Dosen Pengampu:
Oleh:
Muhammad Hasbiallah
Manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah dan menghambakan diri
kepadaNya, sebagaimana yang termktub di dalam surat Adz Dzariat ayat 51. Pada
ayat tersebut terdapat kata ya’buduni, yang menurut Ibnu manzhur adalah bentuk kata
lain dari ibadah, dan maknanya penghambaan diri dengan kettundukan dan
kerendahan diri.
Manusia adalah milik Allah, yang atas dasar tersebut, timbul kewajiban untuk
menerima segala ketetapannya, baik perintahNya, laranganNya, dan melakukan
segala aktivitas hanya demi ridha Allah, dan penghambaan diri kepadaNya adalah
suatu kebutuhan dharury.
Syahadat diartikan ebagai persaksian, ikrar atau pengakuan secara sadar yang
diucapkan oleh seseorang yang akan masuk islam.
Seseorang yang akan bersaksi untuk masuk agama islam, seharusnya mengerti
terlebih dahulu tentang Allah sebelum dia mengucapkan syahadat, karna akan
mendorong untuk meyakini sepenuhnya sehingga dia berusaha belajar, memahami
islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari dengan keyakinan yang
mendalam.
Setelah syahadat Allah, seseoorang juga harus bersyahadat Rasul. Nabi ialah
manusia biasa yang mempunyai keistimewaan dan memperoleh akal tertinggi dari
Allah, yang disebut al-hadas (intuisi).
Disisi lain, shalat merupakan kebutuhan manusia itu sendiri karena memiliki
naluri cemas, berharap, sensitif dan lainnya sehingga butuh sandaran dan pegangan
hidup. Firman Allah surat ke 35 ayat 13-15 yang berbunyi :
۟ ۟ ِ ۟ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ َّ
ٱستَ َجابُوا ُ ُين تَ ْدعُو َن من ُدونهۦ َما َيَْل ُكو َن من قطْم ري إِن تَ ْدع
ْ وه ْم ََل يَ ْس َمعُوا ُد َعآءَ ُك ْم َولَ ْو ََسعُوا َما َ َوٱلذ
َّ ٱَّلِ ۖ َو
ٱَّلُ ُه َو َّ ََ َِّاس أَنتُ ُم ٱلْ ُف َقَرآءُ إ ٓ ِر ِ َ لَ ُكم ۖ وي وم ٱلْ ِقيَٰم ِة ي ْك ُفرو َن بِ ِشركِ ُكم ۚ وََل ي نَ بِئ
ُ ك مثْ ُل َخبي َََٰيَيُّ َها ٱلن ُّ ُ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ َْ َ ْ
ُ ٱْلَ ِم
. يد ْ ِنُّ َِٱلْغ
“Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa
walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar
seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan
tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh
Yang Maha Mengetahui. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah;
dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”.
(QS. Fatir 35:13-15)
Shalat juga akan menumbuhkan kekuatan akhlak yang baik. Shalat akan menjadi
satu kekuatan yang mengembalikannya kearah yang benar.
Filsofi shalat juga menggambarkan pemahaman seseoorang tentang tata kerja
alam sebagai bukti kemajuan pemikiran manusia dalam memahami alam semesta dan
memahami sifat ketuhanan. Diantara hikmah shalat yang lain adalah :
a. Membina akhlak karimah sehingga manusia tidak lagi berkeluh kesah dan
kikir. Sebagaimana dalam surat ke 70 ayat 19-23 dan surat ke 29 ayat 45
berbunyi:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al-'Ankabut 29:45)
3. Zakat
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.
Zakat adalah aktifitas manusia yang berhubungan dengan harta dan sebagai
lambing keharmonisan antara sesama manusia. Zakat memiliki nilai filosofis, yaitu :
Selain itu, zakat juga sebagai usaha manusia untuk menggapai dua
kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Selain itu, hikmah
zakat adalah sebagai sumber keuangan bagi Negara dan masyarakat yang digunakan
untuk kepentingan umum.
4. Puasa
Puasa dalam bahasa arab disebut “shiyam atau shaum” yang berarti menahan
diri dari sesuatu, seperti makan, minum, berhubungan suami istri atau berbicara.
Secara terminologi, puasa adalah berniat menahan diri di siang hari dari segala hal
yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Sebagaimana Allah berfirman QS. Al-Baqarah : 183:
ٔ٨١ ٌَُٕة َعهَى ٱنَّذٌٍَِ ِيٍ قَث ِه ُكى نَ َعهَّ ُكى تَتَّق َ ٰ ٌََٰٓأ َ ٌُّ َٓا ٱنَّذٌٍَِ َءا َيُُٕاْ ُك ِت
ّ ِ ة َعهٍَ ُك ُى ٱن
َ ص ٍَا ُو َك ًَا ُك ِت
5. Haji
Kesungguhan Siti Hajar untuk mendapatkan air dengan bolak-balik tujuh kali
antara bukit Shafa dan Marwah, menunjukkan kesungguhan seorang ibu. Manusia
harus mengambil hikmah untuk selalu berjuang sungguh-sungguh untuk mencapai
keridhaan Allah. Tidak boleh putus asa dalam berusaha dan tidak boleh berhenti
sebelum mendapat ridha Allah.
Islam sebagai agama yang benar (Dienul Haq) sudah ada sejak manusia
pertama, yaitu Nabi Adam. Kebenaran agama Islam adalah untuk membangun suatu
umat yang dapat mengemban amanah agamanya. Setiap manusia harus membangun
jiwa-jiwa umat sebagai individu dan sekaligus sebagai jamaah untuk beramal secara
nyata.
Al-Qurthubi dan fuqaha' lainnya menjadikan ayat ini sebagai dalil keharusan
mengangkat pemimpin untuk memutuskan perkara bagi manusia, mengakhiri
pertikaian, menolong orang yang teraniaya, menegakkan hukum, mencegah
perbuatan keji dan lainnya yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan adanya
pemimpin. Sesuatu yang menjadikan suatu kewajiban tidak sempurna, kecuali
dengannya, maka sesuatu itu sendiri merupakan hal yang wajib." Sebagaimana telah
dkemukakan, Rasul sebagai pemimpin ditunjuk langsung oleh Allah melalui wahyu.
