Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KHUTBAH

DISUSUN OLEH:
FACHREZA RIYANDA
XI MS 1

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI PLUS


PROVINSI RIAU
PEKANBARU
TP:2019-2020
JUDUL KHUTBAH:KEWAJIBAN MENUNAIKAN AMANAH

KHUTBAH PERTAMA

‫ي لَ ْواَل أَنْ َه َدانَا هَّللا ُ لَقَ ْد‬َ ‫ا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي َه َدانَا لِ َه َذا َو َما ُكنَّا لِنَ ْهتَ ِد‬
‫ق َونُودُوا أَنْ تِ ْل ُك ُم ا ْل َجنَّةُ أُو ِر ْثتُ ُمو َها بِ َما‬ ِّ ‫س ُل َربِّنَا بِا ْل َح‬
ُ ‫َجا َءتْ ُر‬
َ ُ‫ُك ْنتُ ْم تَ ْع َمل‬
‫ون‬
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah ini kami berwasiat pada diri kami pribadi dan seluruh hadirin
untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu agar kita menjaga dan
membentengi diri dari kemarahan serta siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal ini
adalah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan
menjauhi segala larangan-Nya.
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Di antara bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah dengan menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya. Baik amanah
yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti shalat,
berwudhu, membayar zakat dan yang lainnya, maupun yang berkaitan dengan kewajiban
kepada sesama manusia. Sehingga seseorang perlu memahami bahwa amanah itu sangat
luas cakupannya. Dan amanah yang diemban oleh setiap orang tidak selalu sama dengan
yang lainnya. Namun, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan
Allah Subhanahu wa Ta’ala nanti atas pelaksanaan amanah yang dipikulnya.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah perkara yang
bisa dilakukan semudah membalik tangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan
tentang beratnya amanah di dalam firman-Nya,

‫ال فَأَبَ ْي َن أَن‬ ِ ‫ت َو ْاألَ ْر‬


ِ َ‫ض َوا ْل ِجب‬ ِ ‫س َما َوا‬ َّ ‫ضنَا ْاألَ َمانَةَ َعلَى ال‬ ْ ‫إِنَّا َع َر‬
ً‫ان ظَلُو ًما َج ُهوال‬ ْ َ‫يَ ْح ِم ْلنَ َها َوأ‬
َ ‫شفَ ْق َن ِم ْن َها َو َح َملَ َها ْا ِإلن‬
َ ‫سانُ إِنَّهُ َك‬
“Sesungguhnya, Kami telah menawarkan amanah (yaitu menjalankan perintah-perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan seluruh larangan-Nya) kepada seluruh
langit dan bumi serta gunung-gunung. Maka, semuanya enggan untuk memikul amanah
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu olehh
manusia. Sesungguhnya manusia itu banyak berbuat dzalim dan amat bodoh .” (Al-
Ahzab: 72)
Di dalam ayat tersebut kita mengetahui, bahwa makhluk-makhluk Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang sangat besar tidak bersedia menerima amanah yang ditawarkan kepada
mereka. Yaitu amanah yang berupa menjalankan syariat yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala turunkan melalui utusan-Nya. Mereka enggan untuk menerima amanah tersebut
bukan karena ingin menyelisihi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan pula karena mereka
tidak berharap balasan Allah l yang sangat besar dengan menjalankan amanah tersebut.
Akan tetapi, mereka menyadari betapa beratnya memikul amanah. Sehingga, mereka
khawatir akan menyelisihi amanah tersebut yang berakibat akan terkena siksa
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat pedih. Hanya saja, manusia dengan berbagai
kelemahannya, memilih untuk menerima amanah tersebut. Sehingga kemudian terbagilah
manusia menjadi tiga kelompok.
Kelompok yang pertama adalah orang–orang yang menampakkan dirinya seolah-olah
menjalankan amanah. Yaitu dengan menampakkan keimanannya namun sesungguhnya
mereka tidak beriman. Mereka itulah yang disebut orang–orang munafik.
Kelompok kedua adalah orang-orang yang dengan terang-terangan menyelisihi amanah
tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik secara lahir maupun batin. Mereka adalah
orang-orang kafir dan musyrikin.
Sedangkan kelompok ketiga adalah orang-orang yang menjaga amanah yaitu orang-
orang yang beriman baik secara lahir maupun batin.
Dua kelompok pertama yang kita sebutkan tadi akan diazab dengan azab yang sangat
pedih. Sedangkan kelompok yang ketiga yaitu mereka yang beriman secara lahir dan
batin, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan ampunan, serta rahmat dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam ayat berikutnya dalam
firman-Nya,

