Ma’asyiral-Muslimin Rh., Adalah sebuah kewajiban bagi khatib di setiap
khutbahnya untuk senantiasa berwasiat dan mengingatkan jamaah, wabil khusus kepada diri khatib sendiri, untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt. Taqwa seperti pagar yang akan mencegah kita dari perbuatan melanggar perintah-Nya sekaligus untuk senantiasa menaati dan mengerjakan segala perintah-Nya. Karena taqwa itu sendiri adalah : ب َن َوا ِه ْي ِه سِ ًّرا َو َعاَل ِني ًَّة َظا ِهرً ا َوبَاطِ ًنا ِ امْ ِت َثا ُل َأ َوام ِِر ِ هللا َواجْ ِت َنا “Mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik dalam suasana sunyi maupun ramai, zhahir maupun batin.” Sholawat teriring Salam semoga tercurahkan kepada junjunan kita, Nabi Muhammad Saw beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya. Ikhwanul-Mu’minin Rh., Pada momentum yang baik ini, marilah kita tingkatkan rasa syukur kepada Allah Swt. Sang pemberi Rizqi nikmat yang tidak bisa dihitung satu per satu. Rasa syukur merupakan satu bentuk tahu diri dan terima kasih kepada Allah yang sekaligus juga akan semakin menguatkan kesadaran kita bahwa hanya Allah lah dzat yang paling kuasa atas kehidupan kita selama di dunia ini. Semua yang kita miliki, hanyalah titipan yang suatu saat pasti akan diambil oleh sang pemiliknya yang hakiki dan abadi yakni Allah Swt. Hadirin sidang Jum’at Rh., Syukur itu bukan saja diucapkan melalui kata- kata saja. Namun lebih dari itu, harus mampu kita wujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Karena memang sudah menjadi tuntunan agama agar umatnya mampu mewujudkan syukur itu dengan tiga hal, yakni syukur bil-janan (syukur dalam hati), syukur bil-lisan (syukur dengan ucapan), dan syukur bil-arkan (syukur dengan tindakan). Disaat yang sama kita tak boleh menjadi insan yang kufur terhadap nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Sebagaimana di dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman kita diingatkan oleh Allah melalui melalui sebuah ayat yang diulang-ulang sebanyak 31 kali, agar tidak ingkar kepada nikmatnya yang agung. ن ِّ َف ِب!!!اَيِّ ٰااَل ۤ ِء َر ِّب ُك َما ُت َك “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ِ !!!ذ ٰب dustakan?” . Di antara wujud syukur bil-arkan atau syukur dalam tindakan itu bisa kita lakukan dengan cara berbagi nikmat kepada orang lain. Seperti saat kita mendapatkan nikmat rezeki berupa harta benda, kita bisa mengambil sebagian dari rezeki tersebut untuk kemudian diberikan kepada orang lain. Dan tak perlu khawatir jika berbagi rezeki dengan orang lain rezeki kita akan berkurang. Hitungan rezeki bukanlah seperti hitungan matematika yang secara logika 1-1 = 0, bukan. Namun justru sebaliknya, rezeki adalah kehendak Allah semata yang bisa jadi 1-1 =11. Dalam hadits Riwayat Muslim, Rasulullah telah bersabda, ص!!! َد َق ٍة َ َما َن َق “Harta tidaklah akan berkurang karena َ ْص َم!!!ا ُل ِمن sedekah.” Dan di dalam hadits lain disebutkan: ِ َما َأحْ َس َن َع ْب ٌد الصَّدَ َق َة ِإاَّل َأحْ َس َن هللاُ َع َّز َو َج َّل ْال خاَل َف َة َع َلى ِترْ َك ِت ِه “Tidaklah seorang hamba memperbaiki sedekahnya kecuali Allah memperbaiki pengganti atas harta tinggalannya.” (HR Ibnu al-Mubarak). Ikhwanul-Mu’minin Rh, Allah akan menjamin rezeqi kepada siapapun yang Allah kehendaki, terutama kepada mereka yang mau berbagi, sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Thalaq : 3 مْر ٖۗه َق ْد َج َع َل هّٰللا ُ لِ ُك ِّل َشيْ ٍء َق ْدرً ا ۗ هّٰللا هّٰللا ۗ ُ َّو َيرْ ُز ْق ُه ِمنْ َحي ِ َْث اَل َيحْ َتسِ بُ َو َمنْ َّي َت َو َّك ْل َع َلى ِ َفه َُو َحسْ ب ُٗه اِنَّ َ َبالِ ُغ ا “Dan Dia (Allah) memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan hambaNya. Pasti, Allah telah menjadikan segala sesuatu sesuai dengan ketentuannNya”. Ayat ini hendaknya menjadi pegangan kita untuk menghilangkan kekhawatiran tentang rezeki di dunia. Allah lah sejatinya yang memiliki skenario rezeki dalam hidup kita, bukan kita. Kita tetap diperintahkan untuk berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt. Hasil yang kita dapatkan pun hakikatnya bukanlah melulu karena hasil kerja keras kita. Semua itu adalah kehendak dari Allah. Buktinya seringkali kita dapati, ada orang yang bekerja keras, siang malam, pergi pagi pulang sore, namun hasil yang didapatkan masih kalah dengan seseorang yang terlihat santai dalam bekerja. Ini meenjadi bukti bahwa rezeki adalah hak prerogatifnya Allah. Ma’asyiral-Muslimin Rh., Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 261 Allah Swt. Memberikan jaminan kepada siapapun yang memiliki harta lalu menginfakkannya, terlebih lagi di jalan Allah, maka harta yang diinfakkannya itu akan diganti oleh Allah dengan berlipat ganda. ٰ ت َسب َْع َس َن ِاب َل ِفيْ ُك ِّل ُس ۢ ْن ُب َل ٍة ِّماَئ ُة َح َّب ۗ ٍة َوهّٰللا ُ ي ُُضعِف ْ مْوا َل ُه ْم ِفيْ َس ِبي ِْل هّٰللا ِ َك َم َث ِل َح َّب ٍة اَ ۢ ْن َب َت َ ََم َث ُل الَّ ِذي َْن ُي ْن ِفقُ ْو َن ا لِ َمنْ َّي َش ۤا ۗ ُء َوهّٰللا ُ َواسِ ٌع َعلِ ْي ٌم “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang akan menumbuhkan tujuh tangkai, dari setiap tangkai akan ada seratus biji. Dan Allah akan melipatgandakan bagi siapa yang Ia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunianya) dan lagi Maha Mengetahui”. Oleh karenanya, di penghujung khutbah ini, khotib mengajak, mari kita lestarikan budaya saling berbagi, bersedekah, dan berinfak dari rezeki yang telah Allah berikan, agar kita menjadi berkah. Jangan pernah khawatir untuk berbagi, karena disaat kita memberi, hakikatnya di saat yang sama kita sedang menerima karunia Allah.