Anda di halaman 1dari 17

PEMBAHASAN

Pengertian
1. Usaha
Ikhtiar dalam bahasa Arab berasal dari kata khair yang artinya
baik. Ikhtiar adalah berusaha sungguh-sungguh dengan menempuh jalan
yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu yang berlaku dalam bidang yang
diusahakan, dengan disertai doa kepada Allah agar usahanya itu berhasil.
Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita
menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan pertama-tama apa yang
baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan, apapun
konsekuensinya dan meskipun tidak popular atau terasa berat.
2. Do’a
Doa adalah memohon atau meminta suatu yang bersifat baik
kepada Allah SWT seperti meminta keselamatan hidup, rizki yang halal
dan keteguhan iman. Sebaiknya kita berdoa kepada Allah SWT setiap saat
karena akan selalu didengar olehNya.
Doa adalah ibadah yang paling utama. Barangsiapa yang berdoa
maka dia sedang meniti keselamatan. Ibadah doa sangat berpengaruh pada
kehidupan lahir dan batin, dunia dan akhirat.1
Manusia sebagai seorang hamba mesti berdoa karena manusia
lemah dan fakir). Orang yang tengah mengalami kesulitan akan sangat tahu
keadaan ini karena ia merasakannya. Tak ada manusia di dunia yang tak
mengalami kesulitan, tak ada manusia yang kebal penyakit. Bahkan hanya
dengan sebuah virus yang tak terlihat pun manusia bisa binasa.
Menurut bahasa doa berasal dari kata da’a) yang artinya
memanggil. Sedangkan menurut istilah syara’) doa berarti memohon
sesuatu yang bermanfaat dan memohon terbebas atau tercegah dari sesuatu
yang memudharatkan.
Manusia dianjurkan untuk tadharu’) seperti yang dilakukan oleh
orang-orang sahih dimana mereka selalu memanjatkan doa dalam keadaan

1
Aditia, Efran , Doa-Doa Dari Hadits. (Cibubur: PT. Variapop Group, 2011), h. 3

1
apapun (tidak hanya berdoa ketika sedang susah saja). Tadharu’ juga
dapat menambah kemantapan jiwa seorang hamba.
3. Tawakkal
Dalam kehidupan sehari-hari, sering didengar dan dijumpai
ucapan-ucapan bahwa kita ber tawakkal kepada Allah SWT. Makna
tawakkal disini adalah menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan setelah
berusaha bersungguh-sungguh. Secara harfiah, tawakkal berarti bersandar
atau mempercayai diri. Apabila dikembangkan etimologinya,
tawakkal bermakna mempercayai diri secara utuh tanpa
keraguan.2 Namun, tawakka lyang dimaksudkan dalam masalah ini adalah
tawakkal yang disandarkan kepada agama Islam yaitu bersandar dan
mempercayai dan menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Tawakkal adalah kepercayaan dan penyerahan diri kepada takdir
Allah dengan sepenuh jiwa dan raga. Dalam tasawuf, tawakkal ditafsirkan
sebagai suatu keadaan jiwa yang tetap berada selamanya dalam
ketenangan dan ketentraman, baik dalam keadaan suka maupun duka.
Dalam keadaan suka, diri akan bersyukur dan dalam keadaan duka, diri
akan bersabar serta tidak resah dan gelisah.3
Hakikat tawakkal adalah merupakan gambaran keteguhan hati
manusia dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam
buku Tasawuf Tematik menurut Dzun Nun, pengertian At-
tawakkal adalah berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki
daya dan kekuatan. Intinya penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah
disertai perasaan tidak memiliki kekuatan. 4 Dan dalam buku Filsafat
Tasawuf menurut Sari As-Saqati, tawakkal adalah pelepasan kekuasaan
dan kekuatan, tidak ada kekuasaan dan kekuatan apapun, melainkan dari
Allah semesta alam.5

2
Bachrum Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
214
3
Ibid
4
M. Sholihin, Tasawuf atematik, (Bandung:Pustaka Setia, 2003), h. 21-22.
5
Bachrum Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
214

