No. Absen : 03
Kelas : VII B
Khutbah Jum’at
” Tiga Perkara Yang Diridhai Allah Subhanahuwata’ala”
ِ َّت لِلن
اس ْ وج َعلَنَا لَنَا خَ ي َْر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ' ِر َج
َ بِ ُض َل ال ُكت َ ض َل الرُّ ُس ِل َوَأ ْنزَ َل َعلَ ْينَا َأ ْف
َ ْال َح ْم ُد َربِّ ْال َعالَ ِم ْينَ َأرْ َس َل ِإلَ ْينَا َأ ْف
َأحْ َم ُدهُ تَ َع''الَى َوَأ ْش ' ُك ُرهُ َعلَى نِ َع ِم' ِه،اع' الهَ َوى ِ َاق َواتِّبِ الحق َوالهُدَى َونَهَانَا' ع َْن اِإل ْفتِ َر َ اع' عَلى ِ َوَأ َم َرنَا بِاِإل جْ تِ َم
ُك ُأ َّمتَ'هَ 'ر َّ ُس'نَى َوَأ ْش'هَ ُد
َ 'َ ت،ُأن ُم َح َّمدًا َع ْب' ُدهُ َو َر ُس'وْ لُه ْ َوَأ ْشهَ ُد َأن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هُ َو لَهُ اَأْل ْس َما ُء الح،صى َ ْالَّتِي الَ تُح
ْ ص'لَّى هللاُ َعلَيْ' ِه َو َعلَى آلِ' ِه َوَأ
ص' َحابِ ِه َ ،ُضا ِء الَ َخ ْي َر ِإالَّ َدلََّهَا َعلَ ْي ِه َوالَ َش' َّر ِإالَّ َح' َّذ َرهَا ِم ْن'ه َ َعلَى ْال َم َح َّج ِة ْالبَ ْي
:ُ َأ َّما بَ ْعد،َصرُوْ هُ َواتَّبَعُوْ ا النُّوْ َر الَّ ِذيْ ُأ ْن ِز َل َم َعهُ َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا
َ الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا بِ ِه َو َع َزرُوْ هُ َون
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan sebenar-benar
takwa dan marilah kita menjadi hambahamba- Nya yang bersaudara. Yaitu bersaudara karena
iman yang diwujudkan dengan saling mencintai, kasih sayang, dan tolong-menolong dalam
kebenaran serta saling menasihati dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Hadirin rahimakumullah,
Di dalam hadits yang mulia ini, Nabi Muhammad memberitakan bahwa Allah Subhanahu
wata’ala meridhai kita untuk memiliki tiga sifat yang dengannya seseorang akan berbahagia
di dunia dan akhirat. Sifat-sifat tersebut adalah: Yang pertama adalah agar kita memperbaiki
akidah dengan memurnikan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala dan berlepas diri
dari berbagai jenis kesyirikan. Ini adalah perkara pertama yang harus diperhatikan. Sebab,
akidah merupakan ondasi yang dibangun di atasnya amalan seseorang. Apabila baik
akidahnya, akan bernilai sebagai ibadah dan akan bermanfaat amal salehnya. Adapun jika
rusak akidahnya, amalannya tidak bermanfaat dan tidak bernilai di sisi Allah Subhanahu
wata’ala. Oleh karena itu, seluruh rasul diperintah untuk mengajak pada perbaikan akidah
sebelum hal yang lainnya. Setiap rasul mengatakan,
ُال يَا قَوْ ِ'م ا ْعبُدُوا هَّللا َ َما لَ ُكم ِّم ْن ِإ ٰلَ ٍه َغ ْي ُره
َ َفَق
“Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Rabb bagimu selain- Nya.” (al-A’raf:
59)
Perkara kedua yang Allah Subhanahu wata’ala ridha terhadap hamba-Nya adalah agar kaum
muslimin bersatu di atas agama-Nya dan meninggalkan perpecahan. Oleh karena itu, wajib
bagi kita untuk mengikuti jalan yang satu, yaitu jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya. Kita tidak boleh berpecah belah dalam akidah dan ibadah
serta dalam hal yang berkaitan dengan hukum-hukum agama. Meskipun tidak dimungkiri
bahwa berbeda dan berselisih adalah sifat dan tabiat manusia, namun hal tersebut tidak berarti
diperbolehkan. Allah Subhanahu wata’ala telah memberikan jalan keluar ketika terjadi
perselisihan, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
َ ُِول ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذل
ك َخ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل ِ فَِإن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al- Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (an-
Nisa: 59)
Maka dari itu, jangan sampai kaum muslimin memiliki akidah dan ibadah yang berbeda-beda.
