2. Mencegah orang lain agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan. Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla
memerintahkan untuk mengumumkan had dan melakukannya di hadapan manusia.
ُ مْل ٌ َ َ ْ َْ
﴿﴾ول َيش َه ْد َعذ َاب ُه َما طاِئ َفة ِم َن ا ْؤ ِم ِن َين
“Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
(QS. An-Nur:2)
3. Hudûd adalah penghapus dosa dan pensuci jiwa pelaku kejahatan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits
Ubadah bin Shamit Ra.:
َ َّ ُ ْ ُ َ َ َأ ْ ص َاب ٌة م ْن َأ
َ ال َو َح ْو َل ُه ع َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َأ
ص َح َ ِاب ِه َب ِاي ُعَأو ِني ُ َعلى َأ ْن ُال تش ِر َك َوا ِبالل ِه ش ْيًئ ا َ
َ ْ َ ِ َ ْ ُ ُ ِ ول ُالل ِه َص َل َى ْ ُالله َعل َي ِ َه ْوُ ُسلمَأ ْ َ َ ُ ْ َ َ َ ْأ
ق َ ن َر َس
ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ُ ُ
وال تس ِرقوا وال تزنوا وال تقتلوا والدكم وال ت توا ِببهت ٍان تفترونه بين ي ِديكم و رج ِلكم وال تعصوا ِفي ْ
َ ٌ َ َ ْ ُّ
الدن َيا ف ُه َو ك َّف َارة ل ُه
َ َ
اب ِم ْن ذ ِل َك ش ْيًئ ا ف ُعو ِق َب ِفي
َ َ الله َو َم ْن َأ
َّ َ َ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َأ
َ ص
ِ وف فمن وفى ِمنكم ف جره على ٍ َم ْع ُر
“Ketika di sekeliling beliau ada sekelompok sahabatnya, Rasulullah Saw. berkata: “Berjanji setialah kamu
kepadaku, untuk tidak akan mempersekutukan Allah Azza wa Jalla dengan sesuatu apa pun, tidak akan
mencuri, tidak akan berzina, tidak membunuh anak-anak kamu dan tidak berbuat dusta sama sekali serta
tidak bermaksiat dalam hal yang ma’ruf. Siapa di antara kamu yang menepati janjinya, niscaya Allah Azza wa
Jalla akan memberikannya pahala. Tetapi siapa saja yang melanggar sesuatu darinya, lalu diberi hukuman di
dunia, maka hukuman itu adalah kaffarah (penghapus dosanya). (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Menciptakan suasana aman dalam masyarakat dan menjaganya.
Menolak keburukan, dosa dan penyakit pada masyarakat, karena apabila kemaksiatan telah merata dan
menyebar pada masyarakat maka Allah Azza wa Jalla akan menggantinya dengan kerusakan dan musibah
serta dihapusnya kenikmatan dan ketenangan. Untuk menjaga hal ini maka solusi terbaiknya adalah
menegakkan dan menerapkan hudud. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ض َّالذي َعم ُلوا َل َع َّل ُه ْم َي ْرج ُع
﴿ون َّ ﴾ظ َه َر ْال َف َس ُاد في ْال َب ّر َو ْال َب ْحر ب َما َك َس َب ْت َأ ْيدي
َ الناس ِل ُي ِذ َيق ُه ْم َب ْع َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah Azza wa
Jalla merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
RINCIAN HAD
1. HADDUZ ZINA
a. Definisi
Hubungan kelamin di luar pernikahan, termasuk mendekati perbuatan tersebut dilarang.
