untuknya siksa yang
menghinakan. (QS. An-Nisa: 14)
Untuk memperhatikan keuniversalan hukum Islam itu minimal dari 3
segi, yaitu :
a. Menyangkut pemberlakuan hukum bagi para subjek hukum yang berkesan
kepada keadilan universalnya tanpa dibedakan kaya ataupun miskin, antara
manusia biasa bahkan terhadap seorang Nabi atau utusan Tuhan sendiri
berlaku hukum.
b. Dari segi kemanusiaan yang universal
c. Dari segi efektivitas hukum bagi seluruh manusia dengan segala dampak
yang ditimbulkannya adalah untuk seluruh manusia pula.4

2. Tafshili (Partikularitas)

4 Sukris Sarmadi, Membangun Refleksi Nalar Filsafat Hukum Islam


Paradigmatik,(Yogyakarta : Pustaka Prima, 2007), h. 108 – 109.
Hukum Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang bertalian
secara logis. Beberapa lembaganya saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Perintah shalat dalam Al-Qur’an senantiasa diiringi dengan perintah
zakat. Berulang-ulang Allah SWT berfirman: “makan dan minumlah kamu,
tetapi jangan berlebih-lebihan.”
Dari ayat diatas dipahami bahwa Islam tidak mengajarkan spiritual
yang mandul. Dalam hukum Islam manusia dieprintahkan mencari rezeki,
tetapi hukum Islam melarang sifat imperial dan kolonial ketika mencari
rezeki tersebut.
Memahami realitas karakter partikularistik hukum Islam merupakan
bagian yang tak terpisahkan pada pemahaman universal pada hukum Islam.
Bila pada keuniversalan hukum Islam berlaku 3 segi, maka dalam
karakteristik ini juga berlaku 3 segi pemahaman, yaitu :
a. Bila ditinjau menyangkut pemberlakuan hukum terhadap para subjek
hukum tanpa dibedakan status seseorang, kaya atau miskin dan
seterusnya untuk suatu karakter unversalitas hukum, maka atas dasar
keadilan pula hukum Islam memberlakukan hukum yang khusus demi
kesebandingan penjeratan sanksi hukum atas subjek hukum. Berdasarkan
keuniversalan pemberlakuan hukum, seorang pezina siapapun ia dan
status bagaimanapun tetap mendapatkan sanksi hukum. Namun, pelaku
zina yang telah kawin sanksi hukumnya adalah rajam sedangkan yang
belum pernah kawin, maka sanksi hukumnya adalah didera 100 kali dan
diasingkan selama 1 tahun. Sedang bagi para budak yang melakukan
zina, maka sanksinya ½ dari orang yang merdeka. Dengan demikian,
hukum Islam memberlakukan secara universal kepada setiap orang,
namun dalam pemberlakuannya terjadi penjeratan hukum secara khusus
dengan pemberlakuan partikularistik bagi pelaku hukum.
b. Bila hukum Islam memiliki karakter sesuai dengan perhatian manusia
sepanjang sejarah manusia dalam mencipatakan hukum atau yang disebut
dengan kemanusiaan yang universal, maka hukum Islam juga memiliki
hukum kemanusiaan partikular. Misalnya larangan orang Islam kawin
dengan orang bukan islam, berlakunya hukum-hukum ibadah secara
rinci, larangan judi dan minum khamar dan lain sebagainya. Hukum-
hukum ini memiliki karakteristik yang partikular karena tidak lazim
dalam norma hukum yang berkembang dalam sejarah peradaban hukum
manusia. Oleh karenanya ia disebut dengan hukum kemanusiaan yang
partikular.
c. Bila ditinjau dari berlakunya efektivitas hukum secara umum adalah
berlaku untuk setiap manusia yang daripadanya terlihat keuniversalannya
maka hukum-hukum lainnya tidak lagi melihat subjek hukum sebagai
manusia umumnya, tetapi terhadap manusia yang telah dianggap patuh
menjalankan hukum Islam. Misalnya hukum perkawinan Islam, maka
daripadanya berlaku hukum talak 3 kali, khulu’ bagi isteri terhadap
suami, ila’, li’an, zihar, dan lain-lain diberlakukan bagi orang yang telah
tunduk menjalankan hukum Islam dimulai sejak akad perkawinannya
secara atau berdasarkan hukum Islam. Jadi orang yang status
perkawinannya tidak berdasarkan hukum Islam tidak berlaku pula
hukum-hukum yang menyangkut perkawinan dalam hukum Islam.
Dalam kasus seperti demikian, hukum berkarakter partikular karena
hanya menunjuk pada manusia tertentu saja.5