2
4. Istiqamah
Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada
jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan
janji baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau
pendek kata yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang
lurus (shirothal mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran
Tuhan.Istiqamah juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam
menghadapimacam-macam problema yang dihadapi dalam kehidupan
dengan tetapbersandar dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan
sunnah Rasul.6
Adapun menurut para sufi, istiqamah adalah satu tingkatan atau
drajat dengan istiqamah itu akan tercapai kesempurnaan segala perkara,
ialah kebaikan. Maka barang-barang yang tidak tetap pendiriannya, hilang
lenyaplah usahanya dan sia-sialah kesungguhannya. Istiqamah itu
bertingkat tiga, tingkat taqwim artinya: masih dalam tahap usaha
membersihkan dan memperbaiki diri dengan memperbaiki jiwanya.
Tingkat iqamah bagi mereka yang masih dalam tahap membersihkan
mentalnya. Tingkat ketiga tingkat istiqomah yang sudah berada dalam
usaha mendekatkan diri kepada Allah.7
Hadits
1. Usaha
Sabda Rasulullah sebagai berikut :

: ‫ َفِإْن َأَص اَبَك َش ْي ٌء َفاَل َتُق ْل‬، ‫ َو اْس َتِعْن ِباِهلل َو اَل َتْع ِج ْز‬، ‫اْح ِر ْص َعَلى َم ا َيْنَف ُع َك‬
. ‫ َقَّد اُهلل ا َش ا َع‬: ‫َل َأيِّن َعْلُت َك َذ ا َك َذ ا؛ َلِك ُق‬
‫َو ْن ْل َر َو َم َء َف َل‬ ‫َو‬ ‫ْو َف‬
artinya:
"Bersemangatlah kamu menempuh aoa yang bermanfaat bagimu,
mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah sekali-kali kamu
malas. Jika sesuatu menimpamu, janganlah kamu katakan "Seandainya
dahulu aku lakukan ini dan itu niscaya akan demikian dan demikian".
6
Jamaluddin Ahmad al Buny, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah,
(Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002) Cet. 1, h. 151.
7
Alfat, Masan. Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah. (PT. Karya Toha Putra Semarang. 1994)
h. 55.

3
Namun katakanlah,"Inilah takdir Allah, apa yang Ia kehendaki pasti
terjadi".
Dihadits lain Rasulullah bersabda
‫ِه‬ ‫ِمَس‬ ‫يِن‬ ‫ِد‬
‫َح َّد َثَنا َأُبو َعْب الَّر َمْحِن َح َّد َثَنا َح ْيَو ُة َأْخ َبَر َبْك ُر ْبُن َعْم ٍر و َأَّنُه َع َعْب َد الَّل ْبَن‬
‫ِض‬ ‫ِمَس‬ ‫ِمَت‬ ‫ِمَس‬
‫ُه َبْيَر َة َيُق وُل ِإَّن ُه َع َأَب ا يٍم اَجْلْيَش اَّيِن َيُق وُل َع ُعَم َر ْبَن اَخْلَّط اِب َر َي الَّل ُه‬
‫َعْنُه َيُقوُل ِإَّنُه ِمَس َع َنَّيِب الَّلِه َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َيُق وُل َلْو َأَّنُك ْم َتَتَو َّك ُلوَن َعَلى‬
‫الَّل ِه َح َّق َتَو ُّك ِل ِه َل َر َز َقُك ْم َك َم ا َيْر ُز ُق الَّطْيَر َتْغ ُد و َمِخاًص ا َو َتُر وُح ِبَطاًن ا (رواه‬
)‫أمحد‬
Artinya:
"Dari Umar Ibn Khattab berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah
saw., bersabda. "Sekiranya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah
SWT., dengan tawakkal yang sebanar-benarnya, sungguh kalian akan
diberi rizki (oleh Allah swt.,) sebagaimana seekor burung diberi rizki,
dimana ia pergi pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam
keadaan kenyang". (H.R. Ahmad, Turmudzi danIbnu Majah).
2. Do’a
Ingatlah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫َأْك َلى الَّلِه اىَل ِم الُّد اِء‬
‫َتَع َن َع‬ ‫َلْيَس َش ْي ٌء َر َم َع‬
“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala
selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Jika memahami hal
ini, maka gunakanlah do’a pada Allah sebagai senjata untuk meraih
harapan.
Penuh yakinlah bahwa Allah akan kabulkan setiap do’a. Dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اْد ُع وا الَّل َه َأْنُت ُموِقُن وَن ِباِإل َج اَبِة اْع َل وا َأَّن الَّل َه َال َتِج ي ُدَع ا ِم ْن َقْلٍب‬
‫َيْس ُب ًء‬ ‫َو ُم‬ ‫َو ْم‬
‫َغاِفٍل َالٍه‬
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan
ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”
(HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan)
3. Tawakkal

Orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya


pasti Allah akan mencukupi rezekinya. Tetapi tentu perlu diiringi ikhtiar

4
sebagaimana Allah perintahkan. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
‫َل ْو َأَّنُك ْم ُك ْنُتْم َتَو َّك ُل وَن َعَلى الَّل ِه َح َّق َتَو ُّك ِل ِه َل ُر ِز ْقُتْم َك َم ا ُيْر َز ُق الَّطْيُر َتْغ ُد و‬
‫َمِخاًص ا َو َتُر وُح ِبَطاًنا‬
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya
pasti Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana burung diberi rezeki.
Keluar diwaktu pagi dalam keadaan lapar kemudian pulang dalam
kondisi kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Dishahihkan Albani)

4. Istiqamah
‫ِد ِهلل ِف ِض‬ ‫ِق‬
‫ ُقْلُت‬: ‫ َقاَل‬, ‫َعْن َعْم ٍر و َو ْي َل َأْيِب َعْم َر َةُس ْف َياَن ْبِن َعْب ا الَّثَق ي َر َي اُهلل َعْن َه‬
‫ِإل ِم‬ ‫ِهلل‬
‫ ُق ْل‬: ‫ َق اَل‬. ‫ َال َأْس َأُل َعْن ُه َأَح ًد اَغْيَر َك‬, ‫ ُق ْل ْيِل ْيِف ْا ْس َال َقْو ًال‬, ‫َياَرُس ْو َل ا‬
‫ رواه مسلم‬. ‫ َّمُث اْس َتِق ْم‬, ‫آَم ْنُت ِباِهلل‬
Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu ‘Amrah Sufyân bin
‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata : “Aku berkata,
‘Ya Rasulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah perkataan
yang tidak aku tanyakan kepada orang selain engkau.’ Beliau menjawab,
‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla,’ kemudian
istiqâmahlah.’”

Takhrij Hadits
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 38), Ahmad (III/413;
IV/384-385), at-Tirmidzi (no. 2410), an-Nasâ-i dalam as-Sunanul Kubra
(no. 11425, 11426, 11776), Ibnu Mâjah (no. 3972), ad-Dârimi (II/298),
ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 6396, 6397, 6398), ath-
Thayâlisi (no. 1327), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 21-22), Ibnu
Abid Dun-ya dalam ash-Shamt (no. 7), al-Hâkim (IV/313), Ibnu Hibbân
(no. 938, 5668, 5669, 5670, 5672-at-Ta’lîqâtul Hisân), al-Baihaqi dalam
Syu’abul Imân (no. 4572, 4574, 4575), dan al-Baghawi dalam Syarhus
Sunnah (no. 16).