اًل َ َ َ َ ُ َّ َ ّ
﴿ ان ف ِاحشةً َو َس َاء َس ِبيالزنا ۖ ِإ نه ك وا ُ ﴾واَل َت ْق َر
ب َ
ِ
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu
jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra : 32)
b. Kriteria :
1. Masuknya alat kelamin ke kelamin lainnya,
2. Keharamannya subtantif, sehingga menyetubuhi istri yang menstruasi dan hewan pembahasannya
berbeda,
3. Tidak ada unsur syubhat, sehingga jika terjadi kepada orang lain yang disangka istrinya maka
pembahasannya juga berbeda.
c. Pembuktian :
1. Adanya 4 orang saksi yang menyaksikan perbauatan tersebut secara bersamaan,
2. Pengakuan kedua-belah pihak,
3. Ada tanda yang meyakinkan adanya perbuatan, misal: kehamilan, atau tes DNA,
4. Li’an yang tidak ditolak oleh istri.
d. Hukuman
1. Muhshan (sudah atau pernah menikah), hukumannya dirajam, yaitu dilempari batu sampai dengan
wafat. sebagaimana dalam sabdanya :
َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ ُأ َ ْ ُ َ ْ َ َأ
اعت َرف ْت ف ْار ُج ْم َها واغد يا نيس ِإ لى امر ِة هذا فِإ ن
“Wahai Unais, berangkatlah menemui isteri orang ini, jika ia mengaku (berzina), maka rajamlah!.”
(HR. Bukhari)
2. Ghairu Muhshan (belum menikah), hukumannya didera atau dicambuk sebanyak 100 kali
َ الله ْن ُك ْن ُت ْم تُْؤ م ُنَّ ٌ َ ْ ُ َ َئ َ َ ْ َ َ اَل َ ْأ ُ ْ ُ ْ َ َ ْأ َ ُ ُ ْ َ َّ َ ُ َ َّ
ون ِ ِ ي ف ة ِْ الزا ِنية والزا ِني فاج ِلدوا ك َّ َّل َو
اح َ ٍ ْد ِمنهآْلما ِما َة ْ َجل ْدَ ٍة ْ ۖ َو َ َت ُ َخذ َكم َ ِب ِ ٌهما َر فمْل ُْؤ ِ َ ِ ِ ِإ
ين د
ِبالل ِه واليو ِم ا ِخ ِر ۖ وليشهد عذابهما طاِئ فة ِمن ا ِم ِنين
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
(QS. An-Nur : 2)
e. Hukuman Pelaku Homoseksual
Secara rinci ada hukuman yang pernah terjadi di masa lalu, dan hukuman yang dilaksanakan sebagai had.
Maka praktek homoseksual adalah hal yang lebih buruk dan hina daripada zina, sebagaimana firman Allah
Swt.:
َ الن َساء ۚ َب ْل َأ ْن ُت ْم َق ْو ٌم ُم ْسر ُف
﴿ون
ّ
وندُ ال َش ْه َو ًة م ْن
َ جَ الر
ّ َ ﴾ َّن ُك ْم َل َتْأ ُت
ون
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِإ
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita,
malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf : 81)
Pada masa lalu ada nash yang membuktikan bahwa Allah Swt. menghukum praktek tersebut pada masa
Nabi Luth, sehingga praktek homoseksual maupun lesbi disebut sebagai “Liwath”:
1. Dibutakan matanya:
ُُ َ ُ َُ َأ َ َ ُ ﴾و َل َق ْد َر َاو ُد
﴿ض ْي ِف ِه فط َم ْس َنا ْع ُي َن ُه ْم فذوقوا َعذ ِابي َونذ ِر
َ وه َع ْن َ
“Sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami
butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.”
(QS. Al-Qamar: 37).
2. Dikirimkan suara yang keras hingga binasa:
ْ ُ َّ ُ ُ ْ َ َ َ َأ
﴿الص ْي َحة ُمش ِر ِق َين ﴾ف خذتهم
“Mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.”