3. Harakah (Elastisitas)
Hukum Islam bersifat elastis (lentur, luwes), ia meliputi segala bidang
dan lapangan kehidupan manusia. Permasalahan kemanusiaan, kehidupan
jasmani dan rohani, hubungan sesama makhluk, hubungan makhluk dengan
Khalik serta tuntutan hidup dunia dan akhirat terkandung dalam ajarannya.
Hukum Islam memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik di bidang
ibadah, muamalah, jinayah dan lain-lain. Ia tidak memiliki dogma yang

5 Ibid, h. 109 – 111


kaku, keras dan memaksa, ia hanya memberikan kaidah-kaidah umum yang
mesti dijalankan oleh umat manusia.
Hak ijtihad diberikan kepada setiap muslim yang mampu berijtihad
dan berpedoman kepada dasar-dasar kaidah byang telah ditetapkan. Ada 2
segi yang dapat dibentangkan secara faktual menyangkut argumentasi
mengapa hukum Islam memiliki karakter elastis (harakah), yakni :
a. Menyangkut masalah hukum dalam memberi beban taklif kepada subjek
hukum (mukallaf). Penetapan-penetapan hukum bagi para subjek hukum
selalu memperhitungkan kondisi-kondisi khusus subjek hukum dalam
menjalankan hukum mereka. Setiap diberlakukannya suatu hukum bagi
mukallaf (subjek hukum) diberlakukan pula hukum-hukum pengecualian
atau keringanan (azimah dan rukhshah). Perhitungan terhadap kondisi-
kondisi seperti itu mencakup 3 kategori yaitu :
1) Kondisi dari subjek hukum sendiri berupa kondisi uzur, seperti
perintah shalat tepat waktu (muassa) dapat dikerjakan secara
gabungan (jamak takdim atau ta’khir), dan lain sebagainya.
2) Disebabkan oleh orang lain seperti berlakunya hukum qishas bagi
pembunuh dapat diganti dengan hukum diyat bila keluarga korban
memaafkan tindakan pidana tesrebut.
3) Kondisi situasional dimana keadaan sangat luar biasa seperti
kelaparan membolehkan ia memakan binatang yang diharamkan
selama tidak melampaui batas dan aniaya.
b. Segi hukum dalam merespons atau menyikapi perkembangan zaman dan
perubahan sosial. Ada 2 argumentasi yang dapat dikategorikan
keelastisan hukum Islam dalam kondisi yang dimaksud seperti ini, yakni:
1) Berdiri tegaknya hukum Islam melewati hasil-hasil produk ijtihadiyah
demi menanggapi perkembangan zaman dan perubahan sosial.
2) Kondisi hukum Islam sendiri pada umumnya merespons
perkembangan zaman dan perubahan sosial pada masa turunnya Al-
Qur’an. Berlakunya hukum talak untuk memperbaiki hukum
perceraian pada masa itu.
4. Akhlak (Etistik)
Dimensi akhlak dimasukkan sebagai karakter hukum Islam didasarkan
pada beberapa alasan sebagai berikut :
a. Hukum Islam dibangun berdasarkan petunjuk wahyu (Ql-Qur’an) yang
dikembangkan melalui kehidupan Nabi SAW (AS Sunnah) dan
ijtihadiyah.
b. Segala peraturan hukum Islam memproyeksikan pada 2 bagian peraturan
yakni pengaturan tentang tindakan hubungan dengan Allah yang
daripadanya lahir hukum-hukum ibadah dan pengaturan menyangkut
tindakan antar sesama manusia atau dengan makhluk lain
(lingkungannya).
Lebih jauh lagi, bentuk karakter akhlak pada hukum Islam dapat
disarikan dalam beberapa ilustrasi sebagai berikut :
a. Hukum dalam pembinaan mental spiritual manusia maka diberlakukan
hukum-hukum ibadah agar hubungan manusia dengan Tuhannya terbina
dengan baik dan diharapkan memiliki efek sosial yang baik bagi
lingkungannya.
b. Pembinaan akhlak untuk memelihara keturunan maka diberlakukan
hukum larangan zina.
c. Pembinaan pada etika pergaulan antara lelaki dan perempuan
diberlakukan hukum berpenampilan (tabarruj) antar mereka agar masing-
masing mereka menundukkan pandangan.
d. Pendidikan akhlak agar memelihara harta maka diberlakukan larangan
judi.
e. Pendidikan moral etika ekonomi maka diberlakukan hukum melakukan
riba atau perbuatan mengambil harta dengan jalan batils eperti
merampok, penipuan ataupun penggelapan.
f. Pembinaan keluarga harmonis agar mereka tidak ditinggalkan dalam
keadaan dan kehidupan yang lemah diberlakukan hukum hadhanah dan
larangan mengabaikan pendidikannya sehingga ditetapkan hukum
perwalian maupun larangan segala bentuk pengabaian kehidupannya
sehingga menelantarkannya.
g. Pembinaan etika – moral kehidupan bermasyarakat dan bernegara
sehingga diberlakukan hukum kewajiban untuk taat kepada pemimpin,
membela negara dengan jihad bila dieprlukan.
h. Pembinaan etika agar masyarakat takut melanggar hukum diberlakuakn
sanksi-sanksi hukum pidana berupa hukum hudud dan ta’zir.
i. Pembinaan etika untuk tidak menyakiti makhluk lain maka diberlakukan
hukum menyangkut adab penyembelihan terhadap binatangs eperti
keharusan dengan alat yang tajam ketika menyembelihnya ataupun
larangan pembunuhan terhadap binantang tertentu.
j. Pembinaan etika dalam memelihara apa yang dikonsumsi tubuh manusia
maka diberlakukan hukum kewajiban untuk memakan barang yang halal
dan tayyibah dan mengharamkan yang buruk sehingga dirincikan
binatang yang tidak baik dikonsumsi. 6

