Anda di halaman 1dari 13

KHUTBAH PERTAMA

َُ ّ ‫ّي كنَا َو َما ّل َهذَا َهدَانَا الَذّي‬


ُ‫لِلّ ا ْل َح ْمد‬ ُْ َ ‫ّللا َهدَانَا أ‬
َُ ‫ن لَ ْو َُل ّلنَ ْهتَد‬ َُ ‫لَقَ ُْد‬
ُْ‫ق َر ّبنَا رسلُ َجا َءت‬ ُّ ‫ن َونودوا ّبا ْل َح‬ ُْ َ ‫ورثْتمو َها ا ْل َجنَةُ تّ ْلكمُ أ‬ ّ ‫أ‬
‫ون ك ْنت ُْم ّب َما‬
َُ ‫ت َ ْع َمل‬

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah ini kami berwasiat pada diri kami pribadi dan
seluruh hadirin untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yaitu agar kita menjaga dan membentengi diri dari kemarahan serta
siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal ini adalah dengan
menjalankan perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta
dengan menjauhi segala larangan-Nya.

Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan


senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Di antara bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Allah Subhanahu


wa Ta’ala adalah dengan menjalankan dan menjaga amanah yang
dipikulnya. Baik amanah yang berkaitan dengan kewajiban kepada
Allah Subhanahu wa Ta’alaseperti shalat, berwudhu, membayar zakat
dan yang lainnya, maupun yang berkaitan dengan kewajiban kepada
sesama manusia. Sehingga seseorang perlu memahami bahwa
amanah itu sangat luas cakupannya. Dan amanah yang diemban oleh
setiap orang tidak selalu sama dengan yang lainnya. Namun,
semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan
Allah Subhanahu wa Ta’ala nanti atas pelaksanaan amanah yang
dipikulnya.

Hadirin rahimakumullah,

Perlu diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya


bukanlah perkara yang bisa dilakukan semudah membalik tangan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan tentang beratnya
amanah di dalam firman-Nya,

‫ضنَا ّإنَا‬ ْ ‫علَى اْأل َ َمانَ ُةَ ع ََر‬ َ ‫ت‬ُّ ‫اوا‬ َ ‫س َم‬ ُ ّ ‫ن َوا ْل ّجبَا ُّل َواْأل َ ْر‬
َ ‫ض ال‬ َُ ‫أَن فَأَبَ ْي‬
‫ن يَ ْح ّم ْلنَ َها‬ ْ َ ‫سانُ َو َح َملَ َها ّم ْن َها َوأ‬
َُ ‫شفَ ْق‬ َُ ‫َجهو ُلً َظلو ًما ك‬
َ ‫َان إّنَهُ اْ ّإلن‬
“Sesungguhnya, Kami telah menawarkan amanah (yaitu menjalankan
perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan
seluruh larangan-Nya) kepada seluruh langit dan bumi serta gunung-
gunung. Maka, semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu banyak berbuat dzalim dan
amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)

Di dalam ayat tersebut kita mengetahui, bahwa makhluk-makhluk


Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat besar tidak bersedia
menerima amanah yang ditawarkan kepada mereka. Yaitu amanah
yang berupa menjalankan syariat yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala turunkan melalui utusan-Nya. Mereka enggan untuk menerima
amanah tersebut bukan karena ingin menyelisihi Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Bukan pula karena mereka tidak berharap balasan Allah l
yang sangat besar dengan menjalankan amanah tersebut. Akan
tetapi, mereka menyadari betapa beratnya memikul amanah.
Sehingga, mereka khawatir akan menyelisihi amanah tersebut yang
berakibat akan terkena siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat
pedih. Hanya saja, manusia dengan berbagai kelemahannya, memilih
untuk menerima amanah tersebut. Sehingga kemudian terbagilah
manusia menjadi tiga kelompok.

Kelompok yang pertama adalah orang–orang yang menampakkan


dirinya seolah-olah menjalankan amanah. Yaitu dengan
menampakkan keimanannya namun sesungguhnya mereka tidak
beriman. Mereka itulah yang disebut orang–orang munafik.