Apabila dikaitkan dengan pengertian negara, maka kepemimpinan Rasul sudah
memenuhi unsur-unsur dalam suatu negara. Hal ini berarti bahwa di masa rasul
sudah ada negara yang kepala negaranya Rasul sendiri, rakyatnya bangsa Arab (yang
pada mulanya terdiri dari Muslim dan Yahudí), ada peraturan yang dipatuhi dan ada
pula kekuasaan Rasul yang dipatuhi oleh rakyatnya." Suatu negara memiliki tujuan
yang tertinggi yang pada umumnya dirumuskan dalam konstitusi.
Demikian pula nilai filcsofi yang tertuang dalam Piagam Madinah, khususnya
prinsip kesederajatan, keadilan dan keterbukaan. Meskipun warga negara Madinah
heterogen (baik dalam agama, suku, ras dan golongan) kedudukan mereka adalah
sama. Mereka memiliki Negara Madinah menjadi tolak ukur dan rujukan sebagai
negara yang mampu menghadirkan keadilan.
Adapun pendapat para ahli takwil dan tafsir tentang Ulil Amri tidak
mengaitkarnya dengan Ahlu al Halli wa al-'Aqdi. At-Thabari dan Al-Razi
menafsirkannya, yaitu para pemimpin, para pemuka sahabat di masa Nabi, orang
yang ahli dalam ilmu dan fiqh, fukalha' dan ulama, para sahabat Rasul, para
pemimpin dan penguasa yang taat kepada Ailah dan Rasul serta memperhatikan
kemaslahatan umat Islam,khalifah yang empat, para ulama yang membuat fatwa
dalam hukum syaraiat dan mengajarkan agama kepada manusia, dan para imam yang
ma'shum. Sedangkan Ibnu Taimiyah menafsirkannya dengan para pembesar dan para
ulama yang menjadi panutan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kelompok Ahlu al-Halii wa al-
'Aqdi terdiri dari semua unsur masyarakat, para tckoh, para ahli dalam setiap bidang
ilmu, cendikiawan, yang tidak dibatasi profesi dan jumlah orangnya. Namun
demikian mereka harus memenuhi kriteria, yaitu berlaku adil dalam segala sikap dan
tindakan, berilmu pengetahuarn, memiliki wawasan dan kearifan (kebijakan).
Dengan kualifikasi ini diharapkan golongan Aitlu al-Halli wa al-'Aqdi dapat
menentukan siapa yang paling pantas menjadi pemimpin (kepala negara) menurut
syarat-syarat yang ditentukan dan mampu memegang jabatan itu untuk mengelola
semua urusan negara dan rakyat.
Hubungan kewarisan antara seseorang dengan orang lain disebabkan oleh dua
faktor, yaitu adanya hubungan darah dan hubungan perkawinan. Hubungan darah
ditentukan pada saat terjadinya peristiwa kelahiran. Hubungan darah ini bersifat
alamiah. Dengan berlakunya hubungan darah seorang anak dengan ibunya, berlaku
pula hubungan darah dengan orang-orang yang lahir dari ibu yang sama.
Adanya tingkat keutamaan dapat disebabkan oleh jarak yang lebih dekat
kepada pewaris antara seseorang dibandingkan dengan ahli waris lain. Keutamaan
juga dapat disebabkan oleh kuatnya hubungan darah. Keutamaan dalam hokum
kewarisan Islam lebih banyak ditentukan oleh jarak hubungan bila dibandingkan
dengan garis hubungan.
Hijab terduri dari 2 macam, yaitu hijab hirman dan hijab nuqshan. Hijab
hirman adalah tertututpnya seseorang ahli waris untuk menerima hak kewarisan
secara penih, dalam arti tidak memperoleh sesuatupun.
Dua istilah yang perlu dibedakan adalah tertutup (hijab) dan halangan
(mamnu‟). Sebagaimana yang diketahui bahwa faktor penghalang kewarisan adalah
pembunuhan dan beda agama. Orang yang tertutup tetap berstatus sebagai ahli waris
karena hubungannya kepada pewaris tidak putus, meskipun tidak mendapat hak
kewarisan. Sedangkan orang yang terhalang tidak berstatus sebagai ahli waris karena
hubungannya kepada pewaris telah putus, baik disebabkan berbeda agama maupun
pembunuhan yang dilakukannya.Ahli waris yang terhijab tetap dipandang ada dan
dapat mempengaruhi ahli waris lain.
Nilai filosofis atau keadilan dari halangan sebagai ahli waris disebabkan
pembunuhan, adalah bahwa menerima hak kewarisan itu merupakan suatu
kenikmatan. Bila seseorang telah berbuat yang berakibat terbunuhnya orang lain
yang mempunyai hubungan kewarisan, kenikmatan dalam menerima kewarisan itu
dicabut dan pembunuh mendapat hukuman. Nilai keadilan yang terdapat dengan
terhalangnya pembunuh menerima hak kewarisan, karena pembunuhan itu sendiri
memutuskan hubungan darah/perkawinan.
Filosofi lain adalah untuk mencegah seseorang yang sudah ditentukan akan
berstatus sebagai ahli waris dan mendapat hak kewarisan agar tidak mempercepat
proses berlakunya hak kewarisan itu. Selain itu, pembunuhan adalah suatu kejahatan
dan kewarisan adalah suatu nikmat yang akan diperoleh sehingga terkesan saling
bertentangan.
“Dari Usamah bin Zaid ra. Bahwasanya Nabi SAW bersabda: seseorang muslim
tidak menjadi ahli waris dari orang yang bukan muslim, dan orang yang bukan
muslim tidak pula menjadi ahli waris dari orang muslim.”
“.. dan Allah sekali-kali tidak akan membenci jalan kepada orang yang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman.”