(QS. Al-Hijr: 73)
2. Dibunuh:
َ اع َل َوامْل َ ْف ُع
ول ِب ِه َ ْ ُُ ْ َ
ِ وط فاقتلوا الف
ُ َ َ َ ُ ُْ َ َ ْ
ٍ َمن وجدت ُموه ي ْع َم ُل ع َم َل ق ْو ِم ل
“Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah
pelaku dan objeknya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Para ulama berbeda pendapat tentang cara membunuhnya sebagaimana pendapat adri para sahabat
Ra., sebagian berpendapat bahwa dibunuh dengan cara dibakar sebagaimana pendapat Ali bin Abi Thalib
Ra. Sebagian lain berpendapat dibunuh dengan dilemparkan dari tempat tinggi dalam posisi terbalik lalu
dilemparkan juga kepadanya batu yang besar, sebagaimana pendapat Ibnu Abbas Ra.
Ulama yang berpendapat pelaku dihukum bunuh, berdalil dengan hadis dari Ibnu Abbas Ra.:
َ ْ ُ ْ ُ ُُ ْ َ َ َ ََ َ َ َ ُ ُ ُ ْ َ َ ْ َ
وه َواق ُتلوا ال َب ِه َيمة من وجدتموه وقع على ب ِهيم ٍة فاقتل
“Siapa saja yang kalian jumpai bersetubuh dengan binatang, maka bunuhlah dia dan bunuh hewan yang jadi
korban.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibn Majah)
Pendapat ulama yang tidak perlu dibunuh dan hanya ditazir, berdalil bahwa hadits di atas diperselisihkan
kesahihannya, serta bertentangan dengan hadits lain yang sama-sama berasal dari Ibnu ‘Abbas:
َ ً َ اَل َ َأ
َم ْن تى َب ِه ْي َمة ف َح َّد َعل ْي ِه
"ُSiapa yang bersetubuh dengan binatang , tidak ada hukuman khusus untuknya.” (HR. Tirmidzi).
Pendapat kedua inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. Sehingga hukumannya diserahkan kepada
pemerintah atau disebut ta’zir. Namun kekuatan hikmah ada di pendapat pertama.
Binatang yang Menjadi Korban
Pertama, Mayoritas ulama –Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah– berpendapat bahwa binatang yang
menjadi korban tidak dibunuh. Andaipun disembelih, boleh dimakan, jika termasuk binatang yang halal
dimakan.
Kedua, pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan menilai hewan ini haram untuk dimakan.
Ketiga, Madzhab Hanbali dan sebagian syafiiyah, bahwa hewan ini dibunuh. Bahkan sebagian Syafi’iyah
menegaskan bahwa hewan itu haram dimakan, meskipun dia termasuk binatang yang halal dimakan.
Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas:
َ َ ُُ ْ َ ُ ْ ُُ ْ َ َ ْ َ ََ َ َ َ ْ َ
الب ٍه ْي َمة من وقع على ب ِهيم ٍة فاقتلوه واقتلوا
“Siapa yang bersetubuh dengan binatang maka bunuhlah dia dan hewan yang menjadi korbannya.”
Beliau menjawab:
“Saya tidak pernah mendengar keterangan dari Nabi Saw. dalam masalah ini. Namun saya lihat Nabi
membenci orang makan dagingnya atau memanfaatkan hewan ini. Dan hal itu telah diamalkan.”
2. HADDUL QADZAF
a. Definisi
Qadzaf adalah menuduh orang berbuat zina atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya. Dasarnya adalah:
b. Dalil
ْ ً اَل َ ُ َ َ ً َأ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ ُ َ مْل ُ ْ َ َ ُ َّ َ ْ َ ْأ ُ َأ
﴿ۚ وه ْم ث َما ِن َين َجل َدة َو ت ْق َبلوا ل ُه ْم ش َه َادة َب ًدا ات ثم لم ي توا ِب ربعة شهداء فاجلد
ِ وال ِذين يرمون ا حصن
َ﴾و ُِأ َٰول َك ُه ُم ْال َ ِفاس ُقون
َ
ِ ِئ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(QS. An-Nur : 4)
c. Unsur-unsur tindak pidana qadzaf
1. Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab
2. Orang yang dituduh adalah muhshan
d. Hukuman
Hukuman bagi tindak pidana qadzaf terdiri dari hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok
adalah dera 80 kali, sedangkan hukuman tambahan adalah tidak diterima kesaksiannya untuk selama-
lamanya.
