Anda di halaman 1dari 4

Khutbah I

ْ‫ أَ ْش َه ُد أَن‬،‫ريم‬ َ
ِ ‫ َوأ ْف َه َم َنا ِب َش ِر ْي َع ِة ال َّن ِبيّ ال َك‬،‫هلل الّذي َهدَا َنا ُس ُب َل ال ّسالَ ِم‬ ِ ‫لحمْ ُد‬ َ ‫هلل ْا‬
ِ ‫لح ْم ُد‬ َ ‫ْا‬
‫ َوأَ ْش َه ُد أَنّ َس ِّي َد َنا َو َن ِب َّي َنا‬،‫اإلكرام‬ْ ‫الل َو‬ 'ِ ‫لج‬ َ ‫ ُذو ْا‬،‫اَل ِا َل َه إِاَّل هللا َوحْ دَ هُ ال َش ِريك َله‬
‫باركْ َع َلى َس ِّيدِنا م َُح ّم ٍد وعلى اله‬ ِ ‫ص ِّل و َسلِّ ْم َو‬ َ ‫ اللّ ُه َّم‬،‫م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرسولُه‬
‫ أوصيكم و‬،‫ فيايها اإلخوان‬:‫ أما بعد‬،‫سان إ َلى َي ْو ِم ال ِّدين‬ ِ ْ‫عين ِبإح‬ َ ‫حاب ِه َوال َّت ِاب‬ِ ْ‫وأص‬
‫ أعوذ‬:‫ قال هللا تعالى في القران الكريم‬،‫نفسي بتقوى هللا وطاعته لعلكم تفلحون‬
‫ِين آَ َم ُنوا ا َّتقُوا هللا‬ َ ‫ َيا أَ ُّي َها الَّذ‬:‫ بسم هللا الرحمان الرحيم‬،‫باهلل من الشيطان الرجيم‬
‫ يُصْ لِحْ َل ُك ْم أَعْ َما َل ُك ْم َو َي ْغ ِفرْ َل ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم َو َمنْ يُطِ ِع هللا َو َرسُو َل ُه‬،‫َوقُولُوا َق ْواًل َسدِي ًدا‬
َّ‫هللا َح َّق ُت َقا ِت ِه َوالَ َتم ُْو ُتن‬ َ ‫از َف ْو ًزا َعظِ يمًا وقال تعالى َيا اَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا ا َّتقُ ْوا‬ َ ‫َف َق ْد َف‬
‫إِالَّ َوأَ ْن ُت ْم مُسْ لِم ُْو َن‬.
‫صدق هللا العظيم‬
Jamaah Jumat rahimakumullah,

Allah subhânahu wata’âlâ dalam Surat Luqman, ayat 12, berfirman: 

ِ ْ‫أَ ِن ا ْش ُكر‬
‫هلل َو َمن َي ْش ُكرْ َفإِ َّن َما َي ْش ُك ُر لِ َن ْفسِ ِه‬
Artinya: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” 

Allah subhânahu wata’âlâ memerintahkan  agar kita semua bersyukur kepada-Nya. Perintah ini


tidak berarti bahwa Allah membutuhkan ungkapan syukur dari manusia. Tanpa manusia
bersyukur kepada-Nya, Allah tetaplah Tuhan yang Maha Kaya, Terpuji  dan Berkuasa atas
seluruh alam ini.  Perintah syukur itu  sesungguhnya untuk kepentingan dan kebaikan manusia
sendiri  sebab Allah akan menambah nikmat-Nya kepada manusia apabila manusia bersyukur
kepada-Nya sebagaimana ditegaskan dalam surat  Ibrahim, ayat 7: 