Kelompok kedua adalah orang-orang yang dengan terang-terangan


menyelisihi amanah tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik
secara lahir maupun batin. Mereka adalah orang-orang kafir dan
musyrikin.

Sedangkan kelompok ketiga adalah orang-orang yang menjaga


amanah yaitu orang-orang yang beriman baik secara lahir maupun
batin.

Dua kelompok pertama yang kita sebutkan tadi akan diazab dengan
azab yang sangat pedih. Sedangkan kelompok yang ketiga yaitu
mereka yang beriman secara lahir dan batin, merekalah orang-orang
yang akan mendapatkan ampunan, serta rahmat dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam ayat
berikutnya dalam firman-Nya,

ُ‫ّب‬ َُ ‫ت ا ْلمنَافّ ّق‬


َ ‫ين للاُ ّليعَذ‬ ُّ ‫ين َوا ْلمنَافّقَا‬َُ ‫ت َوا ْلمش ّْر ّك‬ُّ ‫َوا ْلمش ّْركَا‬
َُ ‫علَىا ْلم ْؤ ّم ّن‬
َُ ‫ين للاُ َويَت‬
‫وب‬ َ ‫ت‬ ُّ ‫َان َوا ْلم ْؤ ّمنَا‬
َُ ‫ورا للاُ َوك‬ ً ‫غف‬ َ ‫َر ّحي ًما‬
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan serta orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan
sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan
perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab: 73)

Hadirin rahimakumullah,

Amanah yang berkaitan dengan menjalankan syariat


Allah Subhanahu wa Ta’ala atau ibadah ini, harus dilakukan dengan
memenuhi dua syarat. Kedua syarat tersebut sesungguhnya
merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat yang selalu kita
ucapkan. Kedua syarat tersebut, yang pertama adalah ikhlas dan
yang kedua adalah harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk hanya mengharapkan ridha


Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dalam menjalankan peribadatan
kepada-Nya. Hal ini ditandai dengan istiqamahnya kita dalam
beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik ketika sendirian
maupun ketika bersama orang lain. Sehingga kita tidak menjadi orang
yang taat ketika dilihat orang lain, namun bermaksiat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika sendirian. Janganlah kita lupa
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alamengetahui segala perbuatan dan
mengetahui seluruh yang ada di dalam hati kita. Ingatlah firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,

َ‫ون أ َ َو ُل‬ َُ َ ‫ّللاَ أ‬


َُ ‫ن يَ ْعلَم‬ َُ ُ‫ون َما يَ ْعلَم‬
َُ ‫ون َو َما يس ُّّر‬
َُ ‫ي ْع ّلن‬
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang
mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?” (Al-
Baqarah: 77)

Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu


wa Ta’ala,

Sedangkan untuk menjalankan syarat yang kedua, wajib bagi kita


untuk berilmu dulu sebelum beramal. Sehingga kita tidak boleh
seenaknya sendiri atau sekadar ikut-ikutan dalam tata cara
peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus
melakukannya dengan aturan dan tata cara yang telah ditentukan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kalau tidak
demikian, maka akan berakibat tidak diterimanya amalan kita.
Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallammemerintahkan seseorang untuk mengulangi wudhunya karena
ada bagian anggota wudhu yang tidak terkena air. Begitu pula
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk
mengulangi shalatnya karena tidak thuma’ninah ketika
menjalankannya.
Semua ini menunjukkan bahwa ibadah itu telah ditentukan aturannya
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita harus senantiasa
mengingat bahwa shalat, puasa, membayar zakat, menunaikan haji
dan yang lain-lainnya dari bentuk-bentuk ibadah adalah amanah yang
kita harus menjalankannya sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saudara-saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah,

Adapun amanah yang berhubungan dengan muamalah, yaitu yang


berkaitan dengan menjalankan kewajiban kepada sesama manusia,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk
menjalankannya dalam firman-Nya,

ُ ‫ت ت َؤدُّوا أَن يَأْمرك ُْم‬


ُ‫للاَ ّإ َن‬ ُّ ‫أ َ ْه ّل َها ّإلَى اْأل َ َمانَا‬
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa`: 58)

