Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU BUDAYA


BAB 3 : HUKUM, HAM, DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM
Disusun untuk memenuhi penugasan Kelompok 3 mata kuliah
Pendidikan Agama Islam Kelas A

DISUSUN OLEH :
Elsa Febrielly Wulandari (13040223120002)
Fitriya Latifah Mawadah Rohmah ( 13040223120018)

Hanum Salsabila Modesty (13040223130043)


Nisrina Athiroh (13040223130057)

DOSEN PENGAMPU :
Suparno, S.Ag.M.S.I

September, 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Hukum, HAM, dan
Demokrasi dalam Islam, yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penulis maupun yang datang dari luar. Namun, dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang penjabaran mengenai Hukum, HAM, dan Demokrasi
dalam Islam. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang
cukup jelas bagi pembaca,
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya.
Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca
yang inginmemberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.

Semarang, 1 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 6
2.1 Konsep Hukum, HAM, dan Demokrasi dalam Islam ........................................................ 6
A. KONSEP HUKUM................................................................................................................ 6
B. KONSEP HAM...................................................................................................................... 8
C. KONSEP DEMOKRASI .................................................................................................... 10
2.2 Sumber Hukum di dalam Islam......................................................................................... 12
1) Al-Qur’an ............................................................................................................................. 12
2) Hadist.................................................................................................................................... 13
3) Ijtihad ................................................................................................................................... 14
2.3 Fungsi atau peran hukum islam didalam kehidupan bermasyarakat ................................ 16
2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum di Indonesia .............. 17
BAB III................................................................................................................................................. 19
PENUTUP ............................................................................................................................................ 19
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Islam sebagai agama bagi pengikutnya meyakini konsep Islam adalah sebagai way of
life yang berarti pandangan hidup. Islam menurut para penganutnya merupakan konsep yang
lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia. Begitu juga dalam pengaturan mengenai
hak asasi manusia . Islam pun mengtur mengenai hak asasi manusia. Islam adalah agama
rahmatan lil alamin yang berarti agama rahmat bagi seluruh alam, bahkan dalam ketidakadilan
sosial sekalipun. Islam pun mengatur mengenai konsep kaum mustadhafin yang harus dibela.
Dalam Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri
dalam pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang telah
mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan terhadap
hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam pemikiran tentang
demokrasi dapat dengan mudah kita temukan didalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam banyak
pengertian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi
islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama
berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma’) dan penilaian interpretative yang
mandiri (ijtihad)
Hukum, Hak Asasi Manusia, dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat
dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah
adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan
selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan
dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan
Dewasa ini, sering kita jumpai maraknya perdebatan yang menyangkut kehidupan
masyarakat Indonesia maupun masyarakat luar negeri , beberapa contoh perdebatan yang
terjadi tidak lain mengenai hukum,HAM, dan juga demokrasi. Untuk itu ,kami selaku
mahasiswa yang berjiwa islam mencoba untuk mengkilas balik ilmu yang mengenai
hukum, HAM, dan juga demokrasi islam yang berkaitan dengan konsep umum maupun
agama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep hukum, HAM, dan demokrasi dalam pandangan islam ?
2. Apa saja sumber hukum di dalam islam ?
3. Bagaimana fungsi atau peran hukum islam didalam kehidupan bermasyarakat ?
4. Adakah kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum di indonesia ?
1.3 Tujuan
2. Mengetahui lebih jauh mengenai konsep hukum, HAM, dan demokrasi dalam
pandangan islam
3. Mengetahui apa saja yang menjadi sumber hukum di dalam islam
4. Mengerti bagaimana fungsi atau peran hukum islam di dalam kehidupan bermasyarakat
5. Memahami bagaimana kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum
di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Hukum, HAM, dan Demokrasi dalam Islam

A. KONSEP HUKUM
1) Pengertian

Secara etimologi, kata hukum (al-hukm) memiliki arti sama dengan kata al-man’u
(cegahan) dan al-fash (pemisahan dan keputusan). Sedangkan secara terminologi hukum
adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia,
berupa norma atau peraturan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dibuat dengan cara
tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya ada dua yaitu tidak tertulis, seperti hukum
adat dan hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum dibuat oleh manusia
berguna mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.

Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah Swt.
Hukum dibuat tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan
hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.

Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah
SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani
kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Dan hal ini
mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total Syariat
menurut istilah berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang
dibawa oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang
berhubungan dengan amaliyah.

2) Macam-macam Hukum Islam

Dalam hukum islam baik dalam pengertian syariat maupun fiqih dibagi menjadi dua bagian:
a. Ibadah (mahdhah)
Berupa tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seorang muslim menjalankan
hubungan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata caranya
dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi, ketentuannya diatur oleh
Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Tidak ada proses yang membawa perubahan dan
perombakan secara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat.
b. Muamalah (ghairu mahdhah)
Yaitu ketetapan Allah berhubungan dengan kehidupan sosial manusia dan ketetapannya
terbatas pada pokok-pokok saja. Sifatnya ini terbuka serta dikembangkan melalui ijtihad
manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.

3) Bagian – Bagian Hukum Islam

a. Mukanat
Hukum yang mengatur sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian dan
akibat-akibatnya.
b. Wirasah
Hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta
warisan dan cara pembagian warisan.

c. Muamalat
Hukum yang mengatur masalah kebendaan, hak-hak atas benda, tata hubungan manusia
dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan lain-lain.

d. Jinayat
Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik
dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya
dalam al quran dan sunnah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan yang bentuk dan
batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.

e. Al-ahkam as-sulthaniyah
Hukum yang mengatur hubungan dengan kepala negara, pemerintahan pusat maupun
daerah, tentara, pajak dan sebagainya.

f. Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama
dan negara lain

g. Mukhassamat
Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara

4) Sistematika Hukum Islam

Sistematika hukum islam dikemukakan sebagai berikut :


➢ Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum perorangan)
➢ Al-ahkam al-madaniyah (hukum kebendaan)
➢ Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata,pidana, dan peradilan tata usaha)
➢ Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
➢ Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
➢ Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
5) Tujuan Hukum Islam

Tujuan hukum islam secara adalah Dar-ul mafasid wajalbul mashaalihi (mencegah
terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Menurut Abu Ishaq As-Sathibi
merumuskan lima tujuan hukum islam :

a. Memelihara agama
Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan
agama sesuai dengan keyakinan yang dianutnya.

b. Memelihara jiwa
Islam melarang pembunuhan sebagaimana penghilangan jiwa manusia dan melindungi
berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya
hidupnya. (Qs. Al-An’am ayat 51 dan Qs. Al-Isra ayat 33)

c. Memelihara akal
Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa
mempergunakan akal sehat. (QS. Al-Maidah ayat 90)

d. Memelihara keturunan
Meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang ada
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahan. (Qs. An-Nisa ayat 23)

e. Memelihara harta
Manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-
cara yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut aturan moral.

B. KONSEP HAM
1) Pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang secara alamiah dimiliki setiap individu
sejak lahir. Oleh karena itu, HAM sejalan dengan kodrat manusia. HAM pada dasarnya adalah
pemberian ilahi bagi semua manusia. Menurut hukum Islam, manusia adalah makhluk yang
memiliki kebebasan dan tanggung jawab, dan dengan demikian, ia juga memiliki hak dan
kebebasan. Prinsipnya adalah keadilan yang didasarkan pada kesetaraan, tanpa memandang
latar belakang.
Konsep ini sejalan dengan ajaran Islam, terutama prinsip Tauhid yang memberikan
pembebasan diri dan sosial. Dalam pemikiran ini, terdapat pemahaman egalitarianisme yang
menegaskan bahwa semua manusia setara di hadapan Tuhan, dengan perbedaan hanya dalam
tingkat ketakwaan. Konsep ini menghasilkan emansipasi kemanusiaan dan mengakui nilai
setiap individu sebagai makhluk Tuhan yang bertanggung jawab kepada-Nya, sehingga tidak
ada yang berhak melanggar hak asasi manusia.
Konsep hak asasi manusia dalam Islam dibagi dua macam dilihat dari kategori huquuqul
ibad. Pertama, HAM yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam).
Kedua, adalah HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh suatu
negara. Hakhak yang pertama disebut sebagai hak-hak legal, sedangkan yang kedua dapat
disebut sebagai hak-hak moral.12 Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada masalah
pertanggungjawaban di depan Negara. Adapun masalah sumber, sifat, dan
pertanggungjawaban di hadapan Allah adalah sama.

