Jawab :
Pengertian hukum syariat menurut isi Al-Quran Surah Al-Ankabut ayat 45 bahwa hukum syariat
yang berisi hukum dan aturan dalam menjalani kehidupan di dunia ini, merupakan panduan yang
menyeluruh untuk mengatasi permasalahan yang ada harus mengikuti aturan yang ada dalam kitab
Al-Quran dan aturan islam bagi penganutnya. Contohnya adalah perintah membaca Al-Quran dan
perintah untuk mengerjakan sholat untuk mencegah dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, keji,
dan mungkar yang dilarang oleh Islam karena saat kita sholat berarti kita mengingat Allah dan
diharapkan kita memerhatikan apa yang kita lakukan karena Allah melihat kita.
Al-Quran Surat Al-‘Ankabut Ayat 45 صٱل َ ََصت اَم َم ْلعَيهَََ لٱلَو َر ْب َكأ ِهَ َلٱل ْر ِكذَلَو ِ َركن ْمٱلَو ِءآ َ ْش َح ْفٱل ِنَ ٰعىَ ْهنَت َٰة َو َل
َ نو َع ْن
َ َ َ ٰ َ
ََ ََ نِإ ة َو َلََ صٱلِ ِمقَ أو ِ ٰبتِ ْكٱلَنِم َْك يَ ِل إ َى ِحو أ آ م ْل تٱ
Latin: Utlu maa ụḥiya ilaika minal-kitaabi wa aqimiṣ-ṣalaah, innaṣ-ṣalaata tan-haa 'anil-faḥsyaa`i
wal- mungkar, walażikrullaahi akbar, wallaahu ya'lamu maa taṣna'ụn Artinya: "Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Ankabut:45)
A. Wajib (Fardhu)
Wajib atau fardhu merupakan status hukum yang harus dilakukan oleh mereka yang memenuhi
syarat-syarat wajibnya. Syarat wajib yang dimaksud adalah orang yang sudah mukallaf, yaitu
seorang muslim yang sudah dewasa dan berakal sehat. Jika kita mengerjakan perkara yang wajib,
maka akan mendapat pahala. Namun bila ditinggalkan maka akan mendapat dosa. Beberapa contoh
ibadah yang diwajibkan bagi umat Islam adalah shalat 5 waktu dan puasa Ramadhan. Jika dibagi
lagi, terdapat dua pembagian sifat hukum wajib, yaitu:
- Fardhu ‘ain : yaitu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim yang sudah memenuhi
syarat tanpa terkecuali seperti mengerjakan sholat 5 waktu.
- Fardhu kifayah : yaitu hal yang harus dilakukan oleh muslim mukallaf, namun jika sudah ada
yang melakukannya, maka tidak menjadi wajib lagi bagi yang lain. Contohnya adalah shalat
jenazah
B. Sunnah Sunnah
Sunnah atau sunnat adalah perkara yang dianjurkan bagi umat Islam. Artinya, jika dikerjakan maka
akan mendapatkan pahala, namun jika tidak dikerjakan tidak apa-apa. Sebagai muslim, kita sangat
dinajurkan untuk mengerjakan amalan ibadah sunnah yang jumlahnya sangat banyak sekali agar
kita bisa mendapatkan pahala. Contoh amalan sunnah yaitu sholat sunnah, puasa Senin Kamis dan
lain-lain.
Jika dibagi lagi, terdapat dua pembagian sifat hukum sunnah, yaitu :
-Sunnah mu’akad : yaitu perkara amalan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad
SAW
- Sunnah ghairu mu’akad : yaitu perkara amalan sunnah yang hanya dianjurkan saja
C. Mubah
Mubah artinya adalah boleh. Dalam Islam, mubah merupakan sebuah hukum dimana seorang
muslim boleh mengerjakan suatu perkara, tanpa mendapat pahala dan dosa. Hal ini lebih condong
pada aktivitas dan kegiatan duniawi. Contoh perkara mubah antara lain adalah makan, minum dan
lain-lain.
D. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan. Jika dilakukan tidak berdosa
namun jika ditinggalkan akan mendapat pahala. Artinya, makruh adalah perbuatan yang sebaiknya
dihindari meski jika dilakukan tidak mendapat dosa, namun sebaiknya tidak dilakukan. Contoh
perbuatan makruh adalah makan sambil berdiri atau berkumur saat sedang berpuasa.
E. Haram
Haram adalah suatu hal yang dilarang dan tidak boleh dilakukan oleh umat Islam. Haram termasuk
status hukum dimana sebuah perkara tidak boleh dikerjakan. Jika dilakukan maka akan mendapat
dosa. Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita menjauhi hal hal dan perbuatan yang haram
karena bisa mendekatkan kita dengan siksa api neraka. Beberapa contoh perbuatan haram adalah
perbuatan maksiat seperti zina, main judi, fitnah, makan dading babi, mencuri dan lain-lain yang
harus kita hindari.