5
Analisa
1. Usaha
Menurut Imam Asy-Syaukani (wafat 1834) ahli hadis dan usul
fikih, ihtikaradalah penimbunan barang dagangan dari peredarannya.
Imam al-Ghazali mengartikan sebagai penjual makanan yang menyimpan
barang dagangannya dan menjualnya setelah harganya melonjak. Adapun
menurut ulama mazhab Maliki, ihtikar adalah menyimpan barang oleh
produsen, baik berupa makanan, pakaian, dan segala barang yang dapat
merusak pasar.8
Semua pendapat tersebut secara esensi mempunyai pengertian yang
sama, yaitu menyimpan barang yang dibutuhkan masyarakat dan
memasarkannya setelah harga melonjak, namun dari jenis barang yang
disimpan atau ditimbun terjadi perbedaan. Imam asy Syaukani dan mazhab
Maliki tak merinci barang apa saja yang disimpan tersebut. Berbeda
dengan pendapat keduanya, Imam al-Ghazali mengkhususkan
ihtikar kepada jenis makanan.
Dengan menganalisis berbagai pengertian tentang ihtikar yang
dikemukakan oleh para ulama dan memperhatikan situasi perekonomian
pada umumnya, Fathi ad-Duraini seorang Guru Besar bidang fikih dan
usul fikih di Fakultas Syariah Universitas Damascus, memberikan suatu
pengertian. Menurutnya, ihtikar adalah tindakan menyimpan harta,
manfaat atau jasa serta enggan untuk menjual dan memberikan harta dan
jasanya kepada orang lain, sehingga harga pasar melonjak secara drastis
karena persediaan terbatas atau stok hilang sama sekali dari pasar,
sementara kebutuhan masyarakat negara atau hewan amat mendesak untuk
mendapatkan barang, manfaat atau jasa tersebut.

8
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta.Gaya Media Pratama, 2000), hal. 58

6
2. Do’a
Adapun pengertian atau makna dari kata “doa” menurut para
Ulama yaitu sebagai berikut:9
a. Imam at-Thaibi
Yang dimaksud berdoa menurut beliau adalah memperlihatkan
sikap berserah diri dan membutuhkan Allah SWT, karena tidak
dianjurkan ibadah melainkan untuk berserah diri dan tunduk kepada
Pencipta serta merasa butuh kepada Allah. Jadi doa adalah sebuah
permohonan kepada Allah dan bentuk rasa membutuhkan-Nya.
b. Quraish Shihab
Doa ialah suatu permohonan hamba kepada Tuhan-Nya agar
memperoleh anugerah pemeliharaan dan pertolongan, baik buat si
pemohon maupun pihak lain yang harus lahir dari lubuk hati yang
terdalam disertai dengan ketundukan dan pengagungan kepada-Nya.
c. Syaikh Taqiyuddin Subki
Istilah berdoa itu lebih khusus daripada beribadah. Artinya,
barangsiapa sombong tidak mau beribadah, maka pasti sombong tidak
mau berdoa.
d. Abdul Halim Mahmud
Makna doa menurutnya adalah keinginan terhadap Allah SWT
atas apa yang ada pada-Nya dari semua kebaikan dan mengadu
kepada-Nya dengan memohon sesuatu.
e. Muhammad Kamil Hasan al-Mahami
Menurutnya doa adalah memohon kepada Allah SWT untuk
mendapatkan kebaikan dari-Nya.
Doa itu termasuk inti dari ibadah, karena bacaan dalam setiap
ibadah kita itu mengandung doa. Jadi, doa adalah sebuah ucapan
permohonan dan pengakuan bahwa kita ini sebagai hamba Allah yang
lemah, tidak berdaya, tidak memiliki kemampuan apapun tanpa Allah,
kita hanya bisa berserah diri kepada-Nya, memohonkan segala
9
M. Amin, Aziz, Tirmidzi Abdul Majid, Analisa Zikir dan Doa, (Jakarta: Pinbuk Press,
2004), h. 56