Begitu pula tidak boleh masing-masing menetapkan hukum, ini halal dan ini haram dari
dirinya sendiri tanpa berdasarkan dalil dan bimbingan ulama.
Khutbah Kedua
َ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن ال.ُصلُوْ هِ َق ْال ُوصُوْ ِ'ل ِإلَ ْي ِه لِي ِ َوَأبَانَ آيَاتِ ِه لِيَع،ُق لِيَ ْعبُ ُدوْ ه
'َ َو َسه ََّل لَهُ ْم طَ ِر ْي،ُْرفُوْ ه َ ق ْالخَ ْل
َ َْال َح ْم ُد الَّ ِذيْ َخل
َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن نَبِيَّنَا َوِإ َما َمنَا َوقُ ْد َوتَنَا،ٌك َولَهُ ْال َح ْم ُد َوهُ َو َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْير ُ لَهُ ْال ُم ْل،ُك لَهَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي
َ ،ق لِيَكُوْ نَ لِ ْل َع''الَ ِم ْينَ نَ' ِذ ْيرًا
ص'لَّى هللاُ َعلَ ْي' ِه َو َعلَى آلِ' ِه ِّ 'لح َ َأرْ َس'لَهُ هللاُ بِاْلهُدَى َو ِد ْي ِن ْا،ُُم َح َّمدًا َع ْب' ُدهُ َو َر ُس'وْ لُه
:ُ َأ َّما بَ ْعد.َوَأصْ َحابِ ِه َوالتَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Adapun perkara ketiga yang Allah Subhanahu wata’ala ridha untuk kita menjalankannya
adalah menegakkan nasihat terhadap penguasa dengan menaatinya, mendoakan kebaikan
untuknya ataupun membantunya untuk kebaikannya dan kebaikan masyarakatnya. Penguasa
yang dimaksud adalah penguasa muslim yang sah yang memimpin suatu negeri dan memiliki
wilayah serta kekuatan, baik dia menjadi penguasa dengan cara dipilih maupun cara yang
lainnya. Allah Subhanahu wata’ala ridha kepada kaum muslimin untuk menaati pemerintah
dalam perkara yang ma’ruf serta untuk tidak melanggar aturan yang telah ditetapkannya
selama tidak bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu wata’ala.
Begitu pula orang-orang yang mengemban amanat atau tugas dari penguasa, seperti para
pegawai pemerintahan atau yang semisalnya, wajib
bagi mereka untuk menjalankan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Tidakboleh baginya
untuk memanfaatkan tugas yang diembannya sebagai kesempatan untuk mengeruk
keuntungan pribadi atau orang-orang dekatnya sehingga berlaku tidak adil dan merugikan
masyarakat secara umum.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diingat pula bahwa adanya seorang pemimpin muslim bagi suatu masyarakat adalah
karunia Allah Subhanahu wata’ala yang sangat besar. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan
terjadi apabila suatu negara tidak ada pemimpinnya. Tentu kekacauan, rasa tidak aman, dan
ketakutan akan
menyelimuti negeri tersebut. Namun, tentu saja seorang pemimpin tidak akan menjadi sebab
kebaikan ketika masyarakat tidak mau menaatinya dan menghormatinya. Maka dari itu,
sungguh hal ini merupakan prinsip-prinsip yang sangat penting untuk dipahami dan
diamalkan.
Demikianlah yang disebutkan dalam hadits yang mulia ini. Kandungannya akan
mendatangkan kebaikan yang besar jika kaum muslimin mengamalkannya dalam
kehidupannya.