‫ت‬ِ ‫ش ِر َكا‬ْ ‫ين َوا ْل ُم‬ ْ ‫ت َوا ْل ُم‬


َ ‫ش ِر ِك‬ ِ ‫ين َوا ْل ُمنَافِقَا‬
َ ِ‫ب هللاُ ا ْل ُمنَافِق‬َ ‫لِّيُ َع ِّذ‬
‫ان هللاُ َغفُو ًرا َّر ِحي ًما‬َ ‫ت َو َك‬ ِ ‫ين َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا‬
َ ِ‫وب هللاُ َعلَىا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ُ‫َويَت‬
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-
orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-
orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab: 73)
Hadirin rahimakumullah,
Amanah yang berkaitan dengan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau
ibadah ini, harus dilakukan dengan memenuhi dua syarat. Kedua syarat tersebut
sesungguhnya merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat yang selalu kita ucapkan.
Kedua syarat tersebut, yang pertama adalah ikhlas dan yang kedua adalah harus dilakukan
sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk hanya mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata dalam menjalankan peribadatan kepada-Nya. Hal ini ditandai dengan
istiqamahnya kita dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik ketika
sendirian maupun ketika bersama orang lain. Sehingga kita tidak menjadi orang yang taat
ketika dilihat orang lain, namun bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika
sendirian. Janganlah kita lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala
perbuatan dan mengetahui seluruh yang ada di dalam hati kita. Ingatlah firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
َ ُ‫ون َو َما يُ ْعلِن‬
‫ون‬ ِ ُ‫ون أَنَّ هَّللا َ يَ ْعلَ ُم َما ي‬
َ ‫س ُّر‬ َ ‫أَ َوالَ يَ ْعلَ ُم‬
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka
sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?” (Al-Baqarah: 77)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Sedangkan untuk menjalankan syarat yang kedua, wajib bagi kita untuk berilmu dulu
sebelum beramal. Sehingga kita tidak boleh seenaknya sendiri atau sekadar ikut-ikutan
dalam tata cara peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus
melakukannya dengan aturan dan tata cara yang telah ditentukan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kalau tidak demikian, maka akan
berakibat tidak diterimanya amalan kita. Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk mengulangi wudhunya karena ada
bagian anggota wudhu yang tidak terkena air. Begitu pula beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan seseorang untuk mengulangi shalatnya karena
tidak thuma’ninah ketika menjalankannya.
Semua ini menunjukkan bahwa ibadah itu telah ditentukan aturannya oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita harus senantiasa mengingat bahwa shalat,
puasa, membayar zakat, menunaikan haji dan yang lain-lainnya dari bentuk-bentuk
ibadah adalah amanah yang kita harus menjalankannya sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saudara-saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah,
Adapun amanah yang berhubungan dengan muamalah, yaitu yang berkaitan dengan
menjalankan kewajiban kepada sesama manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan kita untuk menjalankannya dalam firman-Nya,

ِ ‫إِنَّ هللاَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَن تُ َؤدُّوا ْاألَ َمانَا‬


‫ت إِلَى أَ ْهلِ َها‬
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya.” (An-Nisa`: 58)
Sedangkan cara untuk menjalankan amanah ini, adalah dengan kita senantiasa
menginginkan agar orang lain mendapatkan kebaikan sebagaimana kita menginginkan
kebaikan itu pada diri kita. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