‫ َل ِئنْ َش َكرْ ُت ْم الَ ِزي َد َّن ُك ْم َو َل ِئنْ َك َفرْ ُت ْم إِنَّ َع َذ ِابي َل َشدِي ٌد‬ 
Artinya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Jika kita ingkar atas nikmat-nimat-Nya, maka Allah akan memberikan adzab yang pedih atau
sanksi yang berat.  Adzab dari Allah subhânahu wata’âlâ bisa berupa siksaan di neraka kelak.
Bisa juga berupa guncangan mental yang membuat hidup di dunia ini tidak tenang. Tentunya
dapat kita saksikan dan rasakan bagaimana orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah.
Mereka mudah merasa iri atas nikmat yang diterima orang lain. Mengeluh dan merasa tak puas
dengan apa yang telah ada seringkali menghinggapi mereka. Hal seperti ini sudah pasti
membuat mereka hidup dalam ketidak tenteraman. Akibat selanjutnya mereka bisa mengalami
stres berkepanjangan.  

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Bersyukur kepada Allah subhânahu wata’âlâ sesungguhnya tidak cukup kalau hanya


mengucapkan “alhamdulillah” saja sebab setidaknya ada tiga cara mengungkapkannya sebagai
berikut: 
1. Melalui Aktivitas Lisan

Dalam aktivitas lisan ini, ucapan “alhamdulillah” adalah hal minimal yang harus kita lakukan.
Aktivitas lain adalah berkata yang baik-baik. Orang yang bersyukur kepada Allah akan selalu
menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak baik. Mereka akan selalu berhati-hati dan
berusaha untuk tidak mengatakan sesuatu yang membuat orang lain tersakiti hatinya. Orang-
orang yang bersyukur tidak berkeberatan untuk meminta maaf atas kesalahannya sendiri
kepada orang lain sebagaimana mereka juga tidak berkeberatan memaafkan kesalahan orang
lain. Kepada Allah SWT, mereka senantiasa bersegera memohon ampunan kepada-Nya. Hal ini
sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Surat Ali Imran, ayat 133: 

‫ارعُو ْا إِ َلى َم ْغف َِر ٍة مِّن رَّ ِّب ُك ْم‬


ِ ‫َو َس‬
Artinya:  “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu”

Memohon ampun, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia memang tidak
perlu ditunda-tunda. Lebih cepat tentu lebih baik. Betapa banyak kerugian yang timbul akibat
macetnya hubungan atau silaturrahim antar sesama saudara, kawan dan relasi, gara-gara
persoalan maaf-memaafkan belum terselesaikan. 

2. Melalui Aktivitas Hati

Dalam aktivitas hati ini, bagaimana mengelola hati menjadi hal sangat penting. Aktivitas hati
terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam bentuk perasaan senang, ikhlas dan rela dengan
apa sudah yang ada. Orang-orang bersyukur tentu lebih mudah mencapai bahagia dalam
hidupnya terlepas apakah mereka termasuk orang sukses atau belum sukses. Syukur tidak
mensyaratkan sukses dalam hidup ini sebab kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada
manusia takkan pernah bisa dihitung. Manusia takkan pernah mampu menghitung seluruh
kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya. Allah dalam surat Ar-
Rahman, ayat 13, bertanya kepada manusia:

ِ ‫َف ِبأَيِّ آالء َر ِّب ُك َما ُت َك ِّذ َب‬


‫ان‬
“Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Ayat tersebut diulang berkali-kali dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat yang sama, yakni Ar-
Rahman. Pengulangan ini tentu bukan tanpa maksud. Allah menantang kepada manusia untuk
jujur dalam membaca dang menghitung kenikmatan yang telah Dia berikan. Bagaimana kita bisa
bisa bernapas, bagaimana kita bisa melihat dan mendengar serta bagaimana kita bisa
merasakan dengan panca indera kita? Dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu saja kita sudah
tidak mampu menghitung berapa kenimatan yang terlibat di dalamnya. Maka barangsiapa tidak
bersyukur kepada Allah, sesungguhnya dia telah kufur atau mengingkari kenikmatan-kenikmatan
yang telah diterimanya dari Allah  SWT.

