Anda di halaman 1dari 42

TAWAKAL

Oleh: Muhammad Shalih Al-Munajjid

Mukadimah

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam tercurahkan kepada
pemimpin para nabi dan rasul, nabi kita Muhammad, beserta keluarganya dan seluruh para
shahabatnya.

Amma ba’du. Tulisan tentang tawakal adalah seri kedua dari seri amalan-amalan hati,
yang dengan izin Allah, saya bisa menyampaikannya dalam dauroh ilmiah. Dalam mempersia
pkannya, saya dibantu oleh tim ilmiyah dari Zaad Group, dan hari ini, materi tersebut
berusaha untuk dibukukan menjadi sebuah materi yang dapat disebarluaskan.

Tawakal kepada Allah merupakan sebuah kedudukan yang mulia dan memiliki
dampak yang sangat luar biasa. Tawakal termasuk tuntutan iman yang paling agung, amal
yang paling utama dan ibadah yang mendekatkan kepada Dzat yang Maha Pengasih.
Merupakan tingkatan tauhid kepada Allah L yang paling tinggi. Sesungguhnya seluruh
perkara tidak akan berhasil kecuali dengan tawakal kepada Allah K dan memohon
pertolongan-Nya.

Pembahasan kami dalam kitab kecil ini adalah menjelaskan makna tawakal,
hakikatnya, perbedaan antara tawakkul dan tawâkul, kemudian kami sebutkan beberapa
faedahnya, perkara-perkara yang menghilangkannya dan kami tutup dengan menyebutkan
kisah-kisah sederhana dari orang-orang yang bertawakal.

Kami memohon petunjuk dan kebenaran kepada Allah K. Semoga shalawat dan salam,
senantiasa Allah curahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh para
shahabatnya.

Muhammad Shalih Al-Munajjid


Urgensi Tawakal

Said bin Jubair T berkata, "Bertawakal kepada Allah adalah mengumpulkan seluruh iman."1

Ibnul Qayyim T berkata, "Tawakal merupakan separuh agama, separuhnya lagi adalah inabah
(taubat). Sesungguhnya agama adalah isti’anah (meminta pertolongan) dan ibadah. Tawakal
adalah meminta pertolongan, sedangkan inabah adalah ibadah.

Cakupan tawakal sangat luas dan komprehensif. Akan senantiasa ada orang-orang yang
mencapai kedudukan tersebut karena begitu luasnya tawakal dan karena begitu banyaknya
kebutuhan makhluk di alam semesta."2

Tawakal berkaitan dengan segala hal, baik kewajiban-kewajiban, sunah-sunah dan hal-hal
mubah. Bahkan berkaitan dengan para pelaku kemungkaran terhadap Allah K, lalu mereka
bertawakal kepada-Nya dalam mencapai tujuan mereka.

Begitu juga, karena kebutuhan manusia sangatlah banyak, maka mereka harus bertawakal
kepada Allah dalam memenuhi kebutuhannya.

Ibnul Qayyim T berkata, "Seandainya seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan
sebenar-benar tawakal untuk menghilangkan sebuah gunung di suatu tempat lalu gunung itu
diperintahkan untuk menghilang niscaya akan hilang gunung itu. "3

Maka, seorang muslim tidak menganggap tawakal kepada Allah dalam semua amalannya
sebagai perkara yang sunnah, justru ia menganggap tawakal kepada Allah dalam seluruh
amalannya merupakan kewajiban agamanya.

Ibnul Qayyim T berkata, "Tawakal mencakup tingkatan bersandar (kepada Allah), isti’anah
dan ridha. Tawakal tidak akan terwujud tanpa salah satu dari tiga hal itu. "4

Syeikh Sulaiman bin Abdillah bin Muhammad bin Abdul Wahhab T berkata, "Pokok segala
sesuatu yang mencakup berbagai ibadah adalah: tawakal kepada Allah, tulus mendatangi-
Nya, bersandarnya hati kepada-Nya, dan murni ikhlas, lalu terakhir mewujudkan tauhid yang
membuahkan seluruh kedudukan mulia berupa cinta, rasa takut, rasa harap dan ridha kepada
Allah sebagai Rabb dan Ilah, serta ridha dengan ketetapan-Nya. Bahkan mungkin saja
tawakalnya seorang hamba menghasilkan kelezatan terhadap bencana lalu menganggapnya
1
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, (7/202)
2
Madarijus Salikin, (2/113)
3
Ibid, (1/81)
4
Ibid, (1/136)
sebagai sebuah kenikmatan. Maka maha suci Allah yang memberikan keutamaan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Allah maha memiliki keutamaan dan keagungan. "5

5
Taisir Al Aziz Al-Hamid, hal. 86
Pengertian Tawakal

Tawakal Menurut Bahasa:

Ada yang mengatakan: dia mewakilkan kepada Allah lalu bertawakal atas-Nya. Ittakala ‫اتَّ َك َل‬
(mempercayakan): menyerahkan kepada-Nya, dan tawakkala bil amri ‫( توكل باألمر‬mewakilkan
urusan itu) : jika ia menanggung urusan itu.

Saya tawakal (mewakilkan) urusanku kepada fulan: saya bersandar kepadanya dalam urusan
ku.

Fulan tawakal (mewakilkan) fulan: Jika dirinya tidak mampu melakukan suatu urusan, atau
dia percaya kepadanya untuk mengerjakan urusannya.

Urusan itu ditawakalkan kepadanya: di serahkan kepadanya.6

Maka, tawakal adalah menampakkan kelemahan dan bersandar kepada yang lain.

Tawakal Menurut Istilah:

Para ulama memiliki beberapa pengertian tentang tawakal, di antaranya:

Ibnu Rajab T berkata, "Kejujuran hati bersandar kepada Allah K dalam mencari kemanfaatan,
dan mencegah kemudaratan, baik dalam perkara dunia maupun akhirat seluruhnya."7

Al-Hasan T berkata, "Sungguh tawakalnya seorang hamba kepada Rabbnya adalah


mengetahui bahwa Allah adalah yang dipercayainya."8

Az-Zubaidi T berkata, "Tawakal adalah percaya dengan apa yang ada di sisi Allah dan putus
asa dari semua apa yang ada di tangan manusia. "9

Ibnu Utsaimin T berkata, "Tawakal adalah kejujuran hati bersandar kepada Allah K dalam
meraih kemanfaatan dan mencegah kemudaratan, disertai melakukan sebab-sebab yang Allah
perintahkan. "10

Pengertian tawakal ini merupakan definisi yang sangat bagus dan komprehensif.

6
Lisanul Arab, (11/734)
7
Jami' Al-‘Ulum wa Al-Hikam, hal. 436
8
Ibid, hal. 437
9
Tâj Al-‘Urus, bab: wakala ‫وكل‬
10
Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, (1/63)
Hakikat Tawakal

Hakikat tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah disertai melakukan sebab-sebab,
serta sepenuhnya yakin bahwa Allah adalah Maha Pemberi Rezeki, Maha Pencipta, Maha
Hidup dan Maha Mematikan, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya dan
tidak ada Rabb kecuali Dia.

Tawakal lebih umum daripada isti’anah (memohon pertolongan). Sesungguhnya isti’anah


adalah meminta Allah untuk menolongmu dalam melakukan suatu perkara.

Sedangkan tawakal mencakup di dalamnya isti’anah, maka kamu bertawakal kepada Allah
agar menolongmu atas urusan-urusanmu. Tawakal juga lebih luas dan lebih menyeluruh dari
itu, mencakup di dalamnya tawakal kepada Allah dalam meraih kemanfaatan dan mencegah
kemudaratan, dan lain-lain.

Ibnu Taimiyah T berkata, "Tawakal mencakup kepercayaan kepada Allah, agar Allah
menolongnya atas urusan yang dikerjakan. Dan percaya kepada Allah, agar Allah
memberinya sesuatu yang tidak dimampui seorang hamba. Adapun isti’anah hanya pada
amalan-amalan, sedangkan tawakal lebih umum daripada itu. Tawakal dilakukan untuk
mendapatkan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan. Allah berfirman:

ْ ُ‫ُوا َمٓا َءات َٰىهُ ُم ٱهَّلل ُ َو َرسُولُهُۥ َوقَال‬


ۡ َ‫ي ُۡؤتِينَا ٱهَّلل ُ ِمن ف‬f‫بُنَا ٱهَّلل ُ َس‬f‫وا َح ۡس‬
‫ولُهُۥٓ ِإنَّٓا‬f‫لِ ِهۦ َو َر ُس‬f‫ض‬ ْ ‫َولَ ۡو َأنَّهُمۡ َرض‬
٥٩ َ‫ِإلَى ٱهَّلل ِ ٰ َر ِغبُون‬
“Dan sekiranya mereka benar-benar ridha dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh
Allah dan Rasul-Nya, dan berkata, “Cukuplah Allah bagi kami, Allah dan Rasul-Nya akan
memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya kami orang-orang yang
berharap kepada Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 59)

Maka, tawakal dilakukan untuk mendapatkan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan,


sedangkan isti’anah dilakukan dalam peribadahan. Tawakal lebih umum daripada isti’anah.
Allah telah menghimpun dua persoalan mendasar ini dalam firman-Nya:

ُ ‫ِإيَّاكَ ن َۡعبُ ُد َوِإيَّاكَ ن َۡست َِع‬


٥ ‫ين‬
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.” (QS. Al-Fatihah [1]: 5)

Maka, dalam ayat ini mencakup ibadah, isti’anah dan tawakal kepada-Nya saja tanpa
menyekutukan-Nya.
Asy-Syarif Al-Murtadha berkata,

Jika engkau khawatir pada sesuatu, kembalikanlah kepada Rabb, niscaya engkau akan
dijaga yang Maha Menjaga

Jangan pernah takut pada sesuatu setelah menyerahkannya pada Allah, Dia-lah tujuan dan
asalnya

Jadilah orang yang hanya tunduk pada ketentuan Allah saja, engkau akan tetap bersyukur
meskipun angan-anganmu berbeda dengan kehendak-Nya

Sungguh Aku jamin kesuksesan bagi siapa saja yang malamnya tidak berlalu kecuali
memohon pertolongan hanya kepada-Nya

Jika perkara-perkara lain yang tidak pernah kamu harapkan menimpamu, maka bersyukurlah
kepada Allah, janganlah takut pada sesuatu pun. Jika kamu telah menyerahkan urusan kepada
Allah, dan telah bertaubat dengan menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya, ketika itulah
niscaya Allah akan menolongmu dan menguatkanmu.

Menempuh Sebab-Sebab

Sesungguhnya tawakal kepada Allah bukan berarti tidak menempuh sebab-sebabnya.


Tawakal bersandar pada dua hal: yakin kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, disertai
menempuh sebab-sebabnya.

Hanyasaja yang perlu dicermati di sini adalah tidak boleh bergantung pada sebab-sebab itu.
Hendaknya seorang hamba mengetahui bahwa menempuh sebab-sebab merupakan sunnah-
sunnah kauniyah (hukum alam) yang harus ditempuh, sedangkan manfaat dan mudarat adalah
ketentuan Allah saja.

Ibnul Qayyim T berkata, "Inti dan hakikat tawakal adalah bersandarnya hati hanya kepada
Allah. Secara langsung sebab-sebab itu tidak membahayakan, tatkala hatinya tidak berpangku
dan bersandar kepada sebab-sebab tersebut"11

Inilah perbedaan antara orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal,
dengan orang yang bertawakal kepada Allah hanya pengakuan lisan saja. Sesungguhnya
11
Al-Fawaid, hal. 87
luputnya sebab-sebab tidak berarti sama sekali bagi orang-orang yang bertawakal dengan
sebenar-benar tawakal. Karena ia mengetahui bahwa Allah yang menjadi sandarannya adalah
kekal dan tetap ada.

Sedangkan orang yang bertawakal hanya sekedar pengakuan, jika sebab-sebab yang
ditempuhnya mengalami kegagalan sehingga ia pun gagal, maka tawakal dan bersandarnya
kepada Allah pun melemah.

Nabi N pun menempuh sebab-sebab tersebut:

Nabi N adalah orang yang paling kuat tawakalnya kepada Allah. Meskipun demikian,
beliau tetap menempuh sebab-sebab yang beragam dalam berbagai peristiwa yang
dialaminya. Hal ini untuk menjelaskan kepada umatnya bahwa menempuh sebab-sebab, tidak
menafikan tawakal.

Nabi N tampak mengenakan dua lapis baju besi, yaitu dua lapis baju besi sekaligus.
Dari As-Sâib bin Yazid A, "bahwa Rasulullah N tampak mengenakan dua lapis baju besi saat
perang Uhud."12 "Lalu dikenakan pada umatnya N."13

Beliau juga mengenakan helm perang di kepalanya. Dari Anas bin Malik A,
"sesungguhnya Rasulullah N memasuki Mekah ketika Fathu Mekah sedangkan beliau
mengenakan helm perang".14

Ketika perjalanan hijrah, beliau mengangkat seorang penunjuk jalan untuk menuntun
jalannya, lalu menghapus jejaknya, keluar di waktu yang tidak disangka oleh kebanyakan
manusia, dan pergi melewati jalan yang tidak biasa dilewati oleh manusia.