Secara terminologi, ialah zat yang memabukkan dan terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang
dapat menutupi dan menghilangkan akal. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
َ ْ ْ َ ْ ْ ْ َ ُ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َأ َّ ُ ُ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ُ َّ َ َ َ َ َ َّ َأ
ان ْه ُل ال َي َم ِن َيش َر ُبون ُه ول الل ِه ﷺ عن ال ِبت ِع وهو ن ِبيذ العس ِل وك ن عاِئ شة ر ِضي الله عنها قالت سِئ ل رس
َ َ َ َأ َ ُ َّ ُ ُ َ َ ََ
اب ْسك َر ف ُه َو ح َر ٌام َ ُّ
ٍ فقال رسول الل ِه ﷺ كل شر
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw. tentang bit’u (minuman keras yang terbuat dari madu dan biasa
dikonsumsi penduduk Yaman).” Lantas Rasulullah Saw. bersabda: “Semua minuman yang memabukkan
hukumnya haram.” (HR. Bukhari)
Begitu juga dengan hadits Rasulullah Saw. dari Ibn Umar:
َ ُ َ ُ
ك ُّل ُم ْس ِك ٍر خ ْم ٌر َوك ُّل خ ْم ٍر َح َر ٌام
“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram.” (H.R. Muslim)
Secara medis, As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa khamr adalah cairan yang dihasilkan dari peragian biji-
bijian atau buah-buahan dan mengubah saripatinya menjadi alkohol dengan menggunakan katalisator
(enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisahkan unsur-unsur tertentu yang berubah melalui proses
tertentu. Minuman sejenis ini dinamakan dengan khamr karena dia mengeruhkan dan menyelubungi akal.
4. Tahap Keempat
Setelah peristiwa yang terjadi pada tahapan ketiga, terjadi kembali tragedi yang menyebabkan turunnya
ayat pengharaman khamr. Suatu ketika ‘Utbah bin Malik mengundang para sahabat untuk makan
bersama —salah satu diantaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqash— dan telah disiapkan bagi mereka
kepala onta panggang. Mereka pun makan dan minum khamr hingga mabuk. Mereka merasa bangga
dan diantaranya ada yang bersyair dengan membanggakan kaumnya dan serta menghina kaum Anshar.
Kemudian salah seorang pemuda anshar (yang merasa terhina) mengambil sebuah tulang dan memukul
kepala Sa’ad hingga terluka. Sa’adpun mengadukan kejadian tersebut kepada Rasulullah hingga turunlah
ayat:
ُ َّ َ ُ ُ َ ْ َ َ ْ َّ
وه ل َعلك ْم ٌ اب َواَأْل ْزاَل ُم ر ْج
س ِم ْن َع َم ِل الشيط ِان فاجت ِنب ُ ص َ َيا َأ ُّي َها َّالذ
َ ين َآ َم ُنوا َّن َما ْال َخ ْم ُر َوامْل َ ْيس ُر َواَأْل ْن
ِ ِ ِإ ِ
َُت ْفل ُحون
ِ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib
dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
Setelah ayat ini turun, dengan taat para sahabat melempari botol-botol khamr mereka sehingga
terpecah dan terbuang.
c. Hukuman
Peminum khamar yang telah dijatuhi vonis dan dinyatakan bersalah oleh sebuah institusi pengadilan ( Al
Mahkamah As Syar`iyah) hukumannya adalah dipukul. Walaupun selanjutnya terdapat perbedaan mengenai
jumlah pukulannya:
80 kali Pukulan, pendapat ini ialah ijtihad Khalifah Umar bin Khattab yang dipilih oleh jumhur ulama.