Maksudnya bahwa Allah tidak akan menjadikan bagi orang kafir jalan
terhadap orang-orang beriman. Hubungan antara kerabat yang berbeda agama
terbatas pada pergaulan dan hubungan baik saja, dan tidak menyangkut dengan
pelaksanaan agama.
Dalam hal orang muslim mewarisi dari yang bukan muslim terdapat
perbedaan pendapat. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang Islam juga tidak
mewarisi bagi pewaris bukan muslim atau murtad. Mengenai orang yang murtad,
ulama sepakat bahwa semua harta yang diperoleh selama murtad tersebut diserahkan
kepada Negara (baitul mal).
Hak milik haklikatnya adalah pada Allah. Kepemilikan terhadap harta dalam
islam diatur dan diarahkan untuk kemaslahatan. Dalam fiqh muamalah, dikenal
beberapa cara untuk memperoleh hak milik atau cara berpindahnya hak milik. Cara
itu meliputi menguasai benda mubah yaitu harta yang buklan milik siapapun, aqad
(perikatan), penggantian milik dari orang yang telah meninggal dunia (kewarisan),
dan hak syuf‟ah (hak previlege dalam persekutuan). Aqad adalah perjanjian atau
perikatan yang menimbulkan kewajiban berprestasi pada suatu pihak dan bagi pihak
lainnya atas prestasi tersebut. Dari pengertian aqad ini, ada aqad yang tidak diberikan
tidak mewajibkan pihaknya untuk melakukan klontraperstasi, aqad yang demilkian
merupakan perbuatan hukum sepihak. Keinginan sepihak ini apabila menyangkut
pihak lainnya maka harus dipenuhi.
1. Bahwa segala yang ada didalam alam iini adalah milik allah, harta benda baik
yang diciptakan allah secara langsung maupun tidak langsung hakikatnya
juga milik allah, maksud penciptaan harta yang bersumber dari alam itu
masih tetap seperti adanya dan berproses yang secara alami tanpa bercampur
tangan manusia. Oleh karena itu hakikat harta itu kepemilikan atau
kekusaannya hanya ditangan allah.
2. Sebagai konsekuensi bawha kepemilikan mutlak harta berada dalam
kekuasan allah maka posisi harta yang diperoleh manusia merupakan amanah
dan titipan allah. oleh sebab itu amanah yang dititipkan oleh allah hendaknya
dipergunakan dan di manfaatkan sesuai dengan yang di ridhainya. Akhirnya
harta yang dititipkan kepada manusia itu akan di pertanggung jawabkan
kelak di akhirat.
3. Islam menjadikan harta bagi manusia sebagai fitnah, sebagaimana firman
allah dalam surat ke-64 ayat 15 dan 16. Harta sebagai fitnah dan cobaan
maksudnya bahann ujiann dan cobaan dari allah untuk manusia dengan ujian
itu allah mengetahui dianatara hambanya yang taat dan yang durhaka
kepadanya. Menurut al-maraghi harta merupakan cobaan fitnah karena
kecintaan terhadap harta sering kali mengakibatkan perbuatan dosa dan
pelanggaran terhadap larangan allah, di dahulukan harta daripada anak
menurut ayat diatas karena harta merupakkan fitnah yang terbesar.
4. Harta adalah sebagai sarana untuk memperlancar dan mewujudkan
penghambaan diri kepada allah bukan untuk dicintai dengan melebihi
cintanya kepada allah. Dengan Harta kekayaan yang dianugrahkan allah
dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepadanya.
5. Sebagai ajaran yang berdimensi sosial islam mendorong umatnya untuk
mencari rezeki yang halal dengan memperhatikan hak-hak sosial.artinya
secara teologis setiap orang dibenarkan memiliki harta tetapi juga memiliki
kewajiban terhadap orang lain.
Selain filosofi kepemilikan harta, wasiat dan hibah meupakan hal penting
yang terkait dengan harta kekayaan. Wasiat berasal dari bahasa arab yaitu isha‟ yang
berarti meberikan pesan; perintah pengampuan dan perwalian. Secara etimologi
wasiat juga berarti mejadikan menaruh kasih sayang menyuruh dan menghubungkan
sesuatu dengan yang lain.
Adapun hibah secara bahasa adalah bangun atau bangkit, karena pelaku
bangkit untuk melakukan kebaikan . hibah berati pemberian membebaskan dari
hutang, shadaqah athiyah dan imbalan. Pemberian dimaksudkan sebagai perwujudan
kasih sayang terhadap orang yang diberi hibah. Secara terminologis hibah, adalah
suatu pemberian sesuatu utnuk dimiliki tanpa ganti tertentu pada masa hidup tanpa
alasan tertentu. Hibah memiliki manfaat yang banyak diantaranya untuk kebaikan
saling tolong menolong dan berkasih sayang.
Pelaksanaan wasiat dan hibah terdapat batasan, yaitu tidak boleh melebihi
dari sepertiga harta nilai filosofinya agar harta yang ada pada seseorang dapat
distribusikan secara adil kepada ahli waris yangf dekat hubungan nasabnya atau
hubungan perkawinan dengan pewaris.
Aspek ontologis wasiat dan hibah diawali dari tujuan penciptaan manusia,
yaitu untuk menghambakan diri kepada Allah semata. Al Qur‟an memberikan
penjelasan tentang misi manusia sebagai khalifah di bumi. Manusia pada dasarnya
memiliki fitrah tauhid, meskipun juga dijelaskan di ayat yang lain bahwamanusia
memiliki sifat negatif. Ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia yang bias
menjadi sebaik-baiknya makhluk atau seburuk-buruknya. Sifat negatif di dalam Al
Qur‟an ditujukan sebagai bentuk sindiran dan peringatan agar manusia selalu berhati-
hati sehingga mendapatkan predikat takwa.