Oleh Islam manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan


dan keutamaan, memiliki harkat dan martabat yang tinggi, sebagaimana dinyatakan dalam
al-Qur’an.

َّ َ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْي ٰادَ َم َو َح َم ْل ٰن ُه ْم فِى ْالبَ ِر َو ْالبَحْ ِر َو َرزَ ْق ٰن ُه ْم ِمن‬
‫الط ِي ٰب‬
ِ ‫ع ٰلى َكثِي ٍْر ِم َّم ْن َخلَ ْقنَا ت َ ْف‬
‫ضي ًْل‬ َ ‫َوفَض َّْل ٰن ُه ْم‬
“dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat
dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di
atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (Q.S. Al-
Isra’:70)

2) Ciri-ciri pokok hakikat HAM

➢ HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
➢ HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.

➢ HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003)

3) Prinsip-prinsip Dasar Sistem HAM


a. Persamaan
Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-
satunya keunggulan yang dinikmati atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat
ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13:

‫ارفُ ْوا ۚ ا َِّن‬ ُ ‫اس اِ َّنا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َّوا ُ ْن ٰثى َو َجعَ ْل ٰن ُك ْم‬
َ َ‫شعُ ْوبًا َّوقَ َب ۤا ِٕى َل ِلتَع‬ ُ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َها ال َّن‬
‫ع ِل ْي ٌم َخبِي ٌْر‬
َ َ‫ّٰللا‬ ‫ّٰللا اَتْ ٰقى ُك ْم ۗا َِّن ه‬
ِ ‫اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْندَ ه‬
b. Kebebasan.
Kehadiran Islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhindar dari kesia-
siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan
ideologi. Dalam kebebasan tersebut terdapat hak dan kepentingan orang lain yang juga harus
dihormati dan diperhatikan.

c. Penghormatan terhadap sesama manusia


Dalam Islam, semua kelompok ras memiliki kehormatan yang setara. Dasar kesetaraan ini
sebenarnya adalah ekspresi dari nilai-nilai kemanusiaan yang sangat manusiawi. Konsep
penghargaan tersebut sebenarnya berfokus pada keunggulan hakikat manusia, bukan
superioritas individu atau ras tertentu. Prinsip penghargaan ini berlaku secara global melalui
solidaritas kesetaraan yang mutlak. Kita semua adalah keturunan Adam; jika Adam tercipta
dari tanah dan dihormati oleh Allah, maka semua keturunannya juga mendapat penghargaan
yang sama, tanpa terkecuali.
4) Fungsi Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang
terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah
fi al-Islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal pokok yang
harus dijaga oleh setiap individu, yaitu:
a. Menjaga agama (hifzd al-din).
Islam menegaskan perlunya menjaga hak dan kebebasan beragama serta beribadah. Setiap
Muslim berhak atas keyakinan agamanya tanpa paksaan, dan Islam juga menghargai tempat-
tempat ibadah dan simbol-simbol keagamaan. Ini mencerminkan sikap toleransi dalam Islam
terhadap individu non-Muslim yang tinggal di negara Islam, walaupun toleransi ini terbatas
pada urusan dunia (mu`amalah) dan tidak berlaku dalam urusan ibadah (QS. al-Kafirun: 1-6).
b. Menjaga jiwa (hifzd al-nafs).
Dalam Islam, sangat dihormati jiwa manusia karena Allah adalah satu-satunya yang memberi
dan mengambil kehidupan (QS. al-Mulk: 2 dan al-Isra: 33).
c. Menjaga akal (hifzd al ‘aql).
Alasan diharamkannya semua benda yang memabukkan atau narkotika adalah karena akal
adalah sumber pengetahuan dan hikmah, yang memungkinkan manusia menjalankan perannya
sebagai khalifah di bumi.
d. Menjaga harta (hifzd al-mal).
Cara sah untuk mendapatkan harta adalah dengan bekerja atau menerima warisan. Oleh
karena itu, Islam melarang metode-metode yang tidak sah dalam perolehan harta, seperti
yang dinyatakan dalam ayat-ayat seperti QS. al-Baqarah: 188, Al-Nisa': 29, al-Baqarah: 275-
276, dan al-Baqarah: 278-280.
e. Menjaga keturunan (hifd al-nasl).
Islam sangat menganjurkan pernikahan terhadap mereka yang dianggap dan merasa sudah
mampu untuk melakukannya untuk menjaga keturunan, harta dan kehormatan. Hal ini
didasarkan pada peraturan yang bijaksana.