40 kali pukulan, pendapat ini adalah pendapat Imam Syafi’I, berdasarkan Hadits:
َّ َأ ْ َأ ّ ض َر َب في ْال َخ ْمر ب ْال َجر ْيد َو َّ َأ َّن
الن َع ِال َو َجل َد ُبو َبكر ْر َب ِع ْين
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ النبي ﷺ
ِ
“Bahwa Nabi Saw. memukul pelaku minum khamr dengan tali atau sandal, dan Abu Bakar mencambuk 40
kali.”
4. HADDUS SARIQAH
Termasuk dari usaha yang haram adalah mencuri. Yaitu mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi
dan tanpa diketahui. Perbuatan ini termasuk dari dosa besar, dan hukumannya telah ditetapkan dalam Al-
Qur’an, Hadits dan Ijma’. Allah Swt. berfirman:
َّ َ َّ َ َ َّ ُ َ َّ َ ُ َ ْ َ ُ َأ ْ َ ُ َ َ َ ً َ َ َ َ َ َ اًل
ٌ الل ُه َعز ٌيز َح ِك
﴿يم ِ ﴾والس ِارق والس ِارقة فاقطعوا ي ِديهما جزاء ِبما كسبا نكا ِّمن الل ِه ۗ و
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari
apa yang mereka ker-jakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-
Maidah : 38)
a. Syarat Sariqah
1. 2 orang saksi laki-laki yang adil menyaksian pencurian tersebut,
2. Pelaku baligh, ‘aqil, dan tidak terpaksa,
3. Barang yang dicuri mencapai Nishab, seharga seperempat dinar,
اع ًدا َ َ َْ ْ َّ َّ َال ُت ْق َط ُع َي ُد
ِ الس ِار ِق ِإ ال ِفي ُرب ِع ِدين ٍار فص
“Tidaklah dipotong tangan pencuri kecuali pada (harta senilai) seperempat dinar atau lebih.”
4. Barang yang tercuri dalam kondisi tersimpan di tempat semestinya.
5. HADDUL HIRABAH
a. Definisi
Hirabah ialah mengambil harta orang lain dengan cara kekerasan, membunuh, atau menakut-nakuti.
b. Hukuman
Pelaku hirabah dapat dilakukan oleh seorang atau kelompok tertentu, yang baligh dan berakal, baik laki-laki
atau wanita. Hanya saja Abu Hanifah berpendapat lain, bahwa pelaku hanya laki-laki yang ditindak hirabah,
sedang wanita tidak disebut hirabah sehingga ia tidak dihukum had, hanya dita'zir. Lalu harta yang diambil
tidak memiliki batasan minimal.
Ulama sepakat bahwa korban perampokan harus orang yang dijamin keselamatan jiwa dan hartanya oleh
islam, yaitu orang Islam dan dzimmiy.
Sanksi hukum hirabah adalah sebagai berikut sesuai dengan ketentuan rinci:
1. Menakut-nakuti. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad hukumannya adalah pengasingan,
durasi pengasingannya sampai ia bertaubat.
َ َ ً َأ ْ ُ َ َّ ُ َأ ْ ُ َ َّ َأ ُ َ َّ َأ َأْل َ َّ َ ُ َ ُ َ َّ ُ َ َ َ َّ
﴿صل ُبوا ْو َ تقط َع ْي ِد ِيه ْم ض فسادا ْن يقتل َوا و آْلي ون َأالل َه َ َو َر ُسول ُه ََأْلو َي ْس َع ْو ََٰن ِفي َا ْرِإ نما جزاء الذين يحارب
ٌاب َع ِظيم ُّ ﴾وَأ ْر ُج ُل ُهِ ْم م ْن خِاَل ف ْو ُي ْنف ْوا م َن ا ْرض ۚ ذل َك ل ُه ْم خ ْز ٌي في
ٌ الدن َيا ۖ َول ُه ْم في ا ِخ َر ِة َعذ ِ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai)
suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-
Maidah : 33)
2. Mengambil harta tanpa membunuh. Jumhur fuqaha mengatakan dipotong tangan kanan dan kaki
kirinya, sebagaimana QS. Al-Maidah ayat 33 di atas.
