KELAS : XII-AP3
MATERI 1
PERBEDAAN SYIRIK BESAR&KECIL
Para ulama biasa membagi syirik menjadi dua macam yaitu syirik besar (syirik akbar) dan syirik kecil (syirik
ashgor).
Syirik akbar adalah mengambil tandingan selain Allah dan menyamakannya dengan Rabbul ‘alamin.
Sedangkan syirik ashgor adalah yang disebut syirik dalam dalil namun tidak sampai derajat syirik akbar atau
disebut oleh para ulama sebagai perantara menuju syirik akbar.
MATERI 2
PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang.
Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya:
2. Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta
bertawakkal kepada mereka.
Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama).
ُون ِإلَ ٰى َربِّ ِه ُم ْال َو ِسيلَةَ َأيُّهُ ْم َأ ْق َربُ َويَرْ جُونَ َرحْ َمتَه َ قُ ِل ا ْدعُوا الَّ ِذينَ زَ َع ْمتُم ِّمن دُونِ ِه فَاَل يَ ْملِ ُكونَ َك ْشفَ الضُّ رِّ عَن ُك ْم َواَل تَحْ ِوياًل ُأو ٰلَِئ
gَ ك الَّ ِذينَ يَ ْد ُعونَ يَ ْبتَ ُغ
اب َربِّكَ َكانَ َمحْ ُذورًا
َ َويَخَ افُونَ َع َذابَهُ ۚ ِإ َّن َع َذ
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki
kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu
mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan
adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa’: 56-57][2]
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat
mereka.
Yaitu orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir -baik dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi-, orang-
orang musyrik, atau orang-orang mulhid (Atheis), atau selain itu dari berbagai macam kekufuran, atau ia
meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...” [Ali ‘Imran: 19][3]
4. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka ia telah kafir.
Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang
dibuat manusia lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam, atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak
relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini, atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab
ketertinggalan ummat. Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan
bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman
sekarang.
Juga orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah tetap, seperti zina, riba,
meminum khamr, dan berhukum dengan selain hukum Allah atau selain itu, maka ia telah kafir berdasarkan
ijma’ para ulama.
ََأفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغونَ ۚ َو َم ْن َأحْ َسنُ ِمنَ هَّللا ِ حُ ْك ًما لِّقَوْ ٍم يُوقِنُون
Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin?” [Al-Maa-idah: 50]
5. Tidak senang dan membenci hal-hal yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun ia
melaksanakannya, maka ia telah kafir.
Yaitu orang yang marah, murka, atau benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir.
ْض َ ِار ِهم ِّمن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ُم ْالهُدَى ۙ ال َّش ْيطَانُ َس َّو َل لَهُ ْم َوَأ ْملَ ٰى لَهُ ْم ٰ َذل
ِ ك بَِأنَّهُ ْم قَالُوا لِلَّ ِذينَ َك ِرهُوا َما نَ َّز َل هَّللا ُ َسنُ ِطي ُع ُك ْم فِي بَع ِ َِإ َّن الَّ ِذينَ ارْ تَ ُّدوا َعلَ ٰى َأ ْدب
ٰ
اَأْل ْم ِر ۖ َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم ِإس َْرا َرهُ ْم فَ َك ْيفَ ِإ َذا تَ َوفَّ ْتهُ ُم ْال َماَل ِئ َكةُ يَضْ ِربُونَ ُوجُوهَهُ ْم َوَأ ْدبَا َرهُ ْم َذلِكَ بَِأنَّهُ ُم اتَّبَعُوا َما َأسْخَ طَ هَّللا َ َو َك ِرهُوا ِرضْ َوانَهُ فََأحْ بَطَ َأ ْع َمالَهُ ْم
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan
telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu
karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa
yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): ‘Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan,’ sedangkan
Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (maut) mencabut nyawa
mereka seraya memukul muka dan punggung mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka
mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan)
keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 25-28]
6. Menghina Islam
Yaitu orang yang mengolok-olok (menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur-an, agama Islam, Malaikat atau
para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam, seperti
shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Ka’bah, wukuf di ‘Arafah atau menghina masjid, adzan, memelihara
jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada
tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir.
َْولَِئن َسَأ ْلتَهُ ْم لَيَقُولُ َّن ِإنَّ َما ُكنَّا نَ ُخوضُ َون َْل َعبُ ۚ قُلْ َأبِاهَّلل ِ َوآيَاتِ ِه َو َرسُولِ ِه ُكنتُ ْم تَ ْستَه ِْزُئونَ اَل تَ ْعتَ ِذرُوا قَ ْد َكفَرْ تُم بَ ْع َد ِإي َمانِ ُك ْم ۚ ِإن نَّعْفُ عَن طَاِئفَ ٍة ِّمن ُك ْم نُ َع ِّذب
َطَاِئفَةً بَِأنَّهُ ْم َكانُوا ُمجْ ِر ِمين
“… Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran
mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang
yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah: 65-66]
7. Melakukan Sihir
Yaitu melakukan praktek-praktek sihir, termasuk di dalamnya ash-sharfu dan al-‘athfu.
Ash-sharfu adalah perbuatan sihir yang dimaksudkan dengannya untuk merubah keadaan seseorang dari apa
yang dicintainya, seperti memalingkan kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi kebencian
terhadapnya.
Adapun al-‘athfu adalah amalan sihir yang dimaksudkan untuk memacu dan mendorong seseorang dari apa
yang tidak dicintainya sehingga ia mencintainya dengan cara-cara syaithan.