1. Sumber-sumber pengetahuan
2. Karakter ilmu pengetahuan
3. Validitas ilmu pengetahuan
Observasi (pengamatan)
Eksplorasi (pemaparan)
Eksperimen (percobaan)
Penalaran dan intuisi
Adapun teori kebenaran mukhatti'ah menganggap benar atau salah hasil ijtihad
berdasarkan akumulasi perdebatan para mujtahid atau juris mengenai sebuah
peristiwa/gejala hukum. Sedangkan hasil ijtihad selebihnya dianggap keliru meskipun
secara akademik masih dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kaitan ini, Rasul
mengatakan bahwa pelaku ijtihad yang benar hasil ijtihadnya mendapat dua pahala,
dan apabila hasil ijtihadnya keliru mendapat satu pahala.
Hukum alam pada masa Yunani kuno dianggap berasal dari dewa yang
diketahui manusia lewat pewahyuan. Menurut para sofis Yunani, hukum alam itu
menguasai kehidupan manusia seperti makhluk hidup lainnya yang mengikuti
kecenderungan jasmani.
1. Hukum positif
Aliran positivisme mendasarkan kerja filsafatnya pada hal-hal yang empiris
sebagai respon atas keterbatasan hasil filsafat spekulatif seperti yang menonjol pada
aliran idealism Jerman, terutama Immanuel Kant. Aliran ini pada awalnya
dikembangkan oleh August Comte filsuf Prancis (1798-1857) yang menyatakan
bahwa perkembanga masyarakat berlangsung pada tiga stadium, teologis, filosofis,
dan, positif.
Berdasarkan metode ilmiah ini, ilmu hukum mempunyai sisi ilmiah yang
tinggi. Bahkan menutut Jhering, metode ini bukan saja berdaya untuk mengolah
hukum yang sudah ada, tetapi juga berdaya dalam menciptakan hukum baru.
John Austin membedakan hukum menjadi dua, yaitu hukum Tuhan dan
hukum manusia. Hukum manusia dibedakan lagi menjadi hukum yang sebenarnya,
dan yang sebenarnya bukan hukum. Hukum yang sebenarnya adalah undang-undang
yang berasal dari kekuatan politik. Sedangkan hukum yang sebenarnya bukan hukum
adalah peraturan-peraturan yang berlaku pada kalangan tertentu, misalnya aturan
perusahaan. Ini disebut bukan hukum yang sebenarnya karena tidak berkaitan dengan
pemerintah.
2. Hukum alam
Aliran hukum alam telah ada sejak zaman Yunani kuno. Ketika itu hukum
dianggap berasal dari dewa. Hukum alam merupakan cara segala yang ada sesuai
dengan aturan alam semesta. Menurut kaum sofis Yunani, Thomas Hobbes, dan yang
lain, hukum alam menguasai kehidupan manusia sebagaimana makhluk lainnya yang
mengikuti kecenderungan-kecenderungan jasmani.
Berbeda dengan hukum positif. Hukum alam diterima sebagai hukum yang
sifatnya tidak tertulis. Seiring perubahan sosial politik, gagasan tentang hukum alam
ikut berubah. Satu-satunya yang bertahan menurut Friedman adalah tuntutan pada
sesuatu yang lebih tinggi dari hukum positif. Objek tuntutan tersebut lebih sering
bersifat pembenaran baik terhadap yang pro kekuasaan maupun yang kontra.
3. Dialetika
Menyusuri hukum alam berarti mengikuti sejarah manusia yang berjuang
menemukan suatu keadilan mutlak denganberbagai persoalan yang dihadapi. Sejak
ribuan tahun yang lalu, ide tentang hukum alam selalu saja muncul sebagai suatu
manifestasi usaha manusia merindukan adanya hukum yang lebih tinggi dari hukum
fositif. Pada saat tertentu, ide tentang hukum alam muncul dengan segala
kejayaannya, dan disaat lainnya diabaikan. Namun, bagaimanapun ia tidak pernah
mati.
Dalam perjalanan sejarahnya, hukum alam telah menjalankan dan menlayani
berbagai fungsi. Menurut friedmaan, di antara fungsinya adalah::
a. Ia telah berfungsi sebagai instrumen utama pada saat hukum perdata romawi
kuno ditransformasikan menjadi suatu sistem internasional.
b. Ia telah menjadi senjata yang dipakai oleh pihak gereja dan kerajaan dalam
pergaulan antara mereka.
c. Hukum internasional ditegakkan berdasarkan keabsahan dan atas nama huku
alam.
d. Ia telah menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan perjuangan bagi
kebebasan individu berhadapan dengan absolutisme.
e. Prinsip-prinsip hukum alam telah dijadikan senjata oleh para hakim amerika
ketika memberikan penapsiran terhadap konstitusi mereka, dengan menolak
campur tangan negara melalui perundang-undangan yang ditunjukkan untuk
membatasi kemerdekaan ekonomi.
Sebagai tercermin pada butir-butir di atas, hukum alam dapat berupa metode,
dan dapat pula sebagai substansi. Hukum alam sebagai subtansi menurut norma-
norma. Dalam anggapan ini orang dapat menciptakan sejumlah besar peraturan-
peraturan yang dialirkan dari beberapa asas absolut, yan lebih dikenal dengan Hak
Asasi Manusia. Hukum alam subtansi ini memperoleh kritik yang tajam dan
mengalami kemunduran sejak abad ke-19, dan digantikan oleh aliran hukum
positivisme.
Selama kondisi tetap stabil, aliran hukum positivisme dapat berkembang dengan
baik. Akan tetapi segera aliran posittivis gagal dengan terjadi kegoncangan, seperti
halnya para separoh abad ke-19. Ia gagal karena tidak mampu memberikan tuntunan
ditengah terjadinaya gugatan terhadap kepercayaan-kepercayaan sosial dan moral
pada waktu itu. Aliran hukum positif juga gagal karena tidak mampu memberikan
bantuan guna menghindari penggunaan yang salah dari kekuasaan dan kemerdekaan
yang terjadi. Dengan mundurnya positivisme itu, maka hidup kembali hukum alam,
dan kemudian dikenal dengan sebutan kebangkitan doktrin hukum alam.