3. Membunuh tanpa mengambil harta. Menurut mayoritas ulama, hukumannya adalah dengan dihukum
mati. Sedangkan menurut Imam Ahmad, dihukum mati dengan disalib.
4. Membunuh dan mengambil harta. Mayoritas ulama mengatakan dibunuh dan disalib, tidak dipotong
tangan dan kaki. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hukumannya memiliki tiga alternatif. Pertama,
dipotong tangan dan kaki, kemudian dibunuh dan disalib. Kedua, dibunuh saja. Ketiga, disalib kemudian
dibunuh.
Sanksi hukum dapat gugur jika pelaku taubat sebelum tertangkap, seperti dalam QS. Al-Maidah ayat 34,
namun tetap mengembalikan barang rampasannya. Jika tidak mengambil harta, hanya menganiaya atau
membunuh, ia tetap diberi hukuman qishash atau diyat.
َّ َّ ْ َ ْ َأ ْ َ ْ ُ َ َ ْ ْ َ ْ َ ُ َأ
ٌ الل َه َغ ُف َ َ َّ اَّل
ٌ ور َر ِح
﴿يم ين ت ُابوا ِمن قب ِل ن تق ِدروا علي ِهم ۖ فاعلموا ن ﴾ِإ ال ِذ
kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka;
maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
6. HADDUL BUGHAT
Pemberontakan adalah pembangkangan terhadap kepala negara (imam) dengan menggunakan kekuatan
berdasarkan dalih (ta'wil), atau biasa disebut makar. Dasarnya adalah dalam ayat-ayat berikut:
1. QS. Al Hujurat : 9
َ َّ ُ َ َ ٰ َ ْ َ مْل ُْؤ َ ْ َ َ ُ َ َأ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ ُ َ َ َ ُأْل َ َو ْن َطا َف
﴿وا ال ِتي ت ْب ِغي َح َّت ٰى ل ت
ِ اق ف ى ر خ ا ى لع ام اه دح ت غب ن ف ۖ ام هن يب وا ح لِ ص ف وال تتاق ين ن م ا
ُ ْ ِئ َ ِ َ َ ٰ َأ ْ َّ َ ْ َ َ ْ َ َأ ْ ُ َ ْ َ ُِإ َ ْ َ ْ ِإ َ َأ
ِ ِ نمِ انت ِإ
َالل َه ُيح ُّب امْل ُ ْقسطين
َّ َّ
﴾ت ِفيء ِإ لى م ِر الل ِه ۚ فِإ ن فاءت ف ص ِلحوا بينهما ِبالعد ِل و ق ِسطوا ۖ ِإ ن
ِ ِ ِ
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya. Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah
antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berlaku adil.”
2. QS. Al-A’raf : 33
َ َ َّ ُ ْ ُ َأ ْ َ ْ ْ ْ َ َ َ ُق ْل َّن َما َح َّر َم َر ّب َي ْال َف َو ِاح
﴿ش َما ظ َه َر ْ ِم ْن ََها َو َم َأا َب َط َن َ ُواِإْل ث َ َم َوال َ َّبغ َي ِب اَلغ ْي ِر َ الَ َح ِ ّق َو ْن تش ِركوا ِبالل ِه َما ل ْم ُين ّ ِز ْل ِب ِه ِ ِإ
َ ﴾سلط ًانا َو ْن ت ُقولوا َعلى الله َما ت ْعل ُم
ون ُ
ِ
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan)
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."