“…Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya
kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir...’” [Al-Baqarah: 102]
8. Memberikan pertolongan kepada orang kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi kaum
Muslimin
َْض ۚ َو َمن يَت ََولَّهُم ِّمن ُك ْم فَِإنَّهُ ِم ْنهُ ْم ۗ ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم الظَّالِ ِمين
ٍ ضهُ ْم َأوْ لِيَا ُء بَع
ُ صا َر ٰى َأوْ لِيَا َء ۘ بَ ْع
َ َّيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَهُو َد َوالن
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin bagimu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu
yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 51][6]
َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا الَّ ِذينَ اتَّ َخ ُذوا ِدينَ ُك ْم هُ ُز ًوا َولَ ِعبًا ِّمنَ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت
ََاب ِمن قَ ْبلِ ُك ْم َو ْال ُكفَّا َر َأوْ لِيَا َء ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ِإن ُكنتُم ُّمْؤ ِمنِين
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agamamu menjadi
buah ejekan dan permainan sebagai pemimpin, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu
dan dari orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah jika kamu benar-
benar orang yang beriman.” [Al-Maa-idah: 57]
9. Meyakini bahwa manusia bebas keluar dari syari’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yaitu orang yang mempunyai keyakinan bahwa sebagian manusia diberikan keleluasaan untuk keluar dari
sya’riat (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi Khidir dibolehkan keluar
dari sya’riat Nabi Musa Alaihissallam, maka ia telah kafir.
Karena seorang Nabi diutus secara khusus kepada kaumnya, maka tidak wajib bagi seluruh menusia untuk
mengikutinya. Adapun Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia
secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk menyelisihi dan keluar dari syari’at beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua...’” [Al-A’raaf: 158]
10. Berpaling dari agama Allah Ta’ala, ia tidak mempelajarinya dan tidak beramal dengannya.
Yang dimaksud dari berpaling yang termasuk pembatal dari pembatal-pembatal keislaman adalah berpaling dari
mempelajari pokok agama yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya, meskipun ia jahil (bodoh)
terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya terperinci. Karena ilmu terhadap agama secara terperinci
terkadang tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali para ulama dan para penuntut ilmu.
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya,
kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang
yang berdosa.” [As-Sajdah: 22]
MATERI 3
SYARAT KALIMAT LAA ILAHA ILLALLAH YANG HARUS DIPENUHI
Mengenal Syarat Laa Ilaha Illallah
Dari hasil penelusuran dan penelitian terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama akhirnya menyimpulkan
bahwa kalimat laa ilaha illallah tidaklah diterima kecuali dengan memenuhi tujuh syarat berikut :
[1] Mengilmui maknanya yang meniadakan kejahilan (bodoh)
[2] Yakin yang meniadakan keragu-raguan
[3] Menerima yang meniadakan sikap menentang
[4] Patuh yang meniadakan sikap meninggalkan
[5] Jujur yang meniadakan dusta
[6] Ikhlas yang meniadakan syirik dan riya’
[7] Cinta yang meniadakan benci
MATERI 4
Makna Tauhid
Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata benda dari kata kerja, ed) dari kata wahhada. Jika dikatakan
wahhada syai’a artinya menjadikan sesuatu itu satu. Sedangkan menurut syariat berarti mengesakan Allah
dalam sesuatu yang merupakan kekhususan bagi-Nya berupa rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat ( Al-
Qaulul Mufiiid Syarh Kitabi At-Tauhid I/7).
ِ ْت َواَأْلر
ً ض َو َما بَ ْينَهُ َما فَا ْعبُ ْدهُ َواصْ طَبِرْ لِ ِعبَا َدتِ ِه هَلْ تَ ْعلَ ُم لَهُ َس ِميّا ِ َربُّ ال َّس َما َوا
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia
dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)?” (Maryam: 65).
1. Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan
pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (Al- A’raf: 54).
2. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatanya kepada Allah dan
disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan
Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala
berfirman:
”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Allah
adalah batil” (Luqman: 30).
3. Tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama-nama dan sifat-
sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus
menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya
atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya.
Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini
ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-
Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid I/7-10).
“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah (75), kamu dan
nenek moyang kamu yang dahulu? (76), karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku,
kecuali Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang memberi
petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku (79), dan apabila aku
sakit, Dialah Yang menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat (82)” (Asy-
Syu’araa’: 75-82).
MATERI 5
BENTUK-BENTUK LAIN DARI SYIRIK BESAR
Alquran surat Al Baqarah ayat 165, Allah berfirman yang artinya:
1.Syirik dalam berdoa. Perbuatan orang musyrik yang meminta, memohon, dan memanjatkan hajatnya dalam
doa dengan tujuan kepada selain Allah. Padahal tiada yang kuasa mengabulkan semua doa kecuali Allah. Hal
ini disebutkan dalam Al-Quran surat Faathir ayat 13 yang artinya:
"Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari
dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah
Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada
mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." (QS. Faathir: 13-14)
2.Syirik dalam sifat allah. Syirik dalam sifat Allah dilakukan ketika seseorang percaya bahwa peramal bisa
melihat masa depan dan ia mempercayainya, maka itu adalah syirik. Dengan ia mendatangi peramal maka bisa
dipastikan ia juga meragukan sifat Allah yang Maha Mengetahui.
3.Syirik dalam kecintaan. Seorang muslim dilarang lebih mencintai apapun selain Allah, baik itu lebih
mencintai orang tua, saudara, suami, istri, sahabat atau siapapun. Janganlah mencintai secara berlebihan selain
kepada Allah. Dalam
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa
(pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal)." (QS. Al-Baqarah: 165).
