KHUTBAH PERTAMA
Mengawali khutbah ini kami berwasiat pada diri kami pribadi dan seluruh hadirin untuk
bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu agar kita menjaga dan membentengi diri
dari kemarahan serta siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal ini adalah dengan
menjalankan perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi segala
larangan-Nya.
Di antara bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
dengan menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya. Baik amanah yang berkaitan
dengan kewajiban kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti shalat, berwudhu, membayar
zakat dan yang lainnya, maupun yang berkaitan dengan kewajiban kepada sesama manusia.
Sehingga seseorang perlu memahami bahwa amanah itu sangat luas cakupannya. Dan
amanah yang diemban oleh setiap orang tidak selalu sama dengan yang lainnya. Namun,
semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala
nanti atas pelaksanaan amanah yang dipikulnya.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah perkara yang bisa
dilakukan semudah membalik tangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan tentang
beratnya amanah di dalam firman-Nya:
Sedangkan kelompok ketiga adalah orang-orang yang menjaga amanah yaitu orang-orang
yang beriman baik secara lahir maupun batin.
Dua kelompok pertama yang kita sebutkan tadi akan diazab dengan azab yang sangat pedih.
Sedangkan kelompok yang ketiga yaitu mereka yang beriman secara lahir dan batin,
merekalah orang-orang yang akan mendapatkan ampunan, serta rahmat dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam ayat berikutnya dalam firman-Nya,
ِِ ِ ِ ْ ْ اﻟﻤﺸﺮِﻛﲔ و ِ َ ِ َ ْ اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﲔ و
ِِ
ﻋﻠىﺎﻟﻤﺆﻣﻨﲔ
َ ْ ُ ْ ََ ُـﺘﻮب اﷲ ُ َ َ ِ ْ ُ ْ اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﺎت َو
َ َُاﻟﻤﺸﺮَﻛﺎت َوﻳ َ َ ُﻴﻟ
ُ َ َ َ ُ ْ ُـﻌﺬب اﷲ
ِ ُ َ ﻛﺎن اﷲ
رﺣﻴﻤﺎ ِ َِْ ْو
ً ﻏﻔﻮًرا ُ َ َاﻟﻤﺆﻣﻨﺎت َو
ُ َ
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang
musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang
mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab: 73)
Hadirin rahimakumullah,
Amanah yang berkaitan dengan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau ibadah
ini, harus dilakukan dengan memenuhi dua syarat. Kedua syarat tersebut sesungguhnya
merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat yang selalu kita ucapkan. Kedua syarat
Disalin dari www.KhotbahJumat.com Page 2
tersebut, yang pertama adalah ikhlas dan yang kedua adalah harus dilakukan sesuai dengan
petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk hanya mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata dalam menjalankan peribadatan kepada-Nya. Hal ini ditandai dengan
istiqamahnya kita dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik ketika sendirian
maupun ketika bersama orang lain. Sehingga kita tidak menjadi orang yang taat ketika dilihat
orang lain, namun bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika sendirian.
Janganlah kita lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala perbuatan dan
mengetahui seluruh yang ada di dalam hati kita. Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Sedangkan untuk menjalankan syarat yang kedua, wajib bagi kita untuk berilmu dulu
sebelum beramal. Sehingga kita tidak boleh seenaknya sendiri atau sekadar ikut-ikutan dalam
tata cara peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus melakukannya dengan
aturan dan tata cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena kalau tidak demikian, maka akan berakibat tidak diterimanya amalan kita. Lihatlah
bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk
mengulangi wudhunya karena ada bagian anggota wudhu yang tidak terkena air. Begitu pula
beliau n memerintahkan seseorang untuk mengulangi shalatnya karena tidak thuma’ninah
ketika menjalankannya.