Semua ini merupakan bagian dari menempuh sebab-sebab, dan mengajarkan kepada
umatnya, bahwa menempuh sebab-sebab merupakan bagian yang sangat penting, dan sesuatu
yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang muslim yang bertawakal.

Dari Umar bin Al-Khatthab A bahwa Rasulullah N bersabda:

‫ﺎﺻﺎ ﻭََﺗ ُﺮﻭﺡُ ﺑِﻄَﺎﻧًﺎ‬ ‫ﻤِﺧ‬ ِِ ِ


ً َ ‫ﻟَ ْﻮ َﺃﻧَّ ُﻜ ْﻢ ُﻛْﻨﺘُ ْﻢ َﺗ َﻮ َّﻛﻠُﻮﻥَ َﻋﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪ َﺣ َّﻖ َﺗ َﻮ ُّﻛﻠﻪ ﻟَُﺮﺯِ ْﻗﺘُ ْﻢ َﻛ َﻤﺎ ﻳُْﺮﺯَﻕُ ﺍﻟﻄَّْﻴ ُﺮ َﺗ ْﻐ ُﺪﻭ‬
12
HR. Ahmad, no. 15760, dan dishahihkan oleh Syu'aib Al-Arnauth.
13
HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, no. 7028.
14
HR. Al-Bukhari, no. 1749.
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal niscaya kalian
akan diberi rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki, berangkat pagi-pagi dalam
keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang. "15

Hadits ini menjelaskan pentingnya menempuh sebab-sebab. Maka burung pun yang
rezekinya ditanggung oleh Allah tidak berdiam diri di sangkar menunggu rezekinya. Namun
sang burung pergi di pagi hari -pagi yang petang- dalam kondisi lapar untuk mencari rezeki.
Maka Allah memenuhi keinginannya, lalu kembali ke sangkar-sangkarnya dalam keadaan
sudah kenyang.

Perlu diperhatikan oleh seorang muslim ketika menempuh sebab-sebab tersebut,


hendaknya sebab-sebab itu diperbolehkan secara syar'i. Kami melihat sebagian manusia
menyuap para petugas untuk menunaikan maslahat-maslahatnya, lalu berkata: ini merupakan
bagian dari tawakal. Dan seorang murid yang menyontek ketika ujian lalu berkata: ini
merupakan bagian dari tawakal. Ini semua sama sekali bukan merupakan bagian dari tawakal,
justru ini menghapuskan dan menghilangkan tawakal. Karena seandainya dia benar-benar
tawakal kepada Allah, dia tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar syariat-Nya.

Perbedaan Antara Tawakkul (‫ )التَ َوكل‬dan Tawâkul (‫)التواكل‬

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tawakal harus disertai dengan


menempuh sebab-sebab, jika tanpa disertai dengan menempuh sebab-sebab disebut dengan
tawâkul, yang sama sekali bukan bagian dari syariat Allah.

Sebagaimana dikatakan: “Barangsiapa yang meninggalkan tawakal maka dia telah


menciderai tauhid, dan barangsiapa yang tidak mau menempuh sebab-sebab maka dia telah
menciderai akalnya.”

Adapun tawâkul adalah salah satu penyebab kelemahan umat ini. sebagai contoh, ada
seseorang yang duduk berdiam diri di rumah menunggu rezekinya, enggan untuk bergerak,
sembari berkata: “saya sedang bertawakal kepada Allah.”

Contoh lainnya, ada orang-orang yang menunggu pertolongan Allah atas musuh-
musuhnya, tanpa melakukan persiapan untuk perang, baik ilmu maupun kekuatan.

15
HR. At-Tirmidzi, no. 2344, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak-nya, (4/354) dan berkata: sanadnya
shahih namun belum ditakhrij.
Dari Ibnu Abbas H, Ia berkata, "Penduduk Yaman sedang manasik haji tanpa
perbekalan, mereka berkata, “kami bertawakal.” Ketika memasuki Mekah mereka bertanya-
tanya kepada manusia. Maka Allah menurunkan ayat:

١٩٧ …‫خَي َر ٱل َّزا ِد ٱلتَّ ۡق َو ٰ ۖى‬ ْ ‫… َوتَ َز َّو ُد‬


ۡ ‫وا فَِإ َّن‬
“…Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…” (QS. Al-
Baqarah [2]: 197.16

Lihatlah bagaimana Allah mengingkari pengakuan tawakal mereka. Mereka tidak


menyiapkan bekal apapun yang bisa membantu mereka dalam urusan manasik haji.

Maksudnya di sini, bukan berarti manusia terbebani dalam menempuh sebab-sebab, dan
memikul sesuatu yang tidak di mampui. Namun terkadang cukup melakukan sebab yang
mudah dan ringan. Kami memiliki bukti dalam hal yaitu kisah Maryam. Ketika Allah
memerintahkannya untuk menggoyang batang pohon (kurma) supaya buah kurmanya jatuh
kepadanya,

ِ ‫ع ٱلنَّ ۡخلَ ِة تُ ٰ َسقِ ۡط َعلَ ۡي‬


٢٥ ‫ك ُرطَبٗ ا َجنِ ٗيّا‬ ۡ ِ ‫ي ِإلَ ۡي‬
ِ ‫ك بِ ِجذ‬ ٓ ‫َوهُ ِّز‬
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam [19]: 25)

Terkadang ada sebagian yang heran lalu berkata, Ia adalah perempuan yang lemah, yang
sedang hamil, bagaimana Ia menggoyang pohon yang kuat dan kokoh ini supaya buah kurma
jatuh kepadanya.

Kami jawab: benar, sesungguhnya Allah K ingin mengajari kita dari kisah seorang
perempuan ini (Maryam) akan pentingnya menempuh sebab-sebab. Walaupun sebab-sebab
tersebut lemah. Sesungguhnya Maryam ini adalah perempuan shalihah yang waktu itu tidak
memiliki daya upaya kecuali melakukan sesuatu yang lemah ini. Namun ketika dia
bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, lalu menempuh sebab yang ringan
tersebut, maka Allah memberikan apa yang diinginkannya dan menghantarkan kepadanya.

Tawakallah kepada Yang Maha Pengasih dalam setiap keperluan, niscaya kelemahan tidak
akan menghalangimu kapan pun engkau meminta

Tidak kah engkau tahu bahwa Allah berkata pada Maryam, ‘Hendaknya kamu (Maryam)
menggoyang pohon kurma itu niscaya akan jatuh buahnya’

16
HR. Al-Bukhari, no. 1523.
Walau Ia bisa saja menjatuhkan kurma tanpa digoyang pohonnya, namun segala sesuatu
harus ada sebabnya.17

Sangat mungkin Allah menjatuhkan buah kurma tanpa sebab apapun. Akan tetapi,
ketika sebab sunnah kauniyah (hukum alam) telah terjadi, yaitu perintah untuk menggoyang
batang pohon kurma tersebut.

Seandainya seseorang tidak memungkinkan melakukan berbagai sebab, maka jangan


lupa bahwa sebab yang paling besar dan kuat untuk dilakukan adalah berdoa dan meminta
pertolongan kepada Allah K.

Hukum Tawakal

Sesungguhnya tawakal termasuk kewajiban yang paling besar.

Ibnu Taimiyah T berkata, "Sesungguhnya tawakal kepada Allah termasuk kewajiban yang
paling besar. Sebagaimana kewajiban untuk ikhlas kepada Allah. Sungguh, Allah telah
memerintahkan untuk bertawakal dalam banyak ayat, sehingga lebih agung daripada perintah
untuk berwudhu dan mandi ketika junub. Dan Allah juga melarang untuk bertawakal kepada
selain-Nya."18

Bahkan tawakal merupakan syarat iman. Hal itu dipahami dari firman Allah:

٢٣ َ‫… َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَت ََو َّكلُ ٓو ْا ِإن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمنِين‬
“…Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Al
Maidah [5]: 23).

Dengan demikian, jika tawakal telah sirna maka iman pun ikut sirna.

Tawakal merupakan salah satu unsur pembangun tauhid ilahiyah, sebagaimana hal itu
ditunjukkan dalam firman-Nya:

ُ ‫ِإيَّاكَ ن َۡعبُ ُد َوِإيَّاكَ ن َۡست َِع‬


٥ ‫ين‬
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.” (QS. Al Fatihah [1]: 5)

17
Bahjatul Majalis wa Unasul Majalis, (1/26).
18
Majmu' Al-Fatawa, (7/16)
Ayat-ayat mengenai keutamaan dan anjuran untuk bertawakal:

Lafal tawakal termaktub di dalam Al-Qur'an sebanyak 42 tempat. Terkadang lafal


tawakal ditulis dengan lafal mufrod dan jamak, terkadang ditulis dengan bentuk fiil madhi
(lampau), fiil mudhori' (sedang) dan fiil amr (perintah). Seluruhnya bermakna bergantung dan
bersandar kepada Allah, serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya.

Gaya bahasa Al-Qur'an dalam menjelaskan keutamaan dan anjuran sangat beragam. Berikut
ini beberapa macam bentuk gaya bahasanya:

a. Perintah Allah K kepada nabi-Nya N untuk bertawakal kepada-Nya.

Secara khusus Allah K memerintahkan nabi-Nya N untuk bertawakal kepada-Nya dalam


beberapa ayat Al-Qur'an seperti dalam firman-Nya:

ِ ِ‫ق ۡٱل ُمب‬


٧٩ ‫ين‬ ِّ ‫فَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۖ ِ ِإنَّكَ َعلَى ۡٱل َح‬
“Maka bertawakallah kepada Allah, sungguh engkau (Muhammad) berada di atas
kebenaran yang nyata.” (QS. An-Naml [27]: 79)

١٢٣ …‫ٱعب ُۡدهُ َوت ََو َّك ۡل َعلَ ۡي ۚ ِه‬


ۡ َ ‫…ف‬

“…Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya…” (QS. Hud [11]: 123)

ُ ‫َوت ََو َّك ۡل َعلَى ۡٱل َح ِّي ٱلَّ ِذي اَل يَ ُم‬
ِ ‫وت َو َسب ِّۡح بِ َحمۡ ِد ِهۦۚ َو َكفَ ٰى بِ ِهۦ بِ ُذنُو‬
٥٨ ‫ب ِعبَا ِد ِۦه َخبِيرًا‬
“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan
memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-
Furqan [25]: 58)

ۡ‫ف ع َۡنهُم‬ ۡ ffَ‫ك ف‬


ُ ‫ٱع‬ َ ۖ ffِ‫وا ِم ۡن َح ۡول‬
ْ ff‫ض‬ ُّ َ‫ب لَٱنف‬ ِ ‫ظَ ۡٱلقَ ۡل‬ff‫ا َغلِي‬ffًّ‫و ُكنتَ فَظ‬ff ۡ َ‫ة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُمۡ ۖ َول‬ff
ٖ ‫فَبِ َما َر ۡح َم‬
١٥٩ َ‫او ۡرهُمۡ فِي ٱَأۡلمۡ ۖ ِر فَِإ َذا َعزَ مۡ تَ فَت ََو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحبُّ ۡٱل ُمتَ َو ّكِلِين‬
ِ ‫ٱست َۡغفِ ۡر لَهُمۡ َو َش‬
ۡ ‫َو‬
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal.” (QS. Ali Imran [3]: 159)

١٢٩ ‫ش ۡٱل َع ِظ ِيم‬ ۡ ُ ۖ ‫فَِإن ت ََولَّ ۡو ْا فَقُ ۡل َح ۡسبِ َي ٱهَّلل ُ ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ ۖ َو َعلَ ۡي ِه تَ َو َّك ۡل‬
ِ ‫ت َوهُ َو َربُّ ٱل َع ۡر‬
“Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), “Cukuplah
Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia
adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (QS. At-Taubah [9]: 129)

ٰ َ ‫قُ ۡل هُو ٱلر َّۡح ٰم ُن ءامنَّا ب ِهۦ و َعلَ ۡي ِه تَو َّك ۡلن َۖا فَ َست َۡعلَ ُمونَ م ۡن هُو فِي‬
ٖ ِ‫ضلَ ٖل ُّمب‬
٢٩ ‫ين‬ َ َ َ َ ِ َ َ َ َ
“Katakanlah, “Dialah Yang Maha Pengasih, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya
kami bertawakal. Maka kelak kamu akan tahu siapa yang berada dalam kesesatan yang
nyata.” (QS. Al-Mulk [67]: 29).

Perintah Allah kepada nabi-Nya N adalah perintah kepada umatnya.

b. Perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bertawakal kepada-


Nya.

Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bertawakal


kepada-Nya. Perintah itu sebagaimana dalam firman-Nya:

١٢٢ َ‫… َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَ ۡليَتَ َو َّك ِل ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬


“…Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali
Imran [3]: 122)

c. Menyebutkan sifat orang-orang yang beriman bahwasanya mereka bertawakal


kepada Rabbnya.