4.Syirik dalam ketaatan. Selain dilarang lebih mencintai sesuatu selain Allah, sebagai umat muslim juga
dilarang lebih taat kepada selain Allah karena tindakan tersebut mirip dengan perbuatan menyembah berhala.
Dalam surat At Taubah ayat 31, Allah berfirman yang artinya:
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan."
5.Syirik dalam ketakutan. Umat muslim dilarang lebih takut dari apapun kecuali dengan Allah. Ketakutan
yang dimaksud tentu adalah takut kepada selain Allah misalnya takut pada mayat, kuburan, setan, dan
menganggap bahwa kesemua itu bisa menyebabkan bahaya atau mudharat pada dirinya.
MATERI 6
PERKARA-PERKARA KESYIRIKAN
Sebagian orang dengan dalih bahwa amalan tersebut adalah tradisi dan adat-istiadat peninggalan leluhur.
Padahal perbuatan tersebut adalah bentuk kesyirikan yang membahayakan agama mereka.
1. Tathayyur
Tathayyur adalah beranggapan sial dengan waktu tertentu, tempat tertentu, atau sesuatu yang dilihat, didengar,
atau diketahui. (Al-Qaulul Mufid)
Di sebagian daerah, penduduk membangun rumah menghadap arah tertentu. Mereka juga memulai membangun
dan menempatinya di hari tertentu, dengan keyakinan akan mendatangkan keberuntungan dan menjauhkan
kesialan. Ada pula yang tidak mau berdagang di hari tertentu dan melarang pernikahan di bulan tertentu. Semua
ini adalah bentuk tathayyur syirik, harus dijauhi oleh seorang muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata:
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik.” (HR. Abu Dawud no. 3910, lihat al-Qaulul Mufid)
2. Tamimah
Tamimah adalah sesuatu yang digantungkan pada seorang anak untuk menolak ‘ain atau musibah.
Sering kita melihat benda-benda yang digantungkan di rumah, mobil, toko, atau dipakaikan pada anak dengan
niat menolak bala. Semua ini termasuk jenis tamimah yang syirik. Orang yang melakukannya terjatuh dalam
kesyirikan. (Lihat al-Qaulul Mufid)
3. Tiwalah
Ia adalah sesuatu yang dibuat untuk membuat suami/seorang lelaki mencintai istrinya/seorang wanita atau
sebaliknya.
Adapun dublah (cincin yang dipakai oleh seseorang setelah menikah) dengan keyakinan bahwa selama cincin
emas tersebut dipakai maka pernikahannya akan tetap langgeng, ini adalah keyakinan yang syirik, karena tidak
ada yang bisa membolak-balikkan hati manusia selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Memakai cincin seperti ini minimal tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, haram hukumnya. Bisa juga terjatuh
dalam kesyirikan, jika dia berkeyakinan bahwa cincin itu bisa menjadi sebab langgengnya pernikahan. (Lihat
al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid)
4. Jampi-jampi/mantra
Yang dimaksud adalah ruqyah (bacaan-bacaan) yang syirik, yang mengandung permintaan bantuan kepada jin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang tiga hal di atas dalam hadits beliau:
“Sesungguhnya jampi-jampi, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan
oleh asy-Syaikh al-Albani)
Adapun ruqyah yang dibenarkan oleh syariat adalah yang memenuhi tiga syarat berikut: – Bacaan dari Al-
Qur’an, As-Sunnah, dan doa-doa yang baik.
– Menggunakan bahasa Arab dan dimengerti maknanya.
– Diyakini hanya semata-mata sebagai sebab, tidak bisa berpengaruh selain dengan kehendak Allah Subhanahu
wa Ta’ala. (Lihat Fathul Majid)
5. Perdukunan
Ini adalah musibah yang melanda banyak kaum muslimin. Banyak orang menjadi pelanggan dukun dalam
keadaan senang ataupun susah, padahal ancaman bagi dukun dan yang mendatanginya sangat besar. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:
“Barangsiapa mendatangi dukun dan bertanya sesuatu, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh
malam.” (HR. Muslim)
“Barangsiapa mendatangi dukun dan bertanya sesuatu kemudian membenarkannya, dia telah mengkufuri apa
yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menegaskan bahwa mendatangi dukun ada
beberapa rincian hukum,
1. Datang dan bertanya kepadanya, maka tidak diterima shalatnya empat puluh hari.
2. Datang, bertanya kepadanya, dan membenarkan ucapannya, maka ia telah ingkar kepada apa yang diturunkan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun tentang kafirnya dukun, asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami menyebutkan sembilan alasan
kafirnya dukun. Di antara yang beliau sebutkan adalah bahwa seorang dukun telah menjadi wali setan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Padahal setan tidak akan menjadikam seorang menjadi wali selain seorang yang kafir. (Lihat Ma’arijul Qabul
hlm. 423-424)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitakan bahwa termasuk orang yang dilaknat adalah
seorang yang melakukan sembelihan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang melaknat (mencerca)
dua orang tuanya. Allah melaknat orang yang melindungi pelaku pelanggaran syar’i. Dan Allah melaknat orang
yang mengubah-ubah batas tanah.” (HR. Muslim)
Di antara sembelihan yang dipersembahkan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berbagai bentuk
sembelihan untuk jin.
7. Kesyirikan di kuburan
Di antara perbuatan syirik yang dianggap biasa adalah perbuatan-perbuatan di pekuburan sebagai berikut:
Ketahuilah, semua hal di atas adalah kemungkaran yang harus diingkari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata:
“Barangsiapa melihat kemungkaran hendaknya dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya.