Sedangkan cara untuk menjalankan amanah ini, adalah dengan kita


senantiasa menginginkan agar orang lain mendapatkan kebaikan
sebagaimana kita menginginkan kebaikan itu pada diri kita. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َُ ‫ب َما ّأل َ ّخ ْي ُّه يـ ّح‬


َ‫ب َحتَى أ َحدك ُْم ي ْؤ ّمنُ ُل‬ ُُّ ‫ـح‬ ّ ‫ّلنَ ْف‬
ّ ‫س ُّه ي‬
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia
mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga seseorang yang bermuamalah dengan orang lain,
semestinya melihat dan bercermin pada dirinya. Baik dalam hal jual
beli, sewa-menyewa, bekerja pada pihak lain atau instansi tertentu,
dan yang lainnya. Yaitu dia tidak ingin memperlakukan saudaranya
dengan perlakuan yang tidak baik sebagaimana dia tidak ingin
perlakuan tersebut menimpa dirinya.

Oleh karena itu, seseorang yang menjual barang, misalnya, maka dia
harus menjualnya dengan menjaga amanah. Tidak boleh bagi
seorang penjual untuk mengkhianati pembelinya dengan berbuat
curang dalam menimbang atau menakar. Dan tidak boleh baginya
untuk berbuat dzalim dengan meninggikan harga karena si pembeli
tidak mengetahui harga atau dengan menyembunyikan kerusakan
atau cacat yang ada pada barang tersebut. Begitu pula sebaliknya,
tidak boleh bagi pembeli untuk mengkhianati penjual dengan berdusta
untuk mengurangi harga yang sesungguhnya. Atau dengan menunda-
nunda pembayaran barang yang dibelinya padahal dia memiliki
kemampuan untuk membayarnya.

Hadirin rahimakumullah,

Tidak boleh pula bagi seorang yang menyewakan tempat, kendaraan,


dan yang lainnya untuk berkhianat kepada orang yang menyewa
miliknya itu. Misalnya menipu orang yang menyewa dengan
meninggikan biaya sewanya, atau menyewakan sesuatu yang tidak
sesuai dengan yang dia tawarkan. Dan sebaliknya, tidak boleh bagi
orang yang menyewa untuk menipu sehingga biaya sewanya lebih
murah dari biaya yang semestinya, atau dia menggunakan barang
sewaannya dengan tidak hati-hati sehingga berakibat rusaknya
barang tersebut. Begitu pula orang yang bekerja pada sebuah
perusahaan. Tidak boleh baginya untuk datang dan pulang
seenaknya, tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, atau
melakukan kesibukan lain di tempat kerjanya sehingga melalaikan dia
dari tugas utamanya.

Saudara-saudaraku yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa


Ta’ala,

Termasuk dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan


pendidikan. Seorang pengajar harus berusaha menjaga amanah yang
dipikulnya. Dia harus berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi
anak didiknya. Karena terkadang anak didik lebih banyak melihat
kepada sikap dan tingkah laku pengajar daripada apa yang
disampaikan kepada mereka. Begitu pula dia berusaha
menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara yang mudah
dipahami oleh anak didiknya serta tidak memaksakan diri untuk
menyampaikan pelajaran yang belum dikuasainya yang berakibat
dirinya akan terjatuh pada perbuatan “berbicara tanpa ilmu”.
Terutama yang terkait dengan masalah agama. Semuanya harus
dilakukan dengan menjaga amanah.

Hadirin rahimakumullah,

Termasuk menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung


jawab terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan
pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin luas lingkup
kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Maka,
seorang penguasa bertanggung jawab atas warga negaranya dan
seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap bawahannya. Begitu
pula seorang suami bertanggung jawab atas keluarganya, dan
seterusnya.

