Anda di halaman 1dari 36

SYUKUR

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi dan Rasul yang paling mulia yaitu Nabi kita Muhammad,
juga kepada keluarganya dan seluruh shahabatnya.

Amma ba’du

Ketika iman dibagi menjadi dua bagian, setengahnya syukur dan setengahnya
lagi sabar, maka benar bagi siapa yang memurnikan jiwanya, menginginkannya
selamat dan lebih mengutamakan kemuliaannya, hendaknya ia tidak meremehkan dua
pangkal besar ini, tidak meninggalkan kedua jalan yang benar ini, dan hendaknya ia
menjadikan perjalanannya kepada Allah berada di antara dua jalan ini, sehingga pada
hari perjumpaannya dengan Allah kelak, ia berada dalam keadaan baik pada
keduanya.

Syukur adalah kehidupan terbaik orang-orang yang bahagia, orang-orang


yang tidak naik ke puncak kedudukan kecuali dengan syukur mereka, mereka
berjalan di antara sayap syukur dan sayap sabar menuju surga kebahagiaan. Itulah
keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar.

Maka sudah selayaknya kita mengenali syukur, apa maknanya, apa


hukumnya, apa keuntungannya dan apa sarana yang bisa membantu untuk bersyukur?

Semua itu akan Anda dapatkan tertulis di dalam risalah kedelapan ini yang
tergabung dalam “Silsilah A’malil Qulub” (rangkaian amalan-amalan hati), yang
Allah telah memberikan kemudahan kepada saya untuk menyampaikannya dalam
daurah ilmiah. Dibersamai oleh tim ilmiah Zaad group dalam mempersiapkannya.
Dan hari ini diusahakan untuk menerbitkannya dalam bentuk materi yang diedarkan.

Kami memohon kepada Allah agar menjadikan kami termasuk dari orang
yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik, dan semoga Allah
menjadikan kami termasuk dari orang yang bersyukur kepada-Nya dan tidak
mengkufuri-Nya. Ia lah Dzat yang Maha menolong dan kepada-Nyalah kami
bersandar.

Muhammad Shalih Al-Munajjid


PENGERTIAN SYUKUR

Syukur secara bahasa:

Syukur adalah sebuah pengakuan terhadap kebaikan yang didapatkan dan


mengumumkannya.

Dikatakan ‫ َو ُشكَْرانًا‬،‫ َو ُش ُك ْو ًرا‬،‫ ُشكًْرا‬،‫ يَ ْش ُكُر‬،‫َش َكَر‬

Lafadz ‫شكََر‬
َ adalah muta’addi (membutuhkan obyek), baik secara langsung maupun
dengan tambahan huruf lam (‫ )ل‬contoh ‫ت لَُه‬
ُ ‫ شََكْر‬،‫شَكْرُتُه‬
َ (aku bersyukur padanya, aku
bersyukur untuknya).

Dan dikatakan bahwa muta’addi dengan penambahan huruf lam (‫ )ل‬itu lebih fasih.

Syukur memiliki makna sendiri

‫شُكْوٌر‬
َ ‫ل‬
ٌ ‫ج‬
ُ ‫ َر‬maknanya laki-laki yang banyak bersyukur

ُ ‫شْكَر‬
‫ان‬ ُ (kesyukuran) adalah lawan kata dari ‫ان‬
ُ ‫( الُكْفَر‬kekufuran)

ُ‫ الشُْكر‬juga bermakna: Terlihatnya pengaruh gizi makanan dalam tubuh binatang, dan
kalimat ِ‫ن الدََّواب‬
َ ‫ُكُْوُر ِم‬DD‫ الش‬bermakna pakan yang menggemukkan meskipun cuma
sedikit.

Kalimat ‫اء‬ ْ ‫اشتَ َك َر‬


ُ ‫ت السََم‬ ْ artinya hujannya turun dengan lebat, sedangkan kalimat

‫اشتََكَر‬ ْ ‫ َأ‬bermakna susunya menjadi penuh.1


ْ ‫شكََر الضَْرعُ َو‬

Maka makna-makna syukur berkutat seputar penambahan dan pertumbuhan

Syukur secara istilah:

Syukur secara istilah adalah kesungguhan dalam mencurahkan ketaatan


sekaligus menjauhi kemaksiatan, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan.

Sebagian mereka mengatakan bahwa syukur adalah sebuah pengakuan atas


kelalaian dan kekurangan dalam bersyukur kepada sang pemberi nikmat.2

Al-Fara' berkata: “Syukur adalah mengetahui kebaikan dan


membicarakannya.”3

Kalau begitu syukur adalah tampaknya pengaruh dari nikmat ilahi kepada
keimanan seorang hamba di dalam hatinya, pujian dan sanjungan pada lisannya, serta
ibadah dan ketaatan pada anggota badannya.

1
Lisanul Arab, (4/424)
2
Tafsir Al-Qurthubi, (1/438)
3
Tafsir Al-Qurthubi, (2/166)
PERBEDAAN ANTARA PUJIAN DAN SYUKUR

Pujian

Pujian adalah sanjungan dengan perkataan kepada orang yang dipuji atas
sifat-sifatnya yang lazim (terkait dzatnya) dan yang muta’addi (terkait obyeknya)

Syukur

Syukur dilakukan dengan menggunakan lisan, hati dan anggota badan, tapi
hanya bisa dilakukan pada sifat-sifat yang muta’addi (terkait obyeknya) saja.

Pujian tidak bisa dilakukan kecuali dengan lisan, sedangkan syukur bisa
dilakukan dengan perkataan, perbuatan dan hati.

Pujian dilakukan terhadap sifat-sifat lazim seperti sifat keindahan dan sifat-
sifat muta’addi seperti sifat ihsan, sedangkan syukur tidak bisa dilakukan kecuali
terhadap sifat-sifat muta’addi saja seperti sifat ihsan.

Terkadang masing-masing dari keduanya bisa menempati tempat satu sama


lain. 1

Dikatakan juga bahwa ada pujian di dalam syukur, tapi tidak ada syukur di
dalam pujian2

KETERKAITAN SYUKUR

Ketika kita sudah mengerti bahwa syukur adalah kesibukan hati dengan
kecintaan terhadap pemberi nikmat, ketaatan anggota badan kepadanya, serta pujian
dan sanjungan yang mengalir dari lisan kepadanya. Maka kita tahu bahwa syukur
berkaitan dengan tiga perkara, yaitu : hati, lisan, dan anggota badan.

Syukur dengan hati

Syukur dengan hati adalah pengetahuan bahwa Allah adalah pemberi nikmat
dengan segala nikmat-Nya yang diberikan silih berganti.

Sebagian orang menisbatkan nikmat kepada orang yang memberinya seperti


orang kaya atau orang yang terpandang, tapi mereka justru melupakan Allah Dzat
yang telah memberi kepada orang kaya agar kemudian si kaya memberinya. Orang
kaya hanya sebagai perantara sedangkan pemberi yang sesungguhnya adalah Allah.
Bahkan sangat disayangkan sekali orang-orang hanya bersyukur kepada laluan
nikmat tapi tidak bersyukur kepada sumber nikmat.
1
Tafsir Ibnu Katsir, (1/34)
2
Adabul Khatib, hal. 31
Oleh karena itulah, menjadi penting dalam pendidikan anak-anak kita agar
mereka dikenalkan tentang dari mana datangnya segala kenikmatan, dan Allah K
adalah sumber rezeki. Sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang bersyukur
kepada Rabbnya.

Allah K berfirman:

ٍ DDDِ‫ل ِم ۡن ٰ َخل‬DDDَ
ۡ َ‫ ُر ٱهَّلل ِ ي‬DDD‫ق غ َۡي‬
َّ َ‫ر ُزقُ ُكم ِّمن‬DDD
‫ َمٓا ِء‬DDD‫ٱلس‬ ْ ‫ ر‬DDD‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ۡٱذ ُك‬
ۡ ‫ُوا نِ ۡع َمتَ ٱهَّلل ِ َعلَ ۡي ُكمۡۚ ه‬
٣ َ‫ض ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ ۖ َو فََأنَّ ٰى تُ ۡؤفَ ُكون‬
ِ ۚ ‫َوٱَأۡل ۡر‬
Artinya :

“Wahai manusia! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta


selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak
ada tuhan selain Dia; maka mengapa kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS.
Fathir [35]: 3)

Setelah pengetahuan ini, maka wajib bagi orang yang bersyukur untuk
mencintai sang Pemberi nikmat dan keutamaan, baik itu nikmat zhahir maupun
nikmat batin.

Syukur dengan lisan

Lisan seseorang menggambarkan isi hatinya, jika hati dipenuhi dengan syukur
kepada Allah maka lisan akan gemar mengucapkan pujian dan sanjungan kepada
Allah juga. Perhatikanlah dalam dzikir-dzikir Nabi yang di dalamnya terdapat pujian
dan syukur kepada Allah Rabb semesta alam.

1. Nabi N jika bangun tidur beliau mengucapkan

‫شْوُر‬
ُ ‫احلَْمُد هلل َِّالِذيْ َأْحَيَانا بَْعَدمَا أََماتََنا وَِإَلْيِه ُّالن‬

Artinya :

“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan
kami dan kepada-Nya lah kami kembali”1

Dan beliau memerintahkan kita untuk mengucapkan doa :

‫هلل الَّ ِذ ْي َعافَايِن يِف َج َس ِدي َو َر َّد َعلَ َّي ُر ْو ِحي َو ِأذ َن يِل ْ بِ ِذ ْك ِر ِه‬
ِ ‫احلم ُد‬
َْ
Artinya :

“Segala puji bagi Allah yang telah menyehatkan jasadku, mengembalikan


ruhku, dan mengizinkanku untuk mengingat-Nya.”2
1
HR. Al-Bukhari, no. 6312
2
HR. At Tirmidzi, no. 3401, dan dihasankan oleh Al-Albani
2. Dari Anas bin Malik A bahwa Rasulullah N jika beristirahat ke tempat tidurnya
beliau berkata:

‫يِف‬ ِ َّ ِ
َ ‫ فَ َك ْم مَم َّْن اَل َكا َ لَهُ َواَل ُمْؤ ِو‬،‫ "احلَ ْم ُد هلل الذ ْي َأطْ َع َمنَا َو َس َقانَا َو َك َفانَا َو َآوانَا‬: ‫قال‬
"‫ي‬

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan kami, memberi minum kami,
mencukupi dan melindungi kami. Betapa banyak orang yang tidak memiliki pemberi
kecukupan dan pemberi penjagaan.”1

3. Dari Abu Umamah A bahwasanya Nabi N jika selesai makan beliau berkata:

‫و َّد ٍع َواَل‬Dَ D ‫ر َمك ِْف ٍّي َواَل ُم‬Dَ D‫ا َغْي‬DD َ‫هلل َر ِّبن‬
ِ ‫د‬Dُ D‫ احلم‬،‫و ٍر‬DD ‫ر مك ِْفي واَل م ْك ُف‬DD‫ا َغي‬DD َ‫ا وَأروان‬DD َ‫هلل الَّ ِذي َك َفان‬
ْ َ ْ َ َ ٍّ َ َ ْ َ ْ َ ْ
ِ ‫د‬Dُ D‫"احلم‬
َْ
"‫سَت ْغىًن َربَّنَا‬
ْ ‫ُم‬
“Segala puji bagi Allah yang telah mencukupi kami, menghilangkan rasa haus kami,
bukan nikmat yang tidak dianggap dan diingkari. Segala puji bagi Allah Rabb kami,
bukan pujian yang tidak dianggap, dititipkan dan tidak dibutuhkan oleh Rabb kami.”2

4. Dalam do’a sayyidul istighfar disebutkan

ْ ‫ك ب َذنْيِب‬ ُ ُْ َ َ ِ‫ك بِنِ ْع َمت‬


ِ َ َ‫ك َعلَ َّي وَأبوء ل‬ َ َ‫َأبُ ْوءُ ل‬
“Aku mengakui akan nikmat-Mu padaku dan aku mengakui juga atas dosa
yang pernah aku perbuat.”3

5. Di antara doa-doa tahajjud

"‫ض َو َم ْن فِْي ِه َّن‬


ِ ‫اَألر‬ ِ َّ ‫ك احلم ُد َأنْت نُور‬
ْ ‫الس َم َوات َو‬ ُ ْ َ ْ َ َ َ‫"اللَّ ُه َّم ل‬
ِ
ِ ‫اهلل بكْرةً و‬ ِ ِ ِ
" ‫َأصْياًل‬ َ َ ُ ‫"اهللُ َأ ْكَبُر َكبْيًرا َواحلَ ْم ُد هلل َكثَيًرا َو ُسْب َحا َن‬
Artinya :

“Ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu, Engkau adalah cahaya langit-langit
dan bumi beserta apa yang ada di dalamnya.”4

“Allah maha besar dengan segala kebesarannya, segala puji hanya bagi
Allah sebanyak-banyaknya, dan maha suci Allah sepanjang pagi dan sore hari.”5

1
HR. Muslim, no. 2715
2
HR. Al-Bukhari, no. 5459
3
HR. Al-Bukhari, no. 6306
4
HR. Al Bukhari, no. 1120
5
HR. Abu Dawud, no. 764, dishahihkan oleh Al Hakim.
6. Dari Aisyah X berkata, ‘Aku kehilangan Rasulullah pada suatu malam dari tempat
tidurku lalu aku mencari-carinya. Akhirnya tanganku memegang bagian dalam
telapak kaki Nabi. Ketika itu Nabi di masjid dan kedua telapak kakinya dalam posisi
tegak. Saat itu Nabi sedang mengucapkan doa,

ً‫اء‬DD Dَ‫ي ثَن‬D D‫ُأحص‬


ْ َ D D‫ك ِمْن‬D
ِ ‫ك اَل‬D َ ِ‫ك ِم ْن عُ ُقوبَـت‬
َ D Dِ‫وذُ ب‬DD Dُ‫ك َوَأع‬ َ ِ‫ـم َعافَات‬ َ ‫ َخ ِط‬D D‫اك ِم ْن َس‬
ُ ِ‫ك َوب‬ َ D D‫ض‬َ ‫وذُ بِ ِر‬DD Dُ‫اللَّ ُه َّم ِإين َأع‬
َ ‫ت َعلَى نَ ْف ِس‬
‫ك‬ َ ‫ت َك َما َأْثَنْي‬ َ ْ‫ َأن‬، ‫ك‬ َ ‫َعلَْي‬
“ Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu dan dengan maaf-Mu
dari hukuman-Mu. Aku berlindung dengan diri-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu
memuji-Mu sebagaimana pujian-Mu untuk diri-Mu sendiri”1

7. Dan di akhir shalat:

Dari Mu’adz bin Jabal A, “SesungguhnyaRasulullah N mengambil tangannya, lalu


bersabda, ’Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintai mu….. ‘ Jangan
sampai kamu meninggalkan setiap selesai melaksanakan shalat untuk membaca:

ِ
َ ِ‫َأعيِّن َعلَى ذ ْك ِر َك َو ُش ْك ِر َك َو ُح ْس ِن ِعبَ َادت‬
‫ك‬ ِ ‫اللَه َّم‬
ُ
“Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir kepada-Mu, untuk bersyukur kepada-Mu,
dan beribadah kepadad-Mu dengan baik.”2

Syukur dengan anggota badan

Syukur dengan anggota badan dilakukan dengan mengerjakan amal shalih, di


antara wasiat-wasiat bagi orang yang menginjak umur empat puluh tahun adalah :

َ‫ال َربِّ َأ ۡو ِز ۡعنِ ٓي َأ ۡن َأ ۡش ُك َر نِ ۡع َمتَكَ ٱلَّتِ ٓي َأ ۡن َعمۡ ت‬


َ َ‫… َحتَّ ٰ ٓى ِإ َذا بَلَ َغ َأ ُش َّدهُۥ َوبَلَ َغ َأ ۡربَ ِعينَ َسن َٗة ق‬
١٥ …ُ‫ض ٰىه‬ َ ٰ ‫ي َوَأ ۡن َأ ۡع َم َل‬
َ ‫صلِ ٗحا ت َۡر‬ َّ ‫ي َو َعلَ ٰى ٰ َولِ َد‬ َّ َ‫َعل‬
“…sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat
puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat
mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua
orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai…“ (QS. Al
Ahqaf [46]: 15)

Dalam ayat ini, meminta amal shalih kepada Allah diletakkan setelah
permintaan taufiq untuk mensyukuri nikmat-Nya.

Di antara sarana syukur dengan anggota badan adalah bersedekah untuk setiap
sendi.

1
HR. Muslim, no. 486.
2
HR. Abu Dawud, no. 1522, dan dishahihkan oleh Al-Hakim, beliau berkata: shahih atas syarat Muslim.
Dari Abu Dzar A dari Nabi N bahwa beliau bersabda:

"ٌ‫ص َدقَة‬
َ ‫َأح ِد ُك ْم‬ ِ
َ ‫صبِ ُح َعلَى ُك ِّل ُساَل َمى م ْن‬
ْ ُ‫"ي‬
“Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya.” Jumlah sendi
ada tiga ratus enam puluh sendi, bagaimana cara mensyukuri sendi-sendi ini?.
Rasulullah N bersabda:

ْ ‫ُّل َت‬D Dُ‫ َوك‬،‫ََدَقٌة‬D D‫بِْي َح ٍة ص‬D D‫ل تَ ْس‬D


ٌ‫ر‬D Dْ‫ َو َأم‬،‫ََدَقٌة‬D D‫َرةٍ ص‬D D‫ُّل َتْكِبْي‬D Dُ‫ َوك‬،‫ََدَقٌة‬D D‫ٍة ص‬D Dِ‫ُّل َتْهِلْيل‬D Dُ‫ َوك‬،‫ََدَقٌة‬D D‫َدةٍ ص‬D Dْ‫حِمي‬ ُ D‫"فَ ُك‬
"‫دَقٌة‬
َ َ‫ص‬ ‫ وََنْهٌي َعْن ُاملْنَكِر‬،‫صَدَقٌة‬
َ ‫ف‬
ِ ‫ِبَاملْعرُْو‬

“Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah
sedekah, setiap takbir adalah sedekah dan setiap amar ma’ruf nahi munkar adalah
sedekah”1

Dari Ibnu Abbas A berkata:

‫األذَى‬
َ ‫ُة‬Dَ‫ وَ ِإَماط‬،‫َدَقٌة‬Dَ‫ِْقْيَها ص‬D‫اء َيس‬
ِ Dَ‫َّْرَبُة مِْن امل‬D‫ وَ الش‬،‫َدَقٌة‬Dَ‫ُاه ص‬Dَ‫ِل َأخ‬D‫ْوُن الرَّ ُج‬Dَ‫ وَع‬،ٌ‫ َدقَة‬D‫ص‬ ٍ ٍ ِ
َ ‫ة‬Dَ‫ُك ُّل َكل َمة طَيِّب‬
‫الطرِْيِق صََدَقٌة‬
َّ ‫َعْن‬

“Setiap perkataan yang baik adalah sedekah, seseorang yang menolong saudaranya
adalah sedekah, memberikan seteguk air minum adalah sedekah dan menyingkirkan
gangguan dari jalan adalah sedekah.” 2

Sedekah ada banyak sekali, Al-Hafiz Ibnu Rajab mengumpulkan dalam


kitabnya yang diberi nama “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam” sebagai syarh dari hadits “Al
Arbain An-Nawawi”. Di antaranya; sedekah-sedekah dengan anggota badan seperti
yang dilakukan oleh Dzul Qarnain ketika mengetahui ada bangsa yang jahil
kemudian membuatkan penghalang-penghalang untuk mereka supaya terjaga dari
keburukan musuh-musuh mereka.

- Termasuk dari bentuk kesyukuran adalah sujud syukur.

Dari Abu Bakrah A, dari Nabi N bahwasanya ketika beliau mendapatkan hal
yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira beliau tunduk bersujud
syukurkepada Allah.3

Abu Bakar A ketika mendapat kabar tewasnya Musailamah yang murtad dan
menghasut orang-orang Arab untuk murtad, serta termasuk di antara orang-orang

1
HR. Muslim,no. 720
2
Adabul Mufrad, no. 422, dan Al-Albani menshahihkannya
3
HR. Abu Dawud, no. 2774, dan dishahihkan oleh Al-Albani
yang paling keras kepada orang-orang Islam, maka Abu Bakar tunduk bersujud
kepada Allah K.1

Dari Abu Musa Al-Hamdani berkata, “Aku bersama Ali A pada pertempuran
Nahrawan, Ia berkata; ‘Carilah Dzu Tsudayyah (Hurqush bin Zuhair Al-
Bajali)’orang-orang pun mencarinya tapi tidak juga menemukannya sampai-sampai
alis Ali pun berkeringat, lalu ia berkata, ‘Demi Allah aku tidak berdusta dan tidak
didustai’ maka orang-orang pun mencarinya kembali. Kami pun menemukannya di
aliran air di bawah orang-orang yang terbunuh, lalu ia dibawa kepada Ali, seketika
itu Ali langsung bersujud syukur karena Nabi N telah memberi tahu Ali bahwa Dzu
Tsudayyah bersama orang-orang Khawarij.”

Ka’ab bin Malik A ketika taubatnya diterima oleh Allah K, beliau langsung
bersujud syukur kepada Allah K.2

Ada juga salah seorang salaf yang ibunya masuk islam setelah shalat ashar
pada hari jum’at, ia juga langsung sujud syukur sampai matahari terbenam.3

Sujud syukur tidaklah disyariatkan untuk semua nikmat, tapi disyariatkan


untuk nikmat-nikmat yang tidak diduga-duga. Abu Nashr Al-Arghabani berkata,
“Sujud syukur adalah sunnah yang dilakukan ketika tiba-tiba mendapat nikmat dan
ketika terselamatkan dari serangan dan bencana. Dan sujud syukur tidak disunnahkan
untuk nikmat-nikmat yang terus menerus.”4

Dari Zaid bin Jad’an berkata, “Kami bersama Al-Hasan Al-Bashri ketika
beliau bersembunyi di rumah Abu Khalifah Al-‘Abdi, datang seorang laki-laki lalu
berkata, ‘Wahai Abu Sa’id, Al-Hajjaj telah wafat’, maka beliau pun tunduk
bersujud.”5

Di antara nikmat yang datang tiba-tiba contohnya adalah, kelahiran anak,


mendapatkan kemenangan dalam pertempuran dan semisalnya.

- Shalat Menggabungkan Ketiga Jenis Syukur

Di dalam shalat tergabung ketiga kaitan ini, yaitu; syukur dengan hati karena
shalat mengandung keikhlasan dan kekhusyu’an. Syukur dengan lisan karena shalat
mengandung bacaan Al-Qur’an dan dzikir kepada Allah yang Maha Pengasih. Dan
syukur dengan anggota badan karena shalat mengandung sujud, rukuk, dan salam.

Dengan demikian, menjaga shalat merupakan cara untuk melaksanakan


kesyukuran kepada Allah K.

1
Aunul Ma’bud, (7/328)
2
HR. Muslim, no. 2769
3
Hilyatul Auliya, (5/160)
4
Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hal. 61
5
Fadhilatus Syukri Lil Khoroithi, hal. 66.
TIGA MAKNA SYUKUR

Makna syukur meliputi pengetahuan terhadap tiga perkara, inilah tiga makna syukur
tersebut:

1. Pengetahuan tentang nikmat :

Maksudnya adalah menghadirkan dan mendetailkannya dalam hati. Seorang


muslim menjadikan pengetahuannya tentang nikmat sebagai sarana untuk mengetahui
siapa pemberi nikmat yang sesungguhnya. Maka jika dia sudah tahu siapa yang
memberi nikmat ia akan mencintainya, jika dia sudah mencintainya maka ia akan
lebih bersungguh-sungguh dalam meminta dan bersyukur. Dari sinilah akan terjadi
sebuah peribadahan karena peribadahan adalah cara untuk bersyukur kepada Sang
Pemberi nikmat, yaitu Allah L.

2. Menerima nikmat dengan tulus :

Yaitu seorang hamba ridha terhadap bagian nikmat yang telah Allah berikan
untuk dirinya dan tidak berprasangka bahwa nikmat yang Allah berikan padanya
hanya sedikit

3. Sanjungan terhadap pemberi nikmat :

Sanjungan ini ada dua jenis:

Umum: Yaitu menyifati pemberi dengan sifat dermawan, mulia, baik, suka
memberi dan semisalnya.

Khusus: Yaitu engkau menyiarkan nikmat yang telah Ia berikan kepadamu, dan
engkau kabarkan sampainya nikmat itu di tanganmu, Allah K berfirman:

‫ِّث‬ َ ِّ‫َو ََّأما بِنِ ْع َم ِة َرب‬


ْ ‫ك فَ َحد‬
“Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur)”. (QS. Ad-Dhuha [93]: 11)

Menyebut-nyebutkan nikmat yang diperintahkan di sini ada dua pendapat :

Pendapat Pertama : Dengan cara engkau menggunakan nikmat itu untuk amal
ketaatan kepada Allah.