Jika tidak mampu juga maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim) (Lihat
Ma’ariful Qabul, Ighatsatul Lahafan, Tahdzirul Muslimin)
Sebagian orang mencari berkah kepada pohon, kuburan, atau benda-benda yang mereka miliki, seperti keris dan
cincin.
Faedah
Tidak boleh bertabarruk (mencari berkah) dari diri sereorang, dengan tubuh atau bagian tubuh seseorang
tertentu, selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Seorang muslim tidak boleh mencari berkah dengan diri seseorang yang dianggap shalih, baik ludah, rambut
maupun bagian tubuh lainnya. Hal ini berdasarkan beberapa alasan.
b. Tidak ada seorang pun setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat yang meminta berkah dengan
bagian tubuh Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat lainnya. Seandainya hal tersebut
dibolehkan, niscaya akan dilakukan oleh orang-orang di zaman mereka.
c. Akan menyebabkan fitnah dan ujub (bangga diri) dari orang yang dimintai berkah. (Lihat Taisir al-‘Azizil
Hamid, hlm. 144-145)
9. Sihir
Sihir adalah satu amalan kufur yang harus dijauhi oleh seorang muslim. Seseorang yang belajar dan
mengajarkan sihir telah terjatuh dalam kekufuran.
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir).
Hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manuria.” (Al-
Baqarah: 102) (Lihat Ma’arijul Qabul hlm. 407-411)
Sedekah bumi yaitu memberikan sesuguh/sesaji ketika hendak panen padi dan lainnya. Menurut mereka, sesaji
itu dipersembahkan untuk Dewi Sri. Ini pun termasuk bentuk kesyirikan.
11. Sesajen
Yakni memberikan sesuguh untuk karuhun ketika hendak melaksanakan acara tertentu.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Membungkuk ketika memberikan penghormatan adalah perbuatan yang
dilarang. Hal ini sebagaimana dalam riwayat at-Tirmidzi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa mereka
bertanya tentang seseorang yang berjumpa dengan temannya lalu membungkuk kepadanya. Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam berkata, “Tidak boleh.”
Juga karena ruku dan sujud tidak boleh dilakukan selain untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun hal ini
menjadi bentuk penghormatan pada syariat sebelum kita, sebagaimana dalam kisah Yusuf ‘alaihis salam:
“Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud
kepada Yusuf. Yusuf pun berkata, “Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu.” (Yusuf: 100)
Adapun dalam syariat kita, bersujud tidak diperbolehkan selain untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat
Majmu’ al-Fatawa, 1/259)
Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati anda, apa yang kami sampaikan hanyalah sebagian
amalan syirik yang ada di tengah-tengah masyarakat kita. Semuanya harus kita jauhi. Kita juga harus
memperingatkan umat Islam untuk menjauhi amalan-amalan syirik.
Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati anda, segala adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
harus tunduk kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa: 65)
Janganlah kita seperti orang-orang jahiliyah yang tidak mau beriman kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam
dengan alasan mengikuti nenek moyang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang keadaan kaum
musyrikin:
Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah,” mereka menjawab,
“(Tidak), kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak
mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170)
Seorang muslim harus mendahulukan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas segala hal. Dia harus
mengutamakan syariat daripada hawa nafsu, adat-istiadat, dan pendapat akalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah mencela orang yang lebih mendahulukan hawa nafsunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya serta
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (al-Jatsiyah: 23)
Mudah-mudahan tulisan yang ringkas ini bisa menjadi nasihat dan menjadi salah satu sebab musnahnya
praktik-praktik kesyirikan yang telah menyebar di negeri kita ini.
MATERI 7
SYIRIK KECIL
Pertama. Bersumpah atas nama selain Allah, seperti bersumpah atas nama Malaikat, Nabi dan Rasul, Syaikh,
Kyai dan sebagainya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: Siapa yang bersumpah atas nama selain Allah, maka ia telah kafir atau musyrik_(H.R. At-Tirmidzi dan
hasankan olehnya, dan dishahihkan oleh Al-Hakim).
Penjelasan kalimat “ ”كفر أو أشركkemungkinan keraguan dari perawi, kemungkinan juga kata “ ”أوbermakna “ia
telah kafir atau syirik, dan kufur disini adalah “ ”كفر دون كفرkufur yang bukan kufur akbar (yang mengeluarkan
seseorang dari Islam).
Kedua. Syirik kecil dalam ucapan, seperti “”ما شاء هللا وشئت, “demi hidupmu dan hidupku”, artinya atas kehendak
Allah dan kehendakmu”. Imam Ahmad, An-Nasa’I meriwayatkan dari Qutailah bahwa seorang Yahudi datang
kepada Nabi shallallhu alaihi wa sallam berkata,
، َو َربِّ ْال َك ْعبَ ِة:صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َأ َرادُوا َأ ْن يَحْ لِفُوا َأ ْن يَقُولُوا
َ فََأ َم َرهُ ْم النَّبِ ُّي. َو ْال َك ْعبَ ِة: َ َوتَقُولُون، َ َما َشا َء هَّللا ُ َو ِشْئت: َوَِإنَّ ُك ْم تُ ْش ِر ُكونَ ؛ تَقُولُون
َ َما َشا َء هَّللا ُ ثُ َّم ِشْئت: ََويَقُولُون
Artinya: Dan sungguh kalian telah berbuat syirik, dan kalian berkata: “masya Allah wa syi’ta (atas kehendak
Allah dan kehendakmu), dan kalian juga: “Demi ka’bah”, lalu Nabi memerintahkan agar apabila mereka
bersumpah ucapkanlah “Demi Rabb Ka’bah”, dan katakanlah “masya Allah tsumma syi’ta”_. (H.R. An-Nasa’i).