Sudah semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara


keluarganya dari hal-hal yang membahayakan mereka baik yang
berkaitan dengan urusan dunia apalagi akhiratnya. Terlebih pada saat
kerusakan dan kemaksiatan tersebar di mana-mana. Sebagaimana
setiap orang tentu akan lebih berusaha menjaga hartanya ketika dia
mendengar bahwa pencurian dan yang semisalnya tengah
merajalela. Bahkan, menjaga keluarga dan anak-anaknya dari
kerusakan yang ada di sekitarnya semestinya lebih diutamakan dari
menjaga harta. Karena, melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan
munculnya generasi mendatang yang akan berbuat kerusakan di
muka bumi ini. Juga karena setiap orangtua tentunya tidak
menginginkan dirinya masuk ke dalam surga sementara anak-
anaknya diazab di api neraka. Oleh karena itu, semestinya kita
berusaha menjaga amanah ini, sehingga mudah-mudahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita semua dan keluarga
kita dari api neraka serta mengumpulkan kita dan keluarga kita di
dalam surga-Nya. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

َ ‫ذ ّريَتَه ُْم ّب ّه ُْم أ َ ْل َح ْقنَا بّ ّإي َمانُ ذ ّرُيَتهم َواتَبَعَتْه ُْم َءا َمنوا َوالَذ‬
ُ‫ّين‬
‫ن َو َمآأَلَتْنَاهم‬
ُْ ‫ع َم ّل ّهم ّم‬
َ ‫ام ّرئُ ك ُُّل ش َْىءُ ّمن‬
ْ ‫ب ّب َما‬ َُ ‫س‬ َ ‫َر ّهينُ َك‬
“Dan orang-orang yang beriman dan yang keturunan mereka
mengikuti mereka dalam keimanan, Kami kumpulkan keturunan
‫‪mereka dengan mereka di dalam surga dan Kami tiada mengurangi‬‬
‫)‪sedikitpun dari pahala amal mereka.” (Ath-Thur: 21‬‬

‫ن َج ّم ْيعًا َو َح َمانَا ْاأل َمانَ ُّة ّألَد ُّ‬


‫َاء َوإّيَاك ُْم للاُ َوفَقَنـّ َيُ‬ ‫ع ُّة ّم َُ‬ ‫اإل َ‬
‫ضا َ‬ ‫ّْ‬
‫غفَ َُر َوا ْل ّ‬
‫ـخيَانَ ُّة‬ ‫ن َو ّلـ َج ّم ْي ُّع َو ّل َو ّل ّد ْينَا لَنَا َو َ‬
‫س ّل ّم ْي َُ‬‫ه َُو ّإنَهُ ‪،‬ا ْلـم ْ‬
‫الر ّح ْيمُ الغَف ْورُ‬
‫َ‬
‫‪KHUTBAH KEDUA‬‬

‫لِلّ ا ْلـ َح ْمدُ‬ ‫ع َُد الَذّي ّ ُ‬ ‫ن َو َ‬ ‫ظ َم ُْ‬ ‫لً أ َ ْج ًرا َو َرعَا َها ْاأل َمانَ ُةَ َح ّف َُ‬ ‫‪،‬ج َِّز ْي ُ‬
‫ن َوت َ َو َ‬
‫ع َُد‬ ‫ع َها َم ُْ‬ ‫ضا َ‬ ‫ع َُد أ َ َ‬
‫عذَابًا لَهُ َوأ َ َ‬ ‫‪،‬وبّ ْيل َ‬ ‫علَى أ َ ْح َمدهُ َ‬ ‫َج ّز ْي ُّل َ‬
‫علَى ُأ َشْكرهُ ‪،‬نّعَ ّم ُّه‬ ‫سانّ ُّه تَتَاب ُّع َ‬ ‫ش َهدُ ‪،‬إّ ْح َ‬‫ن أَ ْ‬
‫للاُ إ ُلَ إلَ ُهَ ُلَ أ َ ُْ‬
‫ك ُلَ َو ْحدَهُ‬ ‫ش َهدُ لَهُ ش َّر ْي َُ‬ ‫أن َوأ َ ْ‬ ‫ع ْبدهُ م َح َمدًا َُ‬ ‫‪،‬و َرس ْولهُ َ‬ ‫ث َ‬ ‫َح َُ‬
‫علَى‬
‫َاء َ‬ ‫ن َو َحذَ َُر ْاأل َ َمان ُّة أَد ُّ‬ ‫ـخيَانَ ُّة ّم ُْ‬ ‫صلَى ‪،‬ا ْل ّ‬ ‫علَ ْي ُّه للاُ َ‬‫علَى َ‬ ‫آ ّل ُّه و َ‬
‫ص َحابّ ُّه‬ ‫سلَ َُم وأ َ ْ‬ ‫‪:‬بَ ْعدُ أَما ‪،‬ت َ ْ‬
‫س ّل ْي ًما و َ‬
‫‪Ma’asyiral muslimin rahimakumullah‬‬