Pendapat Kedua : Dengan cara engkau sering menyiarkan nikmat-nikmat yang telah
Allah K berikan kepadamu. Seperti engkau mengatakan; “Allah K telah memberiku
nikmat begini dan begini..” Oleh karena itulah sebagian ahli tafsir dalam menafsirkan
ayat ini berpendapat bahwa yang dimaksud adalah: bersyukurlah atas nikmat yang
telah diberikan kepadamu dalam surat ini, mulai dari dicukupinya dirimu ketika
yatim, pemberian hidayah kepadamu setelah kamu berada dalam kesesatan, dan
dicukupinya dirimu setelah mengalami kemiskinan.

Abu Raja’ Al-Utharidi berkata: “Imran bin Hushain muncul di hadapan kami
dengan mengenakan pakaian warisan yang terbuat dari sutera yang belum pernah
kami lihat sebelumnya dan sesudahnya (pakaian yang sangat mewah), kemudian ia
berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah N bersabda; “Barang siapa yang diberikan
nikmat oleh Allah K sebuah nikmat, sesungguhnya Allah sangat suka menyaksikan
bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya”1

Dari Nukman bin Basyir A, Ia berkata: “Rasulullah N bersabda di atas


mimbar, ‘Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, ia tidak akan mensyukuri
yang banyak. Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, ia tidak bersyukur
kepada Allah. Menyebut-nyebut nikmat Allah adalah sebuah kesyukuran,
meninggalkannya adalah kekufuran. Berjamaah adalah rahmat dan berpecah belah
adalah adzab.”2

Nabi N juga bersabda, “Makanlah, minumlah, bersedekahlah, berpakaianlah


dengan tidak sombong dan berlebihan, sesungguhnya Allah suka nikmat yang
diberikan kepada hamba-Nya terlihat.”3

Al Hasan berkata, “Perbanyaklah menyebut nikmat ini, karena menyebutnya


adalah mensyukurinya.”4

Al Hubaisy berkata :

Kami menyiarkan nikmat sebagai kesyukuran kepada Rabb kami

Atas cinta pada setiap kebaikan yang telah diberikan

Kami mengatakan ini bukan karena sombong dan congkak

Tapi sebagai ungkapan syukur kepada Allah, karena syukur telah


mewajibkan.5

RAMBU-RAMBU SEPUTAR MENYEBUT-NYEBUT NIKMAT ALLAH

Dalam menyebut-nyebut nikmat Allah, maka ada tiga kategori manusia :

1
HR. Ahmad, no. 19948 dan dishahihkan oleh Al-Albani
2
HR. Ahmad, no. 18472 dan dihasankan oleh Al-Albani
3
HR. Ahmad, no. 6708, dan dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth
4
Syu’abul Iman, no. 4421.
5
Nasyrthy At-Ta’rif, hal. 154
1. Kategori yang bersyukur dan memuji nikmat Allah.

2. Kategori yang tidak bersyukur lagi menyembunyikan nikmat.

3. Kategori yang menampakkan diri seolah-olah mendapatkan nikmat padahal tidak


mendapatkannya.

Sebagian orang bodoh mengira bahwa membeli pakaian mewah, mengendarai


kendaraan mewah, dan memakan makanan yang mewah dan mahal termasuk bagian
dari menyebut-nyebutkan nikmat Allah, padahal semua itu salah tempat. Karena
sesungguhnya, menyebut-nyebutkan nikmat Allah harus sesuai dengan rezeki yang
Allah berikan padamu, jika kamu diberi rezeki yang banyak maka belanjakan dan
pakai pakaian yang menunjukkan kelapangan yang Allah berikan kepadamu. Jika
Allah memberikan padamu rezeki yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupmu, tidak begitu lapang, maka belilah yang sesuai dengan apa yang Allah
rezekikan kepadamu, jangan berlebihan sehingga memberatkan dirimu terhadap apa
yang tidak sanggup kamu lakukan.

Rasulullah N bersabda:

َ ‫املتَ َشبِّ ُع مِب َا مَلْ يُ ْع‬


ِ ِ‫ط َكاَل ب‬
‫س َث ْويَب ْ ُز ْو ٍر‬
ُ
"Orang yang (berpura-pura) berpenampilan dengan sesuatu yang tidak diberikan
kepadanya bagaikan orang yang memakai dua pakaian palsu (kedustaan).” 1

Dari Abu Al-Ahwash dari bapaknya berkata, “Aku mendatangi Rasulullah N


dengan memakai kain yang jelek. Nabi mengatakan: “Apakah kamu memiliki banyak
harta?” Aku menjawab: ‘Ya’, Rasulullah mengatakan: “Harta apa yang kamu
miliki?” Aku menjawab:’ Semua jenis harta, ada unta, kambing, kuda kecil, kuda
besar.’ Rasulullah bersabda: “Jika Allah memberikanmu harta berlimpah nampakkan
bekas nikmat dan karunia dari Allah atasmu.”2

Maka jelaslah, bahwa menyebutkan nikmat Allah itu hanya dilakukan jika
Allah memberikanmu harta, banyak atau pun sedikit.

Kapan harus merahasiakan nikmat Allah?

Menyebut-nyebut nikmat adalah perbuatan yang diperintahkan dan sudah


seharusnya dilakukan oleh orang-orang shalih. Akan tetapi jika di depan orang-orang
yang hasad, maka menyembunyikan nikmat tidak dianggap sebagai mengkufuri
nikmat, sebab dia tidak menyembunyikannya karena bakhil dan pelit dalam hak
Allah, tapi untuk mencegah kerusakan, yaitu kedengkian, muslihat dan bahaya yang
bisa ditimbulkan oleh orang yang melihatnya. Juga karena mencegah bahaya
termasuk dari tujuan-tujuan syariat.

1
HR. Al-Bukhari, no. 4921, dan Muslim, no. 2129.
2
HR. Ahmad, no. 15929, dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
CARA BERSYUKUR

Sesungguhnya syukur seorang hamba terhadap nikmat-nikmat Allah tidak


bisa diwujudkan kecuali dengan merealisasikan lima perkara:

1. Ketundukan kepada Allah, yaitu ketundukan orang yang bersyukur kepada yang
disyukuri.

Al-Baidhawi berkata: “Penopang dalam mensyukuri nikmat adalah dengan


menggunakan nikmat tersebut sesuai tujuan penciptaan dan ketundukan kepada
pemberi nikmat”1

2. Kecintaan kepada Allah L, yaitu kecintaan orang yang bersyukur kepada yang
disyukuri.

3. Pengakuan dan kesaksian atas nikmat Allah L.

4. Memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya.

5. Tidak menggunakannya untuk sesuatu yang dibenci oleh Allah, tapi


menggunakannya untuk sesuatu yang diridhai-Nya.

Muhammad bin Ka’ab berkata, “Kesyukuran adalah ketakwaan kepada Allah


dan beramal dengan ketaatan kepada-Nya.”2

Ibnul Qayyim T mengatakan, “Dasar syukur adalah pengakuan terhadap


nikmat yang diberikan oleh Pemberi nikmat dengan jalan ketundukan kepada-Nya,
kerendahan diri dan kecintaan.”

Maka siapa saja yang tidak mengetahui, bahkan bodoh terhadap nikmat, tentu
ia tidak mensyukurinya.

Siapa yang mengetahui nikmat tapi tidak mengakuinya, maka ia juga tidak
mensyukurinya.

Siapa yang mengetahui nikmat dan Pemberi nikmat tapi menyangkalnya


seperti menyangkal orang yang mengingkari nikmat yang diberikan oleh Pemberi
nikmat kepadanya maka ia telah mengkufuri nikmat tersebut.

Siapa yang mengetahui nikmat dan Pemberinya lalu mengakuinya, tidak


menyangkalnya, tapi tidak merendahkan diri kepada Pemberi nikmat, tidak
mencintai-Nya, tidak ridha terhadap nikmat dan Pemberi nikmat, maka dia juga
tergolong tidak mensyukuri nikmat.
1
Tafsir Al-Baidhawi, hal. 164.
2
Tafsir At-Thabari, (10/354)
Siapa yang mengetahui nikmat, mengetahui Pemberi nikmat, mengakuinya,
tunduk kepada Pemberi nikmat dengan nikmat-Nya, mencintai-Nya, ridha pada
nikmat dan Pemberinya, dan menggunakannya untuk kecintaan dan ketaatan kepada-
Nya, inilah yang disebut dengan orang yang mensyukuri nikmat.1

Tingkatan-tingkatan syukur kepada Allah

Ada sebuah pertanyaan penting: jika tingkatan nikmat itu berbeda-beda,


apakah tingkatan syukur juga berbeda-beda?.

Jawabannya adalah: Ya, sesungguhnya syukur juga berbeda tingkatan-


tingkatannya sesuai kapasitas seorang hamba, semakin besar nikmat yang didapatkan
maka kesyukurannya kepada Allah L juga harus semakin lebih besar.

Perbandingan nikmat

Bersyukur kepada Allah bukanlah sebagai perbandingan nikmat


(perbandingan nilai nikmat dari Allah dengan syukur dari makhluk), karena
perbandingan nikmat itu sesuatu yang tidak mungkin. Karena Allah L tidak
mendapatkan manfaat apapun dari hamba-hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah K:

٣٧ …‫َال ٱهَّلل َ لُحُو ُمهَا َواَل ِد َمٓاُؤ هَا‬


َ ‫لَن يَن‬
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada
Allah…” (QS. Al Hajj [22]: 37)

Telah diriwayatkan bahwa Nabi Daud Q berkata, “Wahai Rabku, bagaimana


aku bersyukur pada-Mu sedangkan kesyukuranku pada-Mu merupakan nikmat dari-
Mu untukku? Maka Allah K berfirman, “Sekarang engkau telah bersyukur kepada-
Ku wahai Daud.” Maksudnya: Ketika kamu mengakui ketidakmampuan dalam
melakukan syukur kepada pemberi nikmat.2

Imam Asy-Syafi’I mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang nikmat-nikmat-


Nya tidak bisa disyukuri kecuali dengan nikmat yang baru yang juga mengharuskan
pelakunya untuk mensyukurinya.”3

Segala puji bagi Allah yang tidak membebani kita untuk mengembalikan
nikmat dengan yang serupa, bahkan memaafkan kita dalam hal itu dan mengasihi
kelemahan kita, Allah memberikan nikmat yang begitu besar dan banyak kepada kita
tapi tetap menerima kesyukuran kita yang begitu sedikit.

1
Thariqul Hijratain, (1/168)
2
Tafsir Ibnu Katsir, (2/711)
3
Tafsir Ibnu Katsir, (2/711)
Sulaiman At-Taimi mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah memberikan
nikmat kepada hamba-hamba-Nya sesuai dengan kekuasaan-Nya (yang tak terbatas),
tapi memerintahkan mereka untuk bersyukur sesuai kemampuan mereka (yang sangat
lemah).1

HUKUM BERSYUKUR

Bersyukur termasuk kewajiban yang paling diwajibkan bagi seorang muslim,


seorang muslim wajib untuk mengetahuinya, merenunginya dan mewujudkan makna-
maknanya dalam diri.

Berbagai macam dalil menunjukkan kewajiban bersyukur, di antara dalil-dalil


tersebut adalah:

Perintah langsung untuk bersyukur:

Allah L berfirman:

ِ ‫ُوا لِي َواَل ت َۡكفُر‬


١٥٢ ‫ُون‬ ۡ ‫فَ ۡٱذ ُكرُونِ ٓي َأ ۡذ ُك ۡر ُكمۡ َو‬
ْ ‫ٱش ُكر‬
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-
Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 152)

Di dalam ayat ini ada perintah yang jelas dan langsung untuk bersyukur, dan
maksud perintah dalam ayat ini adalah kewajiban.

