“Berbekallah kamu, sesungguhnya sebaik-baik bekal itu adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah[2]:
197)
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba'[34]: 13).
Mudah-mudahan kita termasuk hamba yang sedikit itu. Dan cara kita mensyukuri nikmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah menggunakan nikmat-nikmat itu untuk menaati Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Didalam Al-Qur’an, dalam ayat yang kita bacakan tadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah tiap-tiap orang memperhatikan bekal apa yang akan dibawa untuk hari
esoknya.”
١٨﴿ َ﴾ َواتَّقُوا اللَّـهَ ۚ ِإ َّن اللَّـهَ خَ بِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr[59]: 18).
Didalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk bertaqwa. Dua kali
perintah, di awal ayat dan di penghujung ayat. “Bertakwalah kamu kepada Allah”, ini merupakan
pesan yang terbaik yang disampaikan oleh seorang muslim kepada muslim lainnya. Apabila
saudara kita minta nasihat kepada kita, maka wajib bagi kita untuk menasihatinya.
Kalaulah berat kita menyampaikan nasihat yang panjang, maka cukup bagi kita berkata
kepadanya, “Ya Fulan, Ittaqillah (Wahai Fulan, bertakwalah kamu kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala)”
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyampaikan pesan taqwa ini kepada NabiNya:
Demikian pula Nabi berpesan kepada kita semua di dalam sabda beliau:
ٍ ُاس ب ُخل
ق َح َس ٍن َ َّوخَالق الن
ِ ،ق هَّللا َ َح ْيثُ َما ُك ْنتَ وَأ ْتبِ ِع ال َّسيَِّئةَ ْالحسنةَ تَ ْم ُحهَا
ِ َّات
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan iringilah keburukan itu dengan
kebaikan niscaya akan menghapusnya, dan bergaullah kamu kepada manusia dengan akhlak
mulia.” (HR. Tirmidzi).
Dalam hadits ini Nabi berpesan kepada umatnya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Maka pesan taqwa ini adalah pesan yang paling banyak kita dapatkan di dalam Al-
Qur’an. Diantaranya ayat yang sering kita baca:
Pertama, sebenar-benar taqwa seperti yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Yaitu bertaqwa kepada Allah pada saat kita sedang sendirian maupun ditengah keramaian.
Ketika kita seorang diri maupun kita berada di tengah-tengah sahabat-sahabat/teman-teman kita.
Inilah hakikat taqwa yang sebenar-benarnya. Taqwa tanpa memandang tempat dan kondisi,
dimanapun kita berada, baik ada yang memantau dan melihat kita maupun tidak, kita tetap
menjaga taqwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ق تُقَاتِ ِه
َّ ( َحsebenar-benar taqwa) itu bertakwa kepada Allah, menjaga hukum-hukum Allah, agama Allah,
menjaga halal dan haram, baik pada saat kita senang maupun susah, lapang maupun sempit, miskin
maupun kaya. Di sana ada sebagian orang yang bertakwa kepada Allah hanya pada saat-saat dia lapang.
Ketika Allah memberikan kelapangan rezeki, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan
usaha dan urusannya, maka diapun bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi ketika Allah
Subhanahu wa Ta’ala beri kesempitan, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menahan sebagian rezekinya,
ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mencobanya dengan musibah dan kesulitan, maka taqwanya pun
hilang. Atau sebaliknya, ketika dia diuji dengan kesulitan, ketika dia diuji dengan kesempitan, ketika dia
diuji dengan kemiskinan, dia bertakwa kepada Allah. Dia rajin ke masjid, , mondar-mandir berdoa kepada
Allah, merintih sambil menangis. Tapi ketika Allah beri kelapangan, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala
beri kekayaan, Allah gelontorkan rezeki dan nikmat kepadanya,. Dia lupa masjid, dia lupa ketaatan, dia
lupa segala amal shalih yang dia lakukan dahulu waktu dia miskin. Dia lupa berdoa kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Padahal waktu miskin dulu dia rajin berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sekarang dia sudah kaya dan dia lupa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Taqwa ini adalah sebaik-baik bekal kita untuk menghadapi alam-alam berikutnya. Taqwa inilah
yang menjaga kita. Karena hakikat taqwa itu adalah menjaga agama Allah, batasan-batasan
Allah, halal haram, perintah dan larangan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah bahwa taqwa kepada Allah itu diwujudkan dengan tiga hal:
Pertama, engkau beribadah kepada Allah, beramal, berbuat, maka tidak mungkin taqwa dengan
berpangku tangan, tidak mungkin taqwa hanya dengan menganggur, tidak beribadah, tidak
beramal shalih.
Kedua, dengan bimbingan cahaya ilmu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu bahwa taqwa
identik dengan ilmu. Tidak dikatakan taqwa orang yang menjauh dari ilmu. Orang yang malas
menuntut ilmu tidak bisa dikatakan dia orang yang bertaqwa.
Ketiga, semata-mata karena kamu takut kepada adzab Allah, yaitu dengan niat yang ikhlas.
Dengan mengikhlaskan ketaatan-ketaatan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah definisi
taqwa yang terbaik yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Terangkum padanya tiga
perkara, yaitu amal ibadah, ilmu dan keikhlasan kita di dalam mengerjakan seluruh amal-amal
shalih tersebut.
Mudah-mudahan kita menjadi hamba yang beruntung pada hari kiamat yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala masukkan ke dalam surga yang luas yang lebarnya selebar langit dan bumi.
ْ ُأ ِع َّد
َت لِ ْل ُمتَّقِين
Dan hanya orang yang bertaqwa yang akan mendapatkan kesudahan yang baik.
“Kesudahan yang baik (happy ending), hanyalah milik orang-orang yang bertaqwa.”
Tentunya kita ingin bahagia di akhir, bukan bahagia di awal tapi menderita dan sengsara di akhir.
Kita ingin bahagia tanpa batas, dunia dan akhirat. Baik di alam dunia maupun Alam barzakh,
alam akhirat yang tentunya masanya lebih panjang daripada alam dunia.
Kita ingin bahagia yang hakiki, bahagia tanpa batas yang tidak terbatas dengan kematian. Itulah
bahagia yang dimiliki oleh orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang yang bertaqwa yang akan
mendapatkan kenikmatan yang hakiki dan abadi.