Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

RIYA’\
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Tafsir Ayat akhlak


Dosen Pengampu : Ust. Ali Fitriana Rahmat, M.Ag

Oleh:

AHSANUL FATA\
PROGRAM STUDI ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM
DEPOK 2023/1444 H
A. Pengertian Riya’
Riya’ atau ria’a secara harfiah berasal dari kata ra’a (‫) رأى‬yang
bermakna melihat, sedangkan secara bahasa riya’ berarti menunjukkan
amalan kebaikan supaya bisa diketahui oleh orang lain.1 Makna ini sejalan
dengan firman Allah SWT:

ْ ُ ْ ْ ُ ْ ْ ُ ُ ْ ُ ْ َّ
٧ ࣖ ‫ ويمنعون الماعون‬٦ ‫﴿ ال ِذين هم يراۤءون‬

“…Orang-Orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan


barang berguna”
Sedangkan menurut istilah, riya’ diartikan sebagai pelaksanaan
ibadah yang semstinya merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada
Allah, akan tetapi ditujukan guna hal lain yang bersifat duniawi.2
Dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin, Al-ghazali menjelaskan terkait
hakikat riya’, menurutnya riya’ adalah suatu keinginan agar dilihat oleh orang
lain dengan harapan mendapatkan penilaian yang sepadan, dan biasanya
terdapat dalam amal ibadah. Tujuan riya’ tidak lain ialah berusaha
mendapatkan kedudukan atau status di sisi orang lain.3
Ahsin W. Al-hafidz menjelaskan di dalam kamus Ilmu Al-quran yang
disusunnya, riya’ merupakan sifat seseorang yang ingin menonjolkan dirinya
agar memperoleh perhatian ataupun pujian dari orang lain dan bukan karena
hendak memperoleh ridha Allah. Sebagaimana halnya yang diisyaratkan
dalam QS. Al-Baqarah;264 bahwa orang-orang munafik biasa melakukan hal
tersebut. Orang-orang seperti itu biasa disebut dengan orang yang senang
mencari muka guna ketenangan sesaat.4
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa riya’ merupakan suatu
sifat dan sikap inginnya seseorang untuk mendapatkan pujian ataupun
kedudukan di sisi orang lain atas apa yang dilakukannya untuk
kesenangannya.

1
Abu Rifqi Al-Hanif dan Nur Kholis Hasin, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Terbit
Terang,200),266.
2
Umar Sulayman al-Asykar, Al-Ikhlas, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006), 150.
3
Imam al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, 320.
4
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al Quran, (Jakarta: Amzah, 2005), 253.

1
B. Ayat-Ayat Riya’ dalam Al- qur’an
Terdapat beberapa ayat yang membahas tentang riya’ sebagaimana
yang dijelaskan dalam Mu’jam al-Mufahras li al-Faz Al-Qur’an Al-Karim
bahwa bentuk-bentuk term riya’ di dalam al-Qur’an terulang sebanyak lima
kali. Pertama, berbentuk ria’a yang terulang tiga kali, yaitu dalam QS. Al-
Baqarah: 264, QS. An-Nisa: 38, dan QS. Al-Anfal: 47. Kedua, berbentuk
yura’un sebanyak dua kali, yakni terdapat dalam QS. AnNisa’; 142 dan QS.
Al-Ma’un; 6.5

1. QS. Albaqarah (2);264


ُ ْ ُ ْ َّ ٰ ْ ْ ُ ٰ
ْ ْ ُ ُْ ْ ُ ٰ ْ َّ ‫ا ه‬
ٰ ٰٓ‫﴿ يٰٓايَٰٓا الٰٓ ِذين امنوا لٰٓ تب ِطلوا صٰٰٓٓقت ِكمم ِبٰٓالم ِ وال‬
ٰٓ‫كٰٓللٰٓ ِذ ين ِفق مٰٓال‬
ُ ْ ُ ْٰ ْ ٰ ُ ْ َّ
‫اّلل والي ْو ِم ال ِخ ِر فمثل كمث ِل صٰٰٓٓفوان عل ْي ِه تراب‬ ِ ‫اس ول ُيؤ ِم ِب‬ ِ ‫ِرئاۤء الن‬
ُ ٰ ‫فاصٰٓابه وابل فتركه صٰٓلْ اًا ل ي ْقق ُر ْون ع ٰلى شٰٓ ْْء َِّّما كسٰٓ ُب ْوا و‬
‫اّلل ل ي َْ ِق‬ ِ ِ
ٰ ْ ْ
٢٦٤ ‫الق ْوم الم ِف ِر ْي‬

264. Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala)


sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima),
seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada
manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir.
Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu
batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali.
Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah
tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.
Kata tersebut memiliki makna memamerkan dan memberitahukan
kepada orang lain. Dengan artian seseorang itu melakukan sebuah kebaikan
dengan hendak membanggakan diri atau tidak lain supaya mendapat
perhatian dari orang-orang dan kemudian menyanjung dirinya. Pada ayat
sebelumnya dijelaskan tentang keutamaan dalam berinfak di jalan Allah yang
bisa dilakukan melalui banyak hal, seperti membagikan ilmu, berusaha
mengurangi kebodohan, kemiskinan, dan penyakit.6 Jikalau seseorang belum

5
Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Faz Al-Qur’an Al-Karim, 362.
6
Az-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir, Juz 2, 48.

2
bisa memberikan sedekah kepada orang-orang yang meminta, maka cukup
dan lebih baik bagi mereka untuk menolak dengan sopan dan halus kepada si
peminta dengan berkata baik dan tidak membeberkan sikap kurang baik dari
peminta.7 Berhubungan dengan ayat sebelumnya, ayat ini menjelaskan
tentang larangan dalam menyebutnyebut pemberian dan menyakiti penerima
sedekah.
Wahbah Zuhaili menjelaskan dalam tafsirnya bahwa menyebutnyebut
dan menyakiti hati si penerima dalam bersedekah adalah sama halnya dengan
seseorang yang menginfakkan hartanya disertai dengan riya’ , yang tidak lain
tujuannya supaya orang-orang memujinya dan agar disebut sebagai seorang
yang dermawan atau dengan maksud-maksud duniawi lainnya, bukan semata-
mata mencari keridhaan Allah dan menaikkan martabat hidup umat.
Pada hakikatnya orang-orang yang melakukan sedekah karena riya’
merupakan orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dengan
iman yang benar dan sungguh-sungguh, hingga ia mengharapkan pahala di
sisi Allah atau takut akan siksaan. Orang yang berinfak karena riya’ adalah
serupa dengan orang yang bersedekah disertai dengan mengungkit-ungkit
pemberiannya serta menyakiti perasaan penerima sedekah.
Orang yang suka mengungkit pemberian dan kebaikan, serta yang
senang melakukan riya’ adalah model orang yang banyak dibenci oleh orang
lain di dunia. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal perbuatan yang
disertai dengan dua sikap tersebut kecuali amalan itu memang benar
dikerjakan dengan ikhlas mengharap ridha Allah semata. Ikhlas dan riya’
adalah dua sikap yang bertentangan. Bahkan dalam hal ini kedua sikap
tersebut (riya’ dan mengungkit-ungkit kebaikan dan pemberian) digolongkan
sebagai suatu kesyirikan yang tidak tampak atau samar, karena tujuan orang
yang bersikap demikian adalah bukan mengharap ridha Allah.8

7
Az-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir, Juz 2, 50.
8
Az-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir, Juz 2, 51