Terus apa bedanya ‘athaf dengan menggunakan وdan ? ثمAthaf dengan huruf ‘ ’وbermakna “ada kesamaan
antara athaf (Allah) dengan ma’thuf (hamba) dan ini syirik”. Sedangkan menggunakan ثمartinya “kekuasaan
manusia datang setelah Allah berikan kekuasaan-Nya”. Karna kekuasaan hamba tergantung pada kekuasaan
Allah.
Ketiga. Syirik kecil pada niat dan maksud. Inilah yang dimaksud dengan syirik khafi’, yaitu syirik halus yang
susah untuk dideteksi seperti riya, sum’ah. Misalkan seseorang shalat untuk dilihat oleh orang lain, atau
seseorang membaca Al-Qur’an agar didengarkan oleh orang lain.
Kendati demikian, melihat kekhwatiran terjatuh kepada syirik besar dan kecil, Abu Bakar-radiallahu ‘anhu-
meminta petunjuk kepada Rasulullah sekiranya ada solusi agar terhindari darinya. Maka Rasulullah
mengajarkan satu doa yang berbunyi:
اللهم إني أعوذ بك أن ُأشرك بك شيًئا وأنا أعلم وأستغفرك لما ال أعلم
Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari perbuatan menyekutukanMu di saat aku
mengetahui dan aku mohon ampunan dari sesuatu yang aku tidak mengetahui. (HR. Al-Bukhari dalam al-Adab
Al-Mufrad dan dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.
MATERI 8
MATERI 9
Tidak sah keimanan seseorang kepada para malaikat kecuali harus mencakup keempat unsur tersebut, baik
berupa keimanan yang mujmaal (global) maupun tafshiil (terperinci). Barangsiapa yang mengingkarinya berarti
batal keimanannya kepada malaikat Allah dan batal seluruh keimanannya.
Wujud Malaikat
Termasuk syarat sah keimanan seseorang kepada malaikat adalah mengimani wujud (keberadaan) malaikat.
Malaikat adalah makhluk yang Allah ciptakan dari cahaya. Wujud mereka benar-benar ada, tidak sebagaimana
keyakinan orang-orang yang sesat. Mereka mengingkari tentang keberadaan malaikat sebagai makhluk (mereka
mengingkari jism malaikat). Mereka mengatakan bahwa malaikat hanyalah kiasan dari kekuatan maknawi
berupa kekuatan baik yang tersembunyi dalam diri para makhluk. Anggapan seperti ini berarti mereka telah
mendustakan Al Quran, hadist-hadist Nabi yang shahih, dan ijmaa’ (kesepakatan) kaum muslimin. Padalah
Allah Ta’ala berfirman,
ق َمايَ َشآ ُء ِإ َّن هللاَ َعلَى ُكلِّ َش ْى ٍء قَ ِدي ٌر َ َض َجا ِع ِل ْال َمالَِئ َك ِة ُر ُسالً ُأوْ لِى َأجْ نِ َح ٍة َّم ْثنَى َوثُال
ِ ث َو ُربَا َع يَ ِزي ُد فِي ْالخَ ْل ِ ْت َواَْألر َ ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ فَا ِط ِر ال َّس َم
ِ اوا
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk
mengurus berbagai urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah
menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”(QS. Faathir:1)
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan
belakang mereka (dan berkata) :”Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar” (QS. Al Anfaal:50)
Di dalam shahih Bukhari juga disebutkan, dari Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan berfirman bahwasanya Allah
mencintai fulan maka cintailah fulan, dan Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril pun mengumumkan kepada
penghun langit bahwasnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia, dan para penghuni langit pun mencintai
fulan. Kemudian dikabulkanlah permohonanya di dunia” (H.R. Bukhori)
Dalil-dalil di atas secara gamblang menjelaskan bahwa malaikat itu makhluk yang diciptakan Allah (berjism)
dan bukanlah kekuatan maknawi sebagaiamana anggapan orang-orang sesat, dan kaum muslimin telah ijma’
(bersepakat) berdasarkan dalil-dalil tersebut. (Syarhu Ushuulil Iman, Syaikh Ibnu Utsaimin)
Penamaan Malaikat
Malaikat-malaikat Allah memiliki nama. Kewajiban kita adalah beriman secara global bahwa para malaikat
memiliki nama. Kita beriman dengan nama-nama yang secara rinci telah disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Di antara nama-nama malaikat adalah Jibril, Mikail, serta Isrofil.
Kita juga beriman secara global adanya malaikat-malaikat Allah yang tidak kita ketahui namanya. Tidak boleh
seseorang menamakan malaikat tanpa ada dalil-dali yang shahih dari Al Quran dan As Sunnah.
Kita wajib mengimani sifat malaikat yang Allah dan Rasul-Nya beritakan kepada kita. Baik itu sifat berupa sifat
kholqiyah maupun sifat khuluqiyah. Sifat kholqiyah yaitu sifat berupa bentuk /wujud/fisik malaikat. Seperti
tentang sifat Malaikat Jibril yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pernah
melihat malaikat Jibril dalam sifat aslinya yang memiliki enam ratus sayap yang hampir menutupi ufuk. Bentuk
para malaikat terkadang berubah dari bentuk aslinya atas izin Allah. Contohnya adalah Jibril yang datang
menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyerupai laki-laki yang sangat putih bajunya dan
sangat hitam rambutnya.