C. KONSEP DEMOKRASI
1) Pengertian

Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang
berarti kekuasaan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah sebuah sistem
pemerintahan di mana rakyat yang memegang kendali pemerintahan. Dalam hal ini, manusia
diberi kebebasan untuk berbicara dan memilih. Dalam praktik pelaksanaan demokrasi ini,
kendali kekuasaan biasanya dipegang oleh kaum mayoritas, meski begitu suara kaum minoritas
masih dijadikan pertimbangan.

Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha menerapkan prinsip- prinsip
Islam ke dalam kebijakan publik dalam kerangka demokrasi. Teori politik Islam menyebutkan
tiga ciri dasar demokrasi Islam: pemimpin harus dipilih oleh rakyat, tunduk pada syariah, dan
berkomitmen untuk mempraktekkan "syura", sebuah bentuk konsultasi khusus yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW yang dapat ditemukan dalam berbagai hadits dengan komunitas
mereka

Demokrasi lahir dari Barat, karena itu, demokrasi menjadi hal yang asing yang tidak
pernah dikenal oleh Islam sebelumnya. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa landasan
substansial demokrasi berbeda dengan landasan islam. Landasan islam adalah Alquran dan as-
sunah, sedangkan demokrasi bersumber dari hasil pemikiran manusia.

2) Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi

➢ Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik. baik
langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
➢ Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat
(warga negara).
➢ Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang 4. Adanya
lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan
hukum
➢ Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
➢ Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan
mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
➢ Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat
➢ Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih)
pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat

➢ Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan


sebagainya)

3) Islamisasi Demokrasi
Menurut Salim Ali al-Bahnasawi demokrasi memuat sisi positif yang tidak berlawanan
dengan islam, dan sisi negatif, berlawanan dengan islam. Sisi positifnya adalah adanya
kedaulatan rakyat sementara sisi negatifnya adalah penggunaan hak secara bebas sehingga
tak akan ragu untuk menghalalkan sesuatu yang haram. Atas dasar itu, Salim Ali al-
Bahnasawi menawarkan sebuah islamisasi demokrasi, di antaranya :
➢ Penetapan sebuah tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
➢ Wakil rakyat harus berakhlak islam saat musyawarah maupun hal-hal yang lain.
➢ Suara mayoritas bukanlah acuan mutlak atas permasalahan yang tidak ditemukan
dalam Alquran ataupun as-sunah.
➢ Orang yang menjabat harus mempunyai komitmen terhadap Islam, sehingga hanya
orang yang bermoral saja.

4) Prinsip Demokrasi islam


a. Syura
tata cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit dari Alquran. Misalnya seperti dalam
surah Ali Imran ayat 159:
Artinya: Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal.
Dalam ayat tersebut jelas membahas mengenai musyawarah sebagai bahan pertimbangan
dan tanggung jawab bersama saat akan mengambil keputusan.

b. al-‘adalah
Bearti keadilan. Dalam penegakkan hukum termasuk pemilihan dalam berbagai jabatan
harus dilakukan dengan adil. Arti penting penegakan keadilan ini telah diatur oleh Allah dalam
surah An-Nisa’ ayat 58:
Artinya: Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.
Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

c. al-Musawah
Berarti kesejajaran, jadi tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari manusia lain.
Kesajajaran ini sangat penting supaya menghindari pemimpin yang otoriter.

d. al-Amanah
Memenuhi kepercayaan yang telah diberikan dan harus dijaga dengan baik. Pemimpin
harus mampu melaksanakan kepercayaan yang diberikan rakyat dengan penuh tanggung
jawab.

e. Al-Masuliyyah
Adalah tanggung jawab. Kekuasaan merupakan sebuah amanah yang harus diwaspadai
alih-lih disyukuri. Dan amanah ini merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan di
hadapan rakyat dan Allah SWT.

f. Al-Huriyyah
Berarti kebebasan. Maksudnya, rakyat bebas mengekspresikan pendapatnya dengan tetap
epedoan dengan al-akhlaq al-karimah.