‫‪Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.‬‬


‫‪Karena dengan bertakwa kepada-Nya, maka Allah Subhanahu wa‬‬
‫‪Ta’ala akan memudahkan segala urusan kita. Sebagaimana tersebut‬‬
‫‪dalam firman-Nya,‬‬

‫للاَ يَت َ ُّ‬


‫ق َو َمن‬ ‫س ًرا أ َ ْم ّر ُّه ّم ُْ‬
‫ن لَهُ يَ ْجعَل ُ‬ ‫ي ْ‬
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)

Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala di samping menyebutkan


di dalam firman-Nya perintah untuk menjalankan amanah, juga
menyebutkan kepada kita larangan untuk berbuat khianat.
Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

‫ّين يَاأَيُّ َها‬


َُ ‫للاَ لَتَخُونوا َءا َمنوا الَذ‬ َ ‫أ َ َمانَا ّتك ُْم َوتَخونوا َو‬
ُ ‫الرسو َُل‬
‫ون َوأَنت ُْم‬
َُ ‫ت َ ْعلَم‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kalian mengkhianati
amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian
dalam keadaan mengetahui.” (Al-Anfal: 27)

Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’alamemberitakan kepada kita dalam


ayat-Nya bahwa mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang
Yahudi, yang kita dilarang untuk meniru akhlak mereka. Hal ini
sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

ُْ ‫ك ي َؤ ّد ُّه ُلَ ّبدّينَارُ تَأ ْ َم ْنهُ ّإن َم‬


‫ن َو ّمنهم‬ َُ ‫علَ ْي ُّه َماد ْمتَُ ّإ ُلَ ّإلَ ْي‬
َ
”Dan di antara mereka (orang-orang Yahudi) ada orang yang jika
kamu memercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya
kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya.” (Ali ‘Imran: 75)
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan
kepada kita bahwa mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang
munafik. Sebagaimana dalam sabdanya,

ُّ ّ‫ثَلَثُ ا ْلـمنَاف‬: ‫َث ّإذَا‬


ُ‫ق آيَة‬ َُ َ‫ َكذ‬، ‫ع َُد َو ّإذَا‬
َُ ‫ب َحد‬ َُ َ‫أ َ ْخل‬، ‫ن َو ّإذَا‬
َ ‫ف َو‬ َُ ‫اؤت ّم‬
ْ
َُ ‫ َخ‬.
‫ان‬
“Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: jika berbicara berdusta, bila
berjanji tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah
mengkhianatinya.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullah disebutkan,

َ ‫صلَى‬
ُ‫صا َُم َوإّ ْن‬ َ ‫س ّلمُ أَنَهُ َو َز‬
َ ‫ع َُم َو‬ ْ ‫م‬
“Meskipun dia shalat dan puasa serta mengaku dirinya muslim.”

Hadirin rahimakumullah,

Maka, sudah semestinya bagi kita untuk berusaha menjaga amanah


yang telah kita terima. Baik yang berkaitan dengan kewajiban kita
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maupun kepada sesama
manusia. Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang yang bisa mengamalkan
ilmu yang telah sampai kepada kita dan mengambil pelajaran dari
ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita dengar. Dan mudah-
mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-
‫‪orang yang senantiasa menjaga amanah yang ada di pundak-pundak‬‬
‫‪kita.‬‬