Semua ini menunjukkan bahwa ibadah itu telah ditentukan aturannya oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Sehingga kita harus senantiasa mengingat bahwa shalat, puasa, membayar zakat,
menunaikan haji dan yang lain-lainnya dari bentuk-bentuk ibadah adalah amanah yang kita
harus menjalankannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Adapun amanah yang berhubungan dengan muamalah, yaitu yang berkaitan dengan
menjalankan kewajiban kepada sesama manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan kita untuk menjalankannya dalam firman-Nya,
ِ ِ َ َ ْ ـﺆدوا
َ ْ َ اﻷﻣﺎﻧﺎت ِ َإﱃ
أﻫﻠﻬﺎ َ َ ُﻛﻢ َأن ﺗ
ْ ُﻳﺄﻣﺮ ِ
ُُ َْ َإن اﷲ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya.” (An-Nisa`: 58)
ِ ِ ْ َـﺤﺐ ﻟِﻨ
ـﻔﺴﻪ ِ ُﻷﺧﻴﻪ َﻣﺎ ﻳ
ِ ِ َ ِ ـﺤﺐ
ِ أﺣﺪﻛﻢ ِ ْ ﻻَ ﻳ
ْ ُﺣﱴ ﻳ ُ ُ ـﺆﻣﻦ
َ ْ َ ُ ُ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga seseorang yang bermuamalah dengan orang lain, semestinya melihat dan bercermin
pada dirinya. Baik dalam hal jual beli, sewa-menyewa, bekerja pada pihak lain atau instansi
tertentu, dan yang lainnya. Yaitu dia tidak ingin memperlakukan saudaranya dengan
perlakuan yang tidak baik sebagaimana dia tidak ingin perlakuan tersebut menimpa dirinya.
Oleh karena itu, seseorang yang menjual barang, misalnya, maka dia harus menjualnya
dengan menjaga amanah. Tidak boleh bagi seorang penjual untuk mengkhianati pembelinya
dengan berbuat curang dalam menimbang atau menakar. Dan tidak boleh baginya untuk
berbuat dzalim dengan meninggikan harga karena si pembeli tidak mengetahui harga atau
dengan menyembunyikan kerusakan atau cacat yang ada pada barang tersebut. Begitu pula
sebaliknya, tidak boleh bagi pembeli untuk mengkhianati penjual dengan berdusta untuk
mengurangi harga yang sesungguhnya. Atau dengan menunda-nunda pembayaran barang
yang dibelinya padahal dia memiliki kemampuan untuk membayarnya.
Hadirin rahimakumullah,
Tidak boleh pula bagi seorang yang menyewakan tempat, kendaraan, dan yang lainnya untuk
berkhianat kepada orang yang menyewa miliknya itu. Misalnya menipu orang yang menyewa
dengan meninggikan biaya sewanya, atau menyewakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
yang dia tawarkan. Dan sebaliknya, tidak boleh bagi orang yang menyewa untuk menipu
sehingga biaya sewanya lebih murah dari biaya yang semestinya, atau dia menggunakan
barang sewaannya dengan tidak hati-hati sehingga berakibat rusaknya barang tersebut. Begitu
pula orang yang bekerja pada sebuah perusahaan. Tidak boleh baginya untuk datang dan
pulang seenaknya, tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, atau melakukan
kesibukan lain di tempat kerjanya sehingga melalaikan dia dari tugas utamanya.
Termasuk dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan. Seorang pengajar
harus berusaha menjaga amanah yang dipikulnya. Dia harus berusaha untuk menjadi contoh
yang baik bagi anak didiknya. Karena terkadang anak didik lebih banyak melihat kepada
sikap dan tingkah laku pengajar daripada apa yang disampaikan kepada mereka. Begitu pula
dia berusaha menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara yang mudah dipahami oleh
anak didiknya serta tidak memaksakan diri untuk menyampaikan pelajaran yang belum
dikuasainya yang berakibat dirinya akan terjatuh pada perbuatan “berbicara tanpa ilmu”.
Terutama yang terkait dengan masalah agama. Semuanya harus dilakukan dengan menjaga
amanah.
Termasuk menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang-
orang yang berada di bawah kekuasaan dan pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin
luas lingkup kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Maka, seorang penguasa
bertanggung jawab atas warga negaranya dan seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap
bawahannya. Begitu pula seorang suami bertanggung jawab atas keluarganya, dan
seterusnya.
Sudah semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara keluarganya dari hal-hal
yang membahayakan mereka baik yang berkaitan dengan urusan dunia apalagi akhiratnya.
Terlebih pada saat kerusakan dan kemaksiatan tersebar di mana-mana. Sebagaimana setiap
orang tentu akan lebih berusaha menjaga hartanya ketika dia mendengar bahwa pencurian
dan yang semisalnya tengah merajalela. Bahkan, menjaga keluarga dan anak-anaknya dari
kerusakan yang ada di sekitarnya semestinya lebih diutamakan dari menjaga harta. Karena,
melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan munculnya generasi mendatang yang akan
berbuat kerusakan di muka bumi ini. Juga karena setiap orangtua tentunya tidak
menginginkan dirinya masuk ke dalam surga sementara anak-anaknya diazab di api neraka.