3
2 QS. An-Nisa’(4):38
ْ ٰ َّ
‫اّلل ول ِبالي ْو ِم‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ْ ‫الناس ول ُي ْؤم ُن‬
‫و‬
َّ
‫ۤء‬ ‫ا‬ ‫ئ‬ ‫ر‬ ْ
‫م‬ ُ ‫﴿ والذيْن ُي ْنف ُق ْون ا ْموال‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ْ ا‬ ‫ْ ا‬ ٰ َّ ُ ْٰ
﴾ ٣٨ ‫وم ْ َّيم ِ الش ْيط ُ ل ت ِرينا فساۤء ت ِرينا‬ ‫ال ِخ ِر‬
38.(Allah juga tidak menyukai) orang-orang yang menginfakkan
hartanya karena riya’ kepada orang (lain) dan orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Akhir. Siapa yang
menjadikan setan sebagai temannya, (ketahuilah bahwa) dia adalah
seburuk-buruk teman.
Kelompok lain yang juga tidak di senangi Allah, atau keburukkan lain
dari orang-orang yang menyanjung dirinya dan angkuh disamping kikir, juga
sekali-kali jika mereka bernafkah, mereka menafkahkan harta-harta mereka
karena riya kepada manusia, yakni ingin dipuji dan di lihat banyak orang
bahwa ia dermawan, bukan karena ingin mendapatkan ganjaran ilahi atau
didorong oleh rasa kasihan melihat penderitaan orang lain. Dan dengan
demikian, pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. dan dengan perbuatanya itu mereka telah
mengangkat syaitan sebagai temannya, dan siapa saja yang menjadikan
syaitan menjadi temannya, padahal saytan adalah musuh nyata baginya, maka
setan adalah seburuk-buruk teman”
Mereka yang menyedekahkan hartanya karena pamrih biasanya tidak
menyedekahkannya pada tempat yang sebenarnya. bisa jadi dia memberikan
kepada orang yang berada yang tidak membutuhkan dan mengabaikan orang
miskin yang membutuhkan bantuannya. Ini karna dia tidak mengharapkan
sesuatu kepada si miskin, tetapi justru dia mengharapkan imbalan kepada si
kaya. Ini juga karena mereka tidak percaya bahwa justru dengan
menyedekahkan harta nya kepada si miskin amalan itu akan menolongnya di
akhirat kelak. Itu sebabnya Allah berfirman, “Tahukah engkau orang yang
mendustakan hari kemudian”. Di jawab bahwa “dia adalah yang menghardik
anak yatim dan tidak memberikan makan orang-orang miskin.(QS.
AlMa‟un:1-3). Ini karna yang menghardik anak yatim dan tidak memberi
pangan orang-orang yang butuh, bagaikan tidak percaya adanya hari
kemudian, dimana setiap orang memperoleh balasan dan ganjaran9

9
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah(pesan,kesan dan keserasian Al-Qur’an) vol . 2,
(cipuput:lentera hati,2000), 421

4
C. Macam-Macam Riya’
1. Riya’ yang berasal dari badan, seperti memperlihatkan bentuk tubuhnya
yang kurus dan pucat agar mereka bisa melihat bahwa dia telah melakukan
ibadah dengan sedemikian rupa atau dia memperlihatkan rambutnya yang
acak-acakan, agar orang mengira dia terlalu sibuk dalam urusan agama,
sehingga merapikan rambut pun tidak sempat atau tidak ada waktu.
Gambaran serupa ialah memperlihatkan suara yang lesu, mata yang cekung
dan bibir yang layu, agar orang-orang menganggapnya terus menerus
berpuasa. Karena itu Isa bin Maryam berkata, “jika salah seorang diantara
kalian yang berpuasa, maka hendaklah ia meminyaki rambutnya dan
menyisirnya. “ Hal ini di khawatirkan orang itu menjadi riya’.10
2. Riya’ yang berasal dari perhiasan, seperti, membiarkan bekas sujud di
Wajah, pakaian yang tebal dan indah, mengenakan kain wol, memendekkan
lengan baju dll. Mereka yang riya‟ dalam masalah ini ada beberapa tingkatan.
Diantara mereka ada yang menginginkan reputasi tertentu dikalangan orang
yang baik, dengan memperlihatkan pakaian yang tidak rapi agar dia dikira
orang yang zuhud. Tingkatan lainnya, mereka berharap agar dapat di terima
dikalangan orang-orang yang baik, dan Sedangngkan riya’ yang para pemuja
dunia adalah lewat pakaian yang mahal harganya, kendaraan yang bagus,
hiasan-hiasan pada pakaian, tempat tinggal dll.
3. Riya’ dengan perkataan, riya’ nya para pemeluk agama adalah dengan
nasihat, peringatan, menjaga pengabaran dan atsar, dengan maksud untuk
berdebat, memperlihatkan kedalaman imannya, menggerakkan bibir untuk
berzikir di hadapan orang banyak,.
4. Riya’ dengan perbuatan, seperti riya’nya orang yang memanjang kan
bacaan saat berdiri, memanjangkan ruku, dan sujud menampaakkan
kehusukan dan lainnya.
5. Riya’dengan teman dan orang-orang yang berkunjung kepadanya. Seperti
memamerkan kedatangan ulama’ atau ahli ibadah kerumahnya, agar
dikatakan, “dia telah dikunjungi fulan”, agar orang-orang datang kerumahnya
dan meminta berkahnya.11