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Orang-orang yang bersyukur kepada Allah tentu memiliki jiwa yang ikhlas dalam melakukan dan
menerima sesuatu. Orang-orang yang bersyukur tentu tidak suka berkeluh kesah atas
kekurangan-kekurangan atau hal-hal tidak menyenangkannya. Orang-orang bersyukur tentu
lebih sabar daripada mereka yang tidak bersyukur. Memang untuk bisa bersyukur kita perlu
kesabaran. Untuk bersabar kita perlu keikhlasan. Dengan kata lain, syukur, sabar dan ikhlas
sesungguhnya saling berkaitan. Maka dalam ilmu tasawuf, syukur adalah suatu maqom atau
tingkatan yang sangat tinggi yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang telah berhasil mencapai
kompetensi tinggi dalam hal spiritualitas. Dari sinilah kemudian muncul konsep kecerdasan
spiritual.  Kecerdasan ini hanya bisa dicapai melalui latihan-latihan yang sering disebut dengan
riyadhah. Hal ini berbeda dengan kecerdasan intelektual yang bisa diterima seseorang  secara
genetis tanpa melaui latihan-latihan tertentu. 

3. Melalui Aktivitas Fisik 

Aktivitas fisik atau perbuatan nyata terkait dengan syukur  bisa diwujudkan dalam berbagai
bentuk, baik melibatkan orang lain atau hanya melibatkan diri sendiri. Yang terkait dengan orang
lain misalnya seperti berbagi rejeki, ilmu pengetahuan, kegembiraan dan sebagainya.  

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Dalam hidup bermasyarakat, kita sering menerima udangan syukuran. Ini adalah contoh
syukuran dalam bentuk perbuatan nyata dimana yang punya hajat berbagi rejeki kepada para
tamu dengan memberikan jamuan makan dan minum. Jamuan ini menjadi sedekah yang tentu
saja bernilai pahala. Undangan-undangan semacam ini tentu memilki dasar yang kalau kita
telusuri akan kita temukan dalam Al Qur’an, Surat Adh-Dhuha, ayat 11:

َ ‫َوأَمَّا ِب ِنعْ َم ِة َرب‬


ْ ‫ِّك َف َح ِّد‬
‫ث‬
Artinya: “Dan terhadap ni`mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.”

Perintah berbagi kenikmatan dengan orang lain dapat ditelusur salah satunya  melalui ayat ini
dengan maksud agar mereka juga ikut merasakan kebahagiaan yang kita rasakan. Ini sering
disebut dengan tahadduts binni’mah. Tentu saja tahadduts binni’mah ini baik. Hanya saja perlu
diingatkan agar pelaksanaannya tidak berlebihan dan harus dilakukan dengan niat ikhlas. Yang
dimaksud dengan ikhlas disini adalah tidak ada niat lain kecuali hanya untuk beribadah kepada
Allah SWT. Niat-niat lain seperti keinginan untuk pamer atau riya’ atas apa yang telah dicapai
sebagai keberhasilan harus benar-benar dihindari sebab riya’ merupakan akhlak yang tercela
yang justru bisa menjauhkan kita dari Allah SWT. 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Ungakapan syukur dalam bentuk perbuatan nyata dan hanya melibatkan diri sendiri bisa
diwujudkan dalam bentuk meningkatkan intensitas beribadah. Hal ini biasa dilakukan Nabi
Muhammad SAW secara istiqamah dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun beliau sudah
dijamin masuk surga,  beliau tetap rajin beribadah melebihi siapapun di dunia ini hingga kedua
kaki beliau bengkak-bengkak. Semua ini beliau lakukan sebagai pengakuan dan ungkapan rasa
syukur atas semua kenikamatan yang beliau terima dari Allah SWT.  Sekali lagi, Syukur memang
sebuah tingkatan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Allah menyukai orang-orang yang
senantiasa bersyukur kepada-Nya.  

