DISUSUN OLEH:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
i
DAFTAR ISI
ii
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia meskipun berbeda jenis, suku bangsa dan ras, di
hadapan Allah dan muka hakim semuanya sama. Sebagai orang Islam yang taat,
kita tidak hanya menerapkan syariat agama pada kehidupan sehari-hari kita, tapi
kita juga harus mengetahui, mencermati, dan menerapkan agama di dalam
lingkup hukum., karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari hukum
islam sebagai sebuah agama.
Hukum islam adalah salah satu aspek ajaran islam yang menempati
posisi yang sangat krusial dalam pandangan umat islam, karena ia merupakan
manifestasi paling kongkrit dari hukum islam sebagai sebuah agama. Jika dilihat
dari sudut pandang historisnya, hukum islam pada awalnya merupakan suatu
kekuatan yang dinamis dan kreatif. Hal ini dapat dilihat dari munculnya
sejumlah mazhab hukum yang responsive terhadap tantangan historisnya
masing-masing dan memiliki corak tersendiri, sesuai dengan latar sosio cultural
dan politis dimana madzhab hukum itu mengambil tempat untuk tumbuh dan
berkembang.
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih lanjut tentang
pentingnya hukum islam dalam kehidupan beragama.
B. Rumusan
Apakah yang dimaksud dengan hukum islam dan khilafah?
C. Tujuan
Untuk mengetahui maksud dari hukum islam dan khilafah.
1
PEMBAHASAN
I. HUKUM ISLAM
2
1. Menjaga agama
Agama wahyu diturunkan Allah SWT melalui malaikat sejak Nabi Adam
As sampai kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat
manusia. Namun demikian, dalam penyampaiannya tidak boleh ada paksaan.
Sebab merupakan hak manusia untuk memilih atau tidak memilik agama dan
keyakinannya itu.
2. Menjaga jiwa
Hak hidup sangat dijamin dan dijunjung tinggi dalam Islam. Karenanya,
ada hukum qishos yang membunuh orang yang telah membunuh orang lain,
kecuali keluarganya memaafkan dan membayar denda. Untuk bisa hidup,
maka manusia harus mampu mencukupi sandang, pangan dan papan,
sehingga dapat hidup layak dan berkesinambungan.
3. Menjaga akal
Hal yang membedakan manusia dengan binatang adalah akalnya. Tanpa
akal maka manusia sama saja dengan binatang. Akal harus dijaga dengan
sebaik-baiknya supaya tetap sehat dan kuat. Akal yang sehat terletak pada
jiwa sehat.
4. Menjaga keturunan
Salah satu kebahagian hidup adalah manakalah memiliki keturuan dari
hasil perkawinan legal / sah, baik secara hukum agama maupun hukum
negara, sehingga menjadi keturunan yang indah dipandang mata (qurrota
a’yun). Sebab ia akan menjadi generasi penerus, dan yang akan mendoakan
kedua orang tuanya setelah wafat.
5. Menjaga harta
Harta yang kita miliki, sesungguhnya adalah milik Allah, karena itu
hanyalah titipan saja. Namun demikian, kita wajib untuk menjaganya agar
tidak hilang atau rusak, apalagi sampai menimbulkan kemudharatan.
Bahkan, kalau harta kita dirampok, kemudian melakukan perlawanan dan
sampai terbunuh, maka matinya syahid. Maka wajib bagi kita untuk
memperhatikan dari mana harta itu diperoleh dan menggunakannya dengan
baik dan benar sehingga memberikan manfaat bagi orang lain.
3
C. Sumber Hukum Islam
1. Al Quran
Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 105 yang berbunyi:
4
2. As-Sunnah
Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan / persetujuan /
diamnya) Rasulullah saw terhadap sesuatu hal/perbuatan seorang shahabat
yang diketahuinya. Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang nilai
kebenarannya sama dengan Al-Qur’an karena sebenarnya Sunnah juga
berasal dari wahyu.
3. Al-Ijtihad
Al-Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga berdasar pada QS. 4 : 59
yang berisi perintah kepada orang-orang yang beriman agar patuh, taat
kepada ketentuan-ketentuan Rasul (sunah/hadits) serta taat mengikuti
ketentuan-ketentuan Ulil Amri (Ijtihad).
Al-Ijtihad yaitu berusaha dengan keras untuk menetapkan hukum suatu
persoalan yang tidak ditegaskan secara langsung oleh Al-Qur’an dan atau
Hadits dengan cara istinbath (menggali kesesuaiannya pada AlQur’an dan
ataupun Hadits) oleh ulama-ulama yang ahli setelah wafatnya
Rasulullah.Ijtihad dapat dilakukan dengan menggunakan Ijma’, Qiyas,
Istihsan, Istishab, Mashalah Mursalah, ‘Urf (tradisi).