5. Tahsini (Estetik)
Pengertian yang lazim untuk estetik adalah keindahan. Pesan dasar
yang bisa ditangkap dari makna khusus bahwa keindahan didudukkan pada
kualitas kebaikan (maslahat) yang tertinggi. Paling tidak dalam pengertian
literal tahsiniyah adalh puncak kebaikan yang dituju pada maslahat atau
puncak moral.
Dalam hukum-hukum ibadah juga nampak berlakunya karakter etestik
hukum Islam. Secara umum para subjek diberlakukan hukum-hukum wajib
ibadah seperti shalat 5 waktu, puasa ramadhan, zakat dan naik haji, akan
tetapi hukum memberikan pula pilihan-pilihan yang lebih baik agar para
subjek hukum melaksanakan ibadah-ibadah anjuran seperti shalat sunnat
yang beragam macam, I’tikaf di mesjid, puasa sunnat dan sadaqah.

6 Ibid, h. 114 – 115


Karakter hukum Islam yang bersifat estetik banyak ditemukan dalam
berbagai lapangan hukum Islam. Minimal menyangkut berlakunya hukum
sunnat di antara panca ajaran hukum (Ahkamu al Khamsah) tidak lain
merupakan tahsiniyah (estetik) maslahat hukum.7

B. Tujuan Hukum Islam (Maqashid Al- Syari’ah)


Hukum yang mejadi panutan masyarakat merupakan cita-cita social
yang tidak pernah berhenti dikejar sampai akhir hayat.Cita-cita sosial
bersandarkan pada hukum.Setiap keberadaan hokum tidak dapat terlepas dari
tujuan dan harapan subjek hokum.Harapan manusia terhadap hokum pada
umumnya meliputi harapan keamanan dan ketenteraman hidup tanpa batas
waktu.
Manusia berharap pada beberapa hal-hal berikut:
1. Kemaslahatan hidup bagi diri orang lain
2. Menegakkan keadilan
3. Persamaan hak dan kewajipan dalam hokum
4. Saling control dalam masyarakat
5. Kebebasan berekpresi,berpendapat,bertindak dengan tidak melebihi
batasan hokum.
6. Regenerasi sosial yang positif dan bertanggungjawab
Apabila satu minit sahaja kehidupan sosial tidak terjamin oleh hokum
yang kuat,masyarakat dengan semua komponannya akan rosak,karena seminit
tanpa adanya jaminan hokum bagaikan adanya bencana yang melanda dalam
sesuatu masyarakat tersebut. Asas legalitas sebagai pokok dari hidup dan
berlakunya hokum .Yang berbahaya lagi adalah memendan hokum tidak
berguna lagi karena keberpehakan hokum kepada keadilan dan persamaan
hak sehingga masyarakat kurang percaya kepada hokum.