7
ampunan, pertolongan, meminta sesuatu yang diinginkan, dan doa
merupakan salah satu panyalur kita berkomunikasi dengan Allah.
3. Tawakkal
Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh
beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya memiliki muara yang sama.
Diantara definisi mereka adalah:10
a. Menurut Imam Ahmad bin Hambal.
Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu
merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang
diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota
tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan
pengetahuan. (Al-Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt : 337)
b. Ibnu Qoyim al-Jauzi
“Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca;
penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada
Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha
atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa
Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan
tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang
mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras
untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil
Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)
Sebagian ulama salafuna shaleh lainnya memberikan komentar
beragam mengenai pernak pernik takawal, diantaranya adalah
ungkapan : Jika dikatakan bahwa Dinul Islam secara umum meliputi
dua aspek; yaitu al-isti’anah (meminta pertolongan Allah) dan al-
inabah (taubat kepada Allah), maka tawakal merupakan setengah dari
komponen Dinul Islam. Karena tawakal merupakan repleksi dari al-
isti’anah (meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT) : Seseorang
yang hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah,

10
Supriyanto ,Tawakal Bukan Pasrah, (Qultum Media, 2010), h. 16

8
menyandarkan dirinya hanya kepada-Nya, maka pada hakekatnya ia
bertawakal kepada Allah.
Salafus saleh lainnya, Sahl bin Abdillah al-Tasattiri juga
mengemukakan bahwa ‘ilmu merupakan jalan menuju penghambaan
kepada Allah. Penghambaan merupakan jalan menuju kewara’an (sifat
menjauhkan diri dari segala kemaksiatan). Kewaraan merupakan jalan
mmenuju pada kezuhudan. Dan kezuhudan merupakan jalan menuju
pada ketawakalan. (Al-Jauzi, tt : 336)
Tawakal merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam
Islam. Oleh karena itulah, kita dapat melihat, banyak sekali ayat-ayat
ataupun hadits-hadits yang memiliki muatan mengenai tawakal kepada
Allah SWT. Demikian juga para salafus shaleh, juga sangat
memperhatikan masalah ini. Sehingga mereka memiliki ungkapan-
ungkapan khusus mengenai tawakal.
4. Istiqamah
Ar Raaghib : "Tetap berada di atas jalan yang lurus" [istiqomah,
Dr. Ahmad bin Yusuf Ad Duraiwisy, Darul Haq].
Imam An Nawawi : "Tetap alam ketaatan" (Kitab Riyadhus
Shalihin). Sehingga Istiqomah mengandung pengertian : "tetap dalam
ketaatan dan di atas jalan yang lurus dalam beribadah kepada Allah 'Azza
wa Jalla".
Mujahid : “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid
sampai bertemu dengan Allah Taala”.
Ibnu Taimiah : “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan
beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”.Dengan kata lain
istiqomah mengandung suatu arti mendalam dalam beribadah kepada-Nya,
mencintai sepenuh hati dalam mencari Ridha-Nya.
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu 'anhu : "Hendaknya kamu
tidak menyekutukan Allah dengan apapun juga".

9
Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu : "Hendaknya kita bertahan
dalam satu perintah atau larangan, tidak berpaling seperti berpalingnya
seekor musang".
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu : "Istiqomah artinya ikhlas".
Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu : "Istiqomah adalah
melaksanakan kewajiban".
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu : "Istiqomah mengandung 3 macam
arti : Istiqomah dengan lisan (yaitu bertahan terus mengucapkan kalimat
syahadat), istiqomah dengan hati (artinya terus melakukan niat yang jujur)
dan istiqomah dengan jiwa (senantiasa melaksanakan ibadah dan ketaatan
secara terus-menerus).
Urgensi dalam kehidupan sehari-hari
1. Usaha
Sebagai seorang muslim di wajibkan untuk senantiasa berikhtiar
sekuat tenaga dan sekuat kemampuanya. setelah dia berikhtiar maka dia
harus menyerahkan segala usahanya kepada allah SWT.
Contoh-contoh ihktiar yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari
banyak sekali karena allah memberi kebebasan untuk manusia berikhtiar
dengan syarat tidak melanggar syariat Allah SWT, contoh ikhtiar seperti
belajar dengan tekun agar mendapat nilai yang baik, seorang ayah bekerja
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dan lain sebagainya.
Dalam firman Allah SWT:
‫ِه‬ ‫ِم‬ ‫ِش‬ ‫ِض ِت‬
‫َف ِإَذا ُق َي الَّص اَل ُة َفاْنَت ُر وا يِف اَأْلْر ِض َو اْبَتُغ وا ْن َفْض ِل الَّل َو اْذُك ُر وا الَّل َه‬
‫َك ِثًريا َلَعَّلُك ْم ُتْف ِلُح وَن‬
"Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di muka bumi,
dan carilah karunia allah dan ingatlah allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung." ( QS. Al-Jumu’ah 10 )