Allah L juga berfirman :

َ ٰ ِ‫ا َعلَ ٰى َو ۡه ٖن َوف‬DDً‫ هُ ُأ ُّمهُۥ َو ۡهن‬D‫ ِه َح َملَ ۡت‬D‫َو َوص َّۡينَا ٱِإۡل ن ٰ َسنَ بِ ٰ َولِد َۡي‬
ۡ ‫ا َم ۡي ِن َأ ِن‬DD‫لُهُۥ فِي َع‬D‫ص‬
‫ ُك ۡر لِي‬D‫ٱش‬
١٤ ‫صي ُر‬ ِ ‫ي ۡٱل َم‬ َ ‫َولِ ٰ َولِد َۡي‬
َّ َ‫ك ِإل‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14)

Rasulullah N pernah ditanya :

"Harta apa yang boleh kita ambil?" Beliau menjawab: "Hendaknya salah
seorang dari kalian menjadikan hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir dan isteri
yang menolong salah seorang dari kalian dalam urusan akhiratnya."2

Celaan bagi yang tidak bersyukur:


1
As-Syukru, Ibnu Abi Ad-Dunya, hal. 8
2
HR. Ibnu Majah, no. 1856, dan dishahihkan oleh Al-Albani
Allah L berfirman :

ْ ُ‫لِيَ ۡأ ُكل‬
٣٥ َ‫وا ِمن ثَ َم ِر ِهۦ َو َما َع ِملَ ۡتهُ َأ ۡي ِدي ِهمۡۚ َأفَاَل يَ ۡش ُكرُون‬
“Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh
tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (QS. Yasin [36]: 35)

Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Baidhawi berkata: “Adanya perintah untuk


bersyukur berarti merupakan penolakan untuk meninggalkannya.”1

Para Nabi pun diperintahkan untuk bersyukur:

Syukur bukan ibadah yang hanya diperintahkan untuk umat ini saja, tapi juga
diperintahkan kepada umat-umat sebelum kita. Allah L menyebutkan dalam Al-
Qur’an, bahwa Allah juga memerintahkan kepada para Nabi untuk bersyukur. Allah
L berfirman :

َ D ُ‫ٓا َءات َۡيت‬DD‫ذ َم‬Dۡ D‫ ٰلَتِي َوبِ َك ٰلَ ِمي فَ ُخ‬D ‫اس بِ ِر ٰ َس‬
َ‫ك َو ُكن ِّمن‬ ِ َّ‫ك َعلَى ٱلن‬
َ ُ‫طَفَ ۡيت‬D ‫ٱص‬ َ ‫ا َل ٰيَ ُم‬DDَ‫ق‬
ۡ ‫ ٰ ٓى ِإنِّي‬D ‫وس‬
١٤٤ َ‫ٱل ٰ َّش ِك ِرين‬
"(Allah) berfirman, “Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) engkau
dari manusia yang lain (pada masamu) untuk membawa risalah-Ku dan firman-Ku,
sebab itu berpegang-teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan
hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS. Al A’raf [7]: 144)

Keterkaitan ibadah dengan syukur:

Sudah jelas bahwa ibadah bisa diperoleh dengan bersyukur, barang siapa yang
bersyukur maka ia beribadah kepada Allah L dan siapa yang tidak bersyukur maka
dia tidak beribadah kepada Allah K.

Allah L berfirman :

١٧٢ َ‫ُوا هَّلِل ِ ِإن ُكنتُمۡ ِإيَّاهُ ت َۡعبُ ُدون‬ ۡ ‫ت َما َر َز ۡق ٰنَ ُكمۡ َو‬
ْ ‫ٱش ُكر‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫وا ُكل‬
ِ َ‫وا ِمن طَيِّ ٰب‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang
Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya
menyembah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)

Penjelasan bahwa tujuan penciptaan dan perintah adalah untuk bersyukur:

Allah L mengabarkan bahwa syukur adalah tujuan dari penciptaan dan


perintah. Dalil bahwa syukur adalah tujuan dari penciptaan, dalam firman Allah L:

َ‫ َر َوٱَأۡلۡ‍ِٔف َدة‬D‫ص‬
َ ٰ ‫مۡ َع َوٱَأۡل ۡب‬D‫ٱلس‬ َ D‫ ٗۡ‍ٔيا َو َج َع‬D‫ونَ َش‬DD‫ون ُأ َّم ٰهَتِ ُكمۡ اَل ت َۡعلَ ُم‬
َّ ‫ل لَ ُك ُم‬D ِ ُ‫َوٱهَّلل ُ َأ ۡخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُط‬
٧٨ َ‫لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬
1
Tafsir Al Baidhawi, hal. 433.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar
kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16]: 78)

Dijelaskan dalam ayat ini bahwa Allah mengeluarkan mereka dari perut ibu
mereka lalu memberi pendengaran, penglihatan dan hati adalah supaya mereka
bersyukur.

Sedangkan syukur sebagai tujuan dari perintah adalah sebagaimana firman


Allah K :

ْ ُ‫ ۖة فَٱتَّق‬ٞ َّ‫ص َر ُك ُم ٱهَّلل ُ بِبَ ۡد ٖر َوَأنتُمۡ َأ ِذل‬


١٢٣ َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬ َ َ‫َولَقَ ۡد ن‬
“Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu
dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu
mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran [3]: 123)

Dijelaskan dalam ayat ini bahwa Allah memerintahkan mereka untuk


bertaqwa adalah agar mereka bersyukur.

Syukur adalah tujuan penciptaan dan tujuan perintah Allah, Allah


menciptakan agar disyukuri dan Allah memerintah agar disyukuri.

Keberadaan Kekufuran pada tempat-tempat celaan:

Allah telah mencela kekufuran di banyak tempat dalam Al-Qur’an, Allah L


berfirman :

٦٧ َ‫…َأفَبِ ۡٱل ٰبَ ِط ِل ي ُۡؤ ِمنُونَ َوبِنِ ۡع َم ِة ٱهَّلل ِ يَ ۡكفُرُون‬


“…Mengapa (setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil
dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut [29]: 67)

Dari celaan ini dapat diambil kesimpulan bahwa kita harus melakukan
kebalikannya yaitu bersyukur, dengan ini menjadi jelas bahwa syukur itu hukumnya
wajib.

Manusia terbagi menjadi orang yang bersyukur dan orang yang kufur:

Allah L telah membagi manusia menjadi dua bagian, bagian yang bersyukur
dan bagian yang kufur atau ingkar, tidak ada bagian ketiga. Allah L berfirman:

٣ ‫ِإنَّا هَد َۡي ٰنَهُ ٱل َّسبِي َل ِإ َّما َشا ِك ٗرا َوِإ َّما َكفُورًا‬
“Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS. Al-Insan [76]: 3)
Dalam peristiwa wafatnya Nabi umat Islam (Muhammad) N, Allah L
mengabarkan bahwa manusia dibagi menjadi dua bagian; ada yang menjadi kafir ber
balik ke belakang (murtad), dan ada juga yang beriman, bersyukur dan ridha terhadap
ketentuan Allah L. Allah mencela orang-orang kafir dan memuji orang-orang yang
beriman.

Allah L berfirman:

ۚۡ‫ َل ٱنقَلَ ۡبتُمۡ َعلَ ٰ ٓى َأ ۡع ٰقَبِ ُكم‬Dِ‫ِإيْن َّماتَ َأ ۡو قُت‬Dَ‫ ۚ ُل َأف‬D‫ ِه ٱلرُّ ُس‬Dِ‫د َخلَ ۡت ِمن قَ ۡبل‬Dۡ Dَ‫ُول ق‬ ٞ ‫َو َما ُم َح َّم ٌد ِإاَّل َرس‬
١٤٤ َ‫ض َّر ٱهَّلل َ َش ٗۡ‍ٔي ۗا َو َسيَ ۡج ِزي ٱهَّلل ُ ٱل ٰ َّش ِك ِرين‬
ُ َ‫َو َمن يَنقَلِ ۡب َعلَ ٰى َعقِبَ ۡي ِه فَلَن ي‬
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa
rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun.
Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran [3]:
144)

Pembagian ini memperjelas akan kewajiban bersyukur, dikarenakan


kekufuran adalah perkara yang diharamkan dan dilarang, juga termasuk dari sesuatu
yang paling dimurkai oleh Allah L dan tidak diridhai bagi manusia.

Allah L berfirman:

٧ … ۗ ۡ‫ضهُ لَ ُكم‬ ْ ‫ض ٰى لِ ِعبَا ِد ِه ۡٱل ُك ۡف ۖ َر َوِإن ت َۡش ُكر‬


َ ‫ُوا يَ ۡر‬ ْ ‫ِإن ت َۡكفُر‬
َ ‫ُوا فَِإ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّي عَن ُكمۡ ۖ َواَل يَ ۡر‬
“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu dan
Dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridai
kesyukuranmu itu…” (QS. Az-Zumar [39]: 7)

PERKARA-PERKARA YANG MENGUNDANG SYUKUR

Al-Qur’an Al-Karim dan Sunnah Nabi telah menunjukkan sebagian cara yang
bisa mengantarkan kita untuk bersyukur kepada Allah L atas nikmat-nikmat-Nya. Di
antara perkara-perkara tersebut adalah:

- Melihat kepada orang yang ada di bawahmu

Dari Abu Hurairah A berkata, ‘Rasulullah N bersabda:

‫ ةَ اللَّ ِه‬D‫ز َد ُروا نِ ْع َم‬Dْ D‫د ُر َأ ْن اَل َت‬Dَ ‫َأج‬


Dْ ‫و‬Dَ D‫ َف ُه‬،‫وقَ ُك ْم‬Dْ D‫و َف‬Dَ ‫ه‬Dُ ‫روا ِإىَل َم ْن‬DُDُ‫ َواَل َتْنظ‬،‫ َف َل ِمْن ُك ْم‬D ‫َأ ْس‬ ‫و‬Dَ ‫ه‬Dُ ‫روا ِإىَل َم ْن‬DُDُ‫انْظ‬
‫َعلَْي ُك ْم‬

”Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam urusan dunia), dan janganlah
kamu sekalian melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih
baik bagimu agar kamu sekalian tidak meremehkan nikmat Allah yang dikaruniakan
kepadamu.”1

Dari Al-Hasan berkata, “Ketika Adam diperlihatkan anak keturunannya, Ia


melihat sebagian lebih utama atas sebagian yang lain. Ia pun berkata: “Wahai
Rabbku, sekiranya Engkau samakan saja antara mereka.” Maka Rabb berkata:
“Wahai Adam, sesungguhnya aku suka disyukuri, sebagian yang memiliki kelebihan
melihat pada kelebihannya kemudian Ia memuji-Ku dan bersyukur kepada-Ku.”2

Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya Allah L suka disyukuri, sehingga


wajib untuk disyukuri secara akal, syar’I dan fitrah. Kewajiban mensyukuri-Nya
lebih jelas dan kuat dari semua kewajiban. Bagaimana mungkin tidak diwajibkan
bagi hamba-hamba-Nya untuk memuji-Nya, mengesakan-Nya, mencintai-Nya,
mengingat kenikmatan-kenikmatan dari-Nya, kebaikan-Nya, mengagungkan-Nya,
membesarkan-Nya, tunduk kepada-Nya, menyebut-nyebut kenikmatan dari-Nya dan
mengakuinya dalam segala hal yang wajib?

Bersyukur adalah hal yang paling dicintai Allah dan paling besar pahalanya.
Dikarenakan merupakan tujuan penciptaan makhluk serta penurunan Al-Qur`an dan
syariat. Hal tersebut tentunya memerlukan sebab-sebab yang menjadikan
kesyukurannya semakin sempurna. Di antaranya, keberagaman antara hamba yang
satu dengan yang lainnya, dalam hal sifat-sifat yang zhahir maupun yang batin,
seperti; bentuk rupa, perilaku, agama, rezeki, penghasilan dan ajal mereka. Maka
setiap orang yang sehat melihat orang yang sakit, orang yang kaya melihat orang
yang fakir, orang yang beriman melihat orang kafir, tentu akan menambah
kesyukurannya kepada Allah dan membuatnya tahu kadar nikmat Allah yang
dikaruniakan kepadanya secara khusus atau lebih utama dibandingkan orang lain.
Sehingga bertambahlah kesyukuran, ketundukan dan pengakuannya terhadap nikmat
Allah.3

Untuk menjaga diri dari sikap tidak bersyukur ketika melihat orang yang ada
di atasnya, hendaklah ia mengetahui dan meyakini bahwa semua ini merupakan
pembagian dari Allah L. Sebab, sebagian orang ketika melihat orang yang lebih baik
darinya akan membuatnya tidak bersyukur kepada Allah. Maka harusnya dia
mengetahui bahwa Allah L telah berfirman:
ٰٓ
‫ٓا‬DD‫ َو ُكمۡ فِي َم‬D ُ‫ت لِّيَ ۡبل‬
ٖ ‫ض َد َر ٰ َج‬ َ ‫و‬Dۡ Dَ‫ ُكمۡ ف‬D ‫ض‬
ٖ ‫ق بَ ۡع‬ َ ‫ َع بَ ۡع‬D َ‫ض َو َرف‬ ِ ‫ َو ٱلَّ ِذي َج َعلَ ُكمۡ خَ لَِئفَ ٱَأۡل ۡر‬D ُ‫َوه‬
١٦٥ ‫َّحي ۢ ُم‬ ِ ‫ور ر‬ ِ ‫ك َس ِري ُع ۡٱل ِعقَا‬
ٞ ُ‫ب َوِإنَّهُۥ لَ َغف‬ َ َّ‫َءات َٰى ُكمۡ ۗ ِإ َّن َرب‬
“Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia
mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Rabbmu sangat cepat

1
HR. At-Tirmidzi, no. 2513, dan beliau menshahihkannya.
2
Musnaf Ibnu Abi Syaibah, no. 35227.
3
Syifa’ Al-‘Alil, hal. 221.
memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-
An’am [6]: 165)