‫س ِه‬ ِ ُ‫ب أِل َ ِخ ْي ِه َما ي‬


ِ ‫ـح ُّب لِنَ ْف‬ َ ُ‫الَ يُ ْؤ ِمن‬
َّ ‫أح ُد ُك ْم َحتَّى يـ ُ ِح‬
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga seseorang yang bermuamalah dengan orang lain, semestinya melihat dan
bercermin pada dirinya. Baik dalam hal jual beli, sewa-menyewa, bekerja pada pihak lain
atau instansi tertentu, dan yang lainnya. Yaitu dia tidak ingin memperlakukan saudaranya
dengan perlakuan yang tidak baik sebagaimana dia tidak ingin perlakuan tersebut
menimpa dirinya.
Oleh karena itu, seseorang yang menjual barang, misalnya, maka dia harus menjualnya
dengan menjaga amanah. Tidak boleh bagi seorang penjual untuk mengkhianati
pembelinya dengan berbuat curang dalam menimbang atau menakar. Dan tidak boleh
baginya untuk berbuat dzalim dengan meninggikan harga karena si pembeli tidak
mengetahui harga atau dengan menyembunyikan kerusakan atau cacat yang ada pada
barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, tidak boleh bagi pembeli untuk mengkhianati
penjual dengan berdusta untuk mengurangi harga yang sesungguhnya. Atau dengan
menunda-nunda pembayaran barang yang dibelinya padahal dia memiliki kemampuan
untuk membayarnya.
Hadirin rahimakumullah,
Tidak boleh pula bagi seorang yang menyewakan tempat, kendaraan, dan yang lainnya
untuk berkhianat kepada orang yang menyewa miliknya itu. Misalnya menipu orang yang
menyewa dengan meninggikan biaya sewanya, atau menyewakan sesuatu yang tidak
sesuai dengan yang dia tawarkan. Dan sebaliknya, tidak boleh bagi orang yang menyewa
untuk menipu sehingga biaya sewanya lebih murah dari biaya yang semestinya, atau dia
menggunakan barang sewaannya dengan tidak hati-hati sehingga berakibat rusaknya
barang tersebut. Begitu pula orang yang bekerja pada sebuah perusahaan. Tidak boleh
baginya untuk datang dan pulang seenaknya, tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, atau melakukan kesibukan lain di tempat kerjanya sehingga melalaikan dia
dari tugas utamanya.
Saudara-saudaraku yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Termasuk dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan. Seorang
pengajar harus berusaha menjaga amanah yang dipikulnya. Dia harus berusaha untuk
menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Karena terkadang anak didik lebih banyak
melihat kepada sikap dan tingkah laku pengajar daripada apa yang disampaikan kepada
mereka. Begitu pula dia berusaha menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara yang
mudah dipahami oleh anak didiknya serta tidak memaksakan diri untuk menyampaikan
pelajaran yang belum dikuasainya yang berakibat dirinya akan terjatuh pada perbuatan
“berbicara tanpa ilmu”. Terutama yang terkait dengan masalah agama. Semuanya harus
dilakukan dengan menjaga amanah.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap
orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan pemeliharaannya. Semakin banyak
atau semakin luas lingkup kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Maka,
seorang penguasa bertanggung jawab atas warga negaranya dan seorang pemimpin
bertanggung jawab terhadap bawahannya. Begitu pula seorang suami bertanggung jawab
atas keluarganya, dan seterusnya.
Sudah semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara keluarganya dari
hal-hal yang membahayakan mereka baik yang berkaitan dengan urusan dunia apalagi
akhiratnya. Terlebih pada saat kerusakan dan kemaksiatan tersebar di mana-mana.
Sebagaimana setiap orang tentu akan lebih berusaha menjaga hartanya ketika dia
mendengar bahwa pencurian dan yang semisalnya tengah merajalela. Bahkan, menjaga
keluarga dan anak-anaknya dari kerusakan yang ada di sekitarnya semestinya lebih
diutamakan dari menjaga harta. Karena, melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan
munculnya generasi mendatang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Juga
karena setiap orangtua tentunya tidak menginginkan dirinya masuk ke dalam surga
sementara anak-anaknya diazab di api neraka. Oleh karena itu, semestinya kita berusaha
menjaga amanah ini, sehingga mudah-mudahan Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyelamatkan kita semua dan keluarga kita dari api neraka serta mengumpulkan
kita dan keluarga kita di dalam surga-Nya. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
‫ـــان أَ ْل َح ْقنَـــا بِ ِه ْم ُذ ِّريَّتَ ُه ْم‬
ٍ ‫ين َءا َمنُـــوا َواتَّبَ َع ْت ُه ْم ُذ ِّريَّتُ ُهم بِإِي َم‬
َ ‫َوالَّ ِذ‬
ٌ‫ب َر ِهين‬ َ ‫س‬َ ‫ئ بِ َما َك‬ ٍ ‫َو َمآأَلَ ْتنَاهُم ِّمنْ َع َملِ ِهم ِّمن ش َْى ٍء ُك ُّل ا ْم ِر‬
“Dan orang-orang yang beriman dan yang keturunan mereka mengikuti mereka dalam

keimanan, Kami kumpulkan keturunan mereka dengan mereka di dalam surga dan Kami

tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (Ath-Thur: 21)