Kita juga mengimani sifat malaikat yang berupa sifat khuluqiyah, yaitu berupa sifat-sifat kebaikan seperti yang
Allah firmankan,
}6{ َيَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا قُوا َأنفُ َس ُك ْم َوَأ ْهلِي ُك ْم نَارًا َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمآلِئ َكةٌ ِغالَظٌ ِشدَا ُُد الَّيَ ْعصُونَ هللاَ َمآَأ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُونَ َمايُْؤ َمرُون
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bhan bakarnya adalah
manusa dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kesar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At
Tahriim: 6)
“Mereka (malaikat-malaikat) itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-
perintah-Nya” (QS. Al Anbiyaa’:27).
Sebagian malaikat memiliki tugas khusus yang Allah berikan kepada mereka, di antaranya:
1.Malaikat Jibril memiliki tugas khusus menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul.
2.Malaikat Mikail bertugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan.
3.Malaikat Isrofil bertugas meniup sangkakala ketika datang hari kiamat dan saat kebangkitan manusia.
4.Malaikat maut bertugas mencabut nyawa seseorang ketika ajal menjemput.
5. Malaikat yang bertugas menjaga surga dan neraka.
6.Dua malaikat yang berada di sisi kanan dan kiri manusia yang mencatat amal manusia.
7.Dua malaikat yang mendatangi ketika seseorang sudah di alam kubur, dan bertanya kepadanya tentang siapa
Rabbnya, siapa Nabinya, dan apa agamanya. (Syarhu Ushuulil Iman, Syaikh Ibnu ‘Utsamin)
Inilah di antara beberapa malaikat yang memiiliki tugas khusus yang Allah dan Rasul-Nya telah kabarkan
kepada kita. Kewajiban kita adalah mengimani hal tersebut . Sementara yang tidak ada perinciannya maka kita
beriman secara global tentang tugas-tugas dan amalan para malaikat Allah.
Masih segar dalam ingatan penulis, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar mendapatkan penjelasan
bahwasanya jumlah malaikat itu ada sepuluh. Benarkah demikian? Yang benar, jumlah malaikat tidak terbatas
hanya sepuluh. Jumlah mereka sangat banyak, hanya Allah yang mengetahuinya. Allah Ta’ala berfirman,
َو َمايَ ْعلَ ُم ُجنُو َد َربِّكَ ِإالَّه َُو
“Dan tidak ada yang mengetahui tentara Rabbmu (yakni malaikat) melainkan Dia sendiri” (QS. Al
Mudatsiir:31).
Di antara dalil yang menunjukkan banyaknya bilangan malaikat dan tidak ada yang dapat menghitungnya
kecuali Allah adalah sebuah hadist shahih yang berkaitan dengan baitul makmur, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya baitul makmur berada di langit yang ketujuh setentang dengan
ka’bah di bumi, setiap hari dikunjungi sebanyak tujuh puluh ribu malaikat , kemudian mereka tidak akan
kembali lagi.” (H.R Bukhari dan Muslim). (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul, Syaikh Abdullah
al Fauzan).
Keutamaan Malaikat
[1]. Allah Ta’ala meng-idhofah-kan (menyandarkan) malaikat kepada Allah dengan idhoofatu tasyriif
(penyandaran yang menunjukkan kemuliaan), seperti dalam firman-Nya,
}98{ ََم ْن َكانَ َع ُد ًّوا هَّلِّل ِ َو َمالَِئ َكتِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ِجب ِْري َل َو ِمي َكا َل فَِإ َّن هَّللا َ َعد ٌُّو لِّ ْل َكافِ ِرين
“Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka
sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir” (QS. Al Baqoroh:98)
}285{نز َل ِإلَ ْي ِه ِمن َّربِّ ِه َو ْال ُمْؤ ِمنُونَ ُك ٌّل َءا َمنَ بِاهللِ َو َمالَِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِهُأ
ِ َءا َمنَ ال َّرسُو ُل بِ َمآ
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya, demikian pula orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-
Nya…” (QS. Al Baqoroh 285). Karena malaikat disandarkan pada Allah yang Maha Mulia, inilah yang
menunjukkan kemuliaannya. (ed)
[2]. Allah menggandengkan persaksian para malaikat dengan persaksian Allah, dan shalawat para malaikat
dengan shalawat Allah, seperti dalam firman-Nya,
ِ َش ِه َد هللاُ َأنَّهُ َآلِإلَهَ ِإالَّ هُ َو َو ْال َمالَِئ َكةُ َوُأوْ لُوا ْال ِع ْل ِم قَآِئ ًما بِ ْالقِس
}18{ ْط َآلِإلَهَ ِإالَّ ه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia. Yang menegakkan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
yang berhak disembah melainkan Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imron: 18)
[3]. Allah menyifati para malaikat dengan mulia dan kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman,
}26{ ََوقَالُوا اتَّ َخ َذ الرَّحْ َمنُ َولَدًا ُسب َْحانَهُ بَلْ ِعبَا ٌد ُّم ْك َر ُمون
“Dan mereka berkata:”Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai )anak. Maha Suci Allah,
sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan” (QS. Al Anbiyaa’: 26)
[4]. Allah menyifatinya dengan ketinggian dan kedekatan, sebagaimana dalam firman Allah,
“ Yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan kepada Allah.” (QS. Al Muthaffifin:21)
Dan masih banyak keutamaan lainnya. (Lihat Al Irsyaad ilaa shohiihil I’tiqaad, Syaikh Shalih Al Fauzan).
1.Menambah ilmu tentang keagungan, kekuatan, dan kekuasaan Allah Ta’ala. Karena keagungan makhluk
(malaikat, ed) menujukkan keagungan penciptanya.
2.bertugas menjaga mereka, mencatat amal-amal mereka, serta memberikan maslahat-maslahat (manfaat) yang
lainnya bagi mereka.