2. Do’a
Dalam realitas pengalaman hidup di zaman modern, seseorang
akan menghadapi dua kecenderungan spiritual yang kontradiktif dan
cenderung menjadi gejala anomali sosial. Di satu sisi, zaman modern yang

10
ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi ini sebagaimana disinyalir
oleh John Naisbit dalam High Tech – Haigh Touch: Technology and Our
Search for Meaning (1999) justru membuat orang mendewakan teknologi,
rasionalitas dan potensi material sehingga sering mengabaikan kekuatan
agama dan dinamika spiritual.
Namun, di balik gejala zaman modern yang melupakan Allah itu
(QS. Al-Hasyr:19), justru terdapat satu fenomena yang mungkin luput dari
pengamatan Naisbitt bahwa pada saat yang sama, sebagai keniscayaan
sunnatullah, telah tumbuh subur kesadaran spiritualitas di kalangan
masyarakat perkotaan, kaum eksekutif dan profesional, kaum teknokrat
dan kantoran, bahkan masyarakat pekerja dan rumahan secara umum
yang cenderung mendambakan kembali keteduhan rohaniah di tengah
galau rutinitas yang bergetah dan kegaduhan materialisme yang
memuakkan.
Hal itu di antaranya ditandai dengan semakin maraknya kegiatan
dzikir dan doa, serta gelar tabligh dan pengajian yang semakin intens,
masif dan massal khususnya pada momentum bulan suci Ramadhan.
Doa sebagai ekspresi dzikrullah dalam detak spiritualitas
yang merupakan saripati ibadah sebagaimana sabda Rasul (HR. Bukhari
dan Muslim) memberikan makna kesadaran diri cognizance (self
awareness) yang senantiasa merasakan kehadiran Tuhan dan pengakuan
kelemahan diri.
Doa pada dasarnya bukan sekadar ritual melainkan sebuah oase di
tengah gurun kebisingan dan sebuah taman di tengah rimba keresahan
duniawi. Sebab doa sebagai manifestasi dzikrullah menjanjikan
ketenangan dan keteduhan batin apa yang sangat dirindukan oleh manusia
zaman modern seperti pesan perjalanan spiritual John Kehoe, penulis buku
best seller Mind Power melalui pengalaman kontemplasi dan meditasi doa
(QS. Ar-Ra’d:28). Doa yang benar akan membawa keteguhan istiqomah
dalam prinsip hidup dan dengan doa seseorang akan memiliki sikap
optimis, karena doa pada hakikatnya merupakan rintihan dan curhat hamba