‫ضا َع ِة‬ َ ِ ‫َوفَّقَنـ ِ َي هللاُ َوإِيَّا ُك ْم أِل َ َدا ِء اأْل َمانَ ِة َو َح َمانَا َج ِم ْي ًعا ِم َن اإْل‬
‫ إِنَّهُ ُه َو‬،‫سلِ ِم ْي َن‬ َ ِ‫ـخيَانَ ِة َو َغفَ َر لَنَا َولِ َولِ ِد ْينَا َول‬
ْ ‫ـج ِم ْي ِع ا ْلـ ُم‬ ِ ‫َوا ْل‬
‫ال َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬
KHUTBAH KEDUA

،ً‫ـح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذي َو َع َد َمنْ َحفِظَ اأْل َمانَةَ َو َر َعا َها أَ ْج ًرا َِجز ْيال‬ َ ‫ا ْل‬
‫ أَ ْح َم ُدهُ َعلَى َج ِز ْي ِل‬،‫ضا َع َها َوأَ َع َّد لَهُ َع َذابًا َوبِ ْيال‬ َ َ‫َوتَ َو َّع َد َمنْ أ‬
ُ‫ش َه ُد أَنْ الَ إلَهَ إالَّ هللاُ َو ْح َده‬ ْ َ‫ أ‬،‫سانِ ِه‬َ ‫ش ُك ُرهُ َعلَى تَتَابُ ِع إِ ْح‬ ْ َ‫ أ‬،‫نِ َع ِم ِه‬
‫ث َعلَى أَ َدا ِء‬ َّ ‫ َح‬،ُ‫س ْولُه‬ ُ ‫ش َه ُد أنَّ ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ َ‫ش ِر ْي َك لَهُ َوأ‬ َ َ‫ال‬
‫ص َحابِ ِه‬ ْ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه و َعلَى آلِ ِه وأ‬ َ ،‫ـخيَانَ ِة‬ ِ ‫اأْل َ َمان ِة َو َح َّذ َر ِمنْ ا ْل‬
‫ أَ ّما بَ ْع ُد‬،‫سلِ ْي ًما‬
ْ َ‫سلَّ َم ت‬َ ‫و‬:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dengan
bertakwa kepada-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan segala
urusan kita. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

ْ ُ‫ق هللاَ يَ ْج َعل لَّهُ ِمنْ أَ ْم ِر ِه ي‬


‫س ًرا‬ ِ َّ‫َو َمن يَت‬
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala di samping menyebutkan di dalam firman-
Nya perintah untuk menjalankan amanah, juga menyebutkan kepada kita larangan untuk
berbuat khianat. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

‫سو َل َوت َُخونُوا أَ َمانَاتِ ُك ْم‬ َ ‫يَاأَيُّ َها الَّ ِذ‬


ُ ‫ين َءا َمنُوا الَت َُخونُوا هللاَ َوال َّر‬
َ ‫َوأَنتُ ْم تَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepada kalian, sedang kalian dalam keadaan mengetahui.” (Al-Anfal: 27)
Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan kepada kita dalam ayat-Nya
bahwa mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang Yahudi, yang kita dilarang untuk
meniru akhlak mereka. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

‫َو ِمن ُهم َّمنْ إِن تَأْ َم ْنهُ بِ ِدينَا ٍر الَّ يُ َؤ ِّد ِه إِلَ ْي َك إِالَّ َما ُد ْمتَ َعلَ ْي ِه‬
”Dan di antara mereka (orang-orang Yahudi) ada orang yang jika kamu memercayakan
kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu
menagihnya.” (Ali ‘Imran: 75)
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepada kita bahwa
mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang munafik. Sebagaimana dalam sabdanya,

َ َ‫ َوإِ َذا َو َع َد أَ ْخل‬،‫ب‬


‫ َوإِ َذا‬،‫ف‬ َ ‫َّث َك َذ‬
َ ‫ إِ َذا َحد‬:‫ث‬ ِ ِ‫آيَةُ ا ْلـ ُمنَاف‬
ٌ َ‫ق ثَال‬
َ ‫اؤتُ ِم َن َخ‬
‫ان‬ ْ .
“Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: jika berbicara berdusta, bila berjanji tidak
menepati janjinya, dan apabila diberi amanah mengkhianatinya.” (H.R. Muttafaqun
‘alaih)
Dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullah disebutkan,

ْ ‫صلَّى َو َز َع َم أَنَّهُ ُم‬


‫سلِ ٌم‬ َ ‫صا َم َو‬
َ ْ‫َوإِن‬
“Meskipun dia shalat dan puasa serta mengaku dirinya muslim.”