2.2 Sumber Hukum di dalam Islam

1) Al-Qur’an
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. 75:17-18 :

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu


pandai) membacanya.”

“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”


Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat),
dan budi pekerti (akhlak).

Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula
dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan
para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu
Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf
Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula
Mushaf Utsmani.

Al Quran merupakan sumber hukum yang pertama dalam Islam sehingga semua
penyelesaian persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Berbagai persoalan yang
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat harus diselesaikandengan berpedoman
pada Al Quran.
2) Hadist

Menurut para ahli, hadis identik dengan sunah, yaitu segala perkataan, perbuatan, takrir
(ketetapan), sifat, keadaan, tabiat atau watak, dan sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad
SAW, baik yang berkaitan dengan masalah hukum maupun tidak, namun menurut bahasa, hadis
berarti ucapan atau perkataan.

Adapun menurut istilah, hadis adalah ucapan, perbuatan, atau takrir Rasulullah SAW yang
diikuti (dicontoh) oleh umatnya dalam menjalani kehidupan.

Diriwayatkan dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan (perawi), hadis dibagi
menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

a. Hadis Mutawatir

Diriwayatkan oleh banyak sahabat. Kemudian, diteruskan oleh generasi berikutnya yang tidak
memungkinkan mereka sepakat untuk berdusta. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang
meriwayatkannya.

b. Hadis Mayhur

Diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak mencapai
derajat mutawatir. Namun, setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’in
yang mencapai derajat mutawatir sehingga tidak memungkinkan jumlah tersebut akan sepakat
berbohong.

c. Hadis Ahad

Diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja, sehingga tidak mencapai derajat mutawatir.
Ditinjau dari segi kualitas perawinya, hadis dapat dibagi menjadi empat, yaitu sebagai
berikut.

a. Hadis Shaih

Diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, sanad yang
bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.

b. Hadis Hasan

Diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat ingatannya, sanad-nya bersambung,
tidak cacat, dan tidak bertentangan.

c. Hadis Da’if

Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat yang dipenuhi hadis sahih atau hasan.

d. Hadis Maudu’

Hadis palsu yang dibuat orang atau dikatakan orang sebagai hadis, padahal bukan hadis.

3) Ijtihad

Kata ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan


segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurunkan bahasa, ijtihadd aritinya
bersunggu-sunggu dalam mencurahkan pikiran.

Adapun menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara
bersungguh-sunggu untuk menetapkan suatu hukum.Oleh karena itu, tidak disebut ijtihad
apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu perkerjaan.

Ijtihad merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah Al Quran dan Hadis. Ijtihad
dilakukan jika suatu permasalahan sudah dicari dalam Al Quran maupun hadis, tetapi tidak
ditemukan hukumnya.

Namun, hasil ijtihad tetap tidak bleh bertentangan dengan Al Quran maupun hadis. Orang
yang melakukan ijtihad (mujtahid) dengan benar, dia akan mendapat dua pahala. Adapun jika
ijtihadnya slalah, dia tetap mendapatkan satu pahala.

Ijtihad dalam kehidupan modern memang sangat diperlukan mengingat dinamika


kehidupan masyarakat yang selalu berkembang sehingga persoalan yang dihadapi pun semakin
kompleks.
Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda.

Dari Muaz, bahwasanya Nabi saw. ketika mengutusnya ke Yaman bersabda,


"Bagaimana engkau akan memutuskan perkara yang dibawa orang kepadamu?" Muaz
menjawab, "Saya akan memutuskan ilent Kitabullah (Al-Quran)." Nabi saw bersabda, "Dan
jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal in!" Muaz menjawab,
"Jika begitu, saya akan memutuskan menterut Stenah Rasid." Nabi bersabda, "Dan jika engkau
tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sumah Rasulullah?" Muaz menjawab, "Saya
akan mempergunakan akal pikiran sendiri tanpa bimbang sedikit pun." Nabi bersabda,
"Alhamchilillah, segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulullah
menyenangkan hati Rasulullah." (H.R. Abu Daud dan Turmuzi)
Ijtihad dilakukan jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak
dijumpai dalam Al Quran maupun hadis. Meskipun demikian, ijtihad tidak bisa dilakukan oleh
setiap orang, tetapi hanya orng-orang yang memenuhi syarat yang boleh berijtihad.