- Mengingat nikmat-nikmat Allah

Sesungguhnya nikmat-nikmat Allah kepada hamba-Nya tidak berjumlah dan


tidak terhitung. Allah K berfirman :

١٨ ‫يم‬ٞ ‫َّح‬ ٞ ُ‫وا نِ ۡع َمةَ ٱهَّلل ِ اَل تُ ۡحصُوه َۗٓا ِإ َّن ٱهَّلل َ لَ َغف‬
ِ ‫ور ر‬ ْ ‫َوِإن تَ ُع ُّد‬
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu
menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS. An Nahl [16]: 18)

Seorang hamba jika mengingat nikmat-nikmat tersebut akan membangkitkan


dan memotivasi untuk bersyukur kepada Allah L. Asy-Syaukani mengatakan,
“Mengingat-ingat nikmat merupakan sebab yang memotivasi untuk mensyukuri
nikmat tersebut.”1

Sebagaimana ketidaktahuan terhadap nikmat juga menjadi sebab tidak adanya


syukur. Al-Ghazali mengatakan, “Tertutupnya jalan syukur seorang hamba
dikarenakan ketidaktahuan mereka terhadap berbagai macam nikmat, baik yang zahir
dan yang batin, maupun yang khusus dan yang umum.”2

Nikmat yang pertama kali diberikan oleh Allah kepada makhluknya adalah
nikmat penciptaan sehingga Allah membuat kita ada. Kemudian Allah memberi kita
nikmat menjadi manusia, bukan benda mati atau pun hewan. Kemudian Allah
memberi kita nikmat keislaman dan keimanan, Allah tidak menjadikan kita Yahudi,
Nasrani atau pun Budha. Kemudian Allah memberi kita nikmat hidayah, Allah tidak
menjadikan kita termasuk dari orang-orang Islam yang fasik dan sesat. Kemudian
Allah memberi kita nikmat menjadi ahlussunnah wal jamaah, tidak menjadikan kita
bagian dari kelompok-kelompok ahlul bid’ah.

Wahai saudaraku, jika engkau sudah tahu bahwa semua ini adalah nikmat
Allah yang diberikan kepadamu, maka sudah sepantasnya kamu menjadi orang yang
bersyukur kepada-Nya, mengingat-Nya, tunduk kepada-Nya, taubat kepada-Nya dan
taat kepada-Nya dengan berbagai macam ketaatan.

Mengingatkan orang-orang awam tentang nikmat-nikmat yang Allah berikan


kepada mereka termasuk perkara yang penting dalam dakwah. Perhatikanlah
matahari! bagaimana Allah menciptakannya di tempat ini, membuatnya terbit pada
waktu tertentu. Sekiranya matahari itu terlalu jauh tentu makhluk-makhluk akan
membeku, dan kalau terlalu dekat tentu makhluk-makhluk pun akan terbakar.

1
Fathul Qadir, (2/317)
2
Ihya’ Ulumuddin, (4/126)
Perhatikanlah bulan! Sekiranya terlalu dekat tentu pasang akan bertambah dan
dunia akan tenggelam, dan kalau jauh tentu dunia akan kering.

Perhatikan juga sekiranya tidak ada lapisan ozon, bagaimana bisa kita
menjauhkan diri kita dari sinar yang membahayakan.

Dan di antara nikmat yang Allah berikan kepadamu wahai manusia,


sesungguhnya secara khusus, Allah menciptakan manusia dengan tangan-Nya
(kekuasaan-Nya) sendiri dibandingkan dengan seluruh makhluk yang lain. Allah L
berfirman:

ُ ‫قَا َل ٰيَِٓإ ۡبلِيسُ َما َمنَ َعكَ َأن ت َۡس ُج َد لِ َما خَ لَ ۡق‬
َّ ۖ ‫ت بِيَ َد‬
٧٥ …‫ي‬
“(Allah) berfirman, “Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku (kekuasaan-Ku).” (QS. Shaad [38] : 75)

Perhatikan pula tanda-tanda yang ada di jagat raya yang telah Allah jadikan
nikmat untukmu. Allah K berfirman:

‫ َر ٗة‬D‫بَ َغ َعلَ ۡي ُكمۡ نِ َع َمهُۥ ٰظَ ِه‬D‫ض َوَأ ۡس‬


ِ ‫ا فِي ٱَأۡل ۡر‬DD‫ت َو َم‬ َّ ‫َألَمۡ تَ َر ۡو ْا َأ َّن ٱهَّلل َ َس َّخ َر لَ ُكم َّما فِي‬
ِ ‫ ٰ َم ٰ َو‬D‫ٱلس‬
ۗ
٢٠ …‫َوبَا ِطن َٗة‬
“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan
nikmat-Nya untukmu lahir dan batin.” (QS. Luqman [31]: 20)

Dan firman Allah K:

‫ ا‬D‫ت ِر ۡز ٗق‬ ِ ‫ر‬D َ ٰ D‫ض َوَأن َز َل ِمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َمٓاءٗ فََأ ۡخ َر َج بِ ِهۦ ِمنَ ٱلثَّ َم‬ َ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬ ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬َ َ‫ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذي َخل‬
‫ َّخ َر لَ ُك ُم‬D ‫ َو َس‬٣٢ ‫ َر‬Dَ‫ َّخ َر لَ ُك ُم ٱَأۡل ۡن ٰه‬D ‫َأمۡ ِر ِهۦۖ َو َس‬D ِ‫ ِر ب‬D‫ي ِفي ۡٱلبَ ۡح‬ َ ‫ ِر‬D‫ كَ لِت َۡج‬D‫ َّخ َر لَ ُك ُم ۡٱلفُ ۡل‬D ‫لَّ ُكمۡ ۖ َو َس‬
‫َأ ۡلتُ ُمو ۚهُ َوِإن‬D‫ا َس‬D‫ ِّل َم‬D‫ َو َءاتَ ٰى ُكم ِّمن ُك‬٣٣ ‫ا َر‬Dَ‫ َل َوٱلنَّه‬D‫س َو ۡٱلقَ َم َر دَٓاِئبَ ۡي ۖ ِن َو َس َّخ َر لَ ُك ُم ٱلَّ ۡي‬ َ ۡ‫ٱل َّشم‬
٣٤ ‫ار‬ٞ َّ‫وم َكف‬ ٞ ُ‫وا نِ ۡع َمتَ ٱهَّلل ِ اَل تُ ۡحصُوه َۗٓا ِإ َّن ٱِإۡل ن ٰ َسنَ لَظَل‬ ْ ‫تَ ُع ُّد‬
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
(hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai
buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan kapal bagimu
agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-
sungai bagimu. (32) Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang
terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang
bagimu. (33) Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan
kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan
mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah). (34) (QS. Ibrahim [14]: 32-34)
Allah K juga berfirman dalam surat An-Nahl yang juga disebut sebagai surat
An-Ni’am (nikmat-nikmat) karena di dalamnya banyak disebutkan tentang nikmat.

‫رى‬D َ Dَ‫ونَهَ ۖا َوت‬D‫ة ت َۡلبَ ُس‬Dٗ Dَ‫ُوا ِم ۡنهُ ِح ۡلي‬ ْ ُ‫َوهُ َو ٱلَّ ِذي َس َّخ َر ۡٱلبَ ۡح َر لِت َۡأ ُكل‬
ْ ‫وا ِم ۡنهُ لَ ۡح ٗما طَ ِر ٗيّا َوت َۡست َۡخ ِرج‬
ۡ ۡ ْ ‫ۡٱلفُ ۡلكَ َم َوا ِخ َر فِي ِه َولِت َۡبتَ ُغ‬
‫ َي‬D ‫ض َر ٰ َو ِس‬ ِ ‫ َوَألقَ ٰى فِي ٱَأۡل ۡر‬١٤ َ‫ ُكرُون‬D ‫لِ ِهۦ َولَ َعلَّ ُكمۡ تَش‬D ‫ض‬ ۡ َ‫وا ِمن ف‬
ٰ
١٦ َ‫ت َوبِٱلنَّ ۡج ِم هُمۡ يَ ۡهتَ ُدون‬ ٖ ۚ ‫ َو َعلَ ٰ َم‬١٥ َ‫َأن تَ ِمي َد بِ ُكمۡ َوَأ ۡن ٰهَ ٗرا َو ُسبُاٗل لَّ َعلَّ ُكمۡ ت َۡهتَ ُدون‬
َ ‫وه َۗٓا ِإ َّن ٱهَّلل‬D ‫ص‬
ُ ‫ ةَ ٱهَّلل ِ اَل تُ ۡح‬D‫وا نِ ۡع َم‬ْ ‫ ُّد‬D‫ َوِإن تَ ُع‬١٧ َ‫ق َأفَاَل تَ َذ َّكرُون‬ ُ ۚ ُ‫ق َك َمن اَّل يَ ۡخل‬ ُ ُ‫َأفَ َمن يَ ۡخل‬
١٨ ‫يم‬ٞ ‫ور َّر ِح‬ ٞ ُ‫لَ َغف‬
“Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan
perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan
agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur. (14) Dan Dia
menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia
menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, (15) dan
(Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang
mereka mendapat petunjuk. (16) Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama
dengan yang tidak dapat menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (17) Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan
mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha
Penyayang. (18) (An-Nahl [16]: 14-18)

Allah L juga berfirman:

‫ ٰ َربِي َل‬D‫ َل لَ ُكمۡ َس‬D‫ ا َو َج َع‬D‫ا ِل َأ ۡك ٰنَ ٗن‬DDَ‫ َل لَ ُكم ِّمنَ ۡٱل ِجب‬D‫ق ِظ ٰلَاٗل َو َج َع‬ َ َ‫َوٱهَّلل ُ َج َع َل لَ ُكم ِّم َّما خَ ل‬
٨١ َ‫تَقِي ُك ُم ۡٱل َح َّر َو َس ٰ َربِي َل تَقِي ُكم بَ ۡأ َس ُكمۡۚ َك ٰ َذلِكَ يُتِ ُّم نِ ۡع َمتَهُۥ َعلَ ۡي ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡسلِ ُمون‬
“Dan Allah menjadikan tempat bernaung bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan,
Dia menjadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia
menjadikan pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi)
yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikian Allah menyempurnakan
nikmat-Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl [16]:
81)

Di antara nikmat-nikmat Allah K kepada kita juga adalah penyempurnaan


agama Islam. Allah K berfirman :

٣ …‫يت لَ ُك ُم ٱِإۡل ۡس ٰلَ َم ِد ٗين ۚا‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫… ۡٱليَ ۡو َم َأ ۡك َم ۡل‬
ُ ۡ‫ت لَ ُكمۡ ِدينَ ُكمۡ َوَأ ۡت َمم‬
ِ ‫ت َعلَ ۡي ُكمۡ نِ ۡع َمتِي َو َر‬
“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu…” (QS.
Al-Maidah [5]: 3)
Dan di antara kesesatan sebagian orang adalah menisbatkan nikmat-nikmat
Allah pada dirinya sendiri, kecerdasannya dan pada kemampuannya. Seperti
perbuatan Qarun yang mengatakan:

٧٨ …‫قَا َل ِإنَّ َمٓا ُأوتِيتُهُۥ َعلَ ٰى ِع ۡل ٍم ِعن ِدي‬


“Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena
ilmu yang ada padaku.” (QS. Al Qhasash [28]: 78)

Atau menisbatkan nikmat-nikmat pemberian Allah pada alat-alat, seperti yang


dilakukan oleh sebagian orang bodoh pada masa sekarang ini. Allah K berfirman:

٥٣ …ِ ۖ ‫َو َما بِ ُكم ِّمن نِّ ۡع َم ٖة فَ ِمنَ ٱهَّلل‬


“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah…” (QS. An-Nahl [16]:
53)

Juga firman-Nya :

ۡ ۡ ۡ ۡ
ِ D‫ َءَأنتُمۡ َأنزَلتُ ُموهُ ِمنَ ٱل ُم ۡز ِن َأمۡ ن َۡح ُن ٱل ُم‬٦٨ َ‫َأفَ َر َء ۡيتُ ُم ٱل َمٓا َء ٱلَّ ِذي ت َۡش َربُون‬
‫و‬Dۡ Dَ‫ ل‬٦٩ َ‫نزلُون‬D
ٗ ‫نَ َشٓا ُء َج َع ۡل ٰنَهُ ُأ َج‬
٧٠ َ‫اجا فَلَ ۡواَل ت َۡش ُكرُون‬
“Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Kamukah yang
menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Sekiranya Kami
menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin, mengapa kamu tidak bersyukur?”
(QS. Al Waqi’ah [56]: 68 - 70)

Sebagian lagi ada yang menyamarkan jejak para salaf, mereka menganggap
bahwa para salaf lebih suka sekiranya mereka mati dan tidak pernah diciptakan oleh
Allah K, atau lebih baik mereka jadi pohon saja dan semisalnya. mereka merasa
bahwa ini merupakan bagian dari tidak adanya nikmat penciptaan dan penghidupan.