Syarat Mujtahid:
5
Menurut ahli fiqih, hukum syari’i (Islam) adalah akibat yang timbul dari
perbuatan orang yang mendapat beban Allah SWT., dan ini dibagi menjadi 2
bagian: Hukum taklifi dan Hukum wad’i
a. Hukum Taklifi
Hukum Taklifi adalah ketentuan Allah yang mengandung ketentuan untuk
dikerjakan oleh mukallaf atau ditinggalkannya atau yang mengandung pilihan
antara dikerjakan dan ditinggalkan. Hukum Taklifi dibagi menjadi 5 macam:
1. Ijab, adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk dilakukan suatu perbuatan
dengan tuntutan pasti, disebut wajib.
2. Nadb, adalah ketetntuan Allah yang menuntut agar dilakukan suatu perbuatan
dengan tuntutan yang tidak harus dikerjakan. Sedangkan kerjaan yang
dikerjakan secara sukarela disebut sunah.
3. Tahrim, adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk ditinggalkan suatu
perbuatan dengan tuntutan tegas. Perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan
disebut haram.
4. Karahah, adalah ketentuan untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan tidak
tegas untuk ditinggalkannya, sedangkan perbuatan yang dituntut untuk
ditinggalkannya dusebut makruh
5. Ibahah, adalah ketentuan Allah yang mengandung hak pilihan orang mukallaf
antara mengerjakan dan meninggalkannya. Pekerjaan yang diperkenankan untuk
dikerjakan dan ditinggalkan disebut mubah
b. Hukum Wad’i
Hukum Wad’i adalah ketentuan Allah yang mengandung pengertian bahwa
terjadinya sesuatu itu sebab, syarat, atau penghalang sesuatu. Misalnya:
Sebab sesuatu, menjalankan sholat menjadi sebab kewajiban wudhu
Syarat sesuatu, kesanggupan mengadakan perjalanan ke Baitullah
menjadi syarat wajibnya menunaikan haji
Penghalang sesuatu, berbeda agama menjadi penghalang harta
pusaka-mempusakai. Kesimpulannya, hukum Islam adalah hukum
yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat
dalam Al-Qur’an dan dipertegas oleh Nabi Muhammad melalui
sunah-Nya yang kini terhimpun dengan baik dalam hadist.
6
II. KHILAFAH
A. Pengertian Khilafah
Kata khilafah dalam grametika bahasa Arab merupakan bentuk kata
benda verbal yang mensyaratkan adanya subjek atau pelaku yang aktif yang
disebut khalifah. Kata khilafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalifah.
Oleh karena itu tidak akan ada suatu khilafah tanpa adanya seorang khalifah.
Sedangkan secara teknis, khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Khilafah merupakan medium untuk
menegakkan agama dan memajukan syariah. Dari pandangan yang demikian,
muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa Islam meliputi di wa ad-
daulah (agama dan negara).
Kata khilafah seakar dengan kata khalifah (mufrad), khalaif (jama’).
Semua padanan kata tersebut berasal dari kata dasar (fi’il madi), kholafa (خلف.(
Kata khalifah, dengan segala padanannya, telah mengalami perkembangan arti,
baik arti khusus maupun umum. Dalam Firs Encylopedia of Islam, khalifah
berarti “wakil”, “pengganti”,”penguasa”, gelar bagi pemimpin tertinggi dalam
komunitas muslim, dan bermakna “pengganti Rasulullah”. Makna terakhir
senada dengan Al-Maududi bahwa khalifah adalah pemimpin tertinggi dalam
urusan agama dan dunia sebagai pengganti Rasul.3 Kajian secara sematik, dapat
ditemukan pula dalam beberapa ayat Al- Qur’an mengenai makna khalifah. Kata
khalifah ( ( خلیفةdalam bentuk tunggal (mufrad ) terdapat dua kata yang di ulang
dalam Al-Qur’an:
Pertama, surat Al-Baqarah ayat 30:
Artinya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi,...”.( QS. Al-Baqarah {2}: 30).
Kedua, surat Shaad ayat 26:
7
Yaitu dalam surat Al-An’am ayat 165, surat Yunus ayat 14, Yunus ayat 37, dan
Fathir ayat 39. Adapun kata khulafa, bentuk jamak kedua dari kata khalifah
diulang sebanyak tiga kali dalam Al-Qur’an. Yaitu surat Al-A’raf ayat 69, Al-
A’raf ayat 74, dan An-Naml ayat 62.
Kata khilafat diturunkan dari kata khalafa, yang berarti seseorang yang
menggantikan orang lain sebagai pengantinya.5 Seperti Musa berkata kepada
saudaranya yaitu Harun:
8
karyanya Al-Ahkam al-Sulthaniyah menggunakanya secara bergantian. Tapi
istilah khilafah dan imamah, lebih populer pemakainnya dalam berbagai literatur
ulama fiqih daripada istilah imarah. Muhammad Rasyid Ridha juga memberikan
pengertian yang sama kepada kata khilafat,imamat, imarat, yaitu suatu
pemerintahan untuk menegakkan agama dan urusan dunia.