7 Ibid, h. 117 – 118


Cita-cita hokum adalah menegakkan keadilan,tetapi yang menegakkan
keadilan bukan teks-teks hokum,melainkan manusia yang meneria sebutan
hakim,pengacara penguasa hokum,penegak hokum,polisi dan sebagainya.
Identitas hokum Islam adalah adil,member rahmat dan mengandungi hikmah
yang banyak bagi kehidupan.Dengan yang demikian setiap hal yang
merupakan kezaliman, tidak memberi rasa keadilan, jauh dari
rahmat,menciptakan kemafsadatan bukan merupakan tujuan hukum Islam.
Asy Syatibi mengatakan bahawa tujuan Syariat Islam adalah mencapai
kemaslahatan hamba baik di dunia maupon di akhirat.Antara kemaslahatan
tersebut adalah seperti berikut:
1. Memelihara Agama
2. Memelihara Jiwa
3. Memelihara Akal
4. Memelihara Keturunan
5. Memelihara Harta
Lima unsur di atas dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu:
1. Dharuriyyat
2. Hijiyya
3. Tahsiniyyat
Peringkat Dharuriyyat menepati urutan yang pertama,disusuli dengan
peringkat yang ke dua yaitu Hijiyyat dan dilengkapi dengan yang terakhir
sekali ialah Tahsiniyyat. Yang dimaksudkan dengan Dharuriyyat adalah
memelihara segala kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi
kehidupan manusia.
Yang dimaksudkan dengan Hijiyyat adalah tidak termasuk dalam
kebutuhan-kebutuhan yang esensial,melainkan kebutuhan yang dapat
menghindarkan manusia dari kesulitan hidup mereka.
Dimaksudkan pula dengan Tahsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang
peningkatan mertanat seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya,
sesuai dengan kepatutan.
Kesimpulannya disini ketiga-tiga peringkat yang disebut Dharuriyyat,
hijiyyat serta Tahsiniyyat, mampu mewujudkan serta memelihara kelima-lima
pokok tersebut.
1. Memelihara Agama (Hifz Ad-Din) Menjaga atau memelihara agama,
berdasarkan kepentingannya, dapat kita bedekan
dengan tiga peringkat ini:
a. Dharuriyyah: Memelihara dan melaksanakan kewajipan agama yang
masuk peringkat primer .
Contoh : Solat lima waktu.Jika solat itu diabaikan,maka akan
terancamlah eksestensiagama.
b. Hijiyyat:Melaksanakan ketentuan Agama
Contoh : Solat Jamak dan Solat qasar bagi orang yang sedang
bepergian. jika tidak dilaksanakan solat tersebut,maka tidak akan
mengancam eksestensi agamanya, melainkan hanya mempersulitkan
bagiorang yang melakukannya.
c. Tahsiniyyat : Mengikuti petunjuk agama.
Contoh : Menutup aurat. baik di dalam maupun diluar solat,
membersihkan badan, pakaian dan tempat.Kegiatan ini tidak sama
sekali mengancan eksestensi agama dan tidak pua mempersulitkan
Bagi orang yang melakukannya.
2. Memelihara Jiwa (Hifz An-Nafs)
Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentinganya, kita dapat bedakan
dengan tiga peringkat yaitu:
a. Dharuriyyat : Memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk
mempertahankan hidup. Jika diabaikan maka akan berakibat
terancamnya eksestansi jiwa manusia.
b. Hijiyyat : sepertinya diperbolehkan berburu binatang untuk
menukmati makanan yang halal dan lazat.Jika diabaikan maka tidak