Padahal hakikatnya, mereka para salaf adalah orang-orang yang berada di


puncak kesyukuran, meskipun dalam beberapa keadaan meraka telah merasakan
tertimpa ketakutan yang sangat, sehingga mereka mengangan-angankan kalau
sekiranya mereka tidak pernah hidup saja agar tidak dihisab, namun sebenarnya
bukan kebiasaan mereka mengangan-angankan untuk tidak pernah hidup.

- Pengetahuan Seorang Hamba Bahwa Ia Bertanggungjawab Atas


Nikmat-Nikmat yang Diterimanya

Seorang hamba harus tahu bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban atas


nikmat-nikmat yang diterimanya. Allah K berfirman:

٨ ‫سَٔلُ َّن يَ ۡو َمِئ ٍذ َع ِن ٱلنَّ ِع ِيم‬


‍ۡ ُ‫ثُ َّم لَت‬
“Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang
megah di dunia itu).” (QS. At-Takâtsur [102]: 8)

Jika seorang hamba tahu bahwa pada hari kiamat kelak ia akan dimintai
pertanggung jawaban atas nikmat-nikmat yang diterimanya dan akan dihisab atau
dihitung semuanya bahkan sampai air dingin yang pernah ia miliki sekalipun. Tentu
ia akan segera bersyukur karena takut akan dihisab pada hari kiamat!.

Banyak orang yang melampaui batas dalam memahami permasalahan ini,


sehingga mereka mengharamkan diri mereka terhadap nikmat-nikmat agar tidak
dimintai pertanggung jawaban atasnya pada hari kiamat. Padahal Allah L sudah
meridhai kita untuk menikmati nikmat-nikmat tersebut dan memerintahkan kita untuk
mensyukurinya :

٦٠ َ‫ض ُم ۡف ِس ِدين‬
ِ ‫ق ٱهَّلل ِ َواَل ت َۡعثَ ۡو ْا فِي ٱَأۡل ۡر‬ ۡ ‫ُوا ِمن‬
ِ ‫رِّز‬ ۡ ‫وا َو‬
ْ ‫ٱش َرب‬ ْ ُ‫… ُكل‬
“Makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu
melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 60)

١٧٢ َ‫ُوا هَّلِل ِ ِإن ُكنتُمۡ ِإيَّاهُ ت َۡعبُ ُدون‬ ۡ ‫ت َما َر َز ۡق ٰنَ ُكمۡ َو‬
ْ ‫ٱش ُكر‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫وا ُكل‬
ِ َ‫وا ِمن طَيِّ ٰب‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami
berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah
kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)

Bahkan mensyukuri nikmat-nikmat ini tidak akan terwujud kecuali setelah


menikmatinya terlebih dahulu.

Terkadang sebagian mereka juga mengharamkan dirinya sendiri dari


menikmati sedikit nikmat dari nikmat-nikmat yang telah diberikan tapi masih
menikmati sesuatu yang nikmatnya lebih banyak.

Suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri dan


berkata : “Sesungguhnya aku memiliki tetangga yang tidak makan al-faludzaj
(makanan mewah sejenis puding),” maka Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Kenapa
begitu?” laki-laki tersebut berkata, “Dia mengatakan bahwa makanan tersebut tidak
bisa disyukuri” maka Al-Hasan berkata, “Apakah dia meminum air dingin?” laki-laki
tadi berkata, “Ya” Maka Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya tetanggamu adalah orang
yang bodoh, karena nikmat yang Allah berikan padanya di dalam air dingin itu lebih
banyak.”1

Kemudian kita katakan kepada kaum tersebut bahwa ada nikmat-nikmat yang
harus kalian manfaatkan, seperti nikmat bernafas, berdetaknya jantung, dan
mengalirnya darah dalam tubuh kita. Apakah kalian bisa mensyukurinya?

Apabila mereka mengatakan “Kami tidak bisa mensyukurinya”


1
Tafsir Al-Qurthubi, (6/243)
Kita katakan pada mereka “Ya, memang tidak mudah seorang hamba bisa
mensyukuri salah satu nikmat dari nikmat-nikmat yang Allah K berikan, tapi
setidaknya dia menikmati nikmat tersebut, dia mengakui nikmat Allah tersebut,
kemudian dia mengakui keterbatasannya sebagaimana yang Rasulullah ucapkan
dalam doanya

ْ‫ك ِبَذْنِبي‬
َ ‫ي َو َأُبوُْء َل‬
َّ ‫ع َل‬
َ ‫ك‬
َ ‫ك ِبِنْعَمِت‬
َ ‫َأُبوُْء َل‬
“Aku mengakui akan nikmat-Mu padaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pern
ah aku perbuat”1

Ringkasnya: Sesungguhnya siapa yang mengharamkan hal-hal yang baik pada


dirinya sendiri dan menahan dirinya untuk memakannya tanpa sebab syar’I maka dia
tercela dan pelaku bid’ah. Dan siapa yang memakannya tanpa syukur yang hukumnya
wajib maka dia tercela. Sedangkan pelaku kebenaran adalah orang yang menikmati
hal-hal yang baik tanpa berlebihan dan berusaha untuk mensyukurinya.2

- Berdoa kepada Allah agar menolong kita untuk bersyukur

Di antara sarana-sarana syukur adalah kita berdoa kepada Allah agar Allah
menolong kita untuk bersyukur

َ ‫عَبادَِت‬
‫ك‬ ِ ‫ن‬
ِ ‫س‬
ْ ‫ح‬
ُ َ‫ك و‬
َ ‫ك َو شُْكِر‬
َ ِ‫عَلى ِذْكر‬
َ ‫عِّني‬
ِ ‫اللُهمَّ َأ‬
َّ
“Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir kepada-Mu, bersyukur pada-Mu,
danmemperbagus ibadah kepada-Mu." 3

- Pengetahuan bahwa Allah suka terhadap syukur

Qatadah mengatakan, “Sesungguhnya Rabb kalian adalah pemberi nikmat dan


mencintai syukur”4

KEUNTUNGAN DARI BERSYUKUR

Bersyukur memiliki keuntungan dan faedah-faedah yang sangat banyak.


Keuntungan-keuntungan ini tidak ada sedikitpun yang kembali kepada Allah, namun
justru khusus untuk hamba-hamba-Nya. Jika hamba-Nya bersyukur maka syukurnya
itu untuk dirinya sendiri. Begitu pula jika kufur maka kekufurannya itu kembali pada
dirinya sendiri. Sulaiman Q berkata sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah L
dalam firmanNya:

‫ ِۖۦه َو َمن‬D ‫ ُك ُر لِن َۡف ِس‬D ‫ض ِل َربِّي لِيَ ۡبلُ َونِ ٓي َءَأ ۡش ُك ُر َأمۡ َأ ۡكفُ ۖ ُر َو َمن َش َك َر فَِإنَّ َما يَ ۡش‬
ۡ َ‫…قَا َل ٰهَ َذا ِمن ف‬
٤٠ ‫يم‬ٞ ‫ ّي َك ِر‬ٞ ِ‫َكفَ َر فَِإ َّن َربِّي َغن‬
1
HR. Al-Bukhari, no. 5947.
2
Majmu’ Al-Fatawa, (32/212)
3
HR. Abu Dawud, no. 1522, dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz- Dzahabi
4
Tafsir At-Thabari, (6/218)
“...dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku
bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.” (QS. An-Naml [27]:
40)

Di Antara Keuntungan dan Faidah Kesyukuran Adalah :

- Selamat Dari Siksa Allah

Allah L telah menjelaskan dalam Al-Qur`an bahwa Allah tidak memiliki


tujuan untuk menyiksa makhluk-Nya, jika makhluk-Nya telah bersyukur dan
beriman. Sebagaimana firman-Nya :

‫م َوآ َم ْنتُ ْم َو َكانَ هَّللا ُ َشا ِكرًا َعلِي ًما‬Dُْ‫م ِإ ْن َشكَرْ ت‬Dْ ‫َما يَ ْف َع ُل هَّللا ُ بِ َع َذابِ ُك‬
“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha
Mensyukuri, Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa’ [4]: 147)

Ibnu Jarir mengatakan, “Sesungguhnya Allah yang Maha Agung tidak


menyiksa orang yang bersyukur dan orang yang beriman”1

Al-Hasan Al-Bashri T mengatakan, “Sesungguhnya Allah membuat senang


apa yang dikehendaki-Nya dengan nikmat dari-Nya, maka ketika nikmat itu tidak
disyukuri, Allah akan membaliknya menjadi siksa atas mereka.”2

- Mendapatkan Ridha Allah L

ْ ‫دِ َأ‬Dْ‫ن العَب‬


‫ن‬ ْ ‫ع‬
َ ‫َى‬D‫ن اللََّه َلَيْرض‬
َّ ‫ “ِإ‬: ‫ََّلَم‬D‫ِه َو س‬Dْ‫عَلي‬
َ ‫ََّلى اللَُّه‬D‫ل اللَِّه ص‬
ُ ‫ُْو‬D‫ َقالَ َرس‬: َ‫عْنُه َقال‬َ ‫ي اللَُّه‬َ ‫ض‬ ِ ‫ك َر‬ ٍ ِ‫ن َمال‬ ِ ْ‫س ب‬ٍ َ‫ن َأن‬ْ ‫ع‬
َ
”‫عَليَْها‬ ْ َ‫ب الشُرْ َبَة َفي‬
َ ‫حمََدُه‬ َ ‫شَر‬ْ ‫عَليَْها َأْو َي‬
َ ‫حمََدُه‬
ْ َ‫األْكَلَة َفي‬
َ ‫ل‬ َ ُ‫يَْأك‬

Dari Anas bin Malik A berkata, Nabi N bersabda, "Sesungguhnya Allah K sangat
suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) sesudah makan
dan minum.” 3

- Mendapatkan Kekhususan Berupa Anugerah Hidayah

Allah L mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang


yang dikhususkan di antara hamba-hamba-Nya untuk mendapatkan hidayah. Allah K
berfirman :

َ‫ْس هَّللا ُ بَِأ ْعلَ َم بِال َّشا ِك ِرين‬


َ ‫ْض لِيَقُولُوا َأهَُؤال ِء َم َّن هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم ِم ْن بَ ْينِنَا َألَي‬ َ ‫ك فَتَنَّا بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم بِبَع‬ َ ِ‫َو َك َذل‬
“Demikianlah Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan
sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata,
“Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?”
1
Tafsir Al Qurthubi, (4/338)
2
As-Syukru, Ibnu Abi Ad Dunya, hal. 17.
3
HR. Muslim, no. 2734.
(Allah berfirman), “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur
(kepada-Nya)?” (QS. Al-An’âm [6]: 53)

Ibnu Jarir berkata, “Allah K mengatakan, ‘Aku lebih mengetahui siapa


hamba-Ku yang mensyukuri nikmat-Ku dan siapa yang mengkufurinya, Pemberianku
kepada orang yang aku beri hidayah adalah sebagai balasan kesyukurannya pada-Ku
atas nikmat-Ku, dan pembiaranku kepada orang yang aku telantarkan dari jalan yang
lurus adalah sebagai hukuman kekufurannya kepada-Ku.’”1

- Penjagaan Terhadap Nikmat

Bersyukur adalah penjaga nikmat dari apapun yang menyebabkan hilangnya


nikmat tersebut. Oleh karena itulah sebagian ulama menyebut syukur dengan
“pengikat nikmat”, karena syukur mengikat nikmat sehingga nikmat tidak bisa lepas
dan tidak bisa kabur.

Umar bin Abdul Aziz A berkata, “Ikatlah nikmat-nikmat Allah dengan


bersyukur kepada Allah”2

- Nikmatnya Akan Ditambah

Allah K di dalam kitab-Nya yang mulia menjanjikan kepada orang-orang


yang bersyukur akan menambah nikmat-nikmat-Nya. Allah K berfirman :

ِ ‫َوِإ ْذ تََأ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَِئ ْن َشكَرْ تُ ْم‬


‫م َولَِئ ْن َكفَرْ تُ ْم ِإ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬Dْ ‫ألزي َدنَّ ُك‬
“Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Dengan bersyukur, nikmat akan bertambah dan terjaga.