10
Ibnu Qadamah, Minhajul Qhasidin )Jalan Orang-Orang Yang Mendapat Petunjuk), Terj.
Kathur Suhardi, )Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1997), 272
11
Ibnu Qadamah, Minhajul Qhasidin )Jalan Orang-Orang Yang Mendapat Petunjuk), Terj.
Kathur Suhardi, )Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1997), 274

5
D. Bahaya Riya’
Riya’ kini sudah begitu merajalela. Meskipun dari setiap orang
memiliki kadar yang berbeda, tetap saja tujuannya adalah sama-sama ingin
mendapat pujian dari manusia dan tidak ikhlas. Riya’ berbahaya karena
merupakan salah satu daripada penyakit hati yang menjadikan seseorang
masuk dalam golongan orang munafik.
Riya’ juga merupakan dosa besar karena tergolong dalam perbuatan
syirik yang mendatangkan murka Allah SWT. Balasannya tidak lain adalah
siksa api neraka. Riya’ dapat menimpa siapa saja bahkan termasuk orang
mukmin yang shaleh dan shalehah sekalipun. Dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairah RA, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW
mengabarkan bahwa golongan yang pertama kali dihisab adalah yang mati
syahid, mempelajari dan mengajarkan ilmu, dan bersedekah.
Akan tetapi Allah SWT justru melempar ketiganya ke dalam api
neraka karena amal ibadah yang mereka lakukan tidak dengan niat kepada
Allah SWT. Firman Allah SWT yang artinya;
“Dan apabila mereka (kaum munafikin) berdiri mengerjakan shalat, maka
mereka berdiri dalam keadaan malas dan riya’ di hadapan manusia dan
tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (Q. S. An Nisa ayat
142).
Masih banyak lagi bahaya perbuatan riya’ yang tentu saja sangat
merugikan, yakni:
1. Menghapus amalan yang dikerjakan
2. Pada hari kiamat akan dipermalukan dihadapan seluruh makhluk
3. Menjadikan amal ibadah yang baik menjadi batal, berubah buruk, dan
berbuah dosa
4. Terhalang daripada taufik dan hidayah Allah SWT\\
5. Menimbulkan kesempitan dalam hidup
6. Menjadi penyebab jiwa yang tidak tenang dan gelisah
7. Terjebak dalam sikap sombong yang hanya akan menyulitkan diri
sendiri
8. Menghilangkan keimanan
9. Menimbulkan kesengsaraan
10. Akan mendapat siksa di akhirat

6
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, riya’ adalah sifat seseorang yang ingin
menonjolkan dirinya agar memperoleh perhatian ataupun pujian dari orang
lain dan bukan karena hendak memperoleh ridha Allah. Dan hal ini sudah
begitu merajalela di era modern ini walaupun dari setiap orang
memiliki kadar yang berbeda, tetapi tujuannya tetap sama yaitu
mendapat pujian dari manusia. Riya’ harus dihindari karenanya
bisa menghapus amalan yang dikerjakan dan nanti di hari kiamat
akan dipermalukan dihadapan seluruh makhluk.

Anda mungkin juga menyukai