Dikutip dari buku Ijtihad Maqasidi oleh A. Halil Thahir (2015), 7 macam prinsip-prinsip Islam
yang dijadikan pokok seseorang dalam berpikir, bertindah, dan sebagai berikut.
A. Prinsip Tauhid
Prinsip ini menegaskan bahwa seluruh bangunan hukum Islam adalah bermuara pada mengesakan
Tuhan, yaitu Allah SWT. Dengan prinsip tauhid, pelaksanaan suatu hukum akan bermakana sebagai
.
Artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",” (QS. Al-A’raf: 172)
B. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan memiliki makna bahwa hukum Islam yang mengatur persoalan manusia dari
berbagai aspek harus dilandaskan pada keadilan yang meliputi hubungan antara dirinya sendiri,
masyarakat, maupun dengan Allah SWT.
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)
Amar makruf nahi munkar memiliki arti hukum Islam yang ditegakkan untuk menjadikan dapat
melaksanakan hal-hal secara baik dan benar sesuai yang dikehendaki Allah SWT sehingga tidak
terjadi keburukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.”
Prinsip ini mengandung makna bahwa hukum Islam tidak ada paksaan. Artinya, manusia dapat
menolak dan menerima hukum Islam namun tetap harus bertanggung jawab akan keputusannya.
Artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
Al-Hujurat: 13)
Prisip ini menjelaskan dalam menjalani hidup ini, sesama manusia hendaknya saling tolong-
menolong, saling bahu-membahu baik dalam ranah sosial, hukum, dan lainnya. Dalam melakukan
ijtihad (penggalian hukum Islam), sebaiknya dilakukan secara jama'i (kolektif) dengan melibatkan
setiap pihak yang kompeten dalam bidangnya, serta bidang-bidang yang ada keterkaitan dengan
permasalhan yang akan dikaji status hukumnya.
Artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Prinsip toleransi menegaskan bahwa pebedaan pandangan dalam melihat sebuah hukum, karena
perbedaan teori, metode dan pendekatan yang dipakai dalam penggalian hukum Islam hendaknya
masing-masing berlapang dada menerimanya sebagai keniscayaan dalam realitas kehidupan yang
plural.
َ اختَلَفوا ِم ْن بَ ْع ِد َما َجا َءهم ْالبَ ِينَات ۚ َوأو ٰلَئِكَ لَه ْم
َ ٌعذَاب
ع ِظي ٌم ْ َو ََل ت َكونوا كَالَّذِينَ تَف ََّرقوا َو
Artinya, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang
berat.” (QS. Ali Imran: 105)
Sunnah menurut ulama maw'izhah adalah segala sesuatu yang datang dari nabi dan sahabat.
Sedangkan bid'ah adalah antonim dari sunnah, yaitu sesuatu yang tidak datang dari keduanya.
Mengutip buku Ulumul Hadis (Edisi Kedua), Abdul Majid Khon (2012), Sunnah menurut ulama
lebih bersifat umum, yaitu meliputi segala sesuatu yang datang dari Nabi dalam bentuk apapun,
baik berkaitan dengan hukum atau tidak.
Sedangkan sunnah menurut ulama ushul fiqh dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum
saja. Yang tidak berkaitan dengan hukum seperti amal mubahat, seperti makan, minum, duduk,
berdiri, jongkok, dan lain sebagainya tidak termasuk sunnah.
Jika ada pertanyaan untuk jelaskan posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an. Maka jawabannya
adalah keduanya saling terikat dan terkait. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
1. Posisi Sunnah
Posisi sunnah dalam Islam sebagai sumber hukum. Para ulama juga telah berkonsensus dasar
hukum Islam adalah Al-Qur'an dan sunnah. Dari segi urutan tingkatan dasar Islam, sunnah menjadi
dasar hukum Islam (tasyri'iyyah) kedua setelah Al-Qur'an.
2. Fungsi Sunnah
Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap Al-Qur'an. Tentunya pihak penjelas
diberikan peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan.
Teks Al-Qur'an sebagai pokok asal, sedangkan sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun
karenannya. Dengan demikian, segala uraian dalam sunnah berasal dari Al-Qur'an.
Al-Qur'an mengandung segala permasalahan secara paripurna dan lengkap, baik menyangkut
masalah duniawi maupun ukhrawi, tidak ada suatu masalah yang tertinggal. Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam Surat
maa farratnaa fil Kitaabi min shai'in summa ilaa Rabbihim yuhsharuun
Artinya: Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan
mereka dikumpulkan.