Sebagaimana dikemukakan bahwa selama kondisi stabil, positivisme hukum
dapat berkembang dengan baik dan dapat menemukan identitasnya, positivisme
hukum sebagai sebuah pendirian lugas yang menyatakan bahwa tidak benar bila
hukum-hukum adalah reproduksi atau pemenuhan ketentuan moral.
Dalam teori klasik hukum alam disebutkan bahwa terdapat prinsip-prinsip
prilaku yang menunggu untuk ditemukan oleh akal, yang harus diikuti oleh hukum
ciptaan manusia jika dikehendaki sebagai valid. Hal ini terjadi karena klaim adanya
prinsip-prinsip faktual mengenai prilaku yang benar yang dapat ditemukan secara
rasional. biasanya tidak dikemukakan suatu doktrin tersendiri melainkan sejak awal
disajikan, dan dipertahankan dalam waktu yang lama sebagai bagian dalam konsep
umum tentang alam. Dalam banyak hal, pandangan ini merupakan anti tesis atas
konsep umum alam yang membentuk kerangka pemikiran sekuler modern.
Doktrin hukum alam adalah bagian dari sebuah konsep kuno mengenai alam,
dimana dunia dapat diamati tidak sekedar sebuah panggung keteraturan, dan
pengetahuan tentang alam bukan sekedar pengetahuan mengenai suatu keteraturan.
Atas dasar ini, setiap jenis wujud yang ada, bukan hanya sedang mempertahankan
wujudnya melainkan bergerak menuju suatu keadaan optimum sebagai tujuan akhir.
Dewasa ini hukum alam yang rinci seperti masa klasik dan pertengahan tidak
lagi dianggap abadi, karena kedinamisan kehidupan manusia. Namun prinsip itu tetap
ada dengan lebih umum, seperti keadilan, kejujuran, kesopanan, dan sebagainya.
Prinsip itu memiliki kestabilan, tetapi juga sebagai suatu kelonggaran untuk berubah
sesuai perkembangan zaman.
Banyak para ahli tidak bersedia menerima adanya dua macam hukum (hukum
positif dan hukum alam), yang satu telah menjadi undang-undang, dan yang lain
difikirkan sebagai hukum dasar yang lebih kuat dari undang-undang. Oleh karena itu,
para ahli senantiasa melembagakan atau memformulasi prinsip-prinsip hukum dengan
memasukkannya dalam undang-undang dengan mengadopsinya dalam kerangka yang
rasional. Dengan ini pula sebenarnya banyak pemikir menolak positivisme hukum,
tetapi sekaligus juga mengakui bahwa hukum yang benar adalah hukum positif.
Hukum alam juga merupakan hukum akal, karena dibangun oleh akal untuk
mengatur alam, disamping dialamatkan dan diterima oleh sifat rasional manusia. Ia
juga disebut hukum eternal (lex aeterna) karena telah ada sejak awal adanya dunia,
tidak diciptakan dan abadi. Akhirnya, dinamakan hukum moral karena
mengekspresikan prinsip-prinsip moralitas.
Hukum alam sebenarnya tidak dapat universal untuk segala waktu dan
keadaan, karena akal manusia akan berbeda di antara sesamanya. Ihering telah
menolak hukum alam untuk semua bangsa dan waktu karena tidak lebih baik dari
pada pemikiran bahwa penyembuhan medis harus sama untuk semua orang.
Masyarakat berbeda satu sama lain, baik dalam bentuk, karakter dan sosialnya. Oleh
karenanya hukum bagaimanapun juga merupakan produk lokal, tidak dapat diterapkan
kepada mereka secara merata. Masa depan dan kenyataan-kenyataan sosial dalam
masyarakat modern menentukan konsep-konsep hukum sehingga hukum tidak dapat
berubah.
Di sisi lain, hukum alam merupakan sumber terpenting dari material hukum.
Hukum alam sebenarnya terdiri dari prinsip-prinsip material hukum, yang tidak
bergantung pada kemauan manusia, tetapi berasal dari alam sendiri, dan merupakan
dasar hukum positif. Prinsipprinsip ini harus diterapkan kepada kehidupan sosial
melalui pembentukan teknis hukum dan pembentukan yuridis hukum.
Alam telah menuntun dan membimbing manusia untuk berlaku adil, dan
mendorong untuk menggunakan fikirannya agar tidak mengabaikan hal-hal yang
sensitif tentang manusia, sehingga keadilan akan berkembang di antara sesama
manusia. Alam juga memberikan akal budi yang tepat untuk membolehkan apa yang
baik dan mencegah sesuatu yang jahat. Oleh sebab itu, sangat tepat bahwa hukum
yang sebenarnya adalah akal budi yang baik, yang merupakan kaedah sejati dari
semua perintah dan larangan. Siapapun yang mengabaikan hukum alam, dengan
sendirinya tidak akan terwujud keadilan.
Selanjutnya Messner menilai bahwa hukum positif sebagai hukum yang secara
langsung berdasar pada hukum alam. Atau dapat juga sebagai hukum yang secara
tidak langsung berdasar pada hukum alam, yaitu sejauh hukum itu dapat berlaku dari
kekuasaan negara yang disahkan oleh hukum alam. Jadi, hukum positif yang secara
langsung berdasar pada hukum alam mewajibkan dalam batin. Menurut Messner,
termasuk juga hukum positif yang secara tidak langsung berdasar. pada hukum alam
mewajibkan dalam batin juga. Dalam hal ini, ia berbeda dengan Aquinas yang
beranggapan bahwa hukum yang terakhir ini merupakan ciptaan manusia belaka.
Bila terjadi pertentangan antara hukum positif dan hukum alam, menurut
Messner, hukum positif kehilangan berlakunya. Hal ini berarti bahwa hukum
semacam itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, dan akibatnya sanksi batin juga
lenyap
Hubungan antara hukum alam dan hukum positif, pada umumnya adalah
bahwa hukum alam “membantu hukum positif dengan menentukan apa yang patut.
Lagipula hukum alam memainkan peranan dalam menggabungkan hukum positif
dengan prinsip-prinsip kepentingan umum.