11
kepada al-Khaliq sebagai pemilik segala kekuatan dengan harapan curahan
pertolongan.
Karena doa merupakan bagian dzikrullah, maka ia otomatis
tidak dapat dipisahkan dari keimanan kepada Allah yang senantiasa ada
untuk dipuja dan dimohon yang telah memerintahkan hamba-Nya untuk
tidak jemu memohon kepada-Nya dan Dia mencintai hamba-Nya yang
rajin berdoa secara benar dan kontinyu sebagaimana kesimpulan Karl
Jasper bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang tak kenal lelah untuk
mendengarkan doa manusia. (QS. Al-Mukmin:60, al-A’raf:55-56)
3. Tawakkal
Setiap orang yang berjalan di alam dunia ini, menginjakkan kaki di
tanah, pasti membutuhkan membutuhkan orang lain yang dapat membantu
dan menolongnya, serta datang kepadanya untuk dimintai pertolongan dan
bantuan.
Bagi orang-orang beriman, bertawakal dan menyandarkan diri
kepada Allah Ta’ala dalam hal mendatangkan manfaat atau menolak
kemudharatan, mendapatkan rezeki, menang atas musuh, sembuh dari
sakit dan lainnya merupakan suatu keharusan.
Sejatinya, hal itu termasuk di antara sebab dikuatkannya hati,
bertambahnya semangat, mendapatkan ketenangan batin dan kepuasan
hati.
Tawakal adalah salah satu sarana terkuat di antara sarana-sarana
yang bisa mendatangkan kebaikan serta menghindari kerusakan,
berlawanan dengan pendapat yang mengatakan: bahwa tawakal hanyalah
sekedar ibadah yang mendatangkan pahala bagi seorang hamba yang
melakukannya, seperti orang yang melempar jumrah (ketika haji), juga
berlawanan dengan orang yang berpendapat tawakal berarti mentiadakan
prinsip sebab musabab dalam penciptaan serta urusan, sebagaimana
pendapat yang dilontarkan oleh golongan "Mutakallimin" seperti Al-Asy-
ari dan lainnya, dan juga seperti pendapat yang dilontarkan oleh para ahli
Fiqh dan golongan shufi, (Risalah Fi Tahqiqi At-Tawakkul karya Syaikhul

12
Islam Ibnu Taimiyah hal. 87), hal ini akan diterangkan dalam bahasan
mengenai prinsip sebab-musabab, Insya Allah.
Ibnul Qayyim berkata :
Tawakal adalah sebab yang paling utama yang bisa
mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari
serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya,
tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan
seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang
memberinya kecukupan, maka barang siapa yang menjadikan Allah
pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak
akan bisa mendatangkan bahaya padanya. [Bada'i Al-Fawa'id 2/268]
4. Istiqamah
Tidak sedikit kita temukan seseorang yang di pagi harinya
beriman, namun sore harinya dia sudah kufur, begitu juga sebaliknya.
Orang yang berpegang dengan akidah yang benar saat ini seperti orang
yang sedang memegang bara api, sehingga mereka yang istiqomah
beribadah dizaman sekarang pahalanya seperti orang yang berhijrah
kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam sebagaimana dalam riwayat yang
shahih.
Maka dalam masa sulit seperti sekarang ini sangat penting sekali
kita menjalaninya dengan Istiqomah sebagaimana diartikan oleh Ibnu
Rajab rahimahullah: (Yang dimaksudkan dengan istiqomah dalam
keimanan adalah istiqomah dalam amalan anggota badannya, karena
amalan anggota badan tidak akan istiqomah kecuali dengan istiqomahnya
hati, dan makna istiqomahnya hati: hendaklah hatinya dipenuhi dengan
kecintaan kepada Allah, kecintaan dalam mentaati-Nya, benci bermaksiat
kepada-Nya) (kitab Jamiul Ulum Wal Hikam).
Sikap tawakal Rasulullah SAW dalam berdakwah
Sikap Rasulullah SAW dalam berdakwah mencerminkan kombinasi yang
harmonis antara keberanian, kesabaran, keteladanan, kelembutan, dan
ketegasan. Beliau adalah utusan Allah yang diutus untuk menyampaikan