Orang yang berijtihad harus memiliki syarat sebagai berikut :

➢ Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam;


➢ Memiliki pemahamaan mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul
fiqh, dan tarikh (sejarah);
➢ Harus mengenal cara meng-istimbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas;
➢ Memiliki akhlaqul qarimah.

Bentuk ijtihad dapat dikelompokkan menjadi tida macam, yaitu sebagai berikut.

a. ijma’

Kesepakatan para ulama mujtahid dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijama
dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara khusus dalam kitab
Al Quran dan Sunah.
b. Qiyas

Mempersamakan hukum suatu maslah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan maslah
lama yang pernah karena ada alasan yang sama.

c. Maslahah Mursalah

Cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan atas pertimbangan kegunaan dan
manfaatnya.

Dilihat dari prosesnya, ijtihad dapat dibagai menjadi dua, yaitu :

a. insya’i

Yang dilakukan oleh seseorang untuk menyimpulkan hukum mengenai peristiwa baru yang
belum pernah diselesaikan oleh hujtahid sebelumnya.

b. ijtihad tarjihi atau ijtihad intiqa’i

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih pendapat para
mujtahidin terdahulu mengenai masalah tertentu. Kemudian, menyelesaikan pendapat mana
yang memiliki dalil lebih kuat serta relevan dengan kondisi saat ini.

2.3 Fungsi atau peran hukum islam didalam kehidupan bermasyarakat


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia
membutuhkanpertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh
kemajuan dandinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial memiliki
kepentingan.Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain,
bahkan mungkinbertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan konflik.
Maka hal itu, membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapat dicapai secara
adil, makadibutuhkan penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian
disebutdengan hukum islam yang dan menjadi pedoman setiap pemeluknya

Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:

1. Mendidik individu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan.


2. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
3. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).

Ketiga fungsi hukum islam diatas merupakan sebagai orientasi tidak hanya bermanfaat
bagi manusia dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin
kebahagiaan kehidupan di akhirat yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk
menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan
kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Serta juga kaitannya dengan
kepentingan hubungan antara Allah dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum
itu sendiri. Selain itu, fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu
:
1. Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat ayat 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepadaKu”. Maka dengan dalil ini fungsi ibadah tampak paling
menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2. Fungsi amr makruf nahi munkar (perintah kebaikan dan pencegahan
kemungkaran).
Setiap hukum islam ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk manusia yang
dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3. Fungsi zawajir (penjeraan)
Adanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman di dunia, tetapi
juga dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut melakukan
kejahatan.
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan hukum sanksi bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-
nakuti masyarakat, akan tetapi juga sebagai rehabilitasi dan pengorganisasian umat menjadi
lebih baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering social.

2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum di


Indonesia

Umat islam telah berkontribusi dalam penegakan dan perumusan hukum di Indonesia
terlihat jelas setelah Indonesia merdeka. Meskipun begitu, bukan berarti pada saat sebelum
kemerdekaan umat islam tidak berkontribusi untuk Indonesia. Salah satu kontribusi umat Islam
di Indonesia adalah lahirnya Pancasila dan UUD 1945 yang juga merupakan hasil kerja sama
dengan komponen bangsa yang lain. Selain itu, terdapat beberapa kontribusi yang diberikan
oleh umat Islam yaitu:

1. Perumusan Pancasila dan UUD 1945

Dalam proses mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, BPUPKI (Badan Penyelidik


Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) membentuk sebuah panitia kecil bernama panitia
sembilan yang beranggotakan 8 muslim dan 1 kristen. Panitia ini berfokus untuk merumuskan
dasar negara. Saat proses perumusan ini terjadi pertentangan antara kelompok nasionalis islami
dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok nasionalis islami ingin Islam yaitu KH. Abdul
Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH. Wahid Hasyim, Ki Bagus, dan Abi Kusno dijadikan dasar
negara, sedangkan kelompok nasionalis sekuler yang dipimpin Soekarno ingin Indonesia netral
dari agama. Akhirnya setelah berdiskusi, lahirlah sebuah rumusan yang dikenal Piagam Jakarta
yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila yang berbunyi:

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.