Filsafat hukum mengambil pand angan hukum yang bersifat teleologis, yang
menyatakan bahwa adanya hukum adalah untuk memenuhi maksud tertentu. Tidak
dapat disangkal bahwa setiap sistem hukum diorientasikan untuk mencapai tujuan
tertentu yang menuntut pelaksanaan. Hukum Islam adalah sistem ketuhanan yang
dinobatkan untuk menuntun umat manusia menuju kedamaian di dunia dan di akhirat.
Urusan dunia ini oleh penentu hukum dipandang dari kerangka kepentingan dunia
lain, yang lebih baik dan abadi. Ini membuktikan perbedaan antara hukum Islam dari
hukum yang dibuat manusia yang hanya membicarakan kepentingan dunia belaka.
Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sifat ini benar-benar
terefleksikan dalam setiap hukum-hukum-Nya. Jadi, rahmat merupakan inti syari'ah
dengan konsekuensi bahwa kekuasaan yang berdasarkan pada kekuatan akal semata
dicela oleh Allah. Mengatur dengan kekuatan akal bukan tujuan syari'ah, sedangkan
keadilan merupakan tujuan utama.
Keadilan menurut hukum Islam adalah perintah yang lebih tinggi, karena tidak
hanya memberikan kepada setiap orang akan haknya, tetapi juga sebagai rahmat dan
kesembuhan qalbu. Berlaku adil dianggap sebagai langkah taqwa setelah beriman
kepada Allah.88 Oleh sebab itu, hukum Islam merupakan pernyataan Allah, dan usaha
untuk menegakkan perdamaian di muka bumi dengan mengatur masyarakat dan
memberikan keadilan kepada setiap orang. Jadi, perintah dan keadilan merupakan
tujuan mendasar bagi hukum Islam. Bila diperhatikan positivisme hukum, bahwa
perintah merupakan tujuan utamanya. Ia tidak menilai lebih rinci, apakah suatu
perintahtersebut bersifat adil atau tidak. Di sisi lain, hukum alam, seperti diuraikan
oleh Friedmann, merupakan sejarah manusia mencari keadilan mutlak, dimana ke
gagalannya merupakan bukti bagi definisidefinisi yang bertentangan, dan pandangan-
pandangan yang berbeda, dalam hal 1ni, menyebabkan keadilan tidak dapat dicapai.
Teori dan konsep keadilan sebenarnya sudah dibicarakan sejak Plato hingga ke
pemikir sekarang. Kelsen berusaha mereduksi berbagai doktrin keadilan menjadi dua
bentuk dasar, yaitu rasionalistis dan metafisis. Tipe rasional sebagai tipe yang
berusaha menjawab pertanyaan tentang keadilan dengan cara mendefinisikannya
dalam suatu pola ilmiah atau quasi ilmiah. Dalam memecahkan persoalan keadilan,
tipe rasional berdasarkan pada akal. Pola ini diwakili oleh Aristoteles. Sedangkan tipe
metafisik merupakan realisasi sesuatu yang diarahkan ke dunia lain di balik
pengalaman manusia. Pola ini diwakili oleh Plato. Dalam pandangan Dewey, bahwa
keadilan tidak dapat didefinisikan. Ia merupakan idealisme yang tidak rasional.
Keadilan mutlak hanya ada pada hukum Islam yang didasarkan kepada wahyu,
dan memuat prinsip-prinsip keadilan abadi. Seseorang yang hidup menurut hukum
Islam, harus berbuat adil, tidak hanya kepada diri sendiri, tetapi juga kepada orang
lain dan alam sekitarnya. Allah berfirman dalam surat ke-42 ayat 17:
Selain itu, positivisme analitik dipisahkan dari keadilan dan etika, sementara
hukum alam hadir sebagai hukum yang ideal dan lebih tinggi untuk digunakan
sebagai standar keadilan. Akan tetapi karena hukum alam didasarkan kepada akal
yang selalu berubah, maka ia tidak dapat bertopang pada dirinya sendiri, yang
akhirnya mengalami kegagalan. Oleh karena ada pemisahan antara apa yang "nyata"
dengan apa yang "seharusnya”, maka tidak akan ada perdamaian atau titik temu antara
hukum positif dan hukum alam. Sedangkan hukum Islam mengkombinasikan hukum
sebagai ”adanya" dan hukum sebagai yang "seharusnya", sekaligus mempertahankan
perintah dan keadilan. Sebagai perintah Tuhan dan Penguasa Tertinggi, maka hukum
Islam adalah hukum positif. Oleh karena memberikan perhatian khusus kepada
keadilan, maka hukum Islam bersifat ideal. Jadi, dapat digambarkan secara tepat
sebagai hukum positif dalam bentuk ideal.
Hukum Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar
permasalahan. Hukum-hukumnya bersifat tetap, tidak berubah lantaran berubahnya
masa dan berlainnya tempat. Untuk hukum-hukum yang lebih rinci, hukum Islam
hanya menetapkan kaedah dan memberikan pedoman umum. Penjelasan dan
rinciannya diserahkan pada hasil ijtihad.
Sumber hukum pertama dan utama adalah al-Qur'an. Sebagai sumber pertama,
berarti bila seseorang mencari suatu hukum atas suatu peristiwa, maka tindakan
pertama harus mencari jawaban penyelesaiannya dalam al-Qur'anv
Selama aturan hukumnya terdapat dalam al-Qur'an, maka tidak boleh mencari
aturan hukum lain di luar al-Qur'an, Kedudukannya sebagai sumber utama, berarti
bahwa Penggunaan sumber lain harus sesuai dengan al-Qur'an, dan tidak boleh berbu
at dengan hal-hal yang bertentangan dengan al-Qur'an. Kekuatan hujjah al-Qur'an
sebagai gumber pertama dan utama yang memerintah untuk mematuhi Allah, disebut
lebih 30 kali dalam al-Qur'an.