3.Muncul kecintaan kepada malaikat disebabkan ketaatan mereka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
(Syarhu Ushuulil Iman, Syaikh Ibnu ‘Utsamin)
Demikian bebrapa penjelasan mengenai keimanan yang benar terhadap para malaikat Allah. Semoga dapat
menambah ilmu dan menambah keimanan kita. Wallohul musta’an.
MATERI 10
Pertama: Jika toleransi yang dimaksud adalah membiarkan dengan membolehkan kepercayaan yang berbeda
dengan Islam, sehingga menganggap semua agama berarti sama, sikap seperti ini tidak dibenarkan oleh Islam.
Karena Islam menganggap hanyalah Islam yang diterima di sisi Allah.
Kedua: Jika toleransi yang dimaksud adalah membiarkan dengan tidak mendukung kepercayaan, ibadah, atau
perayaan non-muslim, sikap seperti ini termasuk pengamalan yang benar dalam Islam.
“Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).
ِ َو َم ْن يَ ْبت َِغ َغي َْر اِإْل ْساَل ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوهُ َو فِي اَآْل ِخ َر ِة ِمنَ ْال
َخَاس ِرين
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Karena Islamlah yang paling sempurna dan telah diridai oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Ada riwayat yang sahih yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah marah ketika
Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu melihat-lihat lembaran Taurat. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ِ َْضا ُء نَقِيَّةٌ؟! لَوْ َكانَ َأ ِخ ْي ُموْ َسى َحيًّا َما َو َس َعهُ ِإالَّ اتِّب
اعي ِ ب؟ َألَ ْم آ
َ ت بِهَا بَي ِ ك َأ ْنتَ يَا ْبنَ ال َخطَّا
ٍّ َأفِي َش
“Apakah dalam hatimu ada keraguan, wahai Ibnul Khatthab? Apakah dalam taurat (kitab Nabi Musa) terdapat
ajaran yang masih putih bersih?! (Ketahuilah), seandainya saudaraku Musa hidup, beliau tetap harus mengikuti
(ajaran)ku.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan selainnya).
Prinsip ini maksudnya adalah kita membiarkan dan tidak mendukung sama sekali ibadah dan perayaan non-
muslim. Coba perhatikan surah Al-Kafirun.
﴾ لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي٥﴿ ﴾ َواَل َأنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما َأ ْعبُ ُد٤﴿ ﴾ َواَل َأنَا عَابِ ٌد َّما َعبَدتُّ ْم٣﴿ ﴾ َواَل َأنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما َأ ْعبُ ُد٢﴿ َ﴾ اَل َأ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدون١﴿ َقُلْ يَا َأيُّهَا ْال َكافِ ُرون
٦﴿ ين ِ ﴾ ِد
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (2) Dan kamu
bukan penyembah Rabb yang aku sembah. (3) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Rabb yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku”. (6)” (QS. Al-Kafirun: 1-6).
Dalam Tafsir Al-Bahr Al-Muhith, Ibnu Hayyan menafsirkan, “Bagi kalian kesyirikan yang kalian anut, bagiku
berpegang dengan ketauhidanku. Inilah yang dinamakan tidak loyal (berlepas diri dari orang kafir).”
Prinsip “lakum diinukum wa liya diin” diterapkan dalam beberapa bentuk sebagai berikut.
Pertama: Tidak tasyabbuh dengan orang kafir
Mengenai larangan tasyabbuh disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad, 2:50 dan
Abu Daud, no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidha’, 1:269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR. Tirmidzi, no. 2695. Syaikh Al-
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Patokan disebut tasyabbuh adalah jika
melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang yang ditiru. Misalnya yang disebut tasyabbuh pada kafir
adalah seorang muslim melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang kafir. Adapun jika sesuatu sudah
tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan tidak jadi kekhasan atau pembeda dengan orang kafir, maka tidak
lagi disebut tasyabbuh. Seperti itu tidaklah dihukumi tasyabbuh, tetapi bisa jadi dinilai haram dari sisi lain.”
(Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3:30)
ور َوِإ َذا َمرُّ وا بِاللَّ ْغ ِو َمرُّ وا ِك َرا ًما ُّ ََوالَّ ِذينَ اَل يَ ْشهَ ُدون
َ الز
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang)
yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan
dirinya.” (QS. Al-Furqan: 72).
Dalam penjelasan kitab tafsir, di antara pengertian “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri
perayaan non-muslim.
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam
Ahkam Ahli Dzimmah, 1:723-724.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti
mengucapkan selamat natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijmak (kesepakatan) para ulama.”
Inilah yang beliau sebutkan dalam Ahkam Ahli Dzimmah.
Pertama: Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan
Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli sesama.
Kedua: Tetap menjalin hubungan kerabat dengan orang tua atau saudara non-muslim.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS.
Luqman: 15). Walau dipaksa berbuat syirik, kita tidak taat, tetapi tetap berbuat baik kepada orang tua yang
berbeda keyakinan.
Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah mendatangiku di
masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu
‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu ….” (QS. Al-Mumtahanah: 8). (HR. Bukhari, no. 5978).
Kesimpulannya : toleransi yang benar bukan berarti mendukung ajaran non-muslim, tetapi membiarkan dan
tidak ikut campur pada ritual keagamaan mereka. Seorang muslim tetap harus meyakini Islam itulah yang
paling benar dan punya prinsip bara’ (berlepas diri dari ritual keagamaan non-muslim). Namun, berbuat baik
dengan non-muslim seperti kepada orang tua dan kerabat tetap ada selama tidak ada kaitan dengan ritual
keagamaan.