akan mengancam eksestensi manusia,melainkan hanya untuk
mempersulitkan hidupnya.
c. Tahsiniyyat : Sepertinya ditetapkannya tatacara makan dan
minum.Kegiatan ini hanya berhubung dengan kesopanan dan
etika.Sama sekali tidak mengancam eksestensi jiwa manusia ataupun
mempersulitkan
kehidupan seseorang.
3. Memelihara Akal (Hifz Al-‘Aql)
Memelihara akal,dilihat dari segi kepentingannya,dapat dibedakan
menjadi tiga peringkat yaitu:
a. Dharuriyyat: Diharamkan meminum minuman keras.Jika tidak
diindahkan maka akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya
akal.
b. Hijiyyat : Sepertinya menuntu ilmu pengetahuan.Jika hat tersebut
diindahkan maka tidak akan mengakibatkan terancamnya
eksestensinya akal.
c. Tahsiniyyat : Menghindarkan diri dari menghayal atau
mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini jika diindahkan
maka tidak akan ancamnya eksestensi akal secara langsung.
4. Memelihara Keturunan (Hifz An-Nasl)
a. Dharuriyyat: Sepertinya disyari’atkan nikah dan dilarang berzina.
Jika di abaikan maka eksestensi keturunannya akan terancam.
b. Hijiyyat : Sepertinya ditetapkan menyebut mahar bagi suami pada
waktu akad nikah dan diberi hak talaq padanya.Jika mahar itu tidak
disebut pada waktu akad maka si suami akan mengalami kesulitan,
kerana suami harus membayar mahar misil.
c. Tahsiniyyat : Disyariatkan Khitbah atau Walimat dalam
perkawinan. hal ini jika diabaikan maka tidak akan mengancam
eksestensi keturunan.
5. Memelihara Harta (Hifz Al-Mal)
a. Dharuriyat : Tata cara pemilikan dan larangan mengambil harta
orang lain. Jika Diabaikan maka akan mengakibatkan eksestensi
harta.
b. Hijiyyat : Sepertinya tentang jual beli dengan salam.Jika tidak
dipakai salam, Maka tidak akan mengancam eksestensi harta.
c. Tahsiniyyat: Menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.
Hal ini erat Kaitannya dengan etika bermu’amalah atau etika bisnis.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakteristik
yang membedakannya dengan berbagai macam hukum yang lain.
Karakteristik tersebut ada yang memang berasal dari watak hukum itu sendiri
dan ada pula yang berasal dari proses penerapan dalam lintasan sejarah dalam
menuju ridha Allah. Dan tujuan hukum Islam untuk Memelihara Agama,
Memelihara Jiwa, Memelihara Akal, Memelihara Keturunan, Memelihara
Harta.

B. Saran
Berkat petunjuk dan pertolongan Allah SWT, Alhamdulillah makalah
ini dapat diselesaikan. Namun, penulis mengakui bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang
membangun dari semuanya, terutama kepada dosen Pembimbing demi
tercapainya kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Fathurrahman, DR. MA, 1999, Filsafat Hukum Islam, Ciputat: Logos

Wacana Ilmu, 1999.

Harjono, Anwar, Dr, Hukum Islam Kekuasaan dan Keagungannya, Jakarta: Bulan

Bintang.
Sarmadi, A. Sukris, MHi, 2007, Membangun Refleksi Nalar Filsafat Hukum Islam

Paradigmatik,Yogyakarta : Pustaka Prima.

Ibid, h. 109 – 111

Ibid, h. 114 – 115

Ibid, h. 117 – 118

Anda mungkin juga menyukai