Mudah-mudahan kita semua selalu diberi-Nya kemudahan untuk bersyukur kepada Allah SWT
dan dicatat sebagai hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Semoga pula kelak di akherat kita
semua akan dukumpulkan dengan para syakirin. Amin, amin ya rabbal alamin.

: ‫ َو ْأد َخ َل َنا وإِيَّاكم فِي ُز ْم َر ِة عِ َبا ِد ِه الم ُْؤ ِم ِني َْن‬،‫َج َع َلنا هللاُ َوإيَّاكم م َِن ال َفائ ِِزين اآل ِمنِين‬
‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا‬َ ‫ َيا أَ ُّي َها الَّذ‬:‫ بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫أعوذ باهلل من الشيطان الرجيم‬
‫هَّللا َ َوقُولُوا َق ْواًل َسدِي ًدا‬ 
َ ‫ت وذ ِْك ِر‬
‫ إ ّن ُه‬ .‫الح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َو َن َف َع ِنيْ َوإِيّا ُك ْم ِباآليا‬،‫آن ال َعظِ ي ِْم‬
ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َولك ْم فِي القُر‬ َ ‫با َ َر‬
‫ك َبرٌّ َرؤُ ْوفٌ َر ِح ْي ٌم‬ٌ ِ‫َتعا َ َلى َجوّ ا ٌد َك ِر ْي ٌم َمل‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫لى َت ْو ِف ْي ِق ِه َو ِامْ ِت َنا ِنهِ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَنْ الَ ِا َل َه إِالَّ هللاُ‬