Oleh karena itu, semestinya kita berusaha menjaga amanah ini, sehingga mudah-mudahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita semua dan keluarga kita dari api neraka
serta mengumpulkan kita dan keluarga kita di dalam surga-Nya. Sebagaimana tersebut dalam
firman-Nya,
ِ ِ َ ﻣﻦ
ﻣﻦ ﻋﻤﻠﻬﻢ ْ ـﻨﺎﻫﻢ
ُ َ ﺘ
َْ َ
وﻣﺂأﻟ
َ ـﻬﻢ
ُ ﺘ
َـ ﻳ
ر ذ
ُ ﻢِِ أﳊﻘﻨﺎ
َ ْ َْ َ ﺑﺈﳝﺎن ُ ُ َ َ َ
ِ و
ٍ َ ِِ ﺘُـﻬﻢرﻳـُـﺒـﻌْﺘـﻬﻢ ذاﻟﺬﻳﻦ ءاﻣﻨُﻮا واﺗ
َ َ ْ ْ ْ َ َ َ َ
ِ
رﻫﲔ ِ اﻣﺮ ٍئ
ِ ْ ﻛﻞ ٍ
ٌ َ ﻛﺴﺐ َ َ َ ﲟﺎَ ُ ﺷﻰء
َْ
“Dan orang-orang yang beriman dan yang keturunan mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami kumpulkan keturunan mereka dengan mereka di dalam surga dan Kami
tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (Ath-Thur: 21)
َِ ِ ْاﻹﺿﺎﻋﺔ واﻟ
ِ ِ ِ َ َ اﻷﻣﺎﻧﺔ ِ ِ َ ِ وإﻳﺎﻛﻢ
وﻏﻔﺮ ََﻟﻨﺎ َ َ َ َ ِْ ﻣﻦ
َ َ َ َ ـﺨﻴﺎﻧﺔ َ وﲪﺎﻧﺎ َﲨْﻴ ًـﻌﺎ
َ َ َ َ ْ ﻷداء َ ْ ُ ِ َ ُ َـﻘﻨِ َـﻲ اﷲَوﻓ
ِ اﻟﻐﻔﻮر
اﻟﺮﺣﻴﻢ َُ ﻫﻮ
إﻧﻪ ِ ِ ْـﺠﻤﻴﻊ اﻟ
ِ ،ـﻤﺴﻠﻤﲔ ِ ِ ِﻟﺪﻳ َـﻨﺎ وﻟ
ِ ِوﻟِﻮ
ُ ْ ُ ْ َ ُ ُ َ ْ ْ ُ ْ َ َ ْ ََ
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dengan
bertakwa kepada-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan segala urusan
kita. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
ِ
ِِ َْ ﻣﻦ
ﻳﺴًﺮا
ْ ُ أﻣﺮﻩ ْ ُﻟﻪ ﳚﻌﻞ ِ َوﻣﻦ ﻳ
َ َْ َـﺘﻖ اﷲ ََ
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
ِ ِ
ـﻌﻠﻤﻮن ْ ُ َأﻣﺎﻧﺎﺗﻜﻢ َو
َ ُ َ ْ َأﻧﺘﻢ ﺗ ْ ُ َ ََ وﲣﻮﻧُﻮا
ُ َ َ اﻟﺮﺳﻮل
َ ُ ﻻﲣﻮﻧُﻮا اﷲَ َو
ُ َ َ ءاﻣﻨُﻮا َ َـﻬﺎَﻳﺎأَﻳ
َ َ اﻟﺬﻳﻦ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepada kalian, sedang kalian dalam keadaan mengetahui.” (Al-Anfal: 27)
Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan kepada kita dalam ayat-Nya bahwa
mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang Yahudi, yang kita dilarang untuk meniru
akhlak mereka. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepada kita bahwa
mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang munafik. Sebagaimana dalam sabdanya,
ﺧﺎن ُِ ْ وإذا
َ َ اؤﲤﻦ َ ِ ،أﺧﻠﻒ
َ َ وﻋﺪ َ ِ ،ﻛﺬب
وإذا َ َ
ﺣﺪث إذا
َ ِ : ﺛﻼث
ٌ َ َ ِ ِ ْآﻳﺔُ اﻟ
ـﻤﻨﺎﻓﻖ
َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َُ َ
“Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: jika berbicara berdusta, bila berjanji tidak menepati
janjinya, dan apabila diberi amanah mengkhianatinya.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih)
Hadirin rahimakumullah,
Maka, sudah semestinya bagi kita untuk berusaha menjaga amanah yang telah kita terima.
Baik yang berkaitan dengan kewajiban kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maupun
kepada sesama manusia. Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan
kita sebagai orang-orang yang bisa mengamalkan ilmu yang telah sampai kepada kita dan
mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita dengar. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang yang senantiasa menjaga amanah yang ada di
pundak-pundak kita.