Al-Qur'an mulai diturunkan kepada Rasul pada 17 Ramadhan tahun ke-40 dari
kelahiran Rasul (surat ke-2 ayat 185 dan surat ke-8 ayat 4). Ayat pertama diturunkan
Allah adalah pada surat ke-96 ayat 1-5. Ketika itu Rasul sedang bertahanus di Gua
Hira'. Ayat terakhir adalah surat ke-5 ayat 3, yang diturunkan kepada Rasul ketika
beliau melakukan haji wada' di Arafah dalam tahun 10 H. Keseluruhan ayat al-Qur'an
berjumlah 6226, dan diturunkan dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Turunnya Al Qur‟an secara bertahap secara filosofis adalah untuk memantapkan hati
Rasulullah dan para pengikutnya, yang dimana selama proses tersebut ada ikatan yang
kuat antara Allah dan RasulNya, dan setiap ayat hukum yang turun berkesesuaian
dengan jalan keluar dari persoalan hukum yang dihadapi ketika itu. Selain itu,
turunnya Al Qur‟an secara bertahap juga berbanding lurus dengan kondisi sosial
masyarakat pada saat itu yang sebagian besaranya tidak dapat membaca ataupun
menulis, dan hanya mengandalkan hafalan saja, yang hikmahnya adalah
terpeliharanya seluruh lafadz Al Qur‟an.
Tujuan diturunkannya Al Qur‟an kepada Rasul adalah sebagai bukti yang kuat
dan juga sebagai mukjizat, karena setiap pembawa risalah memerlukan pengakuan
yang formal dari umat, yang berbentuk sesuatu yang tidak mungkin dapat dilakukan
atau dikemukakan oleh umatnya, dan hal tersebut berupa mukjizat. Contohnya seperti
umat Nabi Musa yang terkenal dengan ilmu sihirnya, maka Allah memberikan Nabi
Musa tongkat yang dapat mengatasi kekuatan sihir umatnya. Begitu juga dengan Nabi
Muhammad yang diberikan mukjizat berupa Al Qur‟an, yang dimana masyarakat
Arab yang membanggakan keilmuan syair dan keindahan bahasanya tidak dapat
menandingi keindahan Al Qur‟an dari aspek apapun.
Fungsi Sunnah Rasul sebagai penegas, penjelas ayat ayat Qur‟an yang bersifat
global, dan perluasan hukum dari apa yang termaktub di dalam Al Qur‟an. Menurut
Syaltut, terdapat 4 fungsi Rasul, yaitu menyampaikan pesan Allah, sebagai Imam atau
pemimpin, sebagai seorang Qadhi yang menyelesaikan segala kasus hukum dan
sebagai manusia biasa yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara
yang halal dan baik.
Ijtihad menjadi suatu sarana pembaruan hukum yang diperbolehkan jika tidak
bertentangan dengan Qur‟an dan Sunnah. Hal ini diperkuat dengan dalil hadits ketika
Rasul mengutus Mu‟adz bin Jabal untuk menjadi Qadhi di Yaman. Berdasarkan hadits
tersebut, Al Tanthawi menetapkan kriteria seorang mujtahid, yaitu :
2. Metode Ma‟nawiyah
Metode ini disebut juga dengan metode ta‟lili (penentuan illat) dan metode istislahi
(pertimbangan kemaslahatan umat), dan aspeknya adalah :
Qiyas : kesesuaian sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal nilainya
(hukum) karena alasan kesamaan, dan menentukannya dengan 2 metode, yaitu
metode yang bersifat Qath‟I (pasti) dan Zhanny (dugaan)
Istihsan : memandang baik terhadap sesuatu, atau qiyas yang wajib beramal
dengannya karena illatnya berdasarkan pada pengaruh hukumnya, yang
dimana perbedaannya adalah qiyas atas dasar pengaruh hukum yang lemah,
sedangkan istihsan atas dasar pengaruh hukum yang kuat
Pertama qiyas jaly (jelas) tetapi pengaruh nya dalam mencapai tujuan syariat
lemah, ,aka dinamakan dengan qiyas.
Kedua adalah qiyas khafy ( tersembunyi ) tetapi mempunyai pengaruh yang
kuat dan inilah sebenarnya istihsan.metode istihsan dikalangan hanafi berarti bahwa
setiap aturan yang mengandung arti dari kaedah umum. Termasuk berpaling dari
keumuman nas atau „illat qiyas atau dasar istinbath karena ada dalil yang kuat yang
mengharuskan perpalingan itu. Dalil tersebut bias berupa qiyas khafi atau nas ijma‟
atau keadaan darurat.
Istihsan dalam ushul fiqh hanafi dirinci kepada empat macam, yaitu sebagai
berikut :
Istihsan dengan ijmak berarti meninggalkan qiyas, baik qiyas asal maupun
kaedah umum yang diisbathkan, jika ijmak itu menetpkan hukum yang berbeda
dengan hukum yang ditetapkan dengan qiyas, misalnya perjanjian untuk
memproduksi suatu barang. Perjanjian ini tidak boleh menurut qiyas, dan tidak boleh
menurut kaedah asal atau kaedah umum, karena merupakan jual beli tanpa barang,
akan tetapi ijmak umum dan uruf umat pada suatu masa dan tempat
membolehkannya. Ijmak dan uruf itu lebih diutamakan dari kehendak umum atau
qiyas.
Istihsan dengan qiyas khafy dilakukan karena adanya pertentangan antara dua
qiyas, apabila terjadi dua pertentangan itu maka yang diutamakan dari keduanya
adalah qiyas yang mempunyai pengaruh lebih kuat dan lebih sesuai dengan jenis „illat
yang diterapkan sebagai dasar qiyas. Misalnya sisa minuman burung buas seperti
elang garuda dan gagak adalah tidak najis. Qiyas menetapkan najis terhadap sisa
minuman burung buas itu, hukum itu ditetapkan dengan mengqiyaskannya kepada
binatang buas, dengan „illat bahwa dagingnya najis sehingga tidak boleh dimakan.