3. QS. An-Nisa : 59
َّ َ ُ ُّ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ْ َّ ُ َ َ ُأ َأْل
وه ِإ لى الل ِه شي ٍء فرد ُ الل َه َوَأ ط
َّ ُ َ َأ ُّ َ َّ َ َ ُ َأ
يا يها ال ِذين آمن َوا َّ ِ ُطيعوا ْ ُ ْ ُ ْ ُْؤ ُ َ َّ َ ْ َ ِ ْ آْل ِ َٰ َ ِإ َ ْ ٌ َ َأ ْ َ ُ ِ َ ْأ اًل
ي ف م تع از نت ن ف ۖ م ك نمِ ر م ا يول و ولس الر وا يع ِ
ول ِإ ن كنتم ت ِمنون ِبالل ِه واليو ِم ا ِخ ِر ۚ ذ ِلك خير و حسن ت ِوي ِ والرس
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka pemberontak diberi hukuman mati.
7. HADDUR RIDDAH
Riddah adalah orang Islam yang berpaling menjadi kafir baik dengan niat, perbuatan yang menyebabkan
kekafiran ataupun dengan ucapan. Riddah dilarang oleh Allah dan kekal didalam neraka.
َّ اب
﴿ ۖ الن ِار ْ الد ْن َيا َواآْل خ َرة ۖ َوُأ َٰول َك َأ
ُ ص َح ُّ َو َم ْن َي ْر َتد ْد م ْن ُك ْم َع ْن دينه َف َي ُم ْت َو ُه َو َكاف ٌر َفُأ َٰول َك َحب َط ْت َأ ْع َم ُال ُه ْم في
ِئ ِ ِ ِ َ ُ َ َ ِ ْ ُ ِئ ِ ِِ ِ ِ ِ
﴾هم ِفيها خ ِالدون
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
(QS. Al Baqarah: 217)
Hadits juga menerangkan:
ُ َم ْن َب َّد َل د َين ُه َف ْاق ُت ُل
وه ِ
“Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR. Bukhari)
Murtad dapat terjadi dengan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan yang diharamkan Islam dengan maksud
melecehkan Islam, seperti sujud ke berhala, menginjak dan melecehkan Al-Qur’an. Selain itu, dapat terjadi
dengan ucapan, seperti jika mengatakan Allah mempunyai anak, mengaku sebagai nabi, menyebut Rasulullah
Saw. sebagai pendusta dan yang lainnya.
Hukuman
Hukuman pokok riddah adalah hukuman mati. Abu Hanifah berpendapat bahwa jika yang murtad itu wanita,
dipenjara saja sampai kembali taubat atau mati dalam penjara. Ulama sepakat bila hukuman dapat gugur
karena taubat, ia diberi hukuman pengganti secara ta'zir. Selain itu, pelaku riddah dapat dikenakan sanksi
tambahan, yaitu:
a. Penyitaan harta
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad mengatakan bahwa harta si murtad menjadi milik bersama,
tidak dapat diwariskan ke ahli waris. Tegasnya, menjadi milik negara dan masuk ke Baitul Mal.
Sementara Imam Malik mengecualikan seorang yang zindik dan munafiq, maka hartanya dapat diwarisi
oleh ahli waris Muslim. Pendapat ini didasarkan kepada tindakan nabi yang mewariskan harta orang
munafiq kepada ahli warisnya yang beragama Islam pada saat mereka (orang munafiq) meninggal.
Menurut Abu Hanifah, harta si murtad dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam. Hanya harta yang
diperoleh selama ia murtad menjadi milik negara. Namun pendapat yang benar bahwa riddah semata-
mata tidak menghilangkan hak milik dari orang murtad.
b. Hartanya Tidak diizinkan untuk Bermu’amalah
Harta orang murtad tidak sah untuk bermu’amalah dengan seorang Muslim, seperti jual-beli barang,
memberi sesuatu, menggadai sesuatu, dan lainnya.