Al-Hasan berkata, “Telah sampai padaku bahwa Allah K jika memberikan


nikmat kepada suatu kaum, Allah meminta mereka untuk bersyukur, jika mereka
mensyukurinya maka Allah mampu untuk menambahkan nikmat-Nya untuk mereka.
Dan jika mereka mengingkarinya maka Allah juga mampu untuk mengubah nikmat-
Nya menjadi siksa untuk mereka.”3

Ar-Rabi’ bin Anas juga mengatakan, “Sesungguhnya Allah mengingat orang


yang meningat-Nya, menambah nikmat bagi orang yang mensyukuri-Nya dan
menyiksa orang yang mengkufuri-Nya.”4

1
Tafsir At-Thabari, (5/204)
2
Syu’abul Iman, no. 4546.
3
Syu’abul Iman, no. 4536
4
Tafsir At-Thabari, (2/39)
Karena itulah, mereka menamakan syukur dengan dua nama, Al-Hâfizh
(penjaga) karena syukur menjaga nikmat yang sudah ada, dan Al-Jâlib (pembawa)
karena syukur juga membawa kembali nikmat-nikmat yang telah hilang.5

Jangan lupa bersyukur kepada Allah dalam setiap nikmat

yang telah Ia berikan, karena syukur membawa kembali nikmat-nikmat (yang


telah hilang)

- Pahala bersyukur tidak terikat dengan kehendak-Nya

Allah L mengikat banyak pahala sesuai kehendak-Nya, sebagaimana firman-


Nya ketika mengabulkan doa:

Dُ ‫بَلْ ِإيَّاهُ تَ ْد ُعونَ فَيَ ْك ِش‬


‫ف َما تَ ْد ُعونَ ِإلَ ْي ِه ِإ ْن َشا َء‬
“(Tidak), hanya kepada-Nya kamu minta tolong. Jika Dia menghendaki, Dia
hilangkan apa (bahaya) yang kamu mohonkan kepada-Nya…” (QS. Al An’âm [6]:
41)

Juga firman-Nya dalam hal ampunan:

ِ ِ
ُ‫َي ْغفُر ل َم ْن يَ َشاء‬
“Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki” (QS. Ali Imran [3]: 129)

Juga firman-Nya dalam hal rezeki :

ُ‫َواللَّهُ َي ْر ُز ُق َم ْن يَ َشاء‬
“Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya” (QS. Al-
Baqarah [2]: 212)

Juga firman-Nya dalam hal taubat:

‫َويَتُوبُ هَّللا ُ َعلَى َم ْن يَ َشا ُء‬


“Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya” (QS. At-Taubah [9]: 15)

Berbeda dengan syukur, Allah memutlakkannya tanpa ada ikatan dengan


kehendak-Nya. Allah K berfirman :

َ‫ ال َّشا ِك ِرين‬D‫َو َسنَجْ ِزي‬


“Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS. Ali
Imran [3]: 145)

5
‘Uddatus Shabirîn, hal. 98
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain :

ِ
َ ‫َو َسيَ ْج ِزي اللَّهُ الشَّاك ِر‬
‫ين‬

“Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali
Imran [3]: 144)

Dalam ayat tersebut Allah tidak mengatakan, “Akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur jika berkehendak” atau “Akan memberikan balasan jika
berkehendak kepada orang-orang yang bersyukur”

- Orang yang bersyukur dicirikan dengan sifat-sifat Allah

Allah L menamai dirinya dengan ‫اكًرا‬


ِ ‫ش‬َ (Yang Maha mensyukuri) dan ‫شكُْوًرا‬
َ
(Yang Maha Banyak bersyukur), Allah juga menamai orang-orang yang bersyukur
dengan nama ini dan memberikan sifat-Nya kepada mereka dan menamai mereka
dengan nama-Nya. Maka cukuplah bagimu dengan kecintaan dan keutamaan bagi
orang-orang yang bersyukur.1

- Do'anya dikabulkan

Dikatakan kepada Ibrahim bin Adham, “Apa yang menyebabkan kami berdoa
tapi tidak dikabulkan?” Ia berkata: “Karena kalian mengetahui Allah tapi tidak
mentaati-Nya, kalian mengetahui Rasulullah tapi kalian tidak mengikutinya, kalian
mengetahui Al-Qur’an tapi kalian tidak mengamalkannya, kalian makan dari nikmat-
nikmat Allah tapi kalian tidak mensyukurinya, kalian mengetahui surga tapi kalian
tidak memintanya, kalian mengetahui neraka tapi kalian tidak kabur darinya, kalian
mengetahui setan tapi kalian tidak memusuhinya bahkan sepakat dengan mereka,
kalian mengetahui kematian tapi kalian tidak bersiap-siap untuknya, kalian
menguburkan orang-orang yang mati tapi kalian tidak mengambil pelajaran dari
mereka dan kalian meninggalkan aib-aib kalian tapi menyibukkan diri dengan aib-aib
orang lain.”2

BERSYUKUR KEPADA MANUSIA

Syariat kita, yaitu syari’at Islam memerintahkan untuk bersyukur kepada


manusia atas kebaikan dan keutamaan yang mereka berikan kepada kita, dan manusia
yang paling khusus untuk kita berikan rasa syukur adalah kedua orang tua kita. Allah
K berfirman :

َ ‫َأ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْي‬


‫ك‬
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu!” (QS. Luqman [31]: 14)
1
Madarijus Salikin, (2/242-244)
2
Tafsir Al-Qurthubi, (2/303)
Para ulama mengatakan, “Orang yang paling berhak disyukuri, diperlakukan
dengan baik, diberikan bakti, ketaatan dan kepatuhan setelah Sang Pencipta yang
Maha Memberi adalah orang yang disandingkan oleh Allah. Berberbuat baik
kepadanya adalah bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah, serta wujud bersyukur
kepada Allah dengan bersyukur kepadanya, dan orang tersebut adalah kedua orang
tua”1

Sebagaimana Nabi N memerintahkan bersyukur kepada setiap orang yang


melakukan kebaikan kepadamu. Di dalam hadits Jabir A secara marfu’ disebutkan :

ْ‫د‬Dَ‫ُه َفق‬Dَ‫ن َكَتم‬


ْ ‫َكرَُه وَ َم‬Dَ ‫دْ ش‬Dَ‫ِه َفق‬Dِ‫ن َأْثَنى ب‬
ْ ‫ِه َفَم‬Dِ‫ن ب‬
ِ ‫ْد فَْلُيْث‬Dِ‫ن َلمْ َيج‬
ْ ‫جزِ ِبِه فَِإ‬
ْ ‫جدَ َفْلَي‬
َ ‫اء فََو‬
ً ‫ط‬َ ‫ع‬
َ ‫عطِ َي‬
ْ ‫ن ُأ‬
ْ ‫َم‬
‫َكَفرَُه‬
“Barangsiapa yang diberi suatu pemberian lalu dia memiliki sesuatu untuk
membalas pemberian tersebut, maka hendaknya dia balas pemberian tersebut.
Namun jika dia tidak memiliki apa-apa maka hendaknya dia memujinya, karena
barang siapa yang memuji maka dia telah mensyukurinya dan barang siapa yang
menutup-nutupi maka dia telah mengkufurinya”2

Jika kamu tidak memiliki apa-apa untuk membalas pemberiannya maka


pujilah orang yang berbuat baik itu, seperti perkataanmu untuknya, “Jazakallahu
khairan (semoga Allah memberi balasan kebaikan untukmu)” karena doa adalah
sarana untuk syukur. Ada juga yang mengatakan, “Barang siapa yang tangannya
tidak mampu untuk membalas kebaikan, hendaklah ia memanjangkan lisannya
dengan syukur.”

Di antara bentuk syukur kepada manusia juga dengan tidak membuka aib-aib
si pemberi. Al-Munawi berkata, “Termasuk dari sempurnanya syukur adalah dengan
menutupi aib-aib orang yang memberi dan tidak merendahkannya.”3

Syukur kepada Allah juga dihubungkan dengan syukur kepada manusia,


sebagaimana sabda Nabi N

‫اس‬
َ ‫الن‬
َّ ‫شُكُر‬
ْ ‫ن َلا َي‬
ْ ‫شكُُر اللََّه َم‬
ْ َ‫ َلا ي‬: َ‫سَّلَم َقال‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫صَّلى اللَُّه‬
َ ‫ي‬
ِّ ِ‫ن النَّب‬
ْ ‫ع‬
َ ‫عْنُه‬
َ ‫ي اللَُّه‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ن َأبِي ُهَرْيَرَة َر‬
ْ ‫ع‬
َ

Dari Abu Hurairah A dari Nabi N bersabda, “Tidaklah bersyukur kepada Allah,
orang yang tidak bersyukur kepada manusia”4

Makna hadits ini adalah: Allah tidak menerima syukur dari seorang hamba
jika hamba tersebut tidak bersyukur kepada manusia yang berbuat baik kepadanya.

Atau maknanya: Barang siapa yang tabiat dan kebiasaannya mengkufuri


manusia, maka akan menjadi tabiatnya juga kufur kepada Sang Pencipta manusia.

1
Tafsir Al-Qurthubi, (5/171)
2
HR. Abu Dawud, no. 4813, dan dihasankan oleh Al-Albani
3
Faidhul Qadir, (6/22)
4
HR. Abu Dawud, no. 4811, At-Tirmidzi, no. 1954, dan mengatakan hadits ini Hasan Shahih
Ada perbedaan antara bersyukur kepada manusia dengan bersyukur kepada
Allah:

Di dalam syukur kepada Allah terdapat ketundukan, kerendahan diri dan


peribadahan. Sedangkan syukur kepada manusia adalah pemberian balasan atas
kebaikannya dan mendoakannya, tidak dibolehkan memberikan ketundukan,
kerendahan diri dan peribadahan kepadanya.

Sebagian mengatakan, “Syukur kepada yang di atasmu (Allah) adalah dengan


ketaatan, sedangkan kepada yang sepadan denganmu adalah dengan memberikan
penghargaan, dan kepada yang ada di bawahmu adalah dengan berbuat baik
kepadanya.”1

Namun, sesungguhnya Allah L adalah yang berhak untuk disyukuri secara


mutlak, umum dan sempurna. Adapun syukur kepada hamba hanya merupakan
balasan atas kebaikan yang Allah berikan melalui tangan hamba-Nya, seperti syukur
kepada kedua orang tua atas pendidikan yang mereka berdua berikan, syukur kepada
guru atas pengajarannya, dan semisalnya.2

Syukur kepada makhluk tidak merusak syukur kepada sang Pencipta, yang
menjadi masalah adalah orang yang bersyukur kepada makhluk tapi tidak bersyukur
kepada sang Pencipta, dan ini adalah merupakan musibah.

Meminta Syukur dari Manusia

Seorang muslim jika memberikan manfaat kepada saudaranya tidak


seharusnya menanti balasan syukur dari saudaranya itu, yang seharusnya ia lakukan
adalah menantikan ganjaran dan pahala dari Allah K. Tidak adanya syukur dari
saudaranya, bukan bermakna tidak mendapatkan tujuan yang diinginkannya (pahala
dari Allah), kecuali jika tujuannya memang untuk mendapatkan syukur dari manusia
maka dia adalah pelaku riya’ dan sum’ah. Kita memohon keselamatan dan
kesejahteraan kepada Allah.

Bahkan para ulama menyebutkan bahwa, jika ada pelaku kebaikan yang
berbuat baik karena menginginkan pujian maka tidak seyogyanya orang yang
mendapatkan kebaikannya memuji dan mensyukurinya. Karena meminta syukur
adalah sebuah kezhaliman dan kita dilarang untuk membantu kezhaliman.3

KUFUR NIKMAT

1
Ruhul Ma’ani, (1/258)
2
Majmu’ Al-Fatawa, (14/339)
3
Al-Adzkar, An-Nawawi, hal. 615.
Kufur adalah kebalikan dari syukur. Allah L telah memperingatkan kita dari
kufur terhadap nikmat yang Allah berikan kepada kita. Para salaf G sangat takut
terhadap kufur nikmat.