13
risalah Islam kepada seluruh umat manusia. Berikut adalah beberapa aspek
sikap Rasulullah dalam berdakwah:
Keberanian dan Ketegasan: Rasulullah menunjukkan keberanian dan
ketegasan dalam menyampaikan ajaran Islam, bahkan meskipun menghadapi
tantangan dan oposisi yang keras. Beliau tidak mundur dalam menyampaikan
kebenaran, meskipun hal itu dapat mengakibatkan penganiayaan terhadap
dirinya dan para pengikutnya.
Kesabaran: Meskipun menghadapi berbagai kesulitan, penolakan, dan
penganiayaan, Rasulullah tetap bersabar dalam berdakwah. Beliau mampu
menahan diri dalam menghadapi ujian dan cobaan yang datang dari berbagai
arah.
Teladan (Uswah Hasanah): Rasulullah menjadi teladan bagi umatnya.
Beliau tidak hanya mengajarkan ajaran Islam melalui kata-kata, tetapi juga
dengan perbuatan dan akhlak yang mulia. Sikap tawadhu' (rendah hati),
kejujuran, keadilan, dan kepedulian beliau menjadi contoh yang patut diikuti
oleh umat Islam.
Kesabaran dalam Menghadapi Penolakan: Meskipun banyak orang yang
menolak ajarannya, Rasulullah tetap sabar dan tidak putus asa. Beliau terus
berupaya menyampaikan pesan Islam dengan cara yang bijaksana dan penuh
hikmah.
Kecerdasan dalam Berkomunikasi: Rasulullah memahami keberagaman
masyarakat pada zamannya. Beliau menggunakan berbagai metode
komunikasi yang sesuai dengan latar belakang dan pemahaman masyarakat
Arab pada saat itu. Beliau mampu menyesuaikan pesan-pesan Islam agar dapat
dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat.
Doa dan Tawakal kepada Allah: Meskipun menggunakan upaya maksimal
dalam berdakwah, Rasulullah senantiasa bertawakal kepada Allah SWT.
Beliau menyadari bahwa hasil akhir dari dakwah ini ada di tangan Allah, dan
doa merupakan salah satu senjata utama dalam menyebarkan ajaran Islam.
Kemampuan Diplomasi: Rasulullah menunjukkan kemampuan diplomasi
yang tinggi dalam berinteraksi dengan berbagai suku dan kelompok. Beliau

14
membina hubungan baik dengan suku-suku Quraisy dan suku-suku lainnya,
sehingga membuka pintu masuk bagi penyebaran Islam.
Pentingnya Dakwah Bil Hikmah: Rasulullah selalu menyampaikan dakwah
dengan hikmah, artinya dengan cara yang bijaksana, sopan, dan sesuai dengan
situasi dan kondisi tertentu. Beliau memilih kata-kata dan pendekatan yang
paling efektif untuk menyampaikan pesan Islam.
Sikap Rasulullah dalam berdakwah mencerminkan keutamaan kepemimpinan
yang adil, teladan yang baik, dan keteladanan moral yang tinggi. Melalui
pendekatan ini, beliau berhasil membimbing umat Islam menuju pemahaman
yang benar tentang ajaran Allah SWT.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang qana’ah menyikapinya
sebagai ibadah yang mulia di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, sehingga ia
tidak berani berbuat licik, berbohong, dan mengurangi timbangan. Ia yakin,
tanpa menghalalkan segala cara pun, ia tetap akan mendapatkan rezeki yang
dijanjikan Allah. Ia menyadari, akhir rezeki yang dicarinya tidak akan
melebihi tiga hal: menjadi kotoran, barang usang atau bernilai pahala di
hadapan Allah. Karenanya, ia pun lebih mementingkan seruan Rabbnya.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aditia, Efran , 2011. Doa-Doa Dari Hadits. Cibubur: PT. Variapop Group.

Alfat, Masan. 1994.Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah. PT. Karya Toha Putra
Semarang.

Bachrum Rifa’i dan Hasan Mud’is, 2010. Filsafat Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia.

Jamaluddin Ahmad al Buny, 2002. Menelusuri Taman-Taman Mahabbah


Shufiyah, Yogyakarta : Mitra Pustaka,

M. Amin, Aziz, 2004. Tirmidzi Abdul Majid, Analisa Zikir dan Doa, Jakarta:
Pinbuk Press.

M. Sholihin, 2003. Tasawuf tematik, Bandung:Pustaka Setia,

Nasrun Haroen, 2000. Fiqh Muamalah, Jakarta.Gaya Media Pratama,

Supriyanto, 2010. Tawakal Bukan Pasrah, Qultum Media,

17

Anda mungkin juga menyukai