MATERI 11
PENSYARI’ATAN JUAL BELI
Definisi Jual Beli
Al-buyu’ adalah bentuk jamak dari bai’u, dan dijamak karena banyak macamnya.
Sedangkan bai’u yaitu memindahkan kepemilikan kepada orang lain dengan harga. Adapun syira adalah
menerima bai’i tersebut. Dan setiap dari keduanya digunakan untuk menamai yang lainnya.
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [Al-Baqarah/2: 275]
Juga berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” [An-Nisaa/4: 29)]
Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Al-Bayyi’an (penjual dan pembeli) memiliki hak khiyar (memilih untuk melanjutkan jual beli atau
membatalkannya) selama keduanya belum berpisah.
Kaum muslimin telah berijma’ akan bolehnya jual beli, dan hikmah juga mengharuskan adanya jual beli, karena
hajat manusia banyak bergantung dengan apa yang dimiliki oleh orang lain (namun) terkadang orang tersebut
tidak memberikan kepadanya, sehingga dalam pensyari’atan jual beli terdapat wasilah (perantara) untuk sampai
kepada tujuan tanpa memberatkan.[2]
Anjuran Bekerja
Dari Miqdam Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Tidaklah seseorang memakan makanan sedikit pun yang lebih baik dari memakan hasil kerjanya sendiri,
karena sesungguhnya Nabiyullaah, Dawud Aliahissallam dahulu makan dari hasil kerjanya sendiri.
Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh, seseorang di antara kalian mengumpulkan seikat kayu bakar yang ia panggul di atas punggungnya
(untuk dijual) adalah lebih baik baginya dari pada meminta-minta kepada orang lain, entah diberi atau ditolak.
ِ َ َوِإ ْن َأ ْبطََأ َع ْنهَا فَاتَّقُوا هللاَ َوَأجْ ِملُوا فِي الطَّل، فَِإ َّن نَ ْفسًا لَ ْن تَ ُموتَ َحتَّى تَ ْستَوْ فِ َي ِر ْزقَهَا،ب
ب ُخ ُذوا َما َح َّل َو َدعُوا َما ِ ََأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هللاَ َوَأجْ ِملُوا فِي الطَّل
ح ُر َم.
َ
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah dalam memohon, karena sesungguhnya suatu
jiwa tidak akan mati sehingga dipenuhi rizkinya walaupun lambat datangnya, maka bertakwalah kepada Allah
dan berbuat baiklah dalam memohon. Ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.
ت بَ َر َكةُ بَ ْي ِع ِه َما
ْ َ َوِإ ْن َكتَ َما َو َك َذبَا ُم ِحق،ص َدقَا َوبَيَّنَا بُوْ ِركَ لَهُ َما فِي بَ ْي ِع ِه َما َ َ َأوْ ق،ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا
َ فَِإ ْن، َحتَّى يَتَفَ َّرقَا:ال ِ َاَ ْلبَيِّ َعا ِن بِ ْال ِخي.
“Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah (atau beliau bersabda, ‘Hingga
keduanya ber-pisah’), apabila keduanya berbuat jujur dan menjelaskan (keadaan dagangannya), maka akan
diberkahi dalam jual belinya, (namun) apabila menutup-nutupinya dan berdusta, maka akan dihapus keberkahan
jual belinya.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُاَ ْل ُم ْسلِ ُم َأ ُخو ْال ُم ْسلِ ِم الَ يَ ِحلُّ لِ ُم ْسلِ ٍم بَا َع ِم ْن َأ ِخي ِه بَ ْيعًا فِي ِه َعيْبٌ ِإالَّ بَيَّنَهُ لَه.
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual
kepada saudaranya barang dagangan yang terdapat aib padanya kecuali ia menjelaskannya
َ ر ِح َم هللاُ َر ُجالً َس ْمحًا ِإ َذا بَا َع َوِإ َذا ا ْشت ََرى َوِإ َذا ا ْقت.
َضى َ
“Semoga Allah merahmati seseorang yang murah hati apabila menjual, apabila membeli serta apabila
menuntut”
ُاوزَ هللاُ َع ْنه َ تَ َجا َو ُزوْ ا َع ْنهُ لَ َع َّل هللاَ َأ ْن يَتَ َج: فَِإ َذا َرَأى ُم ْع ِسرًا قَا َل لِفِ ْتيَانِ ِه،اس
َ فَت ََج،اوزَ َعنَّا َ َّ َكانَ تَا ِج ٌر يُدَايِنُ الن.
“Dahulu ada seorang pedagang yang sering memberi hutang kepada manusia, apabila ia melihat orang yang
kesulitan membayar hutangnya (mu’-sir) maka ia berkata kepada para pembantunya, ‘Maafkanlah ia, semoga
Allah memaafkan (kesalahan-kesalahan) kita.’ Maka, Allah pun memaafkan (mengampuni) kesalahan-
kesalahannya.”
Larangan Menipu
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
َّْس ِمنَّا َم ْن غَش َ ِ فََأ ْد َخ َل يَ َدهُ فِي ِه فَِإ َذا هُ َو َم ْغ ُشوشٌ فَقَا َل َرسُوْ ُل هللا،صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ َر ُج ٍل يَبِي ُع طَ َعا ًما
َ لَي:صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ ِ َم َّر َرسُو ُل هللا.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seseorang yang menjual makanan, lalu beliau memasukkan
tangannya ke dalamnya, ternyata ia menipu, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang
yang menipu (berbuat curang) bukan dari golongan kami.
ُأل
ِ َاَللّهُ َّم ب.
ِ ار ْك ِ َّمتِي فِي بُ ُك
ورهَا