‫ص ُّل اللَه َمُ‬ ‫علَى َو َ‬


‫س ّل ُْم َ‬ ‫ّك َ‬ ‫ع ْبد َُ‬
‫ك َ‬ ‫علَى م َح َمدُ َو َرس ْو ّل َُ‬ ‫ص َحا ّب ُّه آ ّل ُّه َو َ‬ ‫َوأ َ ْ‬
‫ض ‪،‬أ َ ْج َم ّع ْي َُ‬
‫ن‬ ‫ار َُ‬‫َن اللَه َُم َو ْ‬‫اء ع ُّ‬ ‫ن الـْخلَفَ ُّ‬
‫ش ّد ْي َُ‬‫الرا ّ‬‫ي َ‬ ‫َوع َم َُر ُبَ ْكرُ أ َ ّب ُْ‬
‫ع ّليُ َوعثْ َم َُ‬
‫ان‬ ‫َن َو َ‬‫ص َحابَ ُّة َج ّم ْي ُّع َوع ُْ‬‫ن ال َ‬ ‫سانُ لَـه ُْم َوالتَابّ ّع ْي َُ‬ ‫ّب ّإ ْح َ‬
‫ن يَ ْو َُم ّإ َُ‬
‫لى‬ ‫‪.‬ال ّد ْي ُّ‬

‫سلَ َُم أ َ ّع َُز اللَه َمُ‬ ‫ن اْ ّإل ْ‬‫س ّل ّم ْي َُ‬‫ك َوأ َ ّذ َُل َوالـْم ْ‬ ‫ش ْر َُ‬ ‫ن ال ّ‬ ‫‪.‬وا ْلـمش ّْر ّك ْي َُ‬ ‫َود َّم ُْر َ‬
‫ين أ َ ْعدَا َُء‬ ‫َك َوا ْنص ُْر ‪،‬ال ّد ُّ‬ ‫ّين ّعبَاد َُ‬ ‫ص ّلحُْ اَللَه َُم ‪.‬الم َو ّحد َُ‬ ‫أ َ ْح َوا َُل أ َ ْ‬
‫س ّل ّم َُ‬
‫ين‬ ‫ك ّإنَا اللَه َُم ‪َ .‬مكانُ ك ُّل فّي ا ْلـم ْ‬ ‫ن نَع ْوذ ّب َُ‬ ‫يَ ْخشَعُ ُلَ قَ ْلبُ ّم ُْ‬
‫س َمعُ ُلَ َودعَاءُ‬ ‫ني ْ‬ ‫شبَعُ ُلَ نَ ْفسُ َو ّم ُْ‬ ‫ن تَ ْ‬ ‫اللَه َُم ‪.‬يَ ْنفَعُ ُلَ ّع ْلمُ َو ّم ُْ‬
‫ق أ َ ّرنَا‬ ‫ارز ْقنَا َُ‬
‫حقًّا ا ْلـ َح َُ‬ ‫اط َُل َوأ َ ّرنَا اتّبَاعَهُ َو ْ‬ ‫لً اْلبَ ّ‬ ‫اط ُ‬‫ارز ْقنَا بَ ّ‬ ‫َو ْ‬
‫‪.‬اجتّنَابَهُ‬ ‫غ ُلَ َربَنَا ْ‬ ‫ن َو َه ْبلَنَا َه َد ْيتَنَا ّإ ُْذ بَ ْع َُد قل ْوبَنَا ت ّز ُْ‬ ‫ك ّم ُْ‬ ‫لَد ْن َُ‬
‫ك َر ْح َم ُةً‬‫سنَ ُةً ال ُّد ْنيَا فّي آ ّتنَا َربَنَا ‪.‬ا ْل َو َهابُ أ َ ْنتَُ ّإنَ َُ‬ ‫َو ّفي َح َ‬
‫سنَ ُةً ُاْ ّ‬
‫آلخ َر ُّة‬ ‫اب َوقّنَا َح َ‬ ‫عذَ َُ‬ ‫‪.‬النَ ُّ‬
‫ار َ‬

‫ك س ْب َح َ‬
‫انُ‬ ‫ع َما ال ّع َز ُّة َر ُّ‬
‫ب َر ّب َُ‬ ‫سلَمُ ‪،‬يَ ّصف َُ‬
‫ون َ‬ ‫علَى َو َ‬ ‫س َُ‬
‫لين َ‬ ‫ا ْلـم ْر َ‬
‫لِلّ َوا ْلـ َح ْمدُ‬
‫ب ُّ‬ ‫‪.‬ا ْلعَالَ ّم َُ‬
‫ين ر ُّ‬

Anda mungkin juga menyukai