Dalam uraian di atas tampak, kata khilafat yang berakar pada kata
khalafa, mengalami perkembangan arti dari arti asli kepada arti lain yaitu
pemerintahan. Demikian pula istilah imamat. Perkembangan ini tidak lepas dari
penyebutan istilah-istilah itu dalam sejarah bagi seseorang atau kelompok orang
yang melaksanakan wewenang dalam hal ini mengurus kepentingan masyarakat.
Hal ini akan tampak jelas pengertian istilah-istilah tersebut secara terminologis
yang dikemukakan oleh para juris Muslim.
9
b. QS an-Nisaa: 59
Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu... (QS. An-
Nisaa {4}: 59).
perkara yang haram, yaitu menyia-nyiakan hukum syara’.
2. Dalil dari hadist Rasulullah Saw
“Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para
nabi. Setiap nabi meninggal, nabi lain menggantikannya
Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Akan tetapi, nantik ada
banyak khalifah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah juga bersabda yang artinya: “ Di tengah-tengah kalian
terdapat masa kenabian yang berlangsung selama Allah
menghendakinya. Lalu dia mengangkat masa itu ketika berkehendak
mengangkatnya. Kemudian akan ada masa khilafah ‘ala minhaj al-
nubuwwah”. (HR. Ahmad).
3. Dalil Kaidah Syar’iyah
Ditilik dari analisis ushul fiqh, mengangkat khalifah juga wajib.
Dalam ushul fiqh dikenal qaidah syar’iyah yang disepakati para
ulama: “Suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali adanya
sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya”. Menerapkan
hukum-hukum yang berasal dari Allah SWT dalam segala aspeknya
adalah wajib. Sementara hal ini tidak dapat dilaksanakan dengan
sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam yang dipimpin oleh seorang
khalifah. Maka dari itu, berdasarkan kaidah syar’iyah tadi, eksistensi
khilafah hukumnya menjadi wajib.
C. Kriteria Khilafah
Menurut Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, dan juga menurut
HTI paling tidak ada tujuh syarat atau kriteria menjadi seorang Khilafah:
1. Muslim
Tidak sah jika ia kafir, munafik, atau diragukan kebersihan aqidahnya.
Sebagaimana Allah berfirman:
10
Artinya: Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang- orang
kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.(QS. an- Nisa’ {4} 141).
2. Laki-laki
Tidak sah jika perempuan, karena Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan
sukses suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin”
3. Merdeka
Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain.
Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang
lain.
4. Baliqh
Tidak sah jika anak-anak, karena anak-anak itu belum mampu memahami
dan memenej permasalahan. Sebab anak-anak belum bisa membedakan
antara yang baik dengan yang buruk.
5. Mujtahid,
Orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan (taklid), tidak sah
kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan
Ibnu Abdil Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) para ulama’, bahwa tidak
sah kepemimpinan tertinggi umat Islam jika tidak sampai derajat Mujtahid
tentang Islam.
6. Adil
Tidak sah jika ia dzhalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi
Ibrahim bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang
yang dzhalim. Adil di sini artinya, ia adalah seorang yang menjaga agama,
harta dan kehormatan dirinya; tidak melakukan dosa besar; tidak sering
melakukan dosa kecil; dan selalu menjaga
muru’ah.
Muru’ah adalah meninggalkan segala bentuk perbuatan yang bisa merusak
kewibawaan, sekalipun perbuatan itu mubah.
7. Amanah serta mampu.
Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
yang disyari’atkan seperti menegakkan keadilan, menolong orang-orang
yang didzhalimi, memakmurkan bumi, memerangi kamu kafir, khususnya
11
yang memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya. Orang yang
tidak mampu dan tidak kuat mengemban amanah tersebut tidak boleh
diangkat menjadi khalifah.
Sebab itu Imam Ibnu Badran menjelaskan bahwa, pemimpin-pemimpin
Muslim di negeri- negeri Islam yang menerapkan sistem kafir atau Musyrik,
tidaklah dianggap sebagai pemimpin umat Islam karena mereka tidak
mampu memerangi musuh-musuh Islam dan tidak pula mampu menegakkan
Syari’at Islam dan bahkan tidak mampu melindungi orang-orang yang
didzhalimi dan seterusnya, kendatipun mereka secara formal memegang
kendali kekuasaan seperti raja atau presiden.
12
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.uin-suska.ac.id/8354/3/BAB%20II.pdf
file:///C:/Users/user/Downloads/Makalah_Hukum_Islam.pdf
14