Keterangan Al-Qur'an sangat sempurna tidak meninggalkan sesuatu. Namun untuk penjelasan
secara global, perlu diterangkan secara rinci dari sunnah.
5. Jelaskan perbedaan moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak, dan kaitan antara
semuanya!
Akhlaq, Etika, Moral ,Budi Pekerti dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda,
namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan
nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan
berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila.
Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral,
tidak tahu etika , tidak berbudi pekerti atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk
dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia
sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.
Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan benar.
Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan
keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan.
Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak
boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya.
Kelima istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan
kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk, benara atau
salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi
berbeda.
Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses yang tidak
pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus
menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik dan mulia, yang
kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial
dimana manusia tinggal.
Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia
sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah
membekali manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan
mencapai drajad yang lebih mulia dari pada malaikat.
Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad binatang dan bahkan lebih sesat
lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa dibina, di
bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu
berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan
suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit.
Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan kelima istilah tersebut adalah antara
lain sebagai berikut:
Terkaitnya konsep-konsep ini adalah hal yang sangat penting. Mereka membentuk dasar perilaku
manusia dalam masyarakat dan memengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan dunia di
sekitar mereka. Mari kita lihat beberapa kaitan penting di antara mereka:
Moral dan etika melibatkan pemikiran kritis tentang apa yang benar atau salah. Moral menekankan
pedoman universal, sementara etika seringkali digunakan dalam konteks budaya tertentu. Keduanya
saling terkait dalam membentuk pandangan individu tentang tindakan yang sesuai.
Susila dan budi pekerti, meskipun bersifat lokal dan lebih terkait dengan nilai-nilai budaya, juga
memengaruhi perilaku individu. Susila mencakup prinsip-prinsip seperti kejujuran dan kesopanan,
yang merupakan bagian penting dari budi pekerti. Budi pekerti adalah upaya untuk mengajarkan
dan mendorong perilaku yang baik dalam pergaulan sehari-hari.
Akhlak mencakup dimensi spiritual dan hubungan dengan lingkungan. Ini menggambarkan
bagaimana perilaku manusia berdampak pada hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan
lingkungan. Prinsip-prinsip akhlak mencakup elemen-elemen moral dan etika yang menjadi dasar
bagi tindakan individu dalam berbagai konteks.
Dalam rangka untuk memiliki masyarakat yang seimbang dan berkelanjutan, penting untuk
memahami kaitan antara moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak. Kedua konsep ini saling
melengkapi dan bekerja bersama-sama untuk membentuk dasar perilaku manusia. Moral dan etika
memberikan pedoman universal, sementara susila dan budi pekerti menciptakan norma-norma
sosial dan etika yang diterapkan dalam konteks budaya tertentu. Akhlak, sementara itu, menyoroti
hubungan individu dengan alam semesta dan sesama manusia.
Sebagai individu dan masyarakat, pemahaman yang baik tentang perbedaan di antara konsep-
konsep ini dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih bijak, menjalani kehidupan yang
bermakna, dan menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan dunia di sekitar kita. Selain itu, ini
juga membantu kita menjaga moralitas, etika, dan nilai-nilai positif dalam interaksi sehari-hari kita.
Kesimpulan
Perbedaan antara moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak dapat terlihat jelas ketika kita
memahami karakteristik unik masing-masing konsep. Moral adalah pedoman universal, etika adalah
pemikiran kritis tentang benar dan salah, susila adalah nilai-nilai lokal, budi pekerti adalah
pendidikan karakter, dan akhlak adalah perilaku dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia,
dan lingkungan.
Ketika semua konsep ini digabungkan, mereka membentuk kerangka kerja yang kompleks untuk
perilaku manusia. Mereka saling terkait dan bekerja bersama-sama untuk membentuk pandangan
individu tentang tindakan yang sesuai dan memandu interaksi manusia dalam masyarakat. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan dan kaitan antara konsep-konsep ini, kita dapat
mengambil langkah-langkah untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut dan berkontribusi
pada masyarakat yang lebih baik
Sumber :
1. https://portalkudus.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-797305043/terjawab-jelaskan-
perbedaan-moral-susila-budi-pekerti-etika-dan-akhlak-dan-kaitan-antara-
semuanya?page=all
2. https://www.liputan6.com/quran/al-ankabut/45
3. https://fai.uma.ac.id/2023/02/15/pengertian-hukum-islam-dan-sumbernya/
4. https://www.dream.co.id/stories/prinsip-hukum-islam-secara-umum-yang-penting-
diketahui-umat-islam-2112307.html