Akan tetapi jika di amati bahwa bukan hanya daging saja yang najis,
melainkan karena masuknya sesuatu kedalam sisa air minum tersebut. Najisnya sisa
minum itu karena masuknya air liur yang berhubungan dengan daging yang najis
kedalam air.inilah sifat yang mempengaruhi najisnya sisa air minum, bukan semata
mata karena najisnya daging binatang buas. Selama najis daging tidak berhubungan
dengan air melalui air liur, maka sisa minuman itu tetap tidak najis.
Dan ada pula yang menambah kepada istihsan dengan „uruf dan istihsan
dengan maslahat
Selain abu hanifah imam malik juga menggunakan istilah istihsan, istihsan
menurut imam malik didasarkan kepada teori mengutamakan realisasi tujuan syariat,
hal ini berarti bahwa penggunaan istihsan adalah didasarkan kepada mengutamakan
tujuan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan.
Imam malik mengatakan bahwa uruf dapat meninggalkan dalil yang umum,
misalnya, imam malik menolak sumpah dengan urf. Bila seseorang bersumpah tidak
akan masuk rumah maka orang itu tidk boleh masuk kedalam rumah siapapun,
termasuk masjid. Akan tetapi imam malik melakukan istihsan dengan mengkhususkan
umum lafaz itu dengan urf dan kebiasaan dalam praktek, oleh sebab itu menurut imam
malik tidak melanggar sumpahnya bila masuk masjid, karena masjid tidak ternasuk
rumah
C .Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah adalah suatu kebaikan yang tidak ada dalil tertentu yang
membatalkan atau membenarkan, dan sejalan dengan tujuan hukum Islam.Maslahat
Mursalah dapat dijadikan metode penetapan hukum apabila maslahat itu sesuai
dengan hukum Islam dan tidak bertentangan dengan al-Qur‟an dan hadist serta ijmak.
Maslahah Mursalah adalah salah satu teori hukum Islam atau bentuk
pemikiran filsafat hukum Islam. Teori ini muncul dari adanya prinsip maslahat yang
ditunjukkan oleh wahyu dan hasil ijtihad para sahabat.sebagai teori, tentu tidak
terlepas dari pro dan kontra.
Untuk memposisikan maslahah mursalah secara proporsional, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan:
4. Adanya maslahah tidak boleh lepas dari kriteria yang sudah disepakati dan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid.
Adapun kriteria maslahah itu harus sejalan dengan kehendak nas, dan tidak
berlawanan dengan nas dan ijmak, harus berstatus pasti atau degaan kuat. Maslahah
itu juga harus menempati posisi primer atau sekunder yang kedudukannya sama
primer.
Apabila dalam menyelesaikan peristiwa yang baru pada saat ini, maka
cendrung menggunakan pendekatan maqashid syari‟ah dan cendrung menggunakan
metode istislah.yang mana pendekatan maqashid ini tidak memerlukan penguasaan
bahasa Arab yang maksimal sebagaimana pendekatan kebahasaan, karena peristiwa
yang terjadi tersebut tidak terjadi pada masa nabi, sehingga tidak diungkap dalam nas,
dan tidak bisa dicari dalam nas tersebut, maka harus menggunakan metode istislah.
d. „Urf
uruf adalah bahasa arab yang berarti sesuatu yang dikenal kata yang sama
dengan urf adalah adat yang berarti pengulangan, kata urf atau ma‟ruf banyak terdapat
dalam alquran dengan pengertian yang berbeda.
Urf juga diartikan seseuatu yang dibiasaka manusia dalam urusan muamalah,
ibnu abid in mengartikan urf sebagai sesuatu yang sudah membudaya, ketetapan yang
dilakukan berulang kali dan diterima logika atau akal sesuai dengan tabiat yang sehat.
Adat adalah perbuatan dan perkataan yang digunakan secara berulang dengan
tidak menghubungkannya dengan akal. Akan tetapi, ibnu abiding mengatakan bahwa
„urf dan adat mempunyai arti yang sama. Abiding mengkategorikan pemakaian uruf
kepada tiga kelompok sebagai berikut :
3. Uruf sayr‟i seperti penggunaan kata shalat dan zakat untuk perbuatan yang
dimasudkan syara‟
e. Saddu al-Zari‟ah
Kondisi suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap fatwa dan hasil ijtihad
yang dikeluarkan oleh mufti atau mujtahid. Namun hal ini tidak berarti bahwa hukum
akan berubah begitu saja tanpa memperhatikan norma yang terdapat dalam sumber
utama hukum, yaitu al-Qur‟an dan hadits.
Ruang lingkup hukum Islam tidak sekedar hubungan antar manusia dan
manusia dengan benda, tetapi mencakup hubungan dengan Allah dan dengan alam
Urgensi bermusyawarah adalah berfikir secara maksimal pada setiap masalah
yang sedang dihadapi, dan kemudian memilih pandangan yang diajukan. Apabila
pendapat telah dikemukakan, maka sampailah pada suatu putusan. Setiap putusan
harus dilaksanakan dengan penuh tekad dan semangat serta bertawakal kepada Allah.
Anggota musyawarah terdiri dari para ahli yang sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Hal ini sejalan dengan petunjuk surat ke 4 ayat 59. Menurut
Muhammad Abduh, kata ulil amri pada ayat ini adalah Ahlu al Halli wa al Aqdi
sebagai kumpulan orang dari berbagai profesi dan keahlian yang ada dalam
masyarakat. Mereka itu para amir, para hakim, para ulama, para pemimpin militer,
semua pemimpin dan penguasa yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah
kebutuhan dan kebutuhan publik.
Pada masa Rasul, kelompok Ahlu al Halli wa al Aqdi adalah para sahabat,
yaitu mereka yang diberi tugas keamanan, pertahanan maupun urusan-urusan lain
yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.
Dalam musyawarah itu, mereka itu, mereka tetap , menjadikan Al Qur‟an dan
sunnah Rasul sebagai rujuk pertama dan utama. Kemudian setiap peristiwa hukum
yang terjadi dan berkembang harus disesuaikan penyelesaiannya dengan metode
penetapan hukum yang telah ada.