Hadirin rahimakumullah,
Maka, sudah semestinya bagi kita untuk berusaha menjaga amanah yang telah kita
terima. Baik yang berkaitan dengan kewajiban kita kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, maupun kepada sesama manusia. Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang yang bisa mengamalkan ilmu yang
telah sampai kepada kita dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa
‫‪Ta’ala dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita dengar. Dan‬‬
‫‪mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang‬‬
‫‪yang senantiasa menjaga amanah yang ada di pundak-pundak kita.‬‬

‫سلِّ ْم َعلَى َع ْب ِد َك َو َر ُ‬
‫س ْولِ َك ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه‬ ‫ص ِّل َو َ‬‫اللَّ ُه َّم َ‬
‫اش ِد ْي َن أَبِ ْي‬‫ض اللَّ ُه َّم َع ِن الـْ ُخلَفَا ِء ال َّر ِ‬
‫ار َ‬ ‫ص َحابِ ِه أَ ْج َم ِع ْي َن‪َ ،‬و ْ‬ ‫َوأَ ْ‬
‫ص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِع ْي َن لَـ ُه ْم‬‫ان َو َعلِ ٍّي َو َعنْ َج ِم ْي ِع ال َّ‬ ‫بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َو ُع ْث َم َ‬
‫ان إِل َى يَ ْو َم ال ِّد ْي ِن‬
‫س ٍ‬ ‫‪.‬بِإ ِ ْح َ‬

‫سلِ ِم ْي َن َوأَ ِذ َّل الش ِّْر َك َوا ْلـ ُم ْ‬


‫ش ِر ِك ْي َن‪.‬‬ ‫اللَّ ُه َّم أَ ِع َّز ْا ِإل ْ‬
‫سالَ َم َوالـْ ُم ْ‬
‫صلِ ْح‬‫ين‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ْ‬‫ص ْر ِعبَا َد َك ال ُم َو ِّح ِد َ‬ ‫َو َد ِّم ْر أَ ْع َدا َء الد ِ‬
‫ِّين‪َ ،‬وا ْن ُ‬
‫ب الَ‬‫كان‪ .‬اللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ُع ْو ُذبِ َك ِمنْ قَ ْل ٍ‬
‫ين فِي ُك ِّل َم ٍ‬ ‫سلِ ِم َ‬‫أَ ْح َوا َل ا ْلـ ُم ْ‬
‫شبَ ُع َو ِمنْ ِع ْل ٍم الَ يَ ْنفَ ُع‪.‬‬ ‫س الَ تَ ْ‬ ‫س َم ُع َو ِمنْ نَ ْف ٍ‬ ‫ش ُع َو ُد َعا ٍء الَ يُ ْ‬ ‫يَ ْخ َ‬
‫اطالً‬
‫اط َل بَ ِ‬‫ار ُز ْقنَا اتِّبَا َعهُ َوأَ ِرنَا ْالبَ ِ‬ ‫ق َحًقّـًّا َو ْ‬ ‫اللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ا ْل َ‬
‫ـح َّ‬
‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ربَّنَا الَ تُ ِز ْغ قُلُ ْوبَنَا بَ ْع َد إِ ْذ َه َد ْيتَنَا َو َه ْبلَنَا ِمنْ‬‫ار ُز ْقنَا ْ‬ ‫َو ْ‬
‫سنَةً َوفِي‬ ‫َّاب‪َ .‬ربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َ‬ ‫لَّ ُد ْن َك َر ْح َمةً إِنَّ َك أَ ْنتَ ا ْل َوه ُ‬
‫سنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّا ِر‬ ‫‪ْ .‬ا ِ‬
‫آلخ َر ِة َح َ‬

‫لين‬
‫س َ‬ ‫سالَ ٌم َعلَى ا ْلـ ُم ْر َ‬ ‫صف ُ َ‬
‫ون‪َ ،‬و َ‬ ‫ان َربِّ َك َر ِّب ال ِع َّز ِة َع َّما يَ ِ‬ ‫س ْب َح َ‬‫ُ‬
‫ين‬‫رب ا ْل َعالَ ِم َ‬ ‫‪َ .‬وا ْل َ‬
‫ـح ْم ُد هلِل ِ ِّ‬

Anda mungkin juga menyukai