Umar bin Abdul Aziz jika merenungi nikmat yang Allah berikan kepadanya
beliau berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menukar
nikmat-Mu dengan kekufuran, atau mengkufurinya setelah mengetahuinya, atau
melupakannya dan tidak memuji-Mu dengannya.”1

Terkadang pada sebagian manusia, ada yang mengkufuri nikmat dalam


beberapa keadaan. Di antara keadaan itu adalah:

Kufur Ketika Mendapat Musibah

Allah K berfirman:

ٞ َُٔ‫َولَِئ ۡن َأ َذ ۡقنَا ٱِإۡل ن ٰ َسنَ ِمنَّا َر ۡح َم ٗة ثُ َّم نَ َز ۡع ٰنَهَا ِم ۡنهُ ِإنَّهُۥ لَ‍ي‬
ٞ ُ‫وس َكف‬
٩ ‫ور‬
“Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia, kemudian (rahmat itu) Kami
cabut kembali, pastilah dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih.” (QS. Hud
[11]: 9)

Ibnu Jarir mengatakan, “Telah kufur orang yang telah diberi nikmat, namun
dia sedikit bersyukur kepada Rabbnya yang telah memberikan keutamaan berupa
pemberian nikmat untuknya.”2

Jika manusia tahu bahwa tidak ada musibah yang menimpanya melainkan
disebabkan dosa yang dikerjakannya, tentu ia akan memuji Allah karena hal ini dan
mencela dirinya atas ketidakmampuannya. Allah K berfirman:

‫ٓا ِإ َّن‬Dۚ Dَ‫ ِل َأن نَّ ۡب َرَأه‬D‫ب ِّمن قَ ۡب‬ ٖ َ‫ ُكمۡ ِإاَّل فِي ِك ٰت‬D‫ض َواَل فِ ٓي َأنفُ ِس‬
ِ ‫يبَ ٖة فِي ٱَأۡل ۡر‬D‫ص‬ ِ ‫اب ِمن ُّم‬ َ ‫ص‬ َ ‫َمٓا َأ‬
ْ ‫ لِّ َك ۡياَل ت َۡأ َس ۡو ْا َعلَ ٰى َما فَاتَ ُكمۡ َواَل ت َۡف َرح‬٢٢ ‫ير‬
ُّ‫ٓا َءاتَ ٰى ُكمۡ ۗ َوٱهَّلل ُ اَل يُ ِحب‬DD‫ُوا بِ َم‬ ٞ ‫ك َعلَى ٱهَّلل ِ يَ ِس‬ َ ِ‫ٰ َذل‬
٢٣ ‫ور‬ٍ ‫َال فَ ُخ‬ ٖ ‫ُك َّل ُم ۡخت‬
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya
telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh,
yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa
yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-
Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan
membanggakan diri.” (QS. Al-Hadîd [57]: 22 - 23)

Allah telah mencela al-kanûd, yaitu orang yang mengkufuri nikmat ketika
tertimpa musibah. Al-Hasan berkata tentang firman Allah K:

1
Syu’abul Iman, no. 4545.
2
Tafsir At-Thabari, (7/9)
ٞ ُ‫ِإ َّن ٱِإۡل ن ٰ َسنَ لِ َربِّ ِهۦ لَ َكن‬
٦ ‫ود‬
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak bersyukur kepada Rabbnya,” (QS.
Al-Aadiyat [100]: 6)

Beliau berkata, “Maksudnya adalah mengingat musibah dan melupakan nikmat-


nikmat”1

Jika engkau mengamati seorang pedagang hari ini, engkau dapati dia telah
mengeluarkan seratus ribu sebagai modal kemudian menjadi lima puluh ribu setelah
didagangkan, lalu engkau tanyai dia maka dia akan menjawab, “Tidak ada jual beli
dan kebaikan di sana, kami hidup dalam kerugian!” Seharusnya tidak seperti itu, dia
seharusnya tetap memuji Allah dalam setiap keadaannya.

Perkara ini akan terlihat lebih jelas pada wanita, sekiranya engkau telah
berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang waktu dan umurmu, lalu
dia melihat ada satu kekurangan dalam dirimu, ia akan berkata, “Aku tidak melihat
kebaikan darimu sama sekali!” Ini adalah sebuah kezhaliman. Kebanyakan wanita
menjadi penghuni neraka karena mereka kufur terhadap suami mereka. Jika tidak
mensyukuri nikmat suami saja bisa menyebabkan masuk neraka jahannam, lalu
bagaimana dengan orang yang kufur terhadap nikmat Allah K?

SABAR DAN SYUKUR

Ibnul Qayyim berkata, “Iman dibagi menjadi dua bagian, setengahnya adalah
syukur dan setengahnya lagi adalah sabar”2

Para ahli ilmu berselisih pendapat tentang siapa yang lebih utama antara
orang miskin yang sabar dan orang kaya yang bersyukur?

Syukur ketika dalam keadaan sehat dan baik - menurut sebagian ahli ilmu -
lebih mulia daripada orang yang sabar ketika ditimpa ujian.

Mutharrif bin Abdillah berkata, “Sungguh aku dalam keadaan sehat lalu
bersyukur, lebih aku sukai daripada aku diuji kemudian aku bersabar”3

Maksudnya adalah: sekiranya aku dikaruniai syukur atas segala nikmat yang
diberikan itu lebih baik daripada aku diuji kemudian aku bersabar. Nabi N
mewasiatkan agar kita memohon ampunan dan kesehatan kepada Allah4, bukan
berwasiat agar kita meminta musibah dan kesabaran.
1
Tafsir Ibnu Katsir, (4/700)
2
Zâdul Ma’ad, (4/304)
3
Mushannaf Abdur Razzaq, no. 20468 dan Syu’abul Iman, no. 4435
4
Sunan At-Tirmidzi, no. 3594
Sebagian ulama menyebutkan bahwa sabar ketika ditimpa ujian lebih baik
dari syukur ketika baik-baik saja.

Yang tampak, bahwa syukur dan sabar itu sama-sama lebih utama dalam
porsinya masing-masing. Syukur dalam keadaan kaya lebih utama, begitu pula sabar
dalam keadaan miskin juga lebih utama.

Abu Sahal As-Sha’luky ditanya tentang syukur dan sabar, mana di antara
keduanya yang lebih utama? Beliau berkata, “Keduanya dalam posisi yang sama,
syukur adalah tugas kelapangan dan sabar adalah tugas kesusahan”1

Bersyukur ketika Tertimpa Musibah

Yang lebih mulia dari sabar terhadap musibah adalah bersyukur kepada Allah
atas musibah tersebut.

Telah disingkirkan rasa sakit pada diriku, maka dia berpaling

dari kesedihan dan keluhan menjadi kesyukuran dan pujian2

Musibah tidak lepas dari nikmat yang wajib disyukuri

Imam Al-Haramain Al-Juwaini berkata, “Bencana dunia termasuk yang wajib


disyukuri oleh seorang hamba, karena pada hakikatnya bencana itu adalah nikmat,
dengan alasan bahwa bencana dunia itu akan membuat hamba mendapatkan manfaat
yang besar, pahala yang banyak, balasan yang besar dan cita-cita mulia yang akan
menghilangkan kesusahan yang ada di sisinya.”3

Syuraih berkata, “Tidaklah seorang hamba diuji dengan suatu musibah


kecuali karena dalam musibah tersebut, Allah memiliki tiga nikmat untuknya:
musibah itu tidak menimpa agamanya, musibah itu tidak lebih besar dari keadaan
yang dia rasakan, dan musibah itu memang sudah seharusnya terjadi dan sekarang
telah terjadi.”4

Seorang hamba jika sudah mengerti hal ini, maka ia akan bersyukur kepada
Allah, karena musibah itu tidak terjadi pada agamanya dan tidak lebih besar dari apa
yang menimpanya, sehingga ia akan memuji Allah dan mensyukurinya karena
musibah itu telah terjadi dan sudah berakhir.

Di antara yang dapat membantu untuk bersyukur ketika tertimpa


musibah adalah mengetahui kebaikan-kebaikan yang ada dalam musibah, seperti
pahala yang didapatkan oleh orang yang tertimpa musibah. Al-Ghazali mengatakan,

1
Ad-Durrul Mantsur, (1/371)
2
Qura Ad-Dhaif, (2/350)
3
Faidul Qadir, (2/133)
4
Tarikh Dimasq, (23/42)
“Siapa yang tidak mengimani bahwa pahala musibah lebih besar dari musibah itu
sendiri, maka ia tidak mencerminkan kesyukuran atas musibah tersebut.”1

PENUTUP

Allah telah memberikan bermacam-macam nikmat kepada kita, baik yang


zhahir maupun batin. Maka janganlah kalian menyekutukan-Nya dalam beribadah
kepada-Nya dan esakanlah Dia dalam syukur dan ibadah.

Allah L telah menyifati hamba-hamba-Nya yang bersyukur bahwa jumlah


mereka itu cuma sedikit. Allah K berfirman:

َ ‫يل ِّم ۡن ِعبَا ِد‬


١٣ ‫ي ٱل َّش ُكو ُر‬ ٞ ِ‫… َوقَل‬
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’ [34]: 13)

Allah L juga berfirman:


ٰ
ِ َّ‫اس َولَ ِك َّن َأ ۡكثَ َر ٱلن‬
٢٤٣ َ‫اس اَل يَ ۡش ُكرُون‬ ۡ َ‫…ِإ َّن ٱهَّلل َ لَ ُذو ف‬
ِ َّ‫ض ٍل َعلَى ٱلن‬
“…Sesungguhnya Allah memberikan karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan
manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 243)

Suatu ketika Umar bin Al-Khatthab A mendengar seorang laki-laki berkata,


“Ya Allah jadikanlah aku dari orang-orang yang sedikit,” maka Umar berkata, “Apa
ini?” laki-laki tersebut mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, Allah K berfirman :

ٞ ِ‫… َو َمٓا َءا َمنَ َم َعهُٓۥ ِإاَّل قَل‬


٤٠ ‫يل‬
“…Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.“ (QS.
Hud [11]: 40)

Dan Ia juga berfirman :

َ ‫يل ِّم ۡن ِعبَا ِد‬


١٣ ‫ي ٱل َّش ُكو ُر‬ ٞ ِ‫… َوقَل‬
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’ [34]: 13)

Dan Allah juga berfirman:

… ۗ ۡ‫يل َّما هُم‬ َّ ٰ ‫وا ٱل‬


ِ ‫صلِ ٰ َح‬
ٞ ِ‫ت َوقَل‬ ْ ُ‫وا َو َع ِمل‬
ْ ُ‫…ِإاَّل ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
“…kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya
sedikitlah mereka yang begitu." (QS. Shaad [38]: 24)

1
Ihya’ Ulumuddin, (4/131)
Umar berkata, “Kamu benar.”2

Sebab dari hal ini adalah bahwa iblis telah mengambil tanggung jawab untuk
menyesatkan dan mencegah manusia dari bersyukur. Allah K berfirman mengabarkan
hal ini:

َ َ‫ ُد َأ ۡكث‬DDD‫ َمٓاِئلِ ِهمۡ ۖ َواَل تَ ِج‬DDD‫ ِدي ِهمۡ َو ِم ۡن خ َۡلفِ ِهمۡ َوع َۡن َأ ۡي ٰ َمنِ ِهمۡ َوعَن َش‬DDD‫ثُ َّم أَل ٓتِيَنَّهُم ِّم ۢن بَ ۡي ِن َأ ۡي‬
ۡ‫رهُم‬DDD
١٧ َ‫ٰ َش ِك ِرين‬
“Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari
kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur.” (QS. Al-A’raaf [7]: 17)

Iblis tahu pentingnya kedudukan syukur sehingga ia berupaya untuk


mencegah hamba-hamba Allah dari bersyukur. Sebagian mereka mengatakan:
“Seandainya setan tahu bahwa ada cara yang lebih utama untuk sampai kepada Allah
dari syukur, tentu ia akan meragukannya.”2

Karena itulah syukur termasuk perkara yang sulit, Al-Alusy mengatakan:


“Disebutkan bahwa pemenuhan syukur kepada Allah L adalah sesuatu yang sulit,
oleh karena itulah Allah L tidak menyanjung para walinya dengan syukur kecuali
kepada dua orang, yaitu Nuh dan Ibrahim I.”3

Dalam firman Allah K:

٤ ‫لَقَ ۡد خَ لَ ۡقنَا ٱِإۡل ن ٰ َسنَ فِي َكبَ ٍد‬


“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al-
Balad [90]: 4)

Al-Hasan tentang ayat ini mengatakan, “Syukur terhadap kesenangan


dilakukan dengan susah payah, sabar terhadap kesulitan juga dilakukan dengan susah
payah.”4 Maka syukur membutuhkan kepayahan dan kesungguhan.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami perkataan yang tepat dan benar,


ketetapan terhadap kitab-Mu dan sunnah Nabi-Mu, berikan kepada kami syukur atas
semua nikmat yang telah Engkau karuniakan, berikanlah kepada kami rezeki bisa
melaksanakan syukur sesuai dengan jalan yang Engkau ridhai, jagalah kami dari
bisikan-bisikan iblis, sesungguhnya Engkau Maha mendengarkan doa, Maha dekat
lagi memperkenankan doa hamba.

2
Az-Zuhdu, Imam Ahmad, hal. 114
2
Faidhul Qadir, (1/526)
3
Ruhul Ma’ani, (13/189)
4
Tafsir Al-Qurthubi, (20/56)
Semoga Allah memberikan berkah dan keselamatan yang banyak kepada
Nabi Muhammad seorang Nabi yang buta huruf, kepada keluarganya, dan seluruh
shahabatnya.

Anda mungkin juga menyukai