‫لى إِحْ َسا ِن ِه َوال ُّش ْك ُر َل ُه َع َ‬ ‫هلل َع َ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد ِ‬
‫ْك َل ُه َوأَ ْش َه ُد أنَّ َسيِّدَ َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه ال َّداعِ ى َ‬
‫إلى‬ ‫َوهللاُ َوحْ دَ هُ الَ َش ِري َ‬
‫ص ِّل َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد ِو َع َلى اَلِ ِه َوأَصْ َح ِاب ِه َو َسلِّ ْم َتسْ لِ ْيمًا كِثيْرً ا‬ ‫ِرضْ َوا ِنهِ‪ .‬الل ُه َّم َ‬
‫هللا أَ َم َر ُك ْم‬
‫واهللا ِف ْي َما أَ َم َر َوا ْن َته ُْوا َعمَّا َن َهى َواعْ َلم ُْوا أَنَّ َ‬ ‫أَمَّا َبعْ ُد َفيا َ اَ ُّي َها ال َّناسُ ِا َّتقُ َ‬
‫صلُّ ْو َن‬ ‫ِبأَمْ ٍر َبدَأَ ِف ْي ِه ِب َن ْفسِ ِه َو َثـ َنى ِب َمآل ِئ َك ِت ِه ِبقُ ْدسِ ِه َو َقا َل َتعا َ َلى إِنَّ َ‬
‫هللا َو َمآل ِئ َك َت ُه ُي َ‬
‫ص ِّل َع َلى َس ِّي ِد َنا‬ ‫صلُّ ْوا َع َل ْي ِه َو َسلِّم ُْوا َتسْ لِ ْيمًا‪ .‬الل ُه َّم َ‬ ‫لى ال َّن ِبى يآ اَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا َ‬‫َع َ‬
‫ك َو َمآل ِئ َك ِة‬ ‫ِك َو ُر ُسلِ َ‬ ‫آل َس ِّيدِنا َ م َُح َّم ٍد َو َع َلى اَ ْن ِبيآئ َ‬ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلِّ ْم َو َع َلى ِ‬ ‫م َُح َّم ٍد َ‬
‫ض اللّ ُه َّم َع ِن ْال ُخ َل َفا ِء الرَّ اشِ ِدي َْن أَ ِبى َب ْك ٍر َو ُع َمر َوع ُْث َمان َو َعلِى َو َعنْ‬ ‫ْال ُم َقرَّ ِبي َْن َوارْ َ‬
‫ض َع َّنا‬ ‫ْن َوارْ َ‬ ‫ان ِا َلى َي ْو ِم ال ِّدي ِ‬
‫َب ِق َّي ِة الص ََّحا َب ِة َوال َّت ِاب ِعي َْن َو َت ِابعِي ال َّت ِاب ِعي َْن َل ُه ْم ِب ِاحْ َس ٍ‬
‫ِك َيا أَرْ َح َم الرَّ ا ِح ِمي َْن‬ ‫َم َع ُه ْم ِب َرحْ َمت َ‬
‫ت‬ ‫ت اَالَحْ يآ ُء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَمْ َوا ِ‬ ‫ت َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما ِ‬ ‫اغ ِفرْ ل ِْلم ُْؤ ِم ِني َْن َو ْالم ُْؤ ِم َنا ِ‬
‫اَلل ُه َّم ْ‬
‫ك َو ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َوا ْنصُرْ عِ َباد َ‬
‫َك ْالم َُوحِّ ِد َّي َة‬ ‫إلسْ الَ َم َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن َوأَ ِذ َّل ال ِّشرْ َ‬ ‫َ‬
‫الل ُه َّم أعِ َّز ْا ِ‬
‫ْن َواعْ ِل‬ ‫اخ ُذ ْل َمنْ َخ َذ َل ْالمُسْ لِ ِمي َْن َو دَ مِّرْ أَعْ دَا َء ال ِّدي ِ‬ ‫ص َر ال ِّدي َْن َو ْ‬ ‫َوا ْنصُرْ َمنْ َن َ‬
‫الزالَ ِز َل َو ْالم َِح َن َوس ُْو َء‬ ‫ْن‪ .‬الل ُه َّم ْاد َفعْ َع َّنا ْال َبالَ َء َو ْا َلو َبا َء َو َّ‬ ‫ِك إِ َلى َي ْو َم ال ِّدي ِ‬ ‫َكلِ َمات َ‬
‫ْال ِف ْت َن ِة َو ْالم َِح َن َما َظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َن َعنْ َب َل ِد َنا ِا ْن ُدو ِن ْيسِ يَّا خآص ًَّة َو َسائ ِِر ْالب ُْل ِ‬
‫دَان‬
‫لعا َل ِمي َْن‪َ .‬ر َّب َنا آتِنا َ فِى ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِى ْاآلخ َِر ِة َح َس َن ًة َو ِق َنا‬ ‫ْالمُسْ لِ ِمي َْن عآم ًَّة َيا َربَّ ْا َ‬
‫لخاسِ ِري َْن‪.‬‬ ‫ار‪َ .‬ر َّب َنا َظ َلمْ َنا اَ ْنفُ َس َنا َواإنْ َل ْم َت ْغ ِفرْ َل َنا َو َترْ َحمْ َنا َل َن ُك ْو َننَّ م َِن ْا َ‬ ‫اب ال َّن ِ‬ ‫َع َذ َ‬
‫بى َو َي ْن َهى َع ِن ْال َفحْ شآ ِء‬ ‫ان َوإِيْتآ ِء ذِي ْالقُرْ َ‬ ‫ْ‬
‫إلحْ َس ِ‬ ‫هللا َيأ ُم ُر َنا ِباْل َع ْد ِل َو ْا ِ‬
‫هللا ! إِنَّ َ‬ ‫عِ َبا َد ِ‬
‫لعظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوهُ َع َ‬
‫لى‬ ‫ِظ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن َو ْاذ ُكرُوا َ‬
‫هللا ْا َ‬ ‫َو ْال ُم ْن َكر َو ْال َب ْغي َيع ُ‬
‫ِ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ِن َع ِم ِه َي ِز ْدك ْم َو َلذِك ُر ِ‬
‫هللا أك َبرْ‬

‫‪Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta‬‬

Anda mungkin juga menyukai