Bertawakal kepada Allah merupakan salah satu sifat yang luhur dari seorang
Ibadurrahman, ciri khas yang membedakannya dengan golongan yang lain, dan sebuah tanda
yang menonjol dari seorang yang beriman. Sebagaimana Allah K berfirman:

ۡ‫ِإنَّ َما ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ ٱلَّ ِذينَ ِإ َذا ُذ ِك َر ٱهَّلل ُ َو ِجلَ ۡت قُلُوبُهُمۡ َوِإ َذا تُلِيَ ۡت َعلَ ۡي ِهمۡ َءا ٰيَتُهُۥ زَاد َۡتهُمۡ ِإي ٰ َم ٗنا َو َعلَ ٰى َربِّ ِهم‬
٢ َ‫يَت ََو َّكلُون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat)
imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal [8]: 2)

"Yaitu, mereka tidak berharap kepada selain-Nya, tidak berlindung kecuali di sisi-Nya, tidak
meminta kebutuhan-kebutuhan kecuali kepada-Nya, dan tidak menginginkan sesuatu kecuali
karena-Nya. Mereka mengerti bahwa apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, apa yang tidak
dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Dialah satu-satunya pemilik kerajaan, tidak ada sekutu
bagi-Nya, tidak ada yang luput dari hukum-Nya, dan Dia sangat cepat perhitungan-Nya."
Demikianlah penuturan Ibnu Katsir T.19

d. Contoh tawakalnya para nabi

Allah K telah memerintahkan kepada kita menjadikan Ibrahim Q dan orang-orang yang
beriman bersamanya sebagai panutan dan teladan untuk kita ikuti. Allah K berfirman:

٤ …ٓ‫َة فِ ٓي ِإ ۡب ٰ َر ِهي َم َوٱلَّ ِذينَ َم َعهُۥ‬ٞ ‫قَ ۡد َكان َۡت لَ ُكمۡ ُأ ۡس َوةٌ َح َسن‬
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengannya…” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)

Allah K telah menceritakan kepada kita tentang mereka bahwa karena keimanan yang kuat,

maka mereka berkata, ٤ ِ ‫ك ۡٱل َم‬


‫صي ُر‬ َ ‫َّربَّنَا َعلَ ۡيكَ تَ َو َّك ۡلنَا َوِإلَ ۡي‬
َ ‫ك َأن َۡبنَا َوِإلَ ۡي‬
“…Ya Rabb kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami
bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4). Yaitu,
kami bertawakkal kepada-Mu dalam segala urusan kami, dan kami serahkan serta pasrahkan
kepada-Mu.

Demikianlah, mereka bertawakal kepada Allah, mereka menyerahkan segala urusannya


kepada Allah secara mutlak, mereka senantiasa bertawakal kepada Allah dalam segala urusan
mereka, disertai usaha semaksimal mungkin untuk meraih ridha-Nya Yang Maha Pengasih.

Sesungguhnya Ibrahim Q akan dibakar oleh kaumnya. Untuk itu, mereka mengumpulkan
kayu bakar yang sangat banyak sekali.

19
Tafsir Ibnu Katsir, (2/379)
Imam As-Sa’di berkata, "Ada seorang perempuan yang sakit. Lalu ia bernadzar (bersumpah),
'andaikan saya sudah sembuh, saya akan mengambil kayu bakar untuk membakar Ibrahim.’"20

Mereka meletakkan beliau di tanah gletser (cekungan yang luas), lalu di sana mereka
menyalakan api. Setelah api menjadi besar dan kobarannya menjadi tinggi, mereka
meletakkan Ibrahim Q di kantung pengumban sebuah manjanik. Ketika mereka
melemparkannya, Ibrahim Q berkata, ‫س ِب َي هَّللا ُ َونِ ْع َم ا ْل َو ِكي ُل‬
ْ ‫" َح‬cukuplah bagiku Allah sebaik-baik
penolong." Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas H, berkata, ‫سبِ َي هَّللا ُ َونِ ْع َم ا ْل َو ِكي ُل‬ ْ ‫" َح‬cukuplah
bagi kami Allah sebaik-baik penolong." Ibrahim Q mengucapkan itu ketika beliau dilempar
ke dalam api..."21

Inilah Musa Q yang bertawakal kepada Allah, dan memerintahkan kepada kaumnya untuk
bertawakal kepada-Nya.

٨٤ َ‫ال ُمو َس ٰى ٰيَقَ ۡو ِم ِإن ُكنتُمۡ َءا َمنتُم بِٱهَّلل ِ فَ َعلَ ۡي ِه ت ََو َّكلُ ٓو ْا ِإن ُكنتُم ُّم ۡسلِ ِمين‬
َ َ‫َوق‬
“Dan Musa berkata, “Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri).” (QS.
Yunus [10]: 84).

Syaikh Sulaiman bin Abdillah bin Muhammad bin Abdul Wahhab T berkata, "Makna
ayat ini: Sesungguhnya Musa Q memerintahkan kaumnya untuk memasuki tanah suci (Baitul
Maqdis) yang telah ditetapkan Allah untuk mereka. Mereka tidak berbalik arah untuk
kembali karena takut kepada orang-orang jahat. Bahkan mereka melanjutkan langkahnya,
tidak takut, tidak gentar dan tidak cemas. Mereka bertawakal kepada Allah saat
memeranginya, dan yakin terhadap janji-Nya akan kemenangan. Jika mereka beriman."22

Dan bagi kita, ada teladan ideal pada diri nabi Muhammad N dan para shahabatnya. Pada
perang Uhud:

ْ ُ‫ال‬ffَ‫ ا َوق‬f‫زَا َدهُمۡ ِإي ٰ َم ٗن‬fَ‫ ۡوهُمۡ ف‬f‫ٱخ َش‬


‫بُنَا ٱهَّلل ُ َونِ ۡع َم‬f‫وا َح ۡس‬ ۡ َ‫وا لَ ُكمۡ ف‬f
ْ f‫اس قَ ۡد َج َم ُع‬ َ َ‫ٱلَّ ِذينَ ق‬
َ َّ‫ال لَهُ ُم ٱلنَّاسُ ِإ َّن ٱلن‬
١٧٣ ‫ۡٱل َو ِكي ُل‬
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang
mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk

20
Tafsir Ibnu Katsir, (3/247)
21
HR. Al-Bukhari no. 4563.
22
Taisir Al-Aziz Al-Hamid, hal. 438
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah
(kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami
dan Dia sebaik-baik pelindung.” (QS. Ali Imran [3]: 173)

Ibnu Abbas H berkata, "Cukuplah bagi kami Allah sebaik-baik penolong', Ibrahim Q
mengucapkan itu ketika beliau dilempar ke dalam api. Lalu Muhammad N mengucapkan itu
ketika orang-orang mengatakan:

ْ ُ‫ال‬ffَ‫ ا َوق‬f‫زَا َدهُمۡ ِإي ٰ َم ٗن‬fَ‫ ۡوهُمۡ ف‬f‫ٱخ َش‬


‫بُنَا ٱهَّلل ُ َونِ ۡع َم‬f‫وا َح ۡس‬ ۡ َ‫وا لَ ُكمۡ ف‬f
ْ f‫اس قَ ۡد َج َم ُع‬ َ َ‫ٱلَّ ِذينَ ق‬
َ َّ‫ال لَهُ ُم ٱلنَّاسُ ِإ َّن ٱلن‬
١٧٣ ‫ۡٱل َو ِكي ُل‬
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang
mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah
(kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami
dan Dia sebaik-baik pelindung.” (QS. Ali Imran [3]: 173)

Tawakal adalah kekuatan orang-orang beriman ketika manusia (orang-orang kafir)


mengancam dan menakut-nakuti dengan banyaknya musuh.

Dia Maha Dekat, Maha Mengabulkan Doa, Maha Melindungi,

Maka berdoalah ‘Cukuplah bagiku Allah, sesembahanku dan sandaranku’.

Posisi-Posisi Tawakal yang Disebutkan dalam Al-Qur'an

Di antara yang menjelaskan kedudukan dan keutamaan tawakal, adalah posisi-posisi


penyebutannya di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya tawakal disebut dalam posisi yang
bermacam-macam, di antaranya:

1. Perintah bertawakal dalam posisi ibadah. Allah K berfirman:

١٢٣ …‫ٱعب ُۡدهُ َوت ََو َّك ۡل َعلَ ۡي ۚ ِه‬


ۡ َ ‫…ف‬

“…Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya…” (QS. Hud [11]: 123).

Allah memerintahkan rasul-Nya N dan orang-orang beriman untuk beribadah dan


bertawakal dalam satu posisi.
Allah K berfirman kepada nabi-Nya N:

ٗ fِ‫ونَ خَ ب‬ffُ‫ا ت َۡع َمل‬ff‫انَ بِ َم‬ff‫ك ِمن َّرب ِّۚكَ ِإ َّن ٱهَّلل َ َك‬
ِ ‫ َوتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ َو َكفَ ٰى بِٱهَّلل‬٢ ‫يرا‬f َ f‫وح ٰ ٓى ِإلَ ۡي‬f
َ fُ‫ا ي‬ff‫َوٱتَّبِ ۡع َم‬
٣ ‫َو ِكياٗل‬
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan Rabbmu kepadamu. Sungguh, Allah Maha teliti
terhadap apa yang kamu kerjakan, dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah
sebagai pemelihara.” (QS. Al Ahzab [33]: 2-3).

Setelah perintah beribadah kepada-Nya dan mengikuti apa yang diwahyukan oleh
Rabbnya kepadanya, beliau diperintahkan untuk bertawakal. Perintah kepada beliau tersebut,
sekaligus perintah kepada umat yang hidup setelahnya hingga hari kiamat. Karena kaidahnya
bahwa jika Nabi N diperintahkan kepada sesuatu maka itu adalah perintah kepada umatnya
selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

2. Perintah bertawakal dalam posisi dakwah. Allah K berfirman:

١٢٩ ‫ش ۡٱل َع ِظ ِيم‬ ۡ ُ ۖ ‫فَِإن ت ََولَّ ۡو ْا فَقُ ۡل َح ۡسبِ َي ٱهَّلل ُ ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ ۖ َو َعلَ ۡي ِه تَ َو َّك ۡل‬
ِ ‫ت َوهُ َو َربُّ ٱل َع ۡر‬
“Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), “Cukuplah
Allah bagiku; tidak ada ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah
Rabb yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (QS. At-Taubah [9]: 129).

Dia-lah yang menggenggam segala kekuatan, kerajaan, keagungan dan kedudukan.


Cukuplah seseorang berlindung kepada-Nya. Cukuplah seseorang meminta penjagaan, dan
naungan kepada-Nya, serta mencegah dari segala keburukan.

Nuh Q bertawakal kepada Allah dalam posisi dakwah:

ِ َ‫يري ‍َٔبِا ٰي‬ ۡ َ َ‫وح ِإ ۡذ ق‬


‫ت ٱهَّلل ِ فَ َعلَى‬ ِ ‫ذ ِك‬ffَ‫ا ِمي َوت‬ffَ‫ال لِقَ ۡو ِم ِهۦ ٰيَقَ ۡو ِم ِإن َكانَ َكبُ َر َعلَ ۡي ُكم َّمق‬ ٍ ُ‫۞و ۡٱت ُل َعلَ ۡي ِهمۡ نَبََأ ن‬ َ
َّ َ‫ ٓو ْا ِإل‬fff‫ض‬
‫ي َواَل‬ ُ ‫و َّك ۡل‬fffَ
ُ ‫ ُر ُكمۡ َعلَ ۡي ُكمۡ ُغ َّم ٗة ثُ َّم ۡٱق‬fffۡ‫ َر َكٓا َء ُكمۡ ثُ َّم اَل يَ ُك ۡن َأم‬fff‫ َر ُكمۡ َو ُش‬fffۡ‫َأ ۡج ِمع ُٓو ْا َأم‬fffَ‫ت ف‬ َ ‫ٱهَّلل ِ ت‬
ِ ‫تُن ِظر‬
٧١ ‫ُون‬
“Dan bacakanlah kepada mereka berita penting (tentang) Nuh ketika (dia) berkata kepada
kaumnya, “Wahai kaumku! Jika terasa berat bagimu aku tinggal (bersamamu) dan
peringatanku dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah aku bertawakal. Karena itu
bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku), dan
janganlah keputusanmu itu dirahasiakan. Kemudian bertindaklah terhadap diriku, dan
janganlah kamu tunda lagi.” (QS. Yunus [10]: 71).
Setelah masa dakwah yang bertahun-tahun lamanya, selalu mendakwahi kaumnya,
namun mereka mendustakannya, maka beliau bertawakal kepada Allah dan menyerahkan
segala urusan kepada-Nya, dan beliau terus berdakwah.

Demikianlah seharusnya seorang Da'i yang menyeru pada Islam. Senantiasa sabar
terhadap segala rintangan dalam dakwah, dan bertawakal kepada Allah dalam perjalanan
dakwahnya.

3. Tawakal dalam posisi berhukum dan pengadilan. Allah K berfirman:

ُ ‫ٱختَلَ ۡفتُمۡ فِي ِه ِمن َش ۡي ٖء فَح ُۡك ُمهُۥٓ ِإلَى ٱهَّلل ۚ ِ ٰ َذلِ ُك ُم ٱهَّلل ُ َربِّي َعلَ ۡي ِه تَ َو َّك ۡل‬
١٠ ُ‫ت َوِإلَ ۡي ِه ُأنِيب‬ ۡ ‫َو َما‬

“Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah)
kepada Allah. (Yang memiliki sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya aku
bertawakal dan kepada-Nya aku kembali.” (QS. Asy-Syura [42]: 10).

Dalam hal ini, ada isyarat bahwa seorang qadhi atau hakim selama berada di atas kebenaran
hendaknya ia senantiasa bertawakal kepada Allah. Supaya Allah menolongnya di dalam
memutuskan hukum di atas kebenaran.

4. Tawakal dalam posisi jihad dan memerangi musuh-musuh. Allah K berfirman:

ِ ۗ fَ‫ َد لِ ۡلقِت‬f‫ؤ ِمنِينَ َم ٰقَ ِع‬fۡ f‫ ِّوُئ ۡٱل ُم‬fَ‫َوِإ ۡذ َغد َۡوتَ ِم ۡن َأ ۡهلِكَ تُب‬
‫ا ِن‬ffَ‫ ِإ ۡذ هَ َّمت طَّٓاِئفَت‬١٢١ ‫ ِمي ٌع َعلِي ٌم‬f‫ال َوٱهَّلل ُ َس‬f
١٢٢ َ‫ِمن ُكمۡ َأن ت َۡفشَاَل َوٱهَّلل ُ َولِيُّهُ َم ۗا َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَ ۡليَت ََو َّك ِل ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬
“Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan
keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui. Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena
takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja
orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imron [3]: 121-122).

Allah telah memerintahkan kepada mereka untuk bertawakal kepada-Nya, mempersiapkan


kekuatan dan menyiapkan pasukan. Karena sesungguhnya Allah K lah yang menolong dan
yang memenangkan. Hal itu dijelaskan dalam firman-Nya:

‫ ِد ِهۦۗ َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَ ۡليَتَ َو َّك ِل‬f‫ ُر ُكم ِّم ۢن بَ ۡع‬f‫نص‬


ُ َ‫خ ُذ ۡل ُكمۡ فَ َمن َذا ٱلَّ ِذي ي‬
fۡ َ‫ب لَ ُكمۡ ۖ َوِإن ي‬
َ ِ‫ِإن يَنص ُۡر ُك ُم ٱهَّلل ُ فَاَل غَال‬
١٦٠ َ‫ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬
“Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah
membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah
itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali
Imron [3]: 160).

Allah K adalah penolong ketika lemah:

َّ f‫ ِديَهُمۡ فَ َك‬f‫طُ ٓو ْا ِإلَ ۡي ُكمۡ َأ ۡي‬f‫و ٌم َأن يَ ۡب ُس‬fۡ fَ‫ُوا نِ ۡع َمتَ ٱهَّلل ِ َعلَ ۡي ُكمۡ ِإ ۡذ هَ َّم ق‬
ۡ‫ ِديَهُم‬f‫ف َأ ۡي‬f ْ fُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ‫ ر‬f‫وا ۡٱذ ُك‬f
١١ َ‫وا ٱهَّلل ۚ َ َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَ ۡليَتَ َو َّك ِل ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬
ْ ُ‫عَن ُكمۡ ۖ َوٱتَّق‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu,
ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Allah menahan
tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah-lah
hendaknya orang-orang beriman itu bertawakal.” (QS. Al Maidah [5]: 11).

Sebagaimana Dia adalah yang memenangkan ketika kuat:

َ ‫ ٗۡ‍ٔيا َو‬f ‫ َرتُ ُكمۡ فَلَمۡ تُ ۡغ ِن عَن ُكمۡ َش‬f‫ير ٖة َويَ ۡو َم ُحن َۡي ٍن ِإ ۡذ َأ ۡع َجبَ ۡت ُكمۡ َك ۡث‬
‫اقَ ۡت‬f ‫ض‬ ِ ‫ص َر ُك ُم ٱهَّلل ُ فِي َم َو‬
َ ِ‫اطنَ َكث‬ َ َ‫لَقَ ۡد ن‬
٢٥ َ‫َعلَ ۡي ُك ُم ٱَأۡل ۡرضُ بِ َما َر ُحبَ ۡت ثُ َّم َولَّ ۡيتُم ُّم ۡدبِ ِرين‬
“Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah)
Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang
banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu,
kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.” (QS. At Taubah [9]: 25).

Dalam kisah Musa Q Allah K berfirman:

‫ا فَِإنَّا‬ffَ‫وا ِم ۡنه‬f
ْ f‫ِإن يَ ۡخ ُر ُج‬fَ‫ا ف‬ffَ‫ُوا ِم ۡنه‬
ْ ‫َّارينَ َوِإنَّا لَن نَّ ۡد ُخلَهَا َحتَّ ٰى يَ ۡخ ُرج‬ ْ ُ‫قَال‬
ِ ‫وا ٰيَ ُمو َس ٰ ٓى ِإ َّن ِفيهَا قَ ۡو ٗما َجب‬
ُ‫وه‬f‫َخَلتُ ُم‬ۡ ‫ِإ َذا د‬fَ‫اب ف‬f
َ َ‫وا َعلَ ۡي ِه ُم ۡٱلب‬f َ َ‫ ق‬٢٢ َ‫ٰ َد ِخلُون‬
ْ fُ‫ا ۡٱد ُخل‬ff‫ال َر ُجاَل ِن ِمنَ ٱلَّ ِذينَ يَ َخافُونَ َأ ۡن َع َم ٱهَّلل ُ َعلَ ۡي ِه َم‬
ۚ ‫فَِإنَّ ُكمۡ ٰ َغلِب‬
٢٣ َ‫ُونَ َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَت ََو َّكلُ ٓو ْا ِإن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمنِين‬
“Mereka berkata, “Wahai Musa! Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang
sangat kuat dan kejam, kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika
mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk.” Berkatalah dua orang laki-laki di
antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka
melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan
bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Al-Maidah
[5]: 22-23).
5. Tawakal kepada Allah dalam posisi perjanjian damai. Allah K berfirman:

٦١ ‫ٱجن َۡح لَهَا َوت ََو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإنَّهُۥ هُ َو ٱل َّس ِمي ُع ۡٱل َعلِي ُم‬
ۡ َ‫ُوا لِلس َّۡل ِم ف‬
ْ ‫۞وِإن َجنَح‬
َ
“Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertawakallah kepada
Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al Anfal [8]: 61).

Sebagian manusia merasa heran tentang tawakal dalam posisi ini. Setelah mengakhiri
peperangan, dan tangan-tangan musuh telah berhenti dari memerangi kaum muslimin, apa
manfaatnya tawakal di sini?

Faedah tawakkal sangat tampak di berbagai hal, di antaranya apa yang terjadi setelah
perang Hudaibiyah. Ketika orang-orang Quraisy mengajukan perjanjian damai lalu Nabi N
pun menyepakati hal itu. Dengan sebab tawakal kepada Allah dalam perjanjian dan
perdamaian ini, maka banyak sekali penduduk Jazirah Arab yang berbondong-bondong
masuk ke dalam Islam. Hal itu setara dengan kemenangan kaum muslimin.

6. Perintah tawakal dalam posisi musyawarah. Allah K berfirman:

ۡ‫ف ع َۡنهُم‬ ۡ f َ‫ك ف‬


ُ ‫ٱع‬ َ ۖ f ِ‫وا ِم ۡن َح ۡول‬
ْ f‫ض‬ ُّ َ‫ب لَٱنف‬ ِ ‫ظَ ۡٱلقَ ۡل‬f ‫ا َغلِي‬ffًّ‫و ُكنتَ فَظ‬fۡ fَ‫ة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُمۡ ۖ َول‬f
ٖ f‫فَبِ َما َر ۡح َم‬
١٥٩ َ‫او ۡرهُمۡ فِي ٱَأۡلمۡ ۖ ِر فَِإ َذا َعزَ مۡ تَ فَت ََو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحبُّ ۡٱل ُمتَ َو ّكِلِين‬
ِ ‫ٱست َۡغفِ ۡر لَهُمۡ َو َش‬
ۡ ‫َو‬
“Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal.” (QS. Ali Imron [3]: 159).

Di dalam ayat ini, ada isyarat bahwa musyawarah merupakan bagian dari menempuh
sebab-sebab. Adapun sebab yang sebenarnya dalam mewujudkan tujuan ketika berkeinginan
terhadap sesuatu adalah tawakal kepada Allah.

Lihatlah orang-orang terhormat dan para profesional, bagaimana salah seorang di


antara mereka mengumpulkan ratusan ahli dan berpengalaman di sekitarnya. Lalu mereka
mengisyaratkan kepada satu pendapat. Setelah menerima usulan mereka, kemudian ternyata
pendapat mereka tidak tepat.

Maka, harus bertawakal kepada Allah setelah menempuh musyawarah dan sebab-sebab.

7. Tawakal kepada Allah dalam posisi mencari rezeki. Allah K berfirman:

‫ َو‬f ُ‫ث اَل يَ ۡحتَ ِس ۚبُ َو َمن يَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ِ فَه‬
ُ ‫ َويَ ۡر ُز ۡقهُ ِم ۡن َح ۡي‬٢ ‫ق ٱللَّهَ يَ ۡج َعل لَّهُۥ َم ۡخ َر ٗجا‬ ِ َّ‫… َو َمن يَت‬
٣ ‫َح ۡسبُ ۚهُۥٓ ِإ َّن ٱهَّلل َ ٰبَلِ ُغ َأمۡ ِر ِهۦۚ قَ ۡد َج َع َل ٱهَّلل ُ لِ ُكلِّ َش ۡي ٖء قَ ۡد ٗرا‬
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar
baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan
bagi setiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3).

Dari Ibnu Mas'ud A, ia berkata, "Sesungguhnya ayat yang paling agung tentang
kepasrahan (tawakal) di dalam Al-Qur'an adalah firman-Nya K:

٣ … ُ‫ث اَل يَ ۡحتَ ِس ۚب‬


ُ ‫ َويَ ۡر ُز ۡقهُ ِم ۡن َح ۡي‬٢ ‫ق ٱللَّهَ يَ ۡج َعل لَّهُۥ َم ۡخ َر ٗجا‬
ِ َّ‫… َو َمن يَت‬
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar
baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya….” (QS. Ath
Thalaq [65]: 2-3).23

Dari Jabir A bahwa Rasulullah N bersabda, “Sesungguhnya seseorang tidak akan mati
sampai jatah rezekinya habis. Jika rezekinya tersendat, maka bertakwalah kepada Allah dan
perbaiki dalam mencarinya, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram."24

8. Tawakal kepada Allah dalam posisi kesepakatan dan perjanjian.

Allah mengisahkan tentang Ya'qub Q bahwa beliau bertawakal kepada Allah

ketika anak-anaknya berkata kepadanya: ٦٣ ‫فََأ ۡر ِس ۡل َم َعنَٓا َأخَ انَا‬ “…sebab itu biarkanlah
saudara kami pergi bersama kami…” (QS. Yusuf [12]: 63).

Maka Ya'qub menjawab:


23
Al-Mu'jam Al-Kabir, (9/133)
24
HR. Ibnu Majah, no. 2144, dan dishahihkan oleh Al-Albani.
ۡ‫…لَ ۡن ُأ ۡر ِسلَهُۥ َم َع ُكمۡ َحتَّ ٰى تُ ۡؤتُو ِن َم ۡوثِ ٗقا ِّمنَ ٱهَّلل ِ لَت َۡأتُنَّنِي بِ ِهۦٓ ِإٓاَّل َأن يُ َحاطَ بِ ُكمۡ ۖ فَلَ َّمٓا َءات َۡوهُ َم ۡوثِقَهُم‬
٦٦ ‫يل‬ ٞ ‫ال ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى َما نَقُو ُل َو ِك‬ َ َ‫ق‬
“Aku tidak akan melepaskannya (pergi) bersama kamu, sebelum kamu bersumpah kepadaku
atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika
kamu dikepung (musuh).” Setelah mereka mengucapkan sumpah, dia (Yakub) berkata,
“Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan.” (QS. Yusuf [12]: 66).

Janji adalah jaminan dan sumpah yang agung.

‫ب ُّمتَفَ ِّرقَ ٖ ۖة َو َمٓا ُأ ۡغنِي عَن ُكم ِّمنَ ٱهَّلل ِ ِمن َش ۡي ۖ ٍء‬
ٖ ‫وا ِم ۡن َأ ۡب ٰ َو‬
ْ ُ‫اب ٰ َو ِح ٖد َو ۡٱد ُخل‬ٖ َ‫وا ِم ۢن ب‬ ْ ُ‫ت َۡد ُخل‬ ‫ي اَل‬ َّ ِ‫ال ٰيَبَن‬
َ َ‫َوق‬
٦٧ َ‫ت َو َعلَ ۡي ِه فَ ۡليَتَ َو َّك ِل ۡٱل ُمت ََو ِّكلُون‬ُ ۖ ‫هَّلِل ۖ ِ َعلَ ۡي ِه ت ََو َّك ۡل‬ ‫ِإ ِن ۡٱلح ُۡك ُم ِإاَّل‬

“Dan dia (Yakub) berkata, “Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu
gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun demikian aku tidak
dapat mempertahankan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan itu hanyalah bagi
Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya pula bertawakallah orang-orang yang
bertawakal.” (QS. Yusuf [12]: 67).

9. Tawakal kepada Allah dalam posisi hijrah fisabilillah.

Hal itu merupakan posisi yang genting bagi jiwa, Allah menyebut mereka sebagai
hamba-hamba-Nya yang bertawakal. Orang-orang yang meninggalkan negeri, rumah, dan
hartanya, serta menjadi asing, mengorbankan keluarga besarnya dan kenangan-kenangan
indah. Akan tetapi tawakal kepada Allah meringankan itu semua. Allah K berfirman:
ۖ
‫و‬fۡ fَ‫ ۚ ُر ل‬f َ‫ َر ِة َأ ۡكب‬f‫ ُر ٱأۡل ٓ ِخ‬f‫ن َٗة َوَأَل ۡج‬f ‫وا لَنُبَ ِّوَئنَّهُمۡ فِي ٱل ُّد ۡنيَا َح َس‬
ْ ‫ُوا فِي ٱهَّلل ِ ِم ۢن بَ ۡع ِد َما ظُلِ ُم‬
ْ ‫َوٱلَّ ِذينَ هَا َجر‬
٤٢ َ‫ُوا َو َعلَ ٰى َربِّ ِهمۡ يَت ََو َّكلُون‬ ْ ‫صبَر‬ ْ ُ‫َكان‬
َ َ‫ ٱلَّ ِذين‬٤١ َ‫وا يَ ۡعلَ ُمون‬
“Dan orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan
memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Dan pahala di akhirat pasti lebih
besar, sekiranya mereka mengetahui, (yaitu) orang yang sabar dan hanya kepada Rabb
mereka bertawakal.” (QS. An-Nahl [16]: 41-42)

Lihatlah tawakalnya Nabi N dan shahabatnya (Abu Bakar) di jalan hijrah:


َ ٰ ِ‫َار ِإ ۡذ يَقُو ُل ل‬
‫ص ِحبِ ِهۦ‬ ۡ ۡ ۡ
ِ ‫ُوا ثَانِ َي ٱثن َۡي ِن ِإذ هُ َما فِي ٱلغ‬ ْ ‫َص َرهُ ٱهَّلل ُ ِإ ۡذ َأ ۡخ َر َجهُ ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬ َ ‫صرُوهُ فَقَ ۡد ن‬ ُ ‫ِإاَّل تَن‬
ْ ‫ر‬f َ‫ ةَ ٱلَّ ِذينَ َكف‬f‫ل َكلِ َم‬f
‫ُوا‬ َ f‫ود لَّمۡ تَ َر ۡوهَا َو َج َع‬ٖ ُ‫اَل ت َۡحزَ ۡن ِإ َّن ٱهَّلل َ َم َعن َۖا فََأنزَ َل ٱهَّلل ُ َس ِكينَتَهُۥ َعلَ ۡي ِه َوَأيَّ َدهُۥ بِ ُجن‬
ۗ ۡ ۡ ۗ ۡ
٤٠ ‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ِ ‫ٱلسُّفلَ ٰى َو َكلِ َمةُ ٱهَّلل ِ ِه َي ٱلعُليَا َوٱهَّلل ُ ع‬
“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya,
“Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan
ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-
malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu
rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. At-
Taubah [9]: 40).

10. Tawakal dalam posisi kesepakatan akad jual beli, sewa menyewa dan
pernikahan.

Hal ini terjadi dalam kisah Musa Q ketika melakukan kesepakatan dengan seorang
lelaki shalih yang memberikan putrinya untuk dinikahi dengan mahar bekerja selama
delapan atau sepuluh tahun:

‫ ٗرا‬f‫ِإ ۡن َأ ۡت َممۡ تَ ع َۡش‬fَ‫أج َُرنِي ثَ ٰ َمنِ َي ِح َج ۖ ٖج ف‬fۡ fَ‫ي ٰهَت َۡي ِن َعلَ ٰ ٓى َأن ت‬
َّ َ‫ح دَى ۡٱبنَت‬ َ f‫ ُد َأ ۡن ُأن ِك َح‬f‫ال ِإنِّ ٓي ُأ ِري‬
fۡ ‫ك ِإ‬ َ َ‫ق‬
‫كَ بَ ۡينِي‬ffِ‫ا َل ٰ َذل‬ffَ‫ ق‬٢٧ َ‫لِ ِحين‬f‫ٱلص‬ َّ ٰ َ‫ٓا َء ٱهَّلل ُ ِمن‬f‫تَ ِج ُدنِ ٓي ِإن َش‬f‫ك َس‬ َّ f‫ك َو َمٓا ُأ ِري ُد َأ ۡن َأ ُش‬
َ ۚ f‫ق َعلَ ۡي‬ َ ۖ ‫فَ ِم ۡن ِعن ِد‬
َّ ۖ َ‫ت فَاَل ُع ۡد ٰ َونَ َعل‬
ٞ ‫ي َوٱهَّلل ُ َعلَ ٰى َما نَقُو ُل َو ِك‬
٢٨ ‫يل‬ َ َ‫َوبَ ۡينَ ۖكَ َأيَّ َما ٱَأۡل َجلَ ۡي ِن ق‬
ُ ‫ض ۡي‬
“Dia (Syekh Madyan) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau
dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau
bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu
adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insyâ Allah
engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.” Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian)
antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku
sempurnakan, maka tidak ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi
saksi atas apa yang kita ucapkan.” (QS. Al-Qashash [28]: 27-28).

Musa menuntaskannya hingga sepuluh tahun, beliau melengkapi dan menyempurnakannya,


sebagaimana janjinya, Ibnu Abbas H berkata, "Beliau (Musa) memilih yang paling banyak
dan paling baik. Sesungguhnya Rasulullah N jika berkata pasti melaksanakannya." 25 Dan
yang paling layak untuk nabi adalah yang paling sempurna.

11. Tawakal dalam posisi mencari akhirat. Allah K berfirman:

ۡ ِ ‫ َد ٱهَّلل‬f‫ا ِعن‬ff‫ ُّد ۡنيَ ۚا َو َم‬f‫و ِة ٱل‬fٰ fَ‫ ُع ۡٱل َحي‬fَ‫فَ َمٓا ُأوتِيتُم ِّمن َش ۡي ٖء فَ َم ٰت‬
ْ fُ‫ر َوَأ ۡبقَ ٰى لِلَّ ِذينَ َءا َمن‬ٞ f‫خَي‬
‫وا َو َعلَ ٰى‬f
٣٦ َ‫َربِّ ِهمۡ يَتَ َو َّكلُون‬
“Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup di
dunia. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi
orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka bertawakal.” (QS. Asy-Syura
[42]: 36).

Adakah posisi yang lebih agung daripada posisi ini, karena akhirat adalah negeri yang
diharapkan, dan permintaan setiap mukmin. Maka hendaknya setiap mukmin untuk
bertawakal kepada Allah dalam mencari negeri akhirat.

25
HR. Al-Bukhari, no. 2538
Faedah-Faedah Tawakal kepada Allah

 Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya.

‫ َو‬f ُ‫ث اَل يَ ۡحتَ ِس ۚبُ َو َمن يَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ِ فَه‬
ُ ‫ َويَ ۡر ُز ۡقهُ ِم ۡن َح ۡي‬٢ ‫ق ٱللَّهَ يَ ۡج َعل لَّهُۥ َم ۡخ َر ٗجا‬ ِ َّ‫… َو َمن يَت‬
٣ ‫َح ۡسبُ ۚهُۥٓ ِإ َّن ٱهَّلل َ ٰبَلِ ُغ َأمۡ ِر ِهۦۚ قَ ۡد َج َع َل ٱهَّلل ُ لِ ُكلِّ َش ۡي ٖء قَ ۡد ٗرا‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,
dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap
sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)

Allah menjadikan balasan untuk setiap amalan sesuai dengan jenisnya. Adapun
balasan dari tawakal adalah kecukupan. Barang siapa yang merasa cukup kepada Allah, maka
Allah akan memberinya kecukupan. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka
Allah akan memenuhi dan mencukupi kebutuhannya.

Apabila urusan semakin runyam…

Namun, solusi tak kunjung menyapa…

Tatkala merasa putus harapan…

Engkau berputus asa akan keberhasilan…

Bertanya-tanya tentang sebab…

Di kala seperti itu…

Ternyata, Maha Lembut Allah…

Mendatangkan jalan keluar yang tidak disangka…

Sedangkan engkau dalam keadaan lalai…26

Adapun Rasulullah N adalah manusia yang paling agung dalam bertawakal kepada
Allah, maka dari itu Allah telah memberi balasan atas ketawakalan beliau, yaitu Allah
mencukupi dan memenuhi kebutuhannya. Allah K berfirman:

٦٤ َ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّبِ ُّي َح ۡسبُكَ ٱهَّلل ُ َو َم ِن ٱتَّبَ َعكَ ِمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِين‬

26
Hayatu Al-Hayawan Al-Kubra, (2/17)
“Wahai Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-
orang mukmin yang mengikutimu.” (QS. Al-Anfal [8]: 64).

Yaitu: Sesungguhnya Allah telah memenuhi dan mencukupimu beserta orang-orang yang
beriman selagi mereka benar-benar bertawakal kepada Allah. Kemudian Allah berfirman
dalam ayat yang lain:

٦٢ َ‫َص ِر ِهۦ َوبِ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِين‬ ٓ ‫ك ٱهَّلل ۚ ُ هُ َو ٱلَّ ِذ‬


َ ‫ي َأيَّ َد‬
ۡ ‫ك بِن‬ َ َ‫َوِإن ي ُِري ُد ٓو ْا َأن يَ ۡخ َد ُعوكَ فَِإ َّن َح ۡسب‬
“Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi
pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya
dan dengan (dukungan) orang-orang mukmin.” (QS. Al-Anfal [8]: 62).

Ibnul Qayyim T berkata, “maksud dari (cukuplah Allah menjadi pelindung bagimu) adalah
mencukupinya. Barangsiapa yang Allah cukupi dan Allah lindungi, maka tidak ada ruang
bagi musuh untuk membinasakannya kecuali gangguan yang sudah ditetapkan atasnya.

Sungguh benar firman Allah K: ١١١ ‫رُّ و ُكمۡ ِإٓاَّل َأ ٗذ ۖى‬fff‫ض‬


ُ َ‫“ لَن ي‬Mereka tidak akan
membahayakan kamu, kecuali gangguan-gangguan kecil saja…” (QS. Ali Imron [3]: 111),
seperti kepanasan, kedinginan, rasa lapar, dan rasa haus. Adapun sesuatu yang datangnya dari
musuh, tidak akan membahayakannya.27

Dan seorang Chechnya telah memberitahuku kisah ini saat musim haji, dia berkata, “Saat itu
tentara Rusia mengepung rumahku, dan semua orang yang ada di rumah melarikan diri
kecuali aku, karena tidak bisa melarikan diri. Lalu ketika posisiku semakin terjepit, aku pergi
bersembunyi ke lubang samping rumah tempat kami meletakkan hasil panen kentang, dan
aku benar-benar seorang diri di dalam lubang. Sedangkan aku tidak memiliki senjata untuk
membela diri dan juga tidak bisa melarikan diri. Ketika tentara itu semakin dekat menuju
lubang tempatku bersembunyi, tidak ada satupun yang bisa aku andalkan saat itu kecuali
bertawakal kepada Allah sembari membaca ayat ini:

ِ ‫َو َج َع ۡلنَا ِم ۢن بَ ۡي ِن َأ ۡي ِدي ِهمۡ َس ٗ ّدا َو ِم ۡن خ َۡلفِ ِهمۡ َس ٗ ّدا فََأ ۡغ َش ۡي ٰنَهُمۡ فَهُمۡ اَل ي ُۡب‬
٩ َ‫صرُون‬
“Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat,
dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yasin [36]: 9).
Sampai datanglah tentara yang lain ikut mencari di lubang, dan dia langsung melihat ke
arahku, lalu berkata kepada temannya, "di lubang sana tidak ada orang". Kemudian mereka
keluar dari rumahku dan meninggalkanku.”
27
Badai’ Al-Fawaid, (2/465).
Kisah ini adalah salah satu faedah dari tawakal kepada Allah yang benar-benar tulus.

 Merasa diawasi Allah

Karena manusia ketika dia bertawakal kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, niscaya
Allah terasa lebih dekat, dan sesungguhnya Dia adalah penolong atas tujuannya, dan perasaan
diawasi dengan Allah ini akan selalu ada setiap waktu dan keadaan.

 Mendatangkan kasih sayang Allah

Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bertawakal secara tulus, karena


orang-orang yang bertawakal ini beramal sesuai apa yang diperintahkan-Nya, dan menempuh
sebab-sebab yang disyari'at kan oleh Allah kemudian hatinya tetap bergantung kepada Allah.

Dengan demikian sungguh seorang hamba akan bertambah cintanya kepada sang
pencipta (Allah) dengan bertawakal, karena dia tahu bahwa Allah lah yang menciptakannya,
penolongnya, mencukupkannya, dan memberinya rezeki.

 Pertolongan atas musuh-musuh

Sesungguhnya barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan


memberikan pertolongan dan mempersiapkan sebab-sebab kemenangan atas musuh-
musuhnya, dan Allah akan membinasakan mereka di hadapannya. Para shahabat sangat
mengerti akan hal itu, sehingga mereka berkata:

ْ f‫ َوٱتَّبَ ُع‬ٞ‫ض ٖل لَّمۡ يَمۡ َس ۡسهُمۡ س ُٓوء‬


‫وا‬f ْ ‫ فَٱنقَلَب‬١٧٣ ‫وا َح ۡسبُنَا ٱهَّلل ُ َونِ ۡع َم ۡٱل َو ِكي ُل‬
ۡ َ‫ُوا بِنِ ۡع َم ٖة ِّمنَ ٱهَّلل ِ َوف‬ ْ ُ‫… َوقَال‬
١٧٤ ‫َظ ٍيم‬
ِ ‫ض ٍل ع‬ ۡ َ‫ض ٰ َونَ ٱهَّلل ۗ ِ َوٱهَّلل ُ ُذو ف‬ۡ ‫ِر‬
“…Dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-
baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah,
mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah
mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imron [3]: 173-174).

Dan Allah menyebut sifat orang-orang beriman di perang ahzab:

ۡ‫ا زَا َدهُم‬ff‫ق ٱهَّلل ُ َو َرسُولُهُۥۚ َو َم‬ َ ‫وا ٰهَ َذا َما َو َع َدنَا ٱهَّلل ُ َو َرسُولُهُۥ َو‬
َ ‫ص َد‬ َ ‫َولَ َّما َر َءا ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ ٱَأۡل ۡح‬
ْ ُ‫زَاب قَال‬
٢٢ ‫ِإٓاَّل ِإي ٰ َم ٗنا َوت َۡسلِ ٗيما‬
“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka
berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan
Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka.” (QS. Al-
Ahzab [33]: 22).

 Masuk surga tanpa hisab

Di antara hadits tentang keutamaan tawakal bahwa dengan sebab tawakalnya, dia akan
dimasukkan ke dalam golongan 70.000 umat Nabi Muhammad N yang masuk surga tanpa
hisab. Dari Ibnu Abbas H berkata, Nabi N bersabda, "Telah ditampakkan kepadaku umat-
umat, maka aku melihat seorang Nabi lewat bersama satu orang, seorang Nabi bersama dua
orang saja, seorang Nabi bersama sekelompok orang dan seorang Nabi tanpa seorang pun
bersamanya. Lalu tiba-tiba ditampakkan kepadaku kumpulan manusia yang banyak
memenuhi ufuk, aku berkata apa ini? apakah ini umatku? Namun dikatakan padaku; 'Ini
adalah Musa dan kaumnya,” lalu di katakan pula kepadaku, "Tapi lihatlah di ujung sebelah
sana.' Ternyata aku melihat ada sekumpulan orang yang sangat banyak, kemudian dikatakan
lagi padaku; 'Lihat juga yang sebelah sana.' Ternyata aku juga melihat ada sekumpulan
orang yang sangat banyak lagi, lalu dikatakan padaku, 'Ini adalah umatmu, dan di antara
mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa hisab." Setelah itu orang-
orang bubar dan belum sempat ada penjelasan kepada mereka, sehingga para shahabat Nabi
N saling membicarakan hal itu. Mereka berkata, "Adapun kita dilahirkan dalam kesyirikan
akan tetapi kita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mungkin mereka adalah para anak
cucu kita yang lahir dalam keislaman." Lantas peristiwa tersebut sampai kepada Nabi N, lalu
beliau bersabda, "Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah bertathayur
(menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak pernah meminta untuk diruqyah
dan tidak mau menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan kepada Allah mereka
bertawakkal." Lalu Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata, "Apakah aku termasuk di
antara mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ya." Kemudian yang lainnya berdiri
lalu bertanya; "Apakah aku juga termasuk di antara mereka?" Beliau menjawab, "Ukasyah
telah mendahuluimu dalam hal ini."28

 Meraih rezeki

Dari Umar bin Al-Khatthab A, bahwa Rasulullah N bersabda, "Andai saja kalian bertawakal
kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian diberi rezeki sebagaimana rezekinya

28
HR. Al-Bukhori, no. 5705, dan Muslim, no. 220.
burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi
penuh."29

 Dirinya, keluarga, dan anak-anaknya akan terjaga

Oleh karena itu Yaqub Q ketika menasehati anak-anaknya dengan nasehat yang membuat
mereka terjaga atau setelah itu segala urusannya diurus oleh Allah lalu dia berkata:

ُ ۖ ‫…ِإ ِن ۡٱلح ُۡك ُم ِإاَّل هَّلِل ۖ ِ َعلَ ۡي ِه ت ََو َّك ۡل‬


٦٧ َ‫ت َو َعلَ ۡي ِه فَ ۡليَتَ َو َّك ِل ۡٱل ُمت ََو ِّكلُون‬
“…Keputusan itu hanyalah bagi Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya pula
bertawakallah orang-orang yang bertawakal.” (QS. Yusuf [12]: 67).

Karena sesungguhnya Allah yang Maha menjaga, dan Dia yang menjadi sandaran atas
penjagaan jiwa, keluarga, dan anak-anak.

 Terbentengi dari setan

Allah K berfirman:

ِ ‫ِإ ۡذ ِن ٱهَّلل ۚ ِ َو َعلَى ٱهَّلل‬f ِ‫ۡ‍ئًا ِإاَّل ب‬f ‫ٓا ِّر ِهمۡ َش‬f ‫ض‬ ْ fُ‫ ُزنَ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬f‫ ۡي ٰطَ ِن لِيَ ۡح‬f ‫ٱلش‬
َ ‫وا َولَ ۡي‬f
َ ِ‫س ب‬ َّ َ‫ َو ٰى ِمن‬f‫ِإنَّ َما ٱلنَّ ۡج‬
١٠ َ‫فَ ۡليَتَ َو َّك ِل ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang
beriman itu bersedih hati, sedang (pembicaraan) itu tidaklah memberi bencana sedikit pun
kepada mereka, kecuali dengan izin Allah. Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang
beriman bertawakal.” (QS. Al-Mujadalah [58]: 10).

Allah K telah menjelaskan bahwa setan tidak bisa membahayakan hamba-Nya kecuali
atas izin-Nya, kemudian memerintahkan mereka bertawakal kepada Allah supaya mereka
terjaga.

Dari Anas bin Malik A, Ia berkata; Rasulullah N bersabda,

:‫ال َل ُه‬
ُ َ‫ يُق‬، ‫اهلل‬
ِ ِ‫ وََلا حَْوَل َوَلا قَُّوَة ِإلَّا ب‬،‫اهلل‬
ِ ‫اهلل تََوَّكْلتُ َعَلى‬
ِ ‫سِم‬ْ ِ‫ ب‬:-‫ج ِمْن َبيِْتِه‬
َ ‫يَْعنِي ِإَذا َخَر‬-‫ال‬
َ ‫مَْن َق‬

ُ ‫الشيَْط‬
‫ان‬ َّ ‫حى عَنُْه‬
َّ َ‫ وََتن‬،َ‫ُكفِْيتَ وَ ُوِقْيت‬

"Barang siapa yang ketika keluar dari rumahnya mengucapkan: (dengan nama Allah, tidak
ada daya dan kekuatan kecuali dengan dengan pertolongan Allah), maka dikatakan baginya,

29
HR. At-Tirmidzi, no. 2344, dan dishahihkan oleh Al-Hakim.
engkau telah mendapatkan kecukupan, telah mendapat pertolongan dan setan menjauh
darimu."30

 Ketenangan Jiwa

Ketika seorang hamba telah menempuh sebab-sebab untuk mewujudkan keinginannya


maka ia tetap memiliki beberapa titik kelemahan yang belum bisa dibendung, dan kegagalan
yang ia khawatirkan akan menimpa, serta ketidak-berhasilan meraih tujuannya. Namun,
ketika sudah bertawakal kepada Allah, dan memahami bahwa Allah akan mencukupi segala
urusannya, maka dia tidak akan khawatir dengan kelemahan, jiwanya akan tenang, dan
kondisinya akan tenteram.

Dengan bertawakal kepada Allah, manusia akan aman dari gangguan psikologi dan
saraf. Seandainya para dokter jiwa menyarankan untuk bertawakal niscaya itu akan menjadi
obat penyembuhan yang paling utama.

Seandainya orang-orang yang bunuh diri itu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-
benar tawakal, niscaya mereka tidak akan bunuh diri. Karena mereka menyerahkan
urusannya kepada Allah K, menyerahkan jiwanya kepada-Nya, ridho dengan keputusan dan
takdir-Nya.

 Membangkitkan semangat beramal

Tawakal kepada Allah membangkitkan semangat dan tekad dalam hati untuk beramal,
karena hal tersebut memotivasi untuk menempuh sebab-sebab yang disyariatkan, dan ketika
seseorang memahami tawakal secara benar, dia akan bergegas beramal dan menempuh sebab-
sebab itu, dan ini merupakan motivasi untuk bersikap produktif.

 Kemuliaan dan kekayaan jiwa

Ketika seorang muslim bertawakal kepada Allah K, dan menyerahkan urusan kepada
Allah, dia akan merasa mulia karena dia bersandar kepada Allah yang Maha Mulia, sama
seperti halnya dia merasa kaya dari manusia karena dia hanya meminta kekayaan kepada
yang Maha Kaya.

Allah K berfirman:

ِ ‫… َو َمن يَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ِ فَِإ َّن ٱهَّلل َ ع‬


٤٩ ‫يم‬ٞ ‫َزي ٌز َح ِك‬

30
HR. At-Tirmidzi, no. 3426, dan dishahihkan oleh Al-Albani.
“…Barangsiapa bertawakal kepada Allah, ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.” (QS. Al-Anfal [8]: 49). Lafal ‫( ال َع ِز ْي ُز‬mulia) disebutkan setelah lafal tawakal,
sebagai petunjuk bahwa barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka akan Allah
memuliakannya, dan Allah tidak akan menelantarkannya dengan sebab keyakinan kepada-
Nya.

TAWAKAL ADALAH ILMU DAN AMALAN HATI

Tawakal kepada Allah K menghimpun ilmu dan amalan hati.

Ilmu hati: mengetahui bahwa Allah berkuasa dan mengatur atas segala sesuatu…

Sedangkan amalan hati: ketenangan hati karena Sang Pencipta, bersandar kepada-Nya dan
yakin pada-Nya…

Untuk memperjelas hal ini, kami katakan: seorang hamba yang bertawakal kepada Allah
hendaknya mengetahui perihal berikut dan mengamalkannya:

1- Mengenal Rabb dan sifat-sifat-Nya: seorang hamba hendaknya mengenal Rabbnya


beserta nama-nama dan sifat-sifat-Nya, mengetahui kedigdayaan-Nya, kemampuan-Nya,
penjagaan-Nya, kekuatan-Nya, keagungan-Nya, kehidupan-Nya yang mutlak, tanpa
sedetikpun tidur dan lelah.

Jika seorang hamba mengetahui semua hal itu, niscaya dia akan bertawakal kepada Allah
dengan sebenar-benar tawakal, dan mengetahui bahwa ia menyerahkan segala urusannya
kepada Dzat yang Maha Kuat dan Maha Bijaksana.

2- Kokoh berjalan di jalan tauhid: seorang hamba jika telah merealisasikan tauhid, dia
akan memiliki tawakal yang tepat dan agung. Allah K berfirman:

١٢٩ ‫ش ۡٱل َع ِظ ِيم‬ ۡ ُ ۖ ‫فَِإن ت ََولَّ ۡو ْا فَقُ ۡل َح ۡسبِ َي ٱهَّلل ُ ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ ۖ َو َعلَ ۡي ِه تَ َو َّك ۡل‬
ِ ‫ت َوهُ َو َربُّ ٱل َع ۡر‬
“Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), “Cukuplah
Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia
adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (QS. At-Taubah [9]: 129).
Cukuplah (baginya) Allah, tauhid dan tawakal.

3- Bersandar kepada Allah K dalam segala urusan: tidak seperti yang dilakukan oleh
sebagian orang-orang yang bodoh, mereka bertawakal kepada Allah jika tidak ditemukan
sebab-sebab. Ketika ditemukan sebab-sebab, mereka melupakan Allah dan bergantung
dengan sebab-sebab itu.

4- Husnudzan kepada Allah K: kapan saja seorang hamba yang beriman bertawakal kepada
Allah, hendaknya ia berhusnudzan kepada-Nya. Hendaknya ia benar-benar mengetahui
bahwa siapa yang bertawakal kepada-Nya niscaya Allah akan mencukupi, hatinya tidak akan
gelisah, dan tidak peduli seberapa kenikmatan dunia yang didapatkan maupun yang tidak.
Karena sandarannya adalah Allah. Keadaannya menjadi seperti seseorang yang diberi dirham
oleh sang raja lalu dicuri. Kemudian sang raja berkata, "tidak usah peduli aku punya lebih
banyak lagi. Kapan saja kamu datang, aku akan berikan kepadamu lebih banyak lagi dari
simpananku." Maka, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah rajanya para raja dan
memiliki simpanan yang penuh, maka ia tidak akan khawatir ketika kehilangan sesuatu.

Dalam hadits Qudsi: (‫ ِدي بِي‬f‫" )َأنَا َع ْن َد ظَنِّ َع ْب‬Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku
terhadapku".31 Husnudzan membawa pada tawakal kepada Allah, dan tawakal kepada Allah
harus ada husnudzan di dalamnya.

5- Tunduknya hati kepada Allah K: Jika sudah berserah diri seperti tunduknya seorang
budak kepada tuannya, maka tercapailah tawakal.

Jika engkau diuji maka yakinlah kepada Allah dan ridha dengan ketentuan-Nya,
sesungguhnya yang bisa mengangkat cobaan hanya Allah semata

Jika Allah menentukan sesuatu maka tunduklah dengan takdir-Nya, karena tidak ada
seorangpun yang bisa berkilah dari ketentuan-Nya

Putus asa terkadang bisa membunuh dirinya, maka janganlah berputus asa, karena takdir
Allah itu yang terbaik.32

6- Berserah diri: Allah K mengungkapkan perkataan seorang mukmin kepada keluarga


Fir'aun:

٤٤ ‫صي ۢ ُر بِ ۡٱل ِعبَا ِد‬ ٓ ‫فَ َست َۡذ ُكرُونَ َمٓا َأقُو ُل لَ ُكمۡۚ َوُأفَ ِّوضُ َأمۡ ِر‬
ِ َ‫ي ِإلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ ب‬
31
HR. Al-Bukhari. no. 7405, dan Muslim, no. 2675.
32
Al-Mustathraf, (2/151).
“Maka kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepadamu. Dan aku menyerahkan
urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS.
Ghafir [40]: 44).

Ibnu Mas'ud A berkata, "Sesungguhnya ayat yang paling agung tentang kepasrahan (tawakal)
di dalam Al-Qur'an adalah firman-Nya K:

٣ … ُ‫ث اَل يَ ۡحتَ ِس ۚب‬


ُ ‫ َويَ ۡر ُز ۡقهُ ِم ۡن َح ۡي‬٢ ‫ق ٱللَّهَ يَ ۡج َعل لَّهُۥ َم ۡخ َر ٗجا‬
ِ َّ‫… َو َمن يَت‬
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar
baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya…” (QS. Ath-
Thalaq [65]: 2-3).33

Ibnul Qayyim T menukil perkataan syekhnya, Ibnu Taimiyah T, "Takdir itu diselimuti
dua hal, tawakal di sebelumnya dan ridha setelahnya. Barang siapa bertawakal kepada Allah
sebelum melakukan suatu pekerjaan dan ridha dengan ketentuan-Nya setelah selesai
mengerjakannya, maka sungguh ia telah melakukan penghambaan."34

Karena itu lihatlah lafal doa istikharah, "takdirkanlah kepadaku untuk melakukan
kebaikan kapan pun dan dimana pun kemudian ridhailah aku karenanya."35 Maka tawakal
kepada Allah adalah menyerahkan urusannya sebelum terjadinya takdir dan ridha setelah
terjadinya takdir.

7- Menentukan sebab akibat, meskipun keberhasilan tidaklah diraih dengan itu saja.
Barangsiapa yang mengingkari dan memungkiri sebab-sebab, maka dia seorang yang bodoh
dan gila. Barangsiapa yang bersandar kepada hal itu saja tanpa bersandar kepada ketentuan
Allah K, maka ini adalah kesyirikan.

Dari Anas bin Malik A berkata: ada seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, apakah
saya ikat unta saya lalu tawakal kepada Allah K? Ataukah saya lepas saja sambil bertawakal
kepada-Nya?' Rasulullah menjawab, 'Ikatlah dulu untamu itu kemudian baru engkau
bertawakal !”36

Terkadang seseorang tidak menemukan sesuatu yang bisa dilakukan kecuali doa, dan
itu adalah sebaik-baik sebab.
33
Al-Mu'jam Al-Kabir, (9/133)
34
Madarijus Salikin, (2/122).
35
HR. Al-Bukhari, no. 1116.
36
HR. At-Tirmidzi, no. 2517, dan dihasankan oleh Al-Albani.
Allah telah mengajarkan kepada para hamba-Nya untuk menempuh sebab-sebab,
Allah berfirman:

١٥ ‫وا ِمن ر ِّۡزقِ ِهۦۖ َوِإلَ ۡي ِه ٱلنُّ ُشو ُر‬


ْ ُ‫وا فِي َمنَا ِكبِهَا َو ُكل‬
ْ ‫ض َذلُواٗل فَٱمۡ ُش‬
َ ‫هُ َو ٱلَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم ٱَأۡل ۡر‬
“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk [67]: 15)

ۡ‫يرا لَّ َعلَّ ُكم‬f ْ ‫ ر‬f‫ ِل ٱهَّلل ِ َو ۡٱذ ُك‬f‫ض‬


ٗ fِ‫ُوا ٱهَّلل َ َكث‬ ْ f‫ض َو ۡٱبتَ ُغ‬
ۡ َ‫وا ِمن ف‬f ِ ‫ُوا فِي ٱَأۡل ۡر‬
ْ ‫ر‬f‫ فَٱنت َِش‬fُ‫لَ ٰوة‬f‫ٱلص‬
َّ ‫ت‬ ِ ُ‫ِإ َذا ق‬fَ‫ف‬
ِ َ‫ي‬f‫ض‬
١٠ َ‫تُ ۡفلِحُون‬
“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu'ah [62]: 10)

٢٠ …ِ ‫ض ِل ٱهَّلل‬ ِ ‫ض ِربُونَ فِي ٱَأۡل ۡر‬


ۡ َ‫ض يَ ۡبتَ ُغونَ ِمن ف‬ ۡ َ‫… َو َءا َخرُونَ ي‬
“…dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah…” (QS. Al-Muzammil
[73]: 20).

Ketika Imam Ahmad T ditanya tentang orang-orang mengaku bertawakal dan mereka
mengatakan, "Kami meyakini bahwa rezeki-rezeki kami tergantung Allah K." Imam Ahmad
menjawab, "Itu adalah perkataan yang kurang tepat! Bukankah Allah berfirman:

ۡ‫ ۚ َع ٰ َذلِ ُكم‬f‫ُوا ۡٱلبَ ۡي‬ ۡ َ‫ ِة ف‬f‫و ِم ۡٱل ُج ُم َع‬fۡ fَ‫لَ ٰو ِة ِمن ي‬f‫لص‬
ْ ‫ ِر ٱهَّلل ِ َو َذر‬f‫ َع ۡو ْا ِإلَ ٰى ِذ ۡك‬f ‫ٱس‬ َّ ِ‫ي ل‬َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا نُو ِد‬
ِ ‫ ِل ٱهَّلل‬f‫ض‬ ۡ َ‫وا ِمن ف‬f ْ f‫ض َو ۡٱبتَ ُغ‬ ِ ‫ُوا فِي ٱَأۡل ۡر‬ ْ ‫ر‬f‫ فَٱنت َِش‬fُ‫لَ ٰوة‬f‫ٱلص‬ َّ ‫ت‬ ِ َ‫ضي‬ِ ُ‫ فَِإ َذا ق‬٩ َ‫ر لَّ ُكمۡ ِإن ُكنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬ٞ ‫خَي‬ ۡ
١٠ َ‫يرا لَّ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬ ْ ‫َو ۡٱذ ُكر‬
ٗ ِ‫ُوا ٱهَّلل َ َكث‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada
hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan,
maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu'ah [62]: 9-10).
PERKARA-PERKARA YANG MERUSAK TAWAKAL

1. Tathayyur (ramalan) dan Tasyâum (merasa sial)

Tathayyur dan Tasyâum adalah seseorang melihat atau mendengar sesuatu lalu
meramalkannya, dan ia berpikir bahwa tujuannya tidak akan pernah terwujud disebabkan apa
yang ia lihat atau dengar, atau dia tidak dianjurkan untuk meneruskan usahanya itu.

Tathayyur ini merusak tawakal kepada Allah. Karena hati yang melekat kepada Allah
yaitu orang yang bertawakal kepada-Nya, tidak akan mempercayai pandangan orang yang
juling, atau burung yang terbang ke utara, atau ia terusik dalam keyakinannya tentang angka
tiga belas di pesawat terbang, dan omong kosong lainnya.

Nabi N telah memberikan peringatan tentang thiyarah ini, beliau bersabda: “Tidak
(boleh) melakukan thiyarah.”37

Tathayyur dan tasyâum tidak hanya merusak tawakal saja, bahkan merusak tauhid.

2. Perbintangan dan Perdukunan

Di antara perkara yang dapat merusak tawakal kepada Allah adalah mendatangi
dukun, peramal dan ahli perbintangan untuk mengetahui perkara yang ghaib dan perkara
yang akan terjadi di waktu mendatang.

Bahwasanya seorang mukmin yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-


benarnya tawakal, tidak akan pernah memiliki tujuan selain kepada-Nya, dan tidak pernah
mencaritahu apa yang akan terjadi jikalau termasuk perkara ghaib yang tidak mungkin
diketahui.

Ibnu Taimiyah T berkata, "Tatkala Ali bin Abi Thalib A ingin berangkat memerangi
orang-orang Khawarij, seorang ahli perbintangan mencegahnya sambil berkata, 'wahai
Amirul mukminin, jangan berangkat, karena bulan berada di gugus bintang scorpio. Jika
engkau berangkat dan bulan berada di gugus bintang scorpio, pasukanmu akan kalah.’
Kurang lebih seperti itu. Ali menjawab, 'justru kami berangkat karena yakin kepada Allah
dan bertawakal kepada-Nya serta tidak percaya kepadamu. Maka Ia tetap berangkat lalu
mendapatkan berkah dari peristiwa itu, hingga ia mampu membunuh sebagian besar orang-

37
HR. Al-Bukhari, no. 7554, dan Muslim, no. 2220
orang Khawarij. Peristiwa itu merupakan salah satu peristiwa yang paling membuatnya
gembira karena berhasil memerangi mereka sesuai dengan perintah Nabi N."38

Seandainya seorang mukmin mendengar kabar dari seorang dukun, peramal atau ahli
perbintangan, maka yang terbaik dari semua kebaikan itu adalah menyelisihinya dan tidak
menghiraukan apa yang dikatakannya.

3. Memakai Jimat-Jimat

Di antara perkara yang merusak tawakal adalah memakai jimat, sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang yang jahil. Mereka mengalungkan manik-manik di dada mereka,
atau kertas-kertas yang mereka dapatkan dari para dukun dan tukang sihir, dengan maksud
untuk melindungi diri mereka.

Dimanakah bentuk tawakal kepada Allah dari orang-orang yang berbuat demikian?

Niscaya mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan kejahatan mereka,

Rasulullah N menjelaskan, ‫" َم ْن َت َعلَّ َق َش ْيًئا ُوكِ َل ِإلَْي ِه‬barangsiapa yang bergantung kepada

sesuatu maka dia akan dibiarkan kepadanya (tidak ditolong oleh Allah).”39 Ketika mereka
bergantung kepada tulisan, kertas, dan semisalnya, dan tidak bertawakal kepada Allah,
niscaya Allah akan membuat mereka bergantung dan bersandar dengan hal-hal tersebut.
Cukuplah itu sebagai sebuah kerugian yang amat sangat.

4. Mencari Berkah (Tabarruk) dari Bebatuan dan Pepohonan

Mencari berkah dari bebatuan, pepohonan, dan hal-hal yang tidak diperbolehkan,
termasuk perkara dapat merusak tawakal kepada Allah K. Terkadang perbuatan yang
semacam ini menjerumuskan pada kesyirikan kepada Allah. Kita berlindung kepada Allah
dari semua hal itu.

5. Meniadakan Usaha untuk Mencari Rezeki.

38
Al-Fatawa Al-Kubra, (1/57).
39
HR. At-Tirmidzi, no. 2072, dan An-Nasa'I, no. 4079. Syuaib Al-Arnauth berkata: “Hasan
Lighairihi”.
Telah kami sebutkan sebelumnya bahwa menempuh sebab-sebab merupakan bagian
dari syarat tawakal. Maka, tidak menempuh sebab-sebab merupakan di antara hal-hal yang
dapat merusak tawakal.

Di sini kita akan membahas tentang musibah yang menyebar di masa kita, yaitu
pengangguran. Mayoritas manusia mengandalkan orang lain dalam mencari rezekinya, anak
mengandalkan bapaknya dan saudara mengandalkan saudara perempuannya yang menjadi
karyawan.

Generasi muda tidak berusaha mencari pekerjaan yang produktif dan menghasilkan.
Justru mereka lebih senang untuk bersantai-santai tanpa kerja keras, dan lebih senang
nganggur daripada bekerja keras dan berusaha mencari rezeki.

Al-Qur'an dan As-Sunnah telah menunjukkan berbagai macam cara untuk mendapatkan
rezeki. Kami akan sebutkan sebagiannya untuk mereka yang malas dan menganggur:

a. Sebab-sebab rezeki yang paling utama dan paling agung, serta paling halal di muka bumi,
yaitu ghanimah perang. Allah K berfirman:

٦٩ ‫يم‬ٞ ‫َّح‬ ْ ُ‫وا ِم َّما َغنِمۡ تُمۡ َح ٰلَاٗل طَيِّبٗ ۚا َوٱتَّق‬


ٞ ُ‫وا ٱهَّلل ۚ َ ِإ َّن ٱهَّلل َ َغف‬
ِ ‫ور ر‬ ْ ُ‫فَ ُكل‬

“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai
makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Anfal [8]: 69).

Rasulullah N bersabda, "dijadikan rezekiku di bawah naungan tombakku".40

b. Bekerja dengan tangannya sendiri: Rasulullah N bersabda, "tidak ada makanan (rezeki)
yang dimakan oleh seseorang di antara kalian yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan
dari tangannya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah Daud Q memakan makanan (mencari
rezeki) dari hasil tangannya sendiri."41 Dan sabda beliau yang lain, "hendaknya salah
seorang di antara kalian menenteng kapak untuk mencari kayu bakar, karena hal itu lebih
baik daripada meminta-minta, lalu diberi atau ditolak."42

40
HR. Ahmad, no. 5094, dan dishahihkan oleh Al-Albani.
41
HR. Al-Bukhari, no. 2072.
42
HR. Al-Bukhari, no. 2074.
c. Berdagang: yang merupakan pekerjaan mayoritas kaum Muhajirin dan Anshar. Misalnya,
Abdurrahman bin Auf A ketika salah seorang kaum Anshar menawari separuh hartanya,
beliau menolak lantas berkata, "Tunjukkan kepada saya dimana pasar."43

d. Membajak sawah, menanam dan bertani: ini merupakan jenis usaha dalam mencari rezeki
yang sangat penting. Di sana, ia harus bertawakal kepada Allah saja tanpa yang lain, dan
bergantung kepada Allah K dengan benar. Karena kapan saja para petani menabur benih, lalu
menyirami dan membajak sawahnya, mereka mengetahui bahwa keluarnya tunas bergantung
pada kekuasaan Allah dan kehendak-Nya. Sungguh terlindunginya benih-benih tersebut dari
kerusakan tidak lain karena kekuasaan Allah K.

Berapa banyak para petani yang tanamannya rusak karena diserang dan dimakan
belalang. Berapa banyak jenis tanaman yang gagal disebabkan kekeringan, atau disebabkan
banyaknya curah hujan atau salju.

Para petani merupakan golongan orang-orang yang sangat bergantung kepada Allah
K, seperti yang telah dijelaskan.

6. Tidak Berusaha Mencari Jalan Kesembuhan.

Di antara perkara yang dapat merusak tawakal adalah tidak berusaha mencari
kesembuhan ketika terkena penyakit. Nabi N bersabda, "Tidaklah Allah K menurunkan
penyakit melainkan Allah juga menurunkan obatnya."44

Sebagaimana beliau N juga memerintahkan untuk berobat, "Berobatlah wahai hamba


Allah."45

Berobat merupakan bagian dari menempuh sebab-sebab yang disyariatkan oleh Allah K.

43
HR. Al-Bukhari, no. 5072.
44
HR. Al-Bukhari, no. 5678.
45
HR. At-Tirmidzi, no. 2038, Ibnu Majah, no. 3436, dishahihkan oleh Al-Albani.
KISAH-KISAH ORANG YANG BERTAWAKAL

Di antara perkara yang dianjurkan kepada seorang hamba yang bertawakal kepada
Allah dan bergantung kepada-Nya, adalah mendengarkan kisah orang-orang sholih yang
bertawakal kepada Allah K, sekaligus nikmat-nikmat yang mereka rasakan lantaran tawakal
mereka kepada Allah. Dan penghulu orang-orang yang bertawakal adalah Rasul kita N.

- Nabi N dan seseorang yang ingin membunuhnya dengan pedang.

Ketika Rasulullah N dan para shahabatnya telah sampai di sebuah lembah, lalu beliau
menggantungkan pedangnya di sebuah pohon. Di lembah itu, para shahabat berpencar
mencari naungan pohon. Tidak lama Nabi N menyeru mereka untuk datang, maka mereka
pun datang mengelilingi beliau. Lalu ada seseorang yang pedangnya jatuh, maka Rasulullah
berkisah, "Ada seseorang mendatangiku ketika aku sedang tidur. Ia membawa pedang. Maka
aku terbangun, sedang ia berdiri di sebelah kepalaku. Aku tidak menyadari selain pedang
yang sudah terhunus di tangannya. Dia berkata kepadaku, 'siapa yang akan melindungimu
dariku?' aku jawab, 'Allah.' kemudian ia berkata untuk yang kedua kalinya, 'siapa yang akan
melindungimu dariku?' aku jawab, 'Allah.' lalu ia menyarungkan pedangnya. Kemudian ia
duduk di sini."46

Inilah tawakal, tafwidh (berserah diri kepada Allah) dan isti’anah (meminta perlindungan).

- Nabi N di gua.

Dari Abu Bakar A, ia berkata, "aku bergumam kepada Nabi N, saat berada di gua.
'seandainya salah satu dari mereka mengarahkan pandangannya ke bawah di antara kedua
kakinya, niscaya kami akan ketahuan.' lalu beliau menimpali, 'apa kamu mengira kita hanya
berdua wahai Abu Bakar, padahal Allah yang ketiganya."47

Inilah tawakal dan keyakinan yang murni dan jelas, muncul di waktu-waktu kritis.
Sangat jelas bahwa hamba ini (Rasulullah) hatinya tenang bersama Rabbnya, tawakal kepada-
Nya, yakin kepada-Nya, terkhusus ketika di sana tidak ditemukan sebab-sebab yang bisa
ditempuh kecuali mempercayakan urusan kepada Allah.
46
HR. Muslim, no. 843.
47
HR. Al Bukhari, no. 3453, Muslim, no. 2381.
- Perempuan dan kambing-kambingnya

Ada kisah menarik yang menunjukkan sejauh mana pentingnya tawakal, dan manfaat
apa yang akan didapatkan oleh seorang yang bertawakal. Imam Ahmad T meriwayatkan, dari
Nabi N yang bersabda, "ada seorang perempuan yang pergi berperang bersama kaum
muslimin dengan meninggalkan dua belas kambing dan alat pemintal yang Ia gunakan untuk
menenun. Lalu kambing dan alat pemintal tersebut hilang. Lantas berdoa, 'ya Rabbku,
Sesungguhnya Engkau telah menjamin bagi siapa saja yang pergi berangkat berjuang di
jalan-Mu, Engkau akan menjaga dirinya dan hartanya. Sesungguhnya aku telah kehilangan
kambing dan alat pemintal. Aku adukan kepadamu kambing dan alat pemintalku. Lalu
Rasulullah N menyebutkan kesungguhannya mengadu pada Rabb-nya K. Maka kambing dan
alat pemintalnya menjadi berlipat ganda."48

Maha suci Allah!!

Inilah perempuan yang benar-benar bertawakal kepada Allah, tidak hanya dijaga
kambingnya, bahkan dilipatgandakan lantaran bersungguh-sungguh dalam bertawakal.

- Perempuan dan tungku api

Disebutkan juga oleh Imam Ahmad T dengan sanad dari Abu Hurairah A, ia berkata, "Pada
zaman dahulu ada seorang suami istri yang tidak mampu, maka ketika sang suami pulang dari
safar, ia menemui istrinya dalam keadaan sangat lapar, lalu ia berkata pada istrinya, "Apakah
kamu memiliki sedikit makanan?" sang istri menjawab, "iya, ada kabar gembira, akan datang
rezeki Allah kepadamu, "-padahal si istri tidak memiliki apapun, namun percaya, bersandar
dan penuh harap kepada Allah-. Lalu si suami mendesak isterinya seraya berkata; "Celaka
kamu, carilah jika memang kamu masih mempunyai sedikit makanan, " sang istri berkata;
"Sebentar! kita berharap rahmat Allah akan datang, " hingga ketika sang suami sudah begitu
lama menahan lapar yang menyerang, ia berkata, "Celaka kamu, bawakanlah aku makanan,
karena aku sudah tidak kuat lagi dan hampir mati, " maka sang istri menjawab; "Iya,
janganlah terburu-buru, sekarang tungku apinya sedang menyala."

Maka ketika suaminya diam beberapa saat, ia berbicara dalam hatinya, "Mungkin lebih baik
jika aku melihat ke tungku apiku, " lalu ia pun berdiri dan melihat tungku apinya, namun

48
HR. Ahmad, no. 20141, dan dishahihkan oleh Al-Albani.
tiba-tiba ia mendapatkan tungku apinya telah penuh dengan rusuk kambing dan gilingannya
dalam keadaan berputar melumat daging tersebut, maka ia pun menuju gilingannya
mengibas-ngibaskan seraya mengeluarkan rusuk-rusuk kambing dari tempatnya." Abu
Hurairah berkata, "Demi Dzat yang jiwa Abul Qasim berada dalam genggaman-Nya, dari
sabda Muhammad Rasulullah N, andai saja ia hanya mengambil gulungan dagingnya dan
tidak mengibas-ngibasnya, tentu gilingan itu akan melumatkan untuknya hingga hari
kiamat."49

- Umar dan Kusta, Khalid dan Racun

Kitab-kitab hadits telah menceritakan kepada kita dua kisah, yang sebagian manusia
akan menyangkalnya. Yaitu kisah Umar bin Al-Khatthab A ketika makan bersama penderita
penyakit kusta.50

Dan kisah Khalid bin Al-Walid A ketika meminum racun. Dari Abu Safar, ia berkata,
"ketika Khalid bin Al-Walid sampai di Al-Hirah, lantas orang-orang berkata kepadanya,
'Waspadalah terhadap racun, jangan minum suguhan orang-orang asing!" Namun Khalid
menjawab, "Berikan racun itu kepadaku!" Kemudian beliau mengambil minuman beracun
itu, lalu meneguknya sambil membaca "basmalah", dan tidak terjadi sesuatu pun yang
membahayakannya."51

Kisah Umar bin Al-Khattab A memberikan pelajaran untuk menguatkan tawakal


kepada Allah.

Para ulama memberikan kesimpulan-kesimpulan dari kisah ini, diantaranya:

1- Umar bin Al-Khatthab A ingin menegaskan bahwa tidak ada penyakit menular, dan tidak
boleh menyelisihi perintah Nabi N dengan menghindar dari penderita kusta.

2- Umar bin Al-Khatthab A ingin menyetarakan orang yang terkena kusta, karena ia dianggap
memiliki kekurangan.

HR. Ahmad, no. 9168, dan para perawinya dianggap tsiqoh oleh Al-Haitsami dalam Al Mujamma'
49

Az Zawa'id, no.17874.
50
HR. At-Tirmidzi, no. 1817.
51
HR. Abu Ya'la, no. 7186.
3- Hadits (tidak ada penyakit menular) hanya dilakukan karena kuatnya tawakal kepada
Allah. Sedangkan hadits (menghindar dari penderita kusta) hanya dilakukan karena lemahnya
tawakal kepada Allah.52

Adapun kisah Khalid bin Al-Walid memberikan pelajaran bahwa beliau A bertawakal
kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, maka racun tidak membahayakannya.

Namun tidak semua orang dianjurkan untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh
Khalid bin Al-Walid, karena itu para ulama memberikan peringatan tentang kisah tersebut, di
antaranya:

1- Hal itu merupakan karamah Khalid A, maka makruh bagi siapapun untuk berputus asa,
dengan cara tidak mengakhiri hidupnya dengan racun.

2- Di sana mungkin janji Nabi N kepada Khalid bahwa racun tidak akan membahayakannya,
sehingga Khalid bin All-Walid A telah bertawakal kepada Allah saat itu, lalu meminumnya.53

3- Disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa beliau melakukan hal itu supaya musuh-
musuhnya masuk Islam, dalam rangka menjaga jiwa dan harta kaum muslimin.

52
Fathul Bari, (10/160).
53
Fathul Bari, (10/248).
PENUTUP

Wahai saudaraku, sampai di sini telah dijelaskan semuanya, betapa penting dan
agungnya kedudukan tawakal kepada Allah.

Dan kami telah menjelaskan bahwa tawakal kepada Allah bukan lantas meniadakan
sebab-sebab. Bahwasanya tanpa menempuh sebab-sebab tidak disebut tawakal, tapi tawâkul.
Dan tawâkul merupakan perbuatan orang-orang pengangguran dan pemalas.

Kami telah menjelaskan hukum tawakal kepada Allah, dan posisi dimana saja seorang
hamba diperintahkan oleh Allah untuk bertawakal.

Kami telah memaparkan contoh-contoh kisah orang-orang yang bertawakal kepada


Allah dengan sebenar-benar tawakal, dan apa yang mereka dapatkan setelah bertawakal.

Inilah sebagian yang Allah mudahkan pembahasannya tentang tawakal. Kami


memohon kepada Allah K agar menjadikan kami dan Anda termasuk orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya, menjadikan kami orang-orang yang bertauhid, dan menjadikan kami
orang-orang yang berkata benar dan konsisten. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
nabi Muhammad N beserta keluarga dan semua para shahabatnya.

Anda mungkin juga menyukai