2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Akan tetapi, pada tanggal 18 Agustus 1945 sila pertama dalam Piagam Jakarta diubah
menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai bentuk kebesaran jiwa umat Islam dan para
ulama. Menurut Bung Hatta dan Ki Bagus Hadikusumo, makna ”Yang Maha Esa” tidak lain
adalah tauhid. Atas paparan di atas, umat Islam mempunyai peran dalam proses lahirnya
Pancasila dan UUD 1945.

2. Pengelolaan Zakat

Untuk mencapai kesejahteraan umum yang lebih optimal bagi seluruh lapisan
masyarakat, undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat pun mencakup
pengelolaan infaq, sodhaqah, hiba, wasiat, waris, dan kafarat. Hanya saja, sistem pengelolaan
uangnya dilakukan secara terpisah antara zakat dengan infaq, sodhaqah, dan lain-lain.

Undang-undang nomor 38 tahun 1999 mencakup tujuan pengelolaan zakat yaitu:

1) Meningkatkan kesadaran masyarakat dan peranan dalam penunaian dan dalam


pelayanan ibadah zakat.
2) Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3) Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat

3. Lahirnya Undang-Undang Perkawinan

Peraturan mengenai perkawinan tak lepas dari keterlibatan antara, kepentingan agama,
negara, dan perempuan. Waktu itu, umat Islam mendesak DPR supaya mengesahkan RUU
tentang pokok-pokok perkawinan bagi umat Islam secepatnya. Akan tetapi, menurut Arso
Sosroatmodjo usaha tersebut tak berhasil. Akhirnya, pada tanggal 31 Juli 1973 pemerintah
menyampaikan RUU mengenai perkawinan yang baru kepada DPR, terdiri dari 15 bab dan 3
pasal.

RUU ini mempunyai tujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi masalah-masalah
perkawinan karena sebelum adanya undang-undang maka perkawinan hanya bersifat judge
made law, kemudian untuk melindungi hak-hak kaum wanita sekaligus memenuhi keinginan
dan harapan kaum wanita serta menciptakan undang-undang yang sesuai dengan tuntutan
zaman. Akhirnya, undang-undang perkawinan disahkan oleh DPR yang terdiri dari 14 bab dan
67 pasal, berubah dari rancangan semula yaitu 15 bab dan 73 pasal.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan yaitu:

1. Secara umum hukum Islam berorientasinya pada perlindungan terhadap agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta. Artinya apa? hukum Islam disini bertujuan pada
pemeliharaan agama, penjaminan, penjara dan pemeliharaan kehidupan dan jiwa,
memelihara kemurnian akal sehat dan menjaga ketertiban keturunan manusia serta
menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan hidup umat manusia.
2. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris,
artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat
dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya,
segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
3. Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah
adanya penegakan hukum dan perlindundgan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi
akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan
pemenuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan.
DAFTAR PUSTAKA

Dapus: Iryani, Eva. (2017). Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 17 (2), 24.

Rangkuti, Afifa. (2018). Demokrasi dalam Pandangan Islam dan Barat. Jurnal Ilmiah
Penegakan Hukum, 5 (2), 50.

Dapus: Novita Setianingsih, dkk. (2019). Hukum, HAM, dan Demokrasi Islam.
Makalah. Dikutip dari
https://www.researchgate.net/publication/335867807_MAKALAH_HUKUM_HAM_DAN_
DEMOKRASI_DALAM_ISLAM

Suhaili, A. (2019). Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Penerapan Hukum Islam di
Indonesia. Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist, 2(2), 178-181.

Atqiya, N. (2014). HAM dalam Perspektif Islam. Jurnal Islamuna, 1(2), 177-179.

Abdullah, Abdul Ghani. (1994) . Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.

Idhamy, Dahlan. (1987). Karakteristik Hukum Islam. Jakarta : Media Sarana Press.

Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
(2001). Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai