Anda di halaman 1dari 38

Mukadimah

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rasul yang paling mulia, Nabi Muhammad, keluarga beliau dan seluruh
shahabat-shahabat beliau. Amma Ba’du…

Allah menjadikan sabar ibarat kuda yang tak pernah terjatuh, pedang yang tak pernah
tumpul, pasukan yang tak terkalahkan, benteng yang tak bisa dihancurkan dan bagaikan
kendaraan yang tak pernah menyesatkan pengendaranya. Sabar dan pertolongan adalah dua hal
yang tak terpisahkan, karena pertolongan itu akan hadir bersama dengan kesabaran. Kedudukan
sabar dalam memperoleh kemenangan seperti kedudukan kepala dari tubuh manusia, ia adalah
jalan menuju kesuksesan dan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.

Sabar adalah bekal seorang mujahid tatkala kemenangan masih tertunda, bekal bagi
seorang da’i tatkala dakwah tak kunjung diterima, dan bekal bagi orang berilmu saat ilmu itu
dianggap asing. Sabar menjadi bekal bagi orang dewasa atau anak-anak baik laki-laki atau
perempuan, karena dengan kesabaran mereka berteguh hati, dengan kesabaran mereka
berlindung, dan dengan kesabaran mereka memompa kembali.

Lalu apakah kesabaran itu? apakah macam-macam dan faedah-faedahnya? Lalu


bagaimana kita bisa bersikap sabar? dan apakah konsekuensi-konsekuensi yang akan dialami
oleh orang-orang yang sabar?

Inilah pembahasan yang akan kita urai dalam buku kecil yang kesembilan ini. Buku ini
termasuk rangkaian buku-buku edisi tema amalan hati, yang dengan kemudahan dari Allah, saya
bisa menyampaikan di berbagai daurah ilmiah. Saya dibantu oleh tim ilmiyah bernama Zaad
group. Dan saat ini, mereka berupaya menerbitkan karya ini dalam bentuk kitab untuk
disebarluaskan.

Semoga Allah memberikan pertolongan untuk karya ini, sesungguhnya Dialah Maha
Mendengar lagi Maha mengabulkan doa.

Muhammad Shalih Al-Munajjid


DEFINISI SABAR

Definisi Sabar Menurut Bahasa

Sabar secara bahasa bermakna ‘al-Habsu’ artinya menahan diri atau mengekang, Allah K
berfirman:

٢٨ …ُ‫ٱصبِ ۡر ن َۡف َسكَ َم َع ٱلَّ ِذينَ يَ ۡد ُعونَ َربَّهُم بِ ۡٱل َغد َٰو ِة َو ۡٱل َع ِش ِّي ي ُِري ُدونَ َو ۡجهَ ۖۥه‬
ۡ ‫َو‬
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Rabbnya pada pagi dan
senja hari dengan mengharap keridaan-Nya…” (QS. Al-Kahfi [18]: 28).

Maknanya adalah tahanlah dirimu bersama mereka.

Dalam Al-Qur’an, Allah mengabarkan sifat Bani Israil yang mengatakan,

… ‫صبِ َر َعلَ ٰى طَ َع ٖام ٰ َو ِح ٖد‬


ۡ َّ‫…لَن ن‬
“…Kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan saja...” (QS. Al-Baqarah [2]:
61)

Maksudnya, kami tidak sanggup menahan hawa nafsu kami untuk satu jenis makanan saja.

َ ‫ ))قُتِ َل فُاَل ٌن‬artinya si fulan telah dibunuh dalam


Dikatakan, ‘Qutila Fulaanun Shabran’ ‫ص ْبرًا‬
keadaan sabar, artinya dalam keadaan dipenjara atau ditahan hingga ia terbunuh. Orang arab
mengatakan, ‘Shabara-Yashbiru-Shabran’ artinya bersabar.

Lawan dari kata sabar adalah ‘Al-Jaza’ (‫ )الجزع‬yang artinya panik, kesal, dan tidak sabar.
Orang laki-laki yang sabar disebut Shaabir ( (‫صابر‬, Shabbaar (‫)صبار‬, Shabiir (‫ )صبير‬dan bisa
diistilahkan dengan kata Shabuur (‫ )صبور‬sebagaimana perempuan. Sedangkan At-Thasabbur (
‫ )التصبّر‬adalah memaksakan diri dan berusaha untuk bersabar.

Dikatakan pula, bahwa sabar ada lima tingkatan, pertama Shaabir (‫ابر‬xx‫)ص‬, kedua
Mushthabir (‫طبر‬xx‫)مص‬, ketiga Mutashabbir (‫بّر‬xx‫)متص‬, keempat Shabuur (‫بور‬xx‫)ص‬, dan kelima
Shabbaar (‫)صبار‬.

Shaabir adalah tingkatan kesabaran yang paling umum, Al-Mushthabir adalah orang yang
teruji kesabarannya, Al-Mutashabbir adalah orang yang berusaha dan memaksakan diri untuk
bersabar, As-Shabuur adalah orang yang lebih kuat tingkat kesabarannya dari pada yang lain, dan
Ash-Shabbaar adalah orang yang paling tinggi kesabarannya.1

Definisi Sabar Menurut Istilah

1
Lisanu al-‘Arab (4/437) dan Al-Qamus Al-Muhiith, (1/541)
Sabar menurut istilah adalah menahan diri dan mengekangnya dari hal-hal yang
diinginkan oleh hawa nafsu, atau mengekang jiwa agar melaksanakan perintah Allah dan
menghindari larangan-Nya. Maka dari itu orang yang tabah terhadap musibah disebut sebagai
orang yang sabar karena ia menahan dirinya dari berkeluh kesah dan kesal hati.

Bulan Ramadhan juga dijuluki sebagai bulan kesabaran karena pada bulan itu umat Islam
berupaya menahan dirinya dari makanan, minuman, dan syahwat hawa nafsu.2

TINGKATAN SABAR

Sabar mempunyai beberapa tingkatan dimana satu tingkatan memiliki kedudukan yang
lebih tinggi dari tingkatan yang lain.

Sabar dalam menaati perintah Allah lebih tinggi kedudukannya daripada sabar
meninggalkan kemaksiatan, karena melakukan kewajiban lebih tinggi kedudukannya di sisi
Allah dari pada meninggalkan keharaman.

Dan sabar dalam meninggalkan kemaksiatan lebih tinggi kedudukannya dari pada sabar
terhadap musibah, karena sabar dalam melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman
adalah bagian dari pilihan (ikhtiyari), sedangkan terjadinya musibah adalah satu hal yang tak bisa
ditolak oleh seseorang, karena itulah sabar dalam menghadapi musibah lebih rendah
kedudukannya dari pada sabar dalam ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan.

Ibnul Qayyim T berkata, “Saya pernah mendengar Ibnu Taimiyah mengatakan,


‘Kesabaran Nabi Yusuf dengan tidak menuruti permaisuri Al-Aziz lebih sempurna dari pada
kesabarannya ketika dibuang oleh saudara-saudaranya di lubang sumur hingga dijual dan
terpisah dari ayahnya. Karena semua kondisi menyakitkan tersebut merupakan takdir yang tak
bisa ia hindari dan bukan menjadi pilihannya, dan ia tidak memiliki solusi lain kecuali harus
bersabar. Sedangkan kesabarannya dalam menjauhi maksiat adalah sabar karena pilihan,
keridhaan, dan usahanya sendiri untuk memerangi hawa nafsu. Apalagi dengan adanya faktor
pendukung, seperti usianya yang masih muda belia dimana gelora untuk menuruti hawa nafsu
tentu sangat kuat, ia pun masih bujang dan belum memiliki pendamping untuk melampiaskan
syahwatnya, posisinya juga sebagai orang asing sehingga ada alasan untuk tidak malu melakukan
perbuatan haram yang tidak dapat ia lakukan di tempat asal keluarganya, dan ia adalah budak
yang harus mematuhi perintah majikannya, disamping itu wanita yang menggodanya adalah
wanita yang cantik, memiliki kedudukan tinggi dan menjadi majikannya, tidak ada yang
mengawasi apa yang mereka lakukan, wanita itu sendiri yang menggodanya dengan godaan yang
sangat menggairahkan, bahkan ia mengancam akan memenjarakannya jika ia enggan untuk
menuruti kemauanya. Meskipun dengan berbagai faktor tersebut, Nabi Yusuf tetap memilih
untuk sabar dan mengedepankan pahala dan keridhaan Allah. Dengan ini semua, kesabarannya
2
Tafsir At-Thabari, (1/298)
dalam meninggalkan kemaksiatan jauh memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding
kesabarannya ketika dicampakkan di lubang sumur yang mana ia tidak memiliki kuasa untuk
menghindarinya.

Demikian juga sabar dalam ketaatan lebih sempurna dan lebih utama dari pada sabar
dalam menghindari kemaksiatan, karena maslahat menjalani ketaatan lebih dicintai Allah dari
maslahat menghindari kemaksiatan, dan mafsadah menyelisihi ketaatan jauh lebih dibenci Allah
dari mafsadah melakukan kemaksiatan.3

HUKUM SABAR

Allah memerintahkan manusia untuk bersabar dalam firman-Nya,

٢٠٠ َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬


ْ ُ‫وا َوٱتَّق‬
ْ ُ‫ُوا َو َرابِط‬
ْ ‫صابِر‬ ْ ‫ٱصبِر‬
َ ‫ُوا َو‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ۡ ‫وا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 200)

٤٥ َ‫ ِة َوِإنَّهَا لَ َكبِي َرةٌ ِإاَّل َعلَى ۡٱل ٰخَ ِش ِعين‬xۚ‫صلَ ٰو‬ ْ ُ‫ٱستَ ِعين‬
َّ ‫وا بِٱلص َّۡب ِر َوٱل‬ ۡ ‫َو‬
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45).

Sebagaimana Allah melarang perbuatan yang menyelisihi kesabaran itu,

٣٥ … ۚۡ‫وا ۡٱل َع ۡز ِم ِمنَ ٱلرُّ س ُِل َواَل ت َۡست َۡع ِجل لَّهُم‬
ْ ُ‫صبَ َر ُأوْ ل‬
َ ‫ٱصبِ ۡر َك َما‬
ۡ َ‫ف‬
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki
keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka...” (QS. Al-
Ahqâf [46]: 35).

Allah menyuruh orang-orang beriman agar tabah ketika menghadapi kaum musyrikin,

ْ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا لَقِيتُ ُم ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
َ َ‫ُوا زَ ۡح ٗفا فَاَل تُ َولُّوهُ ُم ٱَأۡل ۡدب‬
١٥ ‫ار‬
“Wahai orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang akan
menyerangmu, maka janganlah kamu berbalik membelakangi mereka (mundur).” (QS. Al-Anfâl
[8]: 15).

١٣٩ َ‫وا َوَأنتُ ُم ٱَأۡل ۡعلَ ۡونَ ِإن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمنِين‬
ْ ُ‫وا َواَل ت َۡح َزن‬
ْ ُ‫َواَل تَ ِهن‬
3
Madariju As-Salikin, (2/156-157)
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali Imran [3]: 139).

Karena itu, ada lima macam hukum sabar sebagaimana hukum-hukum taklif yang ada.
Hukum sabar bisa menjadi wajib, sunnah, makruh, haram, dan mubah.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa sifat sabar tidak selalunya wajib adalah firman
Allah K,

َّ ٰ ‫ر لِّل‬ٞ ‫خَي‬
١٢٦ َ‫صبِ ِرين‬ َ ‫ُوا بِ ِم ۡث ِل َما ُعوقِ ۡبتُم بِ ِۖۦه َولَِئن‬
ۡ ‫صبَ ۡرتُمۡ لَهُ َو‬ ْ ‫َوِإ ۡن عَاقَ ۡبتُمۡ فَ َعاقِب‬
“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi
orang yang sabar.” (QS. An-Nahl [16]: 126).

Dalam ayat tersebut, diperbolehkan bagi orang yang terzhalimi untuk menuntut qishash
bagi orang yang menzhaliminya dengan hukuman yang setimpal, akan tetapi pilihan untuk
bersabar dan mengekang ambisi untuk balas dendam jauh lebih baik dari pada itu. Hal ini
menunjukkan, bahwa hukum bersabar bisa menjadi mustahab (dianjurkan) dan tidak selalunya
wajib. Seandainya sabar itu hukumnya wajib dalam semua keadaan, niscaya Allah akan
mewajibkan hamba-Nya untuk bersabar dalam kondisi tersebut.

Ibnul Qayyim T berkata, “Bersabar dalam melakukan sesuatu yang wajib hukumnya
wajib dan sabar dalam meninggalkannya hukumnya haram, sabar dalam meninggalkan perbuatan
yang haram hukumnya wajib dan sabar dalam melakukannya hukumnya haram, sabar dalam
dalam melakukan sesuatu yang mustahab hukumnya mustahab dan sabar dalam
meninggalkannya hukumnya makruh, sabar dalam menjauhi yang makruh hukumnya mustahab
dan sabar dalam melakukannya hukumnya makruh, dan sabar dalam melakukan sesuatu yang
mubah hukumnya mubah.”4

Sabar hukumnya bisa menjadi wajib tatkala melakukan sesuatu yang wajib,
meninggalkan perbuatan yang haram, dan saat menghindari rasa murka dan kesal ketika ditimpa
musibah.

Maka dari itu, sabar dalam melakukan shalat fajar hukumnya wajib, sabar dalam
menghindari perbuatan zina dan sebab-sebab yang menjerumuskan ke dalamnya hukumnya
wajib, dan sabar dalam mengekang diri agar tidak kesal dan benci tatkala ditimpa musibah
adalah wajib.

Sabar hukumnya akan menjadi mustahab ketika melakukan sesuatu yang mustahab dan
menjauhi sesuatu yang makruh, seperti sabar dalam mengerjakan shalat malam dan sabar untuk
tidak minum dengan berdiri.

4
‘Uddatu Ash-Shabirîn wa Dzakhiratu Asy-Syakirîn, hal. 23.
Sabar juga bisa menjadi makruh tatkala meninggalkan sesuatu yang mustahab dan
melakukan hal yang makruh. Dan sabar bisa menjadi haram ketika melakukan sesuatu yang
haram, seperti kesabaran seorang suami melihat ada orang yang hendak berbuat jahat kepada
keluarganya padahal ia mampu untuk mencegahnya.

Sedangkan sabar hukumnya menjadi mubah saat mengerjakan atau meninggalkan sesuatu
yang hukumnya mubah.

MACAM-MACAM SABAR DITINJAU DARI POSISINYA

Sabar ada dua macam, Badani (berkaitan dengan anggota badan) dan Nafsi (berkaitan
dengan jiwa), dan masing-masing dari keduanya mengandung dua unsur, yaitu ikhtiyari (pilihan)
dan idhtirari (keterpaksaan). Jadi, sabar memiliki empat jenis kategori.

1. Sabar Badani Ikhtiyari, seperti kesabaran tubuh dalam melakukan kerja yang berat.
2. Sabar Badani Idhtirari, seperti kesabaran tubuh dalam menahan rasa sakit karena terkena
pukulan, dimana ia tidak punya pilihan lain kecuali bersabar.
3. Sabar Nafsi Ikhtiyari, seperti sabar untuk tidak mendengarkan musik.
4. Sabar Nafsi Idhtirari, seperti sabar ketika kehilangan seseorang yang dicintai.

Binatang memiliki dua jenis kesabaran yang bersifat Idhtirari, namun tidak memiliki dua
jenis kesabaran Ikhtiyari, dan inilah yang membedakan antara mereka dengan manusia.

WAKTU SABAR

Dari Anas bin Malik A, ia berkata, “Rasulullah N menjumpai salah seorang wanita
menangis di samping kuburan, lalu beliau bersabda, ‘Bertakwalah kamu kepada Allah dan
bersabarlah!’. (Anas berkata) Sedangkan wanita itu belum mengenal beliau, (dan beliau tidak
ingin memperpanjang debat dengan wanita itu karena tahu kondisi yang dialaminya, inilah sikap
ideal seorang da’i dalam menyikapi kondisi-kondisi sedih seperti itu) lalu wanita itu diberi tahu
bahwa yang tadi bicara adalah Nabi N. Ia pun bergegas medatangi pintu rumah Nabi N dan tidak
ia dapati penjaga di situ, lalu wanita itu berkata, ‘Saya belum mengenalmu (Wahai Rasulullah).
Maka Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya sabar adalah di awal musibah.”5

Imam Al-Qurthubi T berkata, “Kesabaran yang mendatangkan pahala besar adalah


kesabaran seseorang di awal musibah, saat itu dapat terlihat jelas kekuatan hatinya yang
menjadikannya teguh bersabar. Lain halnya, jika musibah sudah berlalu beberapa saat, tentu saja
setiap orang akan dengan mudah bersabar. Maka dari itu ‘orang yang cerdas harus bersabar

5
HR. Bukhari, no. 1283, Muslim, no. 926.
ketika awal tertimpa musibah dimana orang bodoh tidak akan mampu memikul kesabaran itu
kecuali setelah berlalu tiga hari.”6

HAKIKAT SABAR

Sabar dalam ketaatan

Sabar dalam ketaatan merupakan tingkatan sabar yang paling agung dan paling berat
dirasa oleh jiwa. Allah seringkali memerintahkan hamba-Nya untuk bersabar dalam ketaatan,

٦٥ …‫ٱصطَبِ ۡر لِ ِع ٰبَ َدتِ ِۚۦه‬


ۡ ‫ٱعب ُۡدهُ َو‬
ۡ َ ‫…ف‬
“…maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya...” (QS. Maryam
[19]: 65).

Lafal ‘Ishthabir’ memiliki makna yang lebih dalam dari pada lafal ‘ishbir’, karena
penambahan dalam bentuk kata menunjukkan adanya makna yang lebih. Karena itu Allah
berfirman,

١٣٢ …‫ٱصطَبِ ۡر َعلَ ۡيهَ ۖا‬ َّ ‫َو ۡأ ُم ۡر َأ ۡهلَكَ بِٱل‬


ۡ ‫صلَ ٰو ِة َو‬
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabar dalam mengerjakannya.”
(QS. Thaha [20]: 132).

Artinya ‘bersabarlah dalam melaksanakan shalat dan bersabarlah menyuruh


keluargamu untuk melaksanakannya.’

Hakikat bersabar dalam melaksanakan ketaatan ada pada tiga kondisi;

Pertama, sebelum melakukan ketaatan, yaitu bersabar dengan meluruskan niat dan
menyingkirkan semua hal yang bisa menyebabkan riya’.

Kedua, ketika melakukan ketaatan, yaitu bersabar dengan tidak lalai menjalankannya,
tidak bermalas-malasan, serta sabar dalam melakukan kewajiban-kewajiban dan rukun-rukunnya.

Ketiga, setelah melakukan ketaatan, yaitu bersabar dengan tidak menyebut-nyebut


amalannya, dan tidak ujub atau bangga diri. Allah berfirman,

٢٦٤ …‫ص َد ٰقَتِ ُكم بِ ۡٱل َمنِّ َوٱَأۡل َذ ٰى‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫وا اَل تُ ۡب ِطل‬
َ ‫وا‬
“Janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
perasaan orang yang menerima.” (QS. Al-Baqarah [2]: 264).

Dan juga berfirman,

6
Tafsir Al-Qurthubi, (2/174).
٣٣ ۡ‫… َواَل تُ ۡب ِطلُ ٓو ْا َأ ۡع ٰ َملَ ُكم‬
“…dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” (QS. Muhammad [47]: 33).

Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan

Hakikat sabar dalam meninggalkan kemaksiatan sama dengan hakikat sabar dalam
ketaatan. Seorang muslim wajib bersabar sebelum menghindari maksiat dengan menghadirkan
niat untuk menghindarinya. Saat meninggalkan maksiat pun ia harus bersabar untuk tidak
terjerumus ke dalamnya, dan jika telah hilang kesempatan untuk bermaksiat maka ia harus
bersabar untuk tidak sombong dengan menyebut-nyebut bahwa dirinya telah meninggalkan
kemaksiatan itu.

Sabar dalam menghadapi musibah

Mujahid berkata, “Sabar yang baik adalah sabar yang tidak tercampur dengan amarah
sedikitpun.”7

Maka dari itu, di antara perbuatan-perbuatan yang mencerminkan ketidaksabaran adalah,


seperti meratapi orang mati dengan menampar-nampar wajah, merobek-robek pakaian, dan
memukul diri sendiri, disertai dengan tangisan tidak wajar dan teriakan jahiliyah.

Lain halnya jika seseorang memeriksakan diri ke dokter karena sakit dan ingin diobati,
maka hal ini tidaklah dipermasalahkan. Demikian pula, suara rintihan yang terdengar secara
spontan dari orang sakit dengan maksud sedikit meredakan rasa sakitnya.

Adapun perkataan Sufyan Ats-Tsauri T, “Tiga hal yang termasuk kesabaran; kamu tidak
mengeluhkan rasa sakitmu, tidak pula musibah yang menimpamu, dan kamu tidak menganggap
dirimu suci.”8

Maksudnya adalah jangan mengeluhkan rasa sakit dan musibah yang menimpamu dengan
perasaan kesal dan tidak ridha. Namun jika mengeluhkannya untuk tujuan baik, seperti bertanya
tentang cara menyembuhkan, atau mencari solusi dari musibah yang ada, maka hal itu tidak
termasuk sikap tasakhut (tidak ridha disertai berat hati) dengan takdir, dan tetap dinilai sebagai
orang yang sabar.

Perlu diketahui, bahwa tidak semua orang yang mengaku dirinya bersabar dianggap
sebagai orang yang penyabar, justru tidak sedikit orang yang terlihat sabar ketika ditimpa
musibah, namun di dalam hatinya dipenuhi dengan rasa kesal dan amarah.

7
Tafsir Ibnu Katsir, (2/619).
8
Tafsir Ath-Thabari, (7/160)
BUAH DARI KESABARAN

Sabar merupakan jembatan untuk mendapatkan hasil yang indah, manfaat yang banyak,
dan faedah yang besar. Ia mendatangkan kebaikan dan keberuntungan bagi setiap orang mukmin
yang berhias diri dengannya.

“Kan ku anggap mudah semua jenis rintangan

hingga ku dapatkan apa yang menjadi impian

Karena cita-cita tak akan bisa terwujudkan

Kecuali oleh mereka yang memiliki kesabaran.”9

Perhatikanlah hikmah indah dari kisah Nabi Yusuf, kesabarannya dalam penjara
membuka pintu kekuasaan baginya.

Ada keteladanan dalam diri Yusuf, utusan Allah

Untukmu yang terzhalimi dan terfitnah dalam penjara

Yusuf sang penyabar yang terkurung dalam penjara sementara waktu

Namun, kesabaran mengantarkannya pada pintu kekuasaan.10

Imam Al-Ghazali berkata, “Allah telah menyanjung orang-orang yang sabar dengan sifat-
sifat yang terpuji dan menyebutkan kata sabar dalam Al-Qur’an lebih dari tujuh puluh kali dalam
ayat-ayat-Nya. Allah memberikan derajat tinggi dan kebaikan yang berlimpah kepada orang-
orang yang sabar sebagai balasan dari kesabaran mereka.”11

Berikut buah-buah kesabaran yang dapat dipetik oleh orang-orang yang bersabar:

Memperoleh Keberuntungan

Al-Qur’an sering mengaitkan antara kesabaran dan keberuntungan, dan menjadikan


keberuntungan sebagai buah dari kesabaran. Allah K berfirman,

٢٠٠ َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬


ْ ُ‫وا َوٱتَّق‬
ْ ُ‫ُوا َو َرابِط‬
ْ ‫صابِر‬ ْ ‫ٱصبِر‬
َ ‫ُوا َو‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ۡ ‫وا‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan
tetaplah bersiap-siaga (di dalam perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 200).

Allah menjadikan keberuntungan sebagai buah dari amalan-amalan tersebut.


9
Ruh Al-Ma’âni, (4/176)
10
Tarikh Baghdad, (13/479)
11
Ihyau ‘Ulumiddin, (4/61)
Sebab Hilangnya Kesengsaraan

Allah menetapkan bahwa seluruh manusia berada dalam kerugian kecuali mereka yang
beriman dan beramal shalih serta bersabar dalam hal itu. Ia berfirman,

‫ص ۡو ْا‬ ِّ ‫ص ۡو ْا بِ ۡٱل َح‬


َ ‫ق َوت ََوا‬ َّ ٰ ‫وا ٱل‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬
َ ‫ت َوتَ َوا‬ ْ ُ‫وا َو َع ِمل‬
ْ ُ‫ ِإاَّل ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬٢ ‫ ِإ َّن ٱِإۡل ن ٰ َسنَ لَفِي ُخ ۡس ٍر‬١ ‫ص ِر‬ۡ ‫َو ۡٱل َع‬
٣ ‫بِٱلص َّۡب ِر‬
“Demi masa. sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3)

Sabar Menjadi Sebab Turunnya Ampunan dan Pahala yang Besar

Ampunan Allah dan pahala yang besar dari-Nya sering dikaitkan dengan kesabaran dan
amal shalih. Ia berfirman,
ٓ
ٞ ِ‫ر َكب‬ٞ ‫ة َوَأ ۡج‬ٞ ‫ت ُأوْ ٰلَِئكَ لَهُم َّم ۡغفِ َر‬
١١ ‫ير‬ َّ ٰ ‫وا ٱل‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬ ْ ُ‫ُوا َو َع ِمل‬
ْ ‫صبَر‬
َ َ‫ِإاَّل ٱلَّ ِذين‬
“Kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan
dan pahala yang besar.” (QS. Huud [11]: 11).

Sabar adalah Jalan Menuju Surga

Nabi N memberi kabar gembira berupa surga kepada seseorang yang diberi cobaan oleh
Allah dengan penyakit buta, lalu ia bersabar. Dari Anas bin Malik A, ia berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah N bersabda, ‘Sesungguhnya Allah berkata, ‘Apabila Aku menguji hamba-
Ku dengan hilangnya dua hal yang dicintainya lalu ia bersabar atas hal itu, maka Aku akan
menggantikannya dengan surga.”12 Maksud dari dua hal yang dicintai adalah dua
penglihatannya.

Dan tidaklah seorang mukmin ditinggal mati oleh seseorang yang dicintainya lalu ia
bersabar dan mengarap pahala Allah atas hal itu, kecuali akan Allah ganti dengan surga-Nya.

Dari Abu Hurairah A, Rasulullah N bersabda, “Allah K berfirman, “Tidak ada balasan
yang pantas Aku berikan kepada seseorang yang ketika Aku uji dengan meninggalnya seseorang
yang dicintainya lalu ia bersabar dan mengharap pahala dari-Ku kecuali surga.”13

Lihatlah bagaimana Rasulullah N memberi kabar gembira berupa surga kepada seorang
perempuan tatkala ia sabar dengan penyakit epilepsi (ayan) yang ia derita. Dari ‘Atha’ bin Abi
Rabbah, ia berkata, “Ibnu Abbas berkata kepadaku, ‘Maukah aku beritahu kamu tentang
perempuan ahli surga? Aku menjawab, ‘Mau.’ Ia berkata, ‘Dialah perempuan hitam yang pernah
12
HR. Bukhari, no. 5653
13
HR. Bukhari, no. 6424
mendatangi Nabi N dan mengeluh, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya punya penyakit ayan
dan aurat saya terbuka ketika (penyakit itu kambuh), maka doakanlah saya.’ Rasulullah
menjawab, ‘Jika kamu mau, bersabarlah maka bagimu surga. Tapi jika tidak maka aku akan
berdoa agar Allah menyembuhkanmu.” Perempuan itu berkata, ‘Aku akan bersabar.’ lalu ia
berkata lagi, ‘Tapi auratku sering tersingkap (ketika penyakit itu kambuh), maka doakanlah aku
agar auratku tidak tersingkap! Lalu Rasulullah N pun mendoakannya.”14

Allah menjelaskan kepada orang-orang beriman bahwa akan ada banyak cobaan dan
siksaan sebagai syarat untuk mendapatkan surga-Nya, dan mereka dituntut untuk bersabar atas
cobaan-cobaan tersebut:

‫وا‬x َّ ‫وا ۡٱل َجنَّةَ َولَ َّما يَ ۡأتِ ُكم َّمثَ ُل ٱلَّ ِذينَ خَ لَ ۡو ْا ِمن قَ ۡبلِ ُكمۖ َّمس َّۡتهُ ُم ۡٱلبَ ۡأ َسٓا ُء َو‬
ْ xُ‫رَّٓا ُء َو ُز ۡل ِزل‬x‫ٱلض‬ ْ ُ‫َأمۡ َح ِس ۡبتُمۡ َأن ت َۡد ُخل‬
٢١٤ ‫يب‬ ٞ ‫َص َر ٱهَّلل ِ قَ ِر‬ ۡ ‫َص ُر ٱهَّلل ۗ ِ َأٓاَل ِإ َّن ن‬
ۡ ‫وا َم َع ۥهُ َمت َٰى ن‬ْ ُ‫ول ٱل َّرسُو ُل َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬ َ ُ‫َحتَّ ٰى يَق‬
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa
kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-
orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214).

Ali bin Al-Husain berkata, “Apabila terjadi hari kiamat, terdengarlah seorang penyeru
menyerukan, “Berdirilah wahai orang-orang yang sabar.” Lalu berdirilah sekelompok manusia,
dan dikatakan kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga.” Lalu mereka berjumpa
dengan para malaikat. Mereka berkata, “Kami adalah golongan orang-orang yang sabar.” Para
Malaikat itu bertanya, “Atas apa kesabaran kalian?” Mereka menjawab, “Kami bersabar untuk
mentaati Allah dan kami bersabar untuk tidak bermaksiat kepada-Nya.” Kemudian Para
Malaikat berkata, “Masuklah kalian ke dalam surga, dan (Surga) itulah sebaik-baik balasan bagi
orang yang beramal.”15

Dari Anas bin Malik, Rasulullah N bersabda,

ِ ‫ت النَّا ُر بِال َّشهَ َوا‬


‫ت‬ ِ ‫ت ْال َجنَّةُ بِ ْال َم َك‬
ِ َّ‫ار ِه َو ُحف‬ ِ َّ‫ُحف‬
“Surga dikelilingi dengan perkara-perkara yang tidak disukai, dan neraka dikelilingi dengan
perkara-perkara yang disenangi (oleh hawa nafus).”16

Lalu bagaimana kamu akan masuk surga jika kamu tidak bersabar terhadap sesuatu yang
tidak kamu sukai? dan bagaimana kamu terhindar dari api neraka jika kamu tidak bersabar dalam
meninggalkan perkara yang disenangi hawa nafsu?

14
HR. Bukhari, no. 5652, dan Muslim, no. 2576.
15
Hilyatul-Auliya, (3/139-140)
16
HR. Muslim, no. 2823.
Hadits di atas menunjukkan, bahwa jalan menuju surga dipenuhi dengan hal-hal yang
tidak disukai. Rasulullah N mengatakan, ‘Huffat’ artinya dikelilingi dari semua arah, itu
maknanya jika kamu belum menempuh hal-hal yang tidak disukai maka kamu belum bisa masuk
surga, untuk masuk surga kamu harus menembus cobaan-cobaan itu, dan modal untuk
menembus cobaan-cobaan itu adalah kesabaran. Sedangkan neraka dikelilingi dengan sesuatu
yang disenangi oleh hawa nafsu, dan tidak ada jalan lain untuk menghindarkan diri dari api
neraka kecuali menahan hawa nafsu tersebut dari kemaksiatan.

Malaikat Mengucapkan Salam Kepada Orang-Orang yang Bersabar

Allah mengabarkan bahwa malaikat-malaikat-Nya akan senantiasa mengucapkan salam


kepada orang-orang yang bersabar di dalam surga. Ia berfirman,

ۡ َ ‫َس ٰلَ ٌم َعلَ ۡي ُكم بِ َما‬


ِ ‫صبَ ۡرتُمۡۚ فَنِ ۡع َم ُعقبَى ٱل َّد‬
٢٤ ‫ار‬
“(sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Maka alangkah
nikmatnya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 24).

Diberi Hadiah Rumah di Surga Bernama ‘Baitul Hamd’

Apabila seorang muslim ditinggal mati anaknya lalu ia bersabar, maka Allah akan
menggantikannya dengan sebuah rumah di surga bernama ‘Baitul Hamd’ (Rumah Pujian). Hal
ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Musa Al-‘Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah N
bersabda,

“Apabila salah seorang hamba ditinggal mati anaknya, Allah berkata kepada para
Malaikat-Nya, ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak dari hamba-Ku?” Mereka menjawab,
‘Benar.’ Allah berkata, ‘Kalian mencabut buah hatinya?’. Mereka menjawab, ‘Benar.’ Allah
berkata, ‘Lalu apa yang diucapkan oleh hamba-Ku?’. Mereka menjawab, ‘Ia memuji-Mu dan
mengucapkan kalimat istirja’ (Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn).’ Maka Allah berkata,
‘Bangunkanlah baginya sebuah rumah di surga, dan namailah rumah itu dengan Baitul
Hamd.”17

Pahala yang Tak akan Sia-Sia

Allah berfirman,

٩٠ َ‫ضي ُع َأ ۡج َر ۡٱل ُم ۡح ِسنِين‬


ِ ُ‫صبِ ۡر فَِإ َّن ٱهَّلل َ اَل ي‬ ِ َّ‫…ِإنَّ ۥهُ َمن يَت‬
ۡ َ‫ق َوي‬
“…Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-
nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf [12]: 90).

Sabar adalah Pembuka Pintu Pahala

17
HR. Tirmidzi, no. 1021, dan beliau menghasankannya.
Allah menceritakan kondisi orang-orang berilmu yang memberi petunjuk dan peringatan
kepada kaumnya yang terfitnah oleh Qarun,

٨٠ ‫ُون‬ َّ ٰ ‫صلِ ٗح ۚا َواَل يُلَقَّ ٰىهَٓا ِإاَّل ٱل‬


xَ ‫صبِر‬ ۡ ِ ‫وا ۡٱل ِع ۡل َم َو ۡيلَ ُكمۡ ثَ َوابُ ٱهَّلل‬
َ ٰ ‫ر لِّ َم ۡن َءا َمنَ َو َع ِم َل‬ٞ ‫خَي‬ ْ ُ‫ال ٱلَّ ِذينَ ُأوت‬
َ َ‫َوق‬
“Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala
Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang
besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Qashash [28]: 80).

Memperoleh Pahala yang Berlipat Ganda

Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang sabar kelak akan
dilipatgandakan pahalanya di akhirat. Ia berfirman,
ٓ
َ ‫ُأوْ ٰلَِئكَ ي ُۡؤت َۡونَ َأ ۡج َرهُم َّم َّرت َۡي ِن بِ َما‬
ْ ‫صبَر‬
٥٤ …‫ُوا‬
“Mereka itu diberi pahala dua kali (karena beriman kepada Taurat dan Al-Qur'an) disebabkan
kesabaran mereka...” (QS. Al-Qashash [28]: 54).

Dan jika amal-amal lain memiliki pahala yang bisa dihitung, maka berbeda halnya
dengan sabar yang pahalanya tidak terbatas. Allah berfirman,

َّ ٰ ‫…ِإنَّ َما يُ َوفَّى ٱل‬


ٖ ‫صبِرُونَ َأ ۡج َرهُم بِغ َۡي ِر ِح َس‬
١٠ ‫اب‬
“…Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS.
Az-Zumar [39]: 10).

Sulaiman Al-Qasim berkata, “Semua amalan diketahui batas pahalanya kecuali pahala
sabar. Allah berfirman, ‘Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya
tanpa batas.’ Ia berkata, ‘Seperti air yang mengalir deras.”18

Al-Auza’i berkata, “Tidak dibuatkan timbangan dan takaran bagi pahala mereka, akan
tetapi dituangkan (dengan tanpa ukuran).”19

Layak Memperoleh Kepemimpinan dalam Agama

Kepemimpinan memiliki kaitan yang erat dengan kesabaran dan keyakinan (terhadap
ayat-ayat Allah). Sebagaimana Allah berfirman,

٢٤ َ‫وا ‍بَِٔا ٰيَتِنَا يُوقِنُون‬ ْ ۖ ‫صبَر‬


ْ ُ‫ُوا َو َكان‬ َ ‫َو َج َع ۡلنَا ِم ۡنهُمۡ َأِئ َّم ٗة يَ ۡه ُدونَ بَِأمۡ ِرنَا لَ َّما‬

18
Dzammu Al-Hawa, hal. 60.
19
Tafsir Ibnu Katsir, (4/63)
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah [32]:
24).

Ibnu Taimiyah T berkata, “Kepemimpinan akan diperoleh dengan kesabaran dan


keyakinan (keimanan yang kuat terhadap ayat-ayat Allah).”20

Akan Selalu Bersama Allah

Allah akan selalu membersamai orang-orang yang sabar. Ia berfirman,

َّ ٰ ‫…ِإ َّن ٱهَّلل َ َم َع ٱل‬


١٥٣ َ‫صبِ ِرين‬
“Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)

Mendapat Pertolongan Allah

Allah menjadikan sabar sebagai jalan untuk memperoleh pertolongan-Nya, dan


memerintahkan hamba-Nya untuk meminta pertolongan kepada-Nya dengan shalat dan sabar.

٤٥ …‫ ِة‬xۚ‫صلَ ٰو‬ ْ ُ‫ٱستَ ِعين‬


َّ ‫وا بِٱلص َّۡب ِر َوٱل‬ ۡ ‫َو‬
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat…” (QS. Al-
Baqarah [2]: 45).

Maka barangsiapa yang tidak bersabar, niscaya tidak akan menemukan pertolongan.

Pintu Menuju Kemenangan

Ibnu Abbas H meriwayatkan, bahwa Rasulullah N bersabda, “Ketahuilah, bahwa


kesabaran atas sesuatu yang tidak kalian sukai akan mendatangkan banyak kebaikan, dan
ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran.”21

Tak heran jika Allah menurunkan bantuan bala tentara malaikat-malaikat-Nya kepada
para sahabat ketika mereka bertakwa dan bersabar menghadapi musuh.
ٓ ۡ ْ ُ‫ُوا وتَتَّق‬ ۡ ‫بَلَ ٰۚ ٓى ِإن ت‬
َ‫ ِّو ِمين‬x ‫ ِة ُم َس‬x‫ف ِّمنَ ۡٱل َم ٰلَِئ َك‬x ٰ
ٖ xَ‫وا َويَأتُو ُكم ِّمن فَ ۡو ِر ِهمۡ ٰهَ َذا يُمۡ ِد ۡد ُكمۡ َربُّ ُكم بِ َخمۡ َس ِة َءال‬ َ ْ ‫َصبِر‬
١٢٥
“Ya (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu dengan
tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (QS. Ali
Imran [3]: 125).

20
Majmu’ al-Fatawa, (3/358).
21
HR. Ahmad, no. 2800, dan dishahihkan oleh Al-Arnauth.
Dan di antara sebab kemenangan Bani Israil atas Fir’aun adalah karena kesabaran mereka
atas siksaan yang mereka alami.

‫ك‬
َ ِّ‫ت َرب‬ُ ‫ض َو َم ٰ َغ ِربَهَا ٱلَّتِي ٰبَ َر ۡكنَا فِيهَ ۖا َوتَ َّم ۡت َكلِ َم‬
ِ ‫ق ٱَأۡل ۡر‬َ ‫َض َعفُونَ َم ٰ َش ِر‬ ْ ُ‫َوَأ ۡو َر ۡثنَا ۡٱلقَ ۡو َم ٱلَّ ِذينَ َكان‬
ۡ ‫وا ي ُۡست‬
ْ ُ‫ان‬xx‫صنَ ُع فِ ۡرع َۡو ُن َوقَ ۡو ُمهۥُ َو َما َك‬
َ‫ون‬x ‫وا يَ ۡع ِر ُش‬ ْ ۖ ‫صبَر‬
ۡ َ‫ُوا َو َد َّم ۡرنَا َما َكانَ ي‬ َ ‫ۡٱلح ُۡسن َٰى َعلَ ٰى بَنِ ٓي ِإ ۡس ٰ َٓر ِءي َل بِ َما‬
١٣٧
“Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya
yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Rabbmu yang baik itu (sebagai janji)
untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat
Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun.” (QS. Al-A’raaf [7]: 137).

Imam Asy-Syafi’i berkata, “Pokok dari sabar adalah tekad yang kuat, dan buah manisnya
adalah kesuksesan.”22

Selamat Dari Tipu Daya Musuh

Sabar dan takwa adalah perisai kokoh dari tipu daya musuh. Allah berfirman,

ٞ ‫وا اَل يَضُرُّ ُكمۡ َك ۡي ُدهُمۡ َشۡ‍ئً ۗا ِإ َّن ٱهَّلل َ بِ َما يَ ۡع َملُونَ ُم ِح‬
١٢٠ ‫يط‬ ْ ُ‫ُوا َوتَتَّق‬
ْ ‫َصبِر‬
ۡ ‫… َوِإن ت‬
“…Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit
pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran [3]:
120).

Mendapat Ampunan, Rahmat, dan Hidayah dari Allah

Allah memberikan karunia khusus bagi orang-orang yang bersabar berupa ampunan,
rahmat dan hidayah-Nya yang tidak Dia berikan untuk selain mereka.
ٓ
َ ‫ ُأوْ ٰلَِئ‬١٥٦ َ‫ون‬xx‫ ِه ٰ َر ِج ُع‬x‫الُ ٓو ْا ِإنَّا هَّلِل ِ َوِإنَّٓا ِإلَ ۡي‬xxَ‫ة ق‬ٞ َ‫يب‬x‫ص‬
‫ك‬ ِ ‫بَ ۡتهُم ُّم‬x‫ص‬
َ ٰ ‫ ٱلَّ ِذينَ ِإ َذٓا َأ‬١٥٥ َ‫بِ ِرين‬x‫ٱلص‬ َّ ٰ ‫ ِر‬x‫… َوبَ ِّش‬
ٓ
١٥٧ َ‫ ۖة َوُأوْ ٰلَِئكَ هُ ُم ۡٱل ُم ۡهتَ ُدون‬ٞ ‫ت ِّمن َّربِّ ِهمۡ َو َر ۡح َم‬ٞ ‫صلَ ٰ َو‬
َ ۡ‫َعلَ ۡي ِهم‬
“…Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn”
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang
memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157)

Layak Mendapat Cinta Allah

22
Tarikh Dimasyqa (51/408).
Cinta Allah selalu berkaitan dengan sifat sabar, dan Dia akan memberikan cinta-Nya
untuk mereka yang mampu mengamalkannya.

ْ ُ‫ ُعف‬x ‫ض‬
‫ا‬xx‫وا َو َم‬ َ ‫ٓا َأ‬xx‫وا لِ َم‬x
َ ‫ا‬xx‫بِي ِل ٱهَّلل ِ َو َم‬x ‫ابَهُمۡ فِي َس‬x ‫ص‬ ٞ xِ‫ َل َم َعهۥُ ِربِّيُّونَ َكث‬x َ‫ َأيِّن ِّمن نَّبِ ٖ ّي ٰقَت‬x‫َو َك‬
ْ xُ‫ا َوهَن‬xx‫ير فَ َم‬x
١٤٦ َ‫صبِ ِرين‬ َّ ٰ ‫وا َوٱهَّلل ُ يُ ِحبُّ ٱل‬ ْ ۗ ُ‫ٱستَ َكان‬
ۡ
“Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya)
yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah,
tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-
orang yang sabar.” (QS. Ali Imran [3]: 146)

Layak Mendapat Pujian Allah

Dalam hal ini, Allah telah memuji Nabi Ayyub Q karena kesabarannya yang begitu
tinggi.

َ ُ‫…ِإنَّا َو َج ۡد ٰنَه‬
ٞ ‫صابِ ٗر ۚا نِّ ۡع َم ۡٱل َع ۡب ُد ِإنَّ ٓۥهُ َأ َّو‬
٤٤ ‫اب‬
“…Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik
hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shaad [38]: 44).

Kesabaran adalah Cahaya

Dari Abu Malik Al-Asy’ari A ia berkata, “Rasulullah N bersabda,

َ‫ك َأوْ َعلَ ْيك‬


َ َ‫ضيَا ٌء َو ْالقُرْ آنُ ُح َّجةٌ ل‬
ِ ‫ص ْب ُر‬ ٌ ‫ص َدقَةُ بُرْ ه‬
َّ ‫َان َوال‬ َّ ‫صالَةُ نُوْ ٌر َوال‬
َّ ‫ال‬
‘Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, sabar adalah sinar dan Al-Qur’an akan menjadi
hujjah bagimu atau atasmu.”23

Dimudahkan Allah dalam Mentadabburi Al-Qur’an

Allah telah menjelaskan dalam berbagai firman-Nya, bahwa yang dapat memahami dan
mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al-Quran adalah mereka yang banyak bersabar. Allah
berfirman,

َ xِ‫َأي َّٰى ِم ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن فِي ٰ َذل‬xِ‫ور َو َذ ِّك ۡرهُم ب‬


‫ك‬ ِ ‫ٱلظلُ ٰ َم‬
ِ ُّ‫ت ِإلَى ٱلن‬ َ ‫َولَقَ ۡد َأ ۡر َس ۡلنَا ُم‬
ُّ َ‫كَ ِمن‬xx‫ ِر ۡج قَ ۡو َم‬x‫ٓا َأ ۡن َأ ۡخ‬xxَ‫ ٰى ‍بَِٔا ٰيَتِن‬x‫وس‬
٥ ‫ور‬ ٖ ‫َّار َش ُك‬ َ ِّ‫ت لِّ ُكل‬
ٖ ‫صب‬ ٖ َ‫أَل ٓ ٰي‬
“Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan)
Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya), “Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada
cahaya terang-benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.” Sungguh, pada

23
HR. Muslim, no. 223
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan
banyak bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 5).

ٖ ‫ ُك‬x ‫َّار َش‬


‫ور‬ َ ‫ت لِّ ُك ِّل‬
ٖ ‫ب‬x ‫ص‬ َ ِ‫ت ٱهَّلل ِ لِي ُِريَ ُكم ِّم ۡن َءا ٰيَتِ ۚ ِٓۦه ِإ َّن فِي ٰ َذل‬
ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬ ِ ‫َألَمۡ ت ََر َأ َّن ۡٱلفُ ۡلكَ ت َۡج ِري فِي ۡٱلبَ ۡح ِر بِنِ ۡع َم‬
٣١
“Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut
dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-
Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya bagi setiap orang
yang sangat sabar dan banyak bersyukur.” (QS. Luqman [31]: 31).

Setelah mengisahkan tentang kaum Saba’, Allah berfirman,

ٖ ‫َّار َش ُك‬
١٩ ‫ور‬ ٖ ‫صب‬ َ ‫ت لِّ ُك ِّل‬ َ ِ‫ق ِإ َّن فِي ٰ َذل‬
ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬ ٍ ۚ ‫يث َو َم َّز ۡق ٰنَهُمۡ ُك َّل ُم َم َّز‬
َ ‫…فَ َج َع ۡل ٰنَهُمۡ َأ َحا ِد‬
“…maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka
sehancur-hancurnya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur.” (QS. Saba’ [34]: `19).

Ketika menyebutkan nikmat yang diberikan pada hamba-hamba-Nya berupa bahtera yang
mengantarkan mereka dan barang-barang mereka berlayar di lautan, Allah menjelaskan bahwa
yang mampu untuk mentadabburi nikmat Allah tersebut hanyalah orang-orang yang bersabar, Ia
berfirman,

‫ ِر ۚ ِٓۦه ِإ َّن فِي‬x‫ َد َعلَ ٰى ظَ ۡه‬x‫رِّي َح فَيَ ۡظلَ ۡلنَ َر َوا ِك‬x‫ ِك ِن ٱل‬x‫ ِإن يَ َش ۡأ ي ُۡس‬٣٢ ‫ار فِي ۡٱلبَ ۡح ِر َكٱَأۡل ۡع ٰلَ ِم‬ ۡ
ِ ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِه ٱل َج َو‬
ٰ
٣٣ ‫ور‬ ٍ ‫َّار َش ُك‬
ٖ ‫صب‬ ٖ َ‫َذلِكَ أَل ٓ ٰي‬
َ ‫ت لِّ ُك ِّل‬
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut
seperti gunung-gunung. Jika Dia menghendaki, Dia akan menghentikan angin, sehingga jadilah
(kapal-kapal) itu terhenti di permukaan laut. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang selalu bersabar dan banyak bersyukur.” (QS. Asy-
Syura [42]: 32-33).

Demikianlah empat ayat di dalam Al-Qur`an yang menunjukkan, bahwa orang-orang


yang mampu mentadabburi ayat-ayat Allah adalah mereka yang memiliki kesabaran dan banyak
bersyukur.

Terwujudnya Cita-Cita dan Terpenuhi Semua Kebutuhan

Salah seorang penyair berkata:

Jangan putus asa meski cita-cita masih terlalu jauh

Jika kau bersabar niscaya jalan keluar akan tampak


Sungguh elok orang yang sabar pasti akan terwujud semua kebutuhannya

Seperti orang yang terus menerus mengetuk pintu pasti akan memasukinya24

Pepatah lain mengatakan:

Meski tidak banyak orang yang bersungguh-sungguh dalam urusan yang diusahakannya
namun selalu bersabar

Maka suatu saat mereka pasti akan memperoleh keberuntungannya.25

Allah akan Mengganti dengan yang Lebih Baik

Dari Ummu Salamah X, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah N bersabda, ‘Tidaklah


seorang muslim ditimpa suatu musibah kemudian dia mengucapkan doa yang diperintahkan oleh
Allah (dalam Al-Qur’an),

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami akan kembali. Ya Allah
berikanlah pahala atas musibahku ini dan gantilah musibah itu dengan sesuatu yang lebih baik.”
Kecuali Allah pasti akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.’

Ummu Salamah kembali mengisahkan, ‘Ketika Abu Salamah (suaminya) wafat, aku pun
bertanya, ‘Siapakah orang yang lebih baik (untuk menjadi suamiku) dari pada Abu Salamah?’
Aku telah mengatakan ucapan itu, dan ternyata Allah memberiku Rasulullah N sebagai
gantinya.”26

Jalan Kemuliaan di Dunia

Sabar adalah jalan menuju kemuliaan di dunia, karena orang yang sabar tidak akan
merendahkan diri di hadapan manusia dan tidak rakus dengan harta orang lain.

Saat terjadi perang Yarmuk, Abul A’war As-Sulami menyerukan, “Wahai orang-orang
Quraisy, raihlah kemenangan dengan pahala dan kesabaran, karena sesungguhnya kesabaran
adalah kemuliaan dan kehormatan di dunia, serta rahmat dan keutamaan di akhirat kelak, maka
bersabarlah dan kuatkanlah kesabaran kalian.”27

Salim bin Al-Muhajir Al-Jiili berkata,

Ku kenakan selendang kesabaran yang indah di wajahku

Dan ku dapati Allah menjaganya dari setiap keburukan orang kikir.28

24
Diwanu Al-Hamasah, (2/33-34)
25
Al-Mustathraf, (2/125)
26
HR. Muslim, no. 918
27
Tarikh Dimasyqa, (46/56)
28
Al-Mustathraf, (1/159)
RUANG LINGKUP SABAR

Pada dasarnya ada tiga ruang lingkup kesabaran, pertama sabar dalam ketaatan, sabar
dalam menghindari kemaksiatan, dan sabar menerima ketentuan dan takdir Allah. Jika kita ingin
memerinci setiap ruang lingkupnya, maka akan kita temukan banyak ruang lingkup yang lain.
Kita akan coba membahas beberapa ruang lingkup yang memiliki urgensi khusus lantaran sering
dialami oleh manusia.

1. Sabar atas cobaan di dunia.


Dunia ini dipenuhi dengan kesukaran dan tidak mungkin seseorang akan selalu
memperoleh kesenangan semata. Selama masih hidup dunia, niscaya ia pasti akan
dihadapkan dengan berbagai masalah dan penderitaan. Allah berfirman,

٤ ‫لَقَ ۡد َخلَ ۡقنَا ٱِإۡل ن ٰ َسنَ فِي َكبَ ٍد‬


“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS.
Al-Balad [90]: 4) Yaitu dalam kesusahan, penderitaan, cobaan, dan fitnah.

َّ ٰ ‫ت َوبَ ِّش ِر ٱل‬


١٥٥ َ‫صبِ ِرين‬ ِ ۗ ‫س َوٱلثَّ َم ٰ َر‬
ِ ُ‫ص ِّمنَ ٱَأۡلمۡ ٰ َو ِل َوٱَأۡلنف‬ ۡ
ٖ ‫ُوع َونَق‬
ۡ ِ ‫خَو‬
ِ ‫ف َوٱلج‬ ۡ ‫َولَن َۡبلُ َونَّ ُكم بِ َش ۡي ٖء ِّمنَ ۡٱل‬
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155).

2. Sabar dalam mengekang hawa nafsu.

Allah berfirman:

٩ …ِ ۚ ‫وا اَل تُ ۡل ِه ُكمۡ َأمۡ ٰ َولُ ُكمۡ َوٓاَل َأ ۡو ٰلَ ُد ُكمۡ عَن ِذ ۡك ِر ٱهَّلل‬
ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).
Dari Abdurrahman bin Auf A, ia berkata, “Ketika kami bersama Rasulullah N
diuji dengan penderitaan maka kami bisa bersabar, namun ketika kami diuji dengan
kesenangan maka kami tidak bisa bersabar.”
Mungkin saja sebagian orang mampu bersabar tatkala mendapat cobaan di penjara
misalnya, tapi belum tentu mereka bisa bersabar ketika dihadapkan dengan berbagai
kesenangan dan dibuka lebar-lebar gemerlap kenikmatan dunia berupa harta dan
keluarga. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa tingkat kesabaran manusia itu berbeda-
beda.
Orang-orang bijak mengatakan, “Sabar terhadap penderitaan bisa saja dilakukan
oleh orang mukmin atau kafir, tapi sabar dalam mensyukuri nikmat sehat tidak akan
mampu dilakukan kecuali oleh orang-orang yang jujur.”29

Sabar dalam mengekang hawa nafsu memiliki empat bentuk:

a. Tidak condong dan tertipu dengan kenikmatan dunia.


b. Tidak berlebih-lebihan dalam mencari dunia sebagaimana yang dilakukan oleh orang-
orang materialis, sampai-sampai mereka tidak mempunyai waktu untuk shalat dan
berdzikir kepada Allah, kebanyakan mereka hanya menghabiskan waktu untuk
nongkrong bareng dan rekreasi semata, sehingga tidak ada waktu lagi untuk
mengingat Allah K.
Sama seperti orang-orang yang selalu mengedepankan pekerjaan. Lantaran
semangat dalam bekerja sampai-sampai ia meremehkan ibadah dan kewajiban-
kewajiban syariat yang lainnya, bahkan rela menerjang hal-hal yang diharamkan demi
pekerjaannya. Ia terlalu tenggelam dalam pekerjaannya. Baginya, pekerjaan adalah
segalanya, dan ia seperti orang yang menyembah pekerjaannya sendiri. Sebagaimana
perkataan seorang ilmuwan Inggris, “Di Britania, orang-orang menyembah kantor
bank selama enam hari, dan di hari ke tujuh mereka baru menuju ke gereja.”
c. Bersabar dalam menjalankan hak-hak Allah, seperti membayar zakat, menunaikan
hak-hak keluarga dan sedekah.
d. Tidak mengarahkan hawa nafsu dalam hal-hal yang haram.

3. Sabar agar tidak iri terhadap kelebihan orang lain serta tidak terlena dengan harta
dan keluarga yang mereka miliki. Allah berfirman,

‫ر‬ٞ x‫ك خ َۡي‬ ُ ‫ك ِإلَ ٰى َما َمتَّ ۡعنَا بِ ِٓۦه َأ ۡز ٰ َو ٗجا ِّم ۡنهُمۡ زَ ۡه َرةَ ۡٱل َحيَ ٰو ِة ٱل ُّد ۡنيَا لِن َۡفتِنَهُمۡ فِي ۚ ِه َو ِر ۡز‬
َ ِّ‫ق َرب‬ َ ‫َواَل تَ ُم َّد َّن ع َۡين َۡي‬
١٣١ ‫َوَأ ۡبقَ ٰى‬
“Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami
berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia agar
Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Rabbmu lebih baik dan lebih kekal.”
(QS. Thaha [20]: 131).

Maksudnya, Kami memberi kenikmatan untuk menguji mereka.

Orang-orang yang terperdaya pada zaman Qarun tidak sabar dengan sedikitnya harta
yang mereka miliki, sehingga mereka mengatakan,

ُ ‫…قَا َل ٱلَّ ِذينَ ي ُِري ُدونَ ۡٱل َحيَ ٰوةَ ٱل ُّد ۡنيَا ٰيَلَ ۡيتَ لَنَا ِم ۡث َل َمٓا ُأوتِ َي ٰقَر‬
ٍّ ‫ُون ِإنَّهۥُ لَ ُذو َح‬
٧٩ ‫ظ َع ِظ ٖيم‬

29
HR. Tirmidzi, no. 2464, dan ia menghasankannya.
“Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, “Mudah-mudahan kita
mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun,
sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Qashash
[28]: 79).
Padahal Allah telah menjelaskan, bahwa sebagian manusia jika mereka diberi
karunia berupa harta benda dan anak-anak, hal itu tidak lain sebagai bentuk istidraj
(penangguhan dari azab). Allah berfirman:

٥٦ َ‫ت بَل اَّل يَ ۡش ُعرُون‬ ۡ ‫ع لَهُمۡ فِي ۡٱل‬


ِ ۚ ‫خَي ٰ َر‬ ٖ ‫َأيَ ۡح َسبُونَ َأنَّ َما نُ ِم ُّدهُم بِ ِهۦ ِمن َّم‬
ِ ‫ نُ َس‬٥٥ َ‫ال َوبَنِين‬
ُ ‫ار‬
“Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka
itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?
(Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya.” (QS. Al-Mukminun [23]: 55-56).

4. Termasuk ruang lingkup sabar yang paling berat adalah sabar dalam pahit
getirnya dakwah di jalan Allah.
Tak dipungkiri lagi, bahwa kondisi umat saat ini semakin lama semakin jauh dari
agamanya, dan fenomena tersebut menuntut adanya gerakan dakwah yang massif untuk
menumpas kemungkaran dan menegakkan kebenaran.
Tatkala Umar bin Abdul Aziz T merasakan beratnya tanggung jawab dalam
meluruskan akidah umatnya yang menyimpang, ia berkata, “Ketahuilah, bahwa saat ini
aku berupaya untuk meluruskan perkara yang tidak akan ada yang mampu menolong
kecuali Allah, lantaran perkara inilah orang-orang tua telah meninggal, yang muda
menjadi tua, yang a’jam menjadi fasih, dan orang badui berhijrah, sampai-sampai mereka
mengira perkara itu adalah bagian dari ajaran agama, dan menganggap tidak ada
kebenaran sama sekali pada selainnya.”30
Mari kita renungkan bagaimana Nabi Nuh Q bersabar hingga sembilan ratus lima
puluh tahun lamanya menghadapi berbagai ujian dalam mendakwahi kaumnya.

ٓ ‫ فَلَمۡ يَ ِز ۡدهُمۡ ُدعَٓا ِء‬٥ ‫ت قَ ۡو ِمي لَ ۡياٗل َونَهَ ٗارا‬


٦ ‫ي ِإاَّل فِ َر ٗارا‬ ُ ‫ال َربِّ ِإنِّي َدع َۡو‬
َ َ‫ق‬
“Dia (Nuh) berkata, “Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang
dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari
kebenaran).” (QS. Nuh [71]: 5-6).
Perlu dipahami, bahwa ujian dalam dakwah tidak selalunya berbentuk fisik,
terkadang akan menimpa jiwa dan psikologi seorang da’i, karena cemoohan buruk yang
terlontar dari lisan orang-orang yang memusuhi dan merusak dakwah Islam.

َ َ‫وا ۡٱل ِك ٰت‬x


‫ َر ُك ٓو ْا َأ ٗذى‬x‫ب ِمن قَ ۡبلِ ُكمۡ َو ِمنَ ٱلَّ ِذينَ َأ ۡش‬ ْ ُ‫۞لَتُ ۡبلَ ُو َّن فِ ٓي َأمۡ ٰ َولِ ُكمۡ َوَأنفُ ِس ُكمۡ َولَت َۡس َمع َُّن ِمنَ ٱلَّ ِذينَ ُأوت‬
‫ُأۡل‬ ٰ ۡ ‫ير ۚا َوِإن ت‬
١٨٦ ‫ور‬ ِ ‫وا فَِإ َّن َذلِكَ ِم ۡن ع َۡز ِم ٱ ُم‬ ْ ُ‫ُوا َوتَتَّق‬
ْ ‫َصبِر‬ ٗ ِ‫َكث‬
30
Al-I’tisham, Asy-Syatibi, (1/12).
“Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar
banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum
kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS. Ali
Imran [3]: 186)

ۡ ‫ٱصبِ ۡر َعلَ ٰى َما يَقُولُونَ َو‬


١٠ ‫ٱهج ُۡرهُمۡ ه َۡج ٗرا َج ِمياٗل‬ ۡ ‫َو‬
“Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan
tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzzammil [73]: 10)

Bahkan Nabi-Nabi itu berkata kepada kaumnya,

١٢ َ‫َصبِ َر َّن َعلَ ٰى َمٓا َءا َذ ۡيتُ ُمون َۚا َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَ ۡليَت ََو َّك ِل ۡٱل ُمت ََو ِّكلُون‬
ۡ ‫… َولَن‬
“…dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan
kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri.” (QS.
Ibrahim [14]: 12)

٣٤ …‫َص ُرن َۚا‬ ْ ‫ُوا َوُأو ُذ‬


ۡ ‫وا َحتَّ ٰ ٓى َأتَ ٰىهُمۡ ن‬ ْ ‫ُوا َعلَ ٰى َما ُك ِّذب‬
ْ ‫صبَر‬
َ َ‫ُل ِّمن قَ ۡبلِكَ ف‬ٞ ‫َولَقَ ۡد ُك ِّذبَ ۡت ُرس‬
“Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, tetapi mereka
sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka,
sampai datang pertolongan Kami kepada mereka…” (QS. Al-An’am [6]: 34).
Dan beginilah idealnya seorang da’i, ia harus bersabar dengan konsekuensi-
konsekuensi dan perjalanan dakwah yang panjang, serta bersabar menunggu pertolongan
yang dinantikan.

‫وا‬x َّ ‫وا ۡٱل َجنَّةَ َولَ َّما يَ ۡأتِ ُكم َّمثَ ُل ٱلَّ ِذينَ خَ لَ ۡو ْا ِمن قَ ۡبلِ ُكمۖ َّمس َّۡتهُ ُم ۡٱلبَ ۡأ َسٓا ُء َو‬
ْ xُ‫رَّٓا ُء َو ُز ۡل ِزل‬x‫ٱلض‬ ْ ُ‫َأمۡ َح ِس ۡبتُمۡ َأن ت َۡد ُخل‬
٢١٤ ‫يب‬ ٞ ‫َص َر ٱهَّلل ِ قَ ِر‬ ۡ ‫َص ُر ٱهَّلل ۗ ِ َأٓاَل ِإ َّن ن‬
ۡ ‫وا َم َع ۥهُ َمت َٰى ن‬ْ ُ‫ول ٱل َّرسُو ُل َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬ َ ُ‫َحتَّ ٰى يَق‬
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu.
Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan),
sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-
Baqarah [2]: 214).

Setiap da’i harus yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan datang.

‫نَا ع َِن‬x‫ َر ُّد بَ ۡأ ُس‬xُ‫ٓا ۖ ُء َواَل ي‬x‫ِّي َمن نَّ َش‬


َ ‫ ُرنَا فَنُج‬x‫َص‬ ْ ‫ ِذب‬x‫س ٱلرُّ ُس ُل َوظَنُّ ٓو ْا َأنَّهُمۡ قَ ۡد ُك‬
ۡ ‫ ٓا َءهُمۡ ن‬x‫ُوا َج‬ َ َٔ‫ٱستۡ‍َي‬
ۡ ‫َحتَّ ٰ ٓى ِإ َذا‬
١١٠ َ‫ۡٱلقَ ۡو ِم ۡٱل ُم ۡج ِر ِمين‬
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan
kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka
(para rasul) itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan
siksa Kami tidak dapat ditolak dari orang yang berdosa.” (QS. Yusuf [12]: 110).

Dan setiap orang yang menegakkan kebenaran, memerintahkan pada kebaikan,


dan melarang kemungkaran, pasti akan menemui rintangan, dan tidak ada jalan lain
baginya kecuali bersabar, meminta pertolongan kepada Allah K, dan pasrah kepada-Nya.

5. Bersabar ketika berhadapan dengan musuh dan ketika dua pasukan sedang
bertemu. Sabar dalam hal ini merupakan salah satu syarat kemenangan, dan melarikan
diri karena takut dari musuh merupakan dosa yang sangat besar. Karena itu, Allah
mewajibkan kaum muslimin agar tetap berteguh hati.

ٗ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا لَقِيتُمۡ ِف‬


ْ ُ‫َئة فَ ۡٱثبُت‬
٤٥ …‫وا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka
berteguh hatilah.” (QS. Al-Anfal [8]: 45)
Allah memberi peringatan kepada mereka, agar tidak melarikan diri dan mundur.
Dan kesabaran sangat dibutuhkan dalam kondisi tersebut, apalagi jika peperangan
berkecamuk dahsyat dan pasukan tercerai berai, maka tingkat kesabaran harus semakin
dikuatkan.

َّ ٰ ‫وا ِمن ُكمۡ َويَ ۡعلَ َم ٱل‬


١٤٢ َ‫صبِ ِرين‬ ْ ‫وا ۡٱل َجنَّةَ َولَ َّما يَ ۡعلَ ِم ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ ٰ َجهَ ُد‬
ْ ُ‫َأمۡ َح ِس ۡبتُمۡ َأن ت َۡد ُخل‬
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
(QS. Ali Imran [3]: 142).

‫ل ٱنقَلَ ۡبتُمۡ َعلَ ٰ ٓى َأ ۡع ٰقَبِ ُكمۡۚ َو َمن يَنقَلِ ۡب‬x


َ ِ‫ِإيْن َّماتَ َأ ۡو قُت‬xَ‫ ۚ ُل َأف‬x‫ ِه ٱلرُّ ُس‬xِ‫د خَ لَ ۡت ِمن قَ ۡبل‬xۡ َ‫ُول ق‬ ٞ ‫َو َما ُم َح َّم ٌد ِإاَّل َرس‬
١٤٤ َ‫ض َّر ٱهَّلل َ َش ٗۡ‍ٔي ۗا َو َسيَ ۡج ِزي ٱهَّلل ُ ٱل ٰ َّش ِك ِرين‬ُ َ‫َعلَ ٰى َعقِبَ ۡي ِه فَلَن ي‬
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa
berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan
memberi balasan kepada orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran [3]: 144).

Dalam kisah Thalut, Allah telah menunjukkan kepada kita tentang keistimewaan
sekelompok pasukan orang-orang beriman yang masih tersisa dan menjadi orang-orang
pilihan setelah berbagai cobaan yang terus menerus menimpa mereka.
ُ‫س ِمنِّي َو َمن لَّمۡ يَ ۡط َعمۡ هُ فَِإنَّ ۥه‬ َ ‫ب ِم ۡنهُ فَلَ ۡي‬ َ َ‫وت بِ ۡٱل ُجنُو ِد ق‬
َ ‫ال ِإ َّن ٱهَّلل َ ُم ۡبتَلِي ُكم بِنَهَ ٖر فَ َمن َش ِر‬ ُ ُ‫ص َل طَال‬ َ َ‫فَلَ َّما ف‬
ْ ُ‫وا َم َعهۥُ قَال‬
‫وا‬ ْ ‫ٱغت ََرفَ ُغ ۡرفَ ۢةَ بِيَ ِدۦۚ ِه فَ َش ِرب‬
ْ ُ‫ُوا ِم ۡنهُ ِإاَّل قَلِياٗل ِّم ۡنهُمۡۚ فَلَ َّما َجا َو َزهۥُ هُ َو َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬ ۡ ‫ِمنِّ ٓي ِإاَّل َم ِن‬
‫َئة‬ٗ ِ‫ ٍة َغلَبَ ۡت ف‬xَ‫وا ٱهَّلل ِ َكم ِّمن فِ َٖئة قَلِيل‬x ْ xُ‫ال ٱلَّ ِذينَ يَظُنُّونَ َأنَّهُم ُّم ٰلَق‬xَ xَ‫و ِدۦۚ ِه ق‬xxُ‫ الُوتَ َو ُجن‬x‫و َم بِ َج‬xۡ xَ‫ا ۡٱلي‬xxَ‫ةَ لَن‬xَ‫اَل طَاق‬
٢٤٩ َ‫صبِ ِرين‬ َّ ٰ ‫َكثِي َر ۢةَ بِِإ ۡذ ِن ٱهَّلل ۗ ِ َوٱهَّلل ُ َم َع ٱل‬
“Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia berkata, “Allah akan menguji
kamu dengan sebuah sungai. Maka barangsiapa meminum (airnya), dia bukanlah
pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali
menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di
antara mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya
menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan
Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah
berkata, “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin
Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 249).

Pasukan yang tidak sanggup memerangi Jalut adalah pasukan yang tidak menaati
perintah Thalut tatkala mereka meminum air.
Sedangkan pasukan yang tersisa meskipun di antara mereka ada orang-orang yang
lemah tapi dengan kesabaran yang mereka miliki, mereka mampu untuk berperang dan
memperoleh kemenangan.

6. Sabar dalam menuntut ilmu.


Menuntut ilmu adalah aktiftas yang penuh dengan ujian yang berat. Apabila
seorang penuntut ilmu tidak menghiasi dirinya dengan sifat sabar, tentu ia tidak akan
mencapai tujuannya.
Karena itu Khidir berkata kepada Nabi Musa,

٦٨ ‫َصبِ ُر َعلَ ٰى َما لَمۡ تُ ِح ۡط بِ ِهۦ ُخ ۡب ٗرا‬ َ َّ‫ال ِإن‬


َ ‫ك لَن ت َۡست َِطي َع َم ِع َي‬
ۡ ‫ َو َك ۡيفَ ت‬٦٧ ‫ص ۡب ٗرا‬ َ َ‫ق‬
“Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan
bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahfi [18]: 67-68).

Nabi Musa menjawab,

٦٩ ‫ك َأمۡ ٗرا‬ ِ ‫صابِ ٗرا َوٓاَل َأ ۡع‬


َ َ ‫صي ل‬ َ ُ ‫ال َست َِج ُدنِ ٓي ِإن َشٓا َء ٱهَّلل‬
َ َ‫ق‬
“Dia (Musa) berkata, “InsyâAllah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan
aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” (QS. Al-Kahfi [18]: 69).
Dan termasuk sabar dalam menuntut ilmu adalah tidak tergesa-gesa dan gampang
memberikan fatwa sebelum memiliki kapabilitas ilmu yang cukup. Demikian pula
kesabaran seorang guru dalam mendidik murid, mengajarinya, memahamkan mereka
tentang persoalan tertentu, dan usaha menyertai mereka dalam mengulang-ulang ilmu dan
menghafalkannya.

FAKTOR-FAKTOR YANG BISA MEMBENTUK SIFAT SABAR

Apakah sabar merupakan sifat bawaan atau sesuatu yang bisa diusahakan?

Tak sedikit orang yang gelisah ketika ditimpa musibah dan diberi nasihat supaya
bersabar, namun mereka justru menjawab, “Sungguh Allah tidak memberiku karunia sifat sabar
untuk menghadapi musibah ini.” Atau jika dia diperintahkan untuk melaksanakan ibadah
tertentu, ia enggan dan beranggapan bahwa ia tidak bisa bersabar atas itu. Dia meyakini bahwa
sifat sabar adalah sifat bawaan yang diberikan oleh Allah, dan manusia tidak mempunyai
kesanggupan untuk menciptakannya.

Seandainya anggapan di atas dibenarkan, tentu kita semua menjadi orang-orang yang
lemah dan tak berdaya di hadapan nash-nash Al-Qur’an yang memerintahkan untuk bersabar.
Padahal ada hadits Rasulullah N yang mengisyaratkan bahwa sabar adalah sifat yang bisa
diusahakan.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri A, Rasulullah N bersabda, “Barangsiapa yang berusaha


bersabar niscaya Allah akan menjadikanya orang yang sabar.”31 Meskipun tidak dipungkiri
bahwa sebagian orang memiliki tingkat kesabaran yang lebih tinggi dan kuat dari yang lainnya,
tergantung tabiat dan karakter masing-masing.

Sabar adalah amalan hati yang dapat diusahakan setelah keutamaan taufiq dari Allah
dengan banyak usaha, melatih diri, dan bersungguh-sungguh serta meminta pertolongan kepada
Allah dengan melakukan sebab-sebab yang dapat membantu tumbuhnya sifat sabar.

Faktor-faktor yang menumbuhkan sifat sabar:

1. Memahami hakikat kehidupan dunia yang pasti dipenuhi dengan kepayahan dan
penderitaan, dan bahwa Allah menciptakan manusia berada dalam susah payah, butuh
kerja keras menuju Rabbnya dan bahwa mereka pasti akan menemui-Nya. Harus diyakini
bahwa hakikatnya dunia tidak akan luput dari rasa sakit dan derita. Tak ada dunia tanpa
cobaan dan penderitaan.

Abu Al-Hasan At-Tihamy berkata,


31
HR. Bukhari, no. 1469.
Tabiat dunia, tak luput dari kesukaran
Sedangkan kau ingin hidup di dalamnya bersih dari penderitaan dan kesukaran
Orang yang berangan-angan namun bertolak belakang dengan tabiatnya
Ibarat orang yang mencari bara api dalam genangan air32

Siapa yang tidak memahami hakikat ini pasti akan gelisah dengan berbagai
musibah, sedangkan yang memahaminya niscaya akan mendapatkan ketenangan hati
dalam menyikapi berbagai cobaan dan ujian yang menimpanya.

2. Keimanan yang kuat bahwa seluruh yang ada di dunia ini adalah milik Allah K. Ia akan
memberikan nikmat pada hamba-Nya yang Ia kehendaki, dan akan menahannya dari
hamba yang Ia kehendaki.

٥٣ …ِ ۖ ‫َو َما بِ ُكم ِّمن نِّ ۡع َم ٖة فَ ِمنَ ٱهَّلل‬


“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah.” (QS. An-Nahl
[16]: 53).
Maka apabila seseorang terhalang memperoleh sesuatu dan tertimpa suatu ujian,
hendaklah ia mengucapkan, ‘Innâ lillâhi wa Innâ Ilaihi Râji’ûn (Sesungguhnya kami
adalah milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nyalah kami akan kembali).

١٥٦ َ‫ة قَالُ ٓو ْا ِإنَّا هَّلِل ِ َوِإنَّٓا ِإلَ ۡي ِه ٰ َر ِجعُون‬ٞ َ‫صيب‬


ِ ‫صبَ ۡتهُم ُّم‬
َ ٰ ‫ٱلَّ ِذينَ ِإ َذٓا َأ‬
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, Innâ lillâhi
wa Innâ Ilaihi Râji’ûn.” (QS. Al-Baqarah [2]: 156).
Manusia, harta dan keluarga semuanya tidak lain hanyalah milik Allah. Itu semua
adalah pinjaman dari Allah kepada hamba-Nya. Dan yang memberi pinjaman berhak
mengambil pinjaman tersebut sewaktu-waktu sesuai kehendaknya.
Ummu Sulaim X sangat memahami hakikat ini. Suatu saat terjadi peristiwa yang
sangat masyhur antara dia dan Abu Thalhah (suaminya). Di saat anak yang sangat
dicintainya meninggal, Ummu Sulaim berkata kepadanya, “Wahai Abu Thalhah,
bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum yang memberi pinjaman kepada sebuah
keluarga, lalu mereka mengambil kembali pinjaman tersebut, apakah keluarga itu berhak
melarang mereka?” Maka Abu Thalhah menjawab, “Tentu mereka tidak berhak.” Ummu
Sulaim berkata, “Maka berharaplah pahala dari Allah atas kematian anakmu.”33
3. Mengetahui besarnya pahala dan balasan yang akan diperoleh dari sifat sabar.
Allah berfirman,
َ َ‫ ٱلَّ ِذين‬٥٨ َ‫نِ ۡع َم َأ ۡج ُر ۡٱل ٰ َع ِملِين‬
ْ ‫صبَر‬
٥٩ َ‫ُوا َو َعلَ ٰى َربِّ ِهمۡ يَتَ َو َّكلُون‬

32
Tarikh Dimasyqa, (43/223)
33
HR. Muslim, no. 2144.
“Itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. Yaitu
orang-orang yang bersabar dan bertawakkal kepada Rabbnya.” (QS. Al-‘Ankabut [29]:
58-59)
Ibnu Qayyim T mengatakan, “Merenungi balasan yang baik (bagi orang-orang
yang sabar) akan menumbuhkan kesabaran.”34
Dari Jabir A, Rasulullah N bersabda, “Pada hari kiamat, orang-orang yang diberi
kesehatan selama di dunia tatkala mereka melihat pahala yang diberikan kepada orang
yang ditimpa berbagai musibah, mereka berangan-angan seandainya dahulu ketika di
dunia, kulit-kulit mereka terpotong-potong dengan gunting besi.”35
4. Niat bersabar.
Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Barang siapa yang niat bersabar untuk mentaati
Allah, niscaya Allah akan menjadikannya orang yang sabar dan mengokohkan
kesabarannya, dan barang siapa yang niat bersabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah,
maka Allah akan membantu dan menjaganya dari kemaksiatan tersebut.”36
5. Yakin, pasti ada jalan keluar. Karena di balik sebuah kesulitan, ada dua kemudahan yang
Allah berikan sebagai bentuk rahmat dari-Nya.

٦ ‫ ِإ َّن َم َع ۡٱلع ُۡس ِر ي ُۡس ٗرا‬٥ ‫فَِإ َّن َم َع ۡٱلع ُۡس ِر ي ُۡسرًا‬
“Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta
kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah [94]: 5-6).
Allah memberikan pertolongan-Nya sesuai kadar ujian yang berikan kepada
hamba-Nya, dan sekali-kali Dia tidak akan menyelisihi janji-Nya.

ّ ۖ ٞ ‫ٱصبِ ۡر ِإ َّن َو ۡع َد ٱهَّلل ِ َح‬


٦٠ َ‫ق َواَل يَ ۡستَ ِخفَّنَّكَ ٱلَّ ِذينَ اَل يُوقِنُون‬ ۡ َ‫ف‬
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sungguh, janji Allah itu benar dan
sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah)
itu menggelisahkan engkau.” (QS. Ar-Ruum [30]: 60).

Dan cahaya fajar pasti akan menyingsing meski harus melalui malam yang begitu
panjang.

Wahai Derita, lakukan semua yang kau mampu


Karena badai pasti berlalu
Malammu telah memberi tahu
Bahwa sebentar lagi cahaya fajar akan menyapaku”37

34
Madarijus Salikin, (2/167)
35
HR. Tirmidzi, no. 2402, dan hadits tersebut dihasankan oleh Al-Albani.
36
Hilyatul-Auliya’, (6/163)
37
Ruh Al-Ma’ani, (13/79)
Lihatlah kesabaran yang dicontohkan oleh Nabi Ya’qub saat kehilangan Nabi
Yusuf dan dua anaknya. Ya’qub berkata,

٨٣ …‫ر َج ِمي ۖ ٌل‬ٞ ‫ص ۡب‬


َ َ ‫…ف‬
“…Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik...” (QS. Yusuf [12]: 83)
Kesabaran yang tidak ada amarah dan keluh kesah di dalamnya. Sehingga ia pun
berdoa,

٨٣ …‫… َع َسى ٱهَّلل ُ َأن يَ ۡأتِيَنِي بِ ِهمۡ َج ِميع ًۚا‬


“…Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku…” (QS.
Yusuf [12]: 83)
Ia mengadukan kesusahan dan kesedihannya kepada Allah.

ْ ‫…ِإنَّ َمٓا َأ ۡش ُك‬


٨٦ …ِ ‫وا بَثِّي َوح ُۡزنِ ٓي ِإلَى ٱهَّلل‬
“…Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (QS.
Yusuf [12]: 86).
Ya’qub tidak mengeluhkan kesedihannya kepada manusia, dan akhirnya Allah
memberinya kebahagian dan jalan keluar dengan berkumpulnya seluruh anak-anaknya
kembali.

6. Meminta pertolongan kepada Allah, memohon perlindungan-Nya, dan meminta bantuan


dari-Nya dalam bersabar. Allah berfirman,

١٢٧ …ِ ۚ ‫ص ۡبرُكَ ِإاَّل بِٱهَّلل‬


َ ‫ٱصبِ ۡر َو َما‬
ۡ ‫َو‬
“Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan
pertolongan Allah...” (QS. An-Nahl [16]: 127).
Ibnu Katsir berkata, “Ayat ini mengabarkan bahwa sabar tidak bisa didapatkan
kecuali dengan kehendak dan pertolongan dari Allah serta daya dan kekuatan-Nya.38
7. Iman kepada ketetapan dan takdir Allah, termasuk hal yang sangat membantu dalam
kesabaran, dan mengetahui bahwa apa yang telah ditakdirkan oleh Allah pasti akan
terjadi, dan seorang muslim dituntut untuk selalu ridha dengan ketentuan dan takdir yang
tidak akan bisa ia hindari.

‫ٓا ِإ َّن‬xۚ xَ‫ ِل َأن نَّ ۡب َرَأه‬x‫ب ِّمن قَ ۡب‬


ٖ َ‫ ُكمۡ ِإاَّل فِي ِك ٰت‬x ‫ض َواَل فِ ٓي َأنفُ ِس‬
ِ ‫يبَ ٖة فِي ٱَأۡل ۡر‬x ‫ص‬
ِ ‫اب ِمن ُّم‬ َ ‫ص‬ َ ‫َمٓا َأ‬
٢٢ ‫ير‬ ٞ ‫ك َعلَى ٱهَّلل ِ يَ ِس‬َ ِ‫ٰ َذل‬

38
Tafsir Ibnu Katsir, (2/781)
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya.
Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid [57]: 22).
Ia harus tahu bahwa amarah, keluh kesah, kesal dan berat hati, suka mengeluh dan
kerisauan yang ditimbulkan karena suatu musibah tidak akan memberi manfaat
sedikitpun dan tidak bisa mengembalikan sesuatu yang telah hilang. Orang yang cerdas
adalah orang yang sabar ketika ditimpa musibah. Lain halnya dengan orang bodoh yang
mudah stress dan risau, lalu dia sadar bahwa tidak ada jalan lain kecuali dengan bersabar.
Seandainya ia sabar sejak saat pertama ditimpa musibah tentu hal itu akan lebih baik.
8. Memahami bahwa ujian adalah barometer kebaikan seseorang sesuai dengan besar
kecilnya cobaan yang ada.
Dari Sa’ad A, ia berkata, “Aku bertanya, wahai Rasulullah siapakah manusia yang
paling berat cobaannya?” Beliau N menjawab, “Mereka adalah para Nabi lalu orang-
orang yang semisal dengan mereka lalu orang-orang yang semisal dengan mereka.
Seseorang akan diuji sesuai kualitas agamanya. Jika ia memiliki keteguhan yang kuat
dalam agama maka cobaan yang akan ia alami semakin berat, dan apabila orang itu
memiliki keteguhan yang biasa-biasa saja maka ia akan diberi cobaan sesuai dengan
kualitas agamanya. Sekali-kali cobaan tidak akan meninggalkan seorang pun sehingga
ia berjalan di muka bumi ini dengan tidak membawa dosa satupun.”39
9. Mentadabburi kisah-kisah orang yang sabar.
Seperti kisah para nabi terdahulu, yaitu madrasah yang mengajarkan hakikat
kesabaran kepada manusia, karena para nabi sama halnya dengan kita sebagai manusia
sebelum akhirnya diangkat menjadi Nabi.
Nabi Nuh Q bersabar dalam mendakwahi kaumnya selama sembilan ratus lima
puluh tahun. Ia berjihad, berdakwah dan bersabar atas segala bentuk gangguan dan
celaan. Mereka menghinanya dengan sebutan gila dan sesat, namun ia tidak pernah
membalas mereka melainkan dengan kesabaran semata. Mereka mengatakan,

١١٦ َ‫وا لَِئن لَّمۡ تَنتَ ِه ٰيَنُو ُح لَتَ ُكون ََّن ِمنَ ۡٱل َم ۡرجُو ِمين‬
ْ ُ‫قَال‬
“Mereka berkata, “wahai Nuh! Sungguh, jika engkau tidak (mau) berhenti,
niscaya engkau termasuk orang yang dirajam (dilempari batu sampai mati).” (QS. Asy-
Syu’ara [26]: 116)
Meski demikian ia tetap bersabar atas semua itu.
Nabi Ibrahim Q, tatkala ia diberi cobaan yang begitu besar, ia tetap bersabar
dengan penuh keyakinan akan janji Allah. Ketika ia dimasukkan ke dalam api yang
َ ‫َح ْسبِ َي هَّللا ُ َو نِ ْع َم‬
membara, akhir kata yang ia ucapkan adalah, ‫الو ِك ْي ُل‬
“Cukuplah Allah menjadi penolong bagiku, Dan Allah lah sebaik-baik
pelindung).”40
39
HR. Tirmidzi, no. 2398, dan ia berkata, “Hadits ini adalah hadits hasan shahih.”
40
HR. Bukhari, no. 4288
Saat diperintahkan untuk menyembelih anaknya, ia pun bersabar dan benar-benar
berkehendak untuk menyembelihnya. Ia pun mengambil pedang dan menelentangkan
anaknya sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Allah.
Ketika Ia diperintahkan untuk meninggalkan istri dan anaknya di lembah yang
tandus, ia pun bersabar dengan perintah itu, padahal anak yang ditinggal itu (Ismail) baru
saja dilahirkan, setelah bertahun-tahun lamanya, Nabi Ibrahim menunggu agar dikaruniai
seorang anak. Padahal umurnya saat itu sudah memasuki usia tua, sehingga kehadiran
seorang anak sangat dibutuhkan. Namun semua itu tidak menggoyahkan kesabarannya, ia
tetap meninggalkan anak dan istrinya sesuai yang diperintahkan kepadanya. Tatkala
Hajar berkata padanya, “Kemana kamu akan pergi? Apakah kamu akan meninggalkan
kami di lembah tandus yang tidak ada seseorang atau sesuatu pun?” Hajar tetap
mengulangi ucapannya berulang kali, namun Ibrahim tetap tidak menoleh kepadanya.
Lalu Hajar bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan ini?” Ibrahim
menjawab, “Ya!” Hajar berkata, “Kalau begitu, Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.”41
Tatkala Nabi Ibrahim kembali ke Syam, Allah memberinya karunia seorang anak
bernama Ishaq dari rahim istrinya Sarah, lalu dari keturunannya adalah Ya’qub.
Sedangkan Ismail dan ibunya diberi kenikmatan berupa air zam-zam dan limpahan
nikmat lainnya.
Nabi Musa Q, ketika menghadapi ancaman dan gangguan dari kaumnnya sendiri,
serta dari pasukan Fir’aun sebelumnya, ia mendakwahi mereka dengan kesabaran, sabar
dalam mendakwahi Fir’aun dengan segala bentuk ancaman dan gangguan sehingga Allah
membinasakannya, dan sabar dalam mendakwahi Bani Israil dengan berbagai bentuk
cemoohan yang mereka lontarkan.
Karena itu, ketika Nabi N disakiti oleh musuh-musuhnya, beliau ingat terhadap
Nabi Musa, dan berkata, “Semoga Allah merahmati Musa, ia telah disakiti oleh kaumnya
dengan derita yang lebih berat dari pada ini, namun ia tetap bersabar.”42
Nabi Isa Q, yang mendapatkan tuduhan sesat, kemudian mereka mencarinya
untuk dibunuh dan disalib, namun ia bersabar sampai Allah mengangkatnya ke sisi-Nya.
Lihatlah kesabaran Nabi terakhir, Muhammad N, terhadap banyaknya gangguan
dan penindaasan yang beliau alami. Kaum kafir Quraisy mencaci maki dan menghina
beliau. Mulai dengan sebutan gila, penyihir, pendusta, dan pengkhianat. Padahal kita tahu
bahwa cacian yang paling menyakitkan adalah ketika orang yang jujur dituduh sebagai
pendusta, orang yang berakal dituduh gila, orang yang terpercaya dituduh pengkhianat,
dan orang yang beriman dituduh sebagai seorang penyair, penyihir, dan orang gila.
Semua itu bertolak belakang dengan sifat Rasulullah N yang menjadi figur paling
sempurna, paling jujur, dan paling cerdas dari seluruh manusia.
Orang-orang kafir Quraisy menaruh duri-duri untuk menghalangi jalannya,
mengeluarkannya dari kampung halaman, dan membuat rencana untuk membunuhnya.

41
HR. Bukhari, no. 3364
42
HR. Bukhari, no. 3405, dan Muslim, no. 1062
َ ‫ُوا لِي ُۡثبِتُو‬
ۚ ‫ك َأ ۡو يَ ۡقتُلُوكَ َأ ۡو ي ُۡخ ِرج‬
٣٠ … َ‫ُوك‬ َ ِ‫َوِإ ۡذ يَمۡ ُك ُر ب‬
ْ ‫ك ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya
terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu,
atau mengusirmu.” (QS. Al-Anfal [8]: 30).
Mereka membunuh para shahabatnya, dan menyiksa sebagian dari mereka. Bagi
Nabi N, tidak ada yang paling menyakitkan kecuali ketika melihat shahabat-shahabatnya
ditindas dan dibunuh satu persatu di hadapannya.
Suatu saat beliau berjalan melewati Yasir dan Sumayyah yang tengah disiksa, lalu
beliau berkata, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, karena tempat yang dijanjikan Allah
kepada kalian adalah surga.”43
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah bersabar dengan berbagai penderitaan yang
beliau alami dari kelakukan orang-orang munafiq. Di antaranya adalah peristiwa
‘Haditsul Ifki’ (kabar dusta) yang mana istri beliau, ummul mukminin dituduh
melakukan zina.
Beliau bersabar menghadapi tipu daya orang-orang Yahudi yang diam-diam telah
meracuninya, racun itulah yang membuatnya mengalami gejala demam, hingga gejala
tersebut masih beliau rasakan di akhir-akhir hidupnya dan menjadi salah satu penyebab
beliau meninggal dunia.
Rasulullah N bersabar dalam mengemban risalah dan menunaikan amanah
dakwah ini, sampai Allah menjemputnya.
Demikian pula dengan kesabaran para sahabat beliau, seperti Bilal, Sumayyah,
Shuhaib, ‘Ammar bin Yasir, dan Miqdad G. Mereka mengalami berbagai bentuk siksaan
dan derita, namun tetap bersabar terhadap siksaan tersebut.
Lihatlah bagaimana kesabaran Khubaib A, tatkala ia dipenjara, untuk dibunuh dan
disalib. Namun dengan semua kondisi pahit itu ia tetap mengatakan,
Aku tak peduli jika aku dibunuh selama Aku dalam keadaan muslim
Dimanapun itu, nyawaku yang hilang hanya untuk Allah
Kesabaran ini diwarisi oleh generasi setelah beliau, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Urwah bin Az-Zubair adalah salah seorang tabiin yang mulia dan terbaik di antara
mereka. Ia mempunyai seorang anak bernama Muhammad yang memiliki wajah paling
rupawan dari anak-anak lainnya. Suatu saat Muhammad bin Urwah bertamu menghadap
khalifah Al-Walid dengan mengenakan pakaian yang indah. Al-Walid pun
menyanjungnya, “Beginilah harusnya penampilan pemuda-pemuda Quraisy!” Namun ia
lupa untuk mendoakan keberkahan baginya. Akhirnya Muhammad bin Urwah terkena
penyakit ‘ain. Tatkala ia keluar dari kediaman Al-Walid, ia terperosok di kandang kuda,
dan sontak kuda tersebut menendang-nendangnya hingga ia pun meninggal dunia
seketika.

43
HR. Hakim, no. 5666, dan ia berkata, “hadits ini shahih dengan sanad Imam Muslim. Dan beliau berdua tidak
mencantumkan dalam kitabnya, dan inilah yang disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi.”
Setelah itu, Urwah ditimpa penyakit ganas yang menimpa kakinya. Para tabib
yang mengobatinya berkata, “Kaki ini harus diamputasi dan dipotong menggunakan
gergaji sehingga penyakit itu tidak menyebar dan membinasakan organ tubuhnya yang
lain. Lalu mereka pun mulai memotongnya dengan gergaji, ketika gergaji itu sampai di
tulangnya, Urwah bin Zubair membaringkan kepalanya di atas bantal lalu terpingsan. Tak
lama kemudian ia tersadar, terlihat keringat bercucuran di wajahnya dan ia masih terus
melantunkan tahlil, takbir, dan zikir kepada Allah. Setelah selesai, ia pun mengambil
kakinya yang telah diamputasi dan dibolak-balik sambil dilihatnya, lalu berkata, “Demi
Dzat yang menjalankanku denganmu, Sungguh ia pasti tahu bahwa aku tidak pernah
melangkahkanmu kepada hal yang haram, tidak pula pada kemaksiatan, dan tidak pula
kepada hal-hal yang tidak Ia ridhai.”
Kemudian ia memerintahkan supaya kakinya dimandikan, diberi wewangian,
dikafani, dan dikuburkan. Setelah kehilangan seorang anak dan satu kaki, dan setelah
kembali dari perjalanan yang jauh, beliau berkata, “Sungguh, kita telah merasa letih
karena perjalanan ini.”
Tatkala sebelumnya para tabib menawarkan kepadanya, “Maukah kami berikan
minuman yang bisa menghilangkan kesadaranmu sehingga kau tidak merasa sakit saat
diamputasi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya Allah memberiku cobaan ini karena Dia
ingin tahu seberapa besar kesabaranku.”44
Kita lihat pengorbanan Ahmad bin Nashr Al-Khuzâ’i. Beliau termasuk salah satu
ulama besar pada zamannya, sang pembela kebenaran, selalu memerintahkan pada yang
ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Ia tetap teguh di tengah-tengah fitnah Khalqul
Qur’an. Pasukan khalifah membawanya ke kota Samarra dan didudukkan dalam keadaan
terikat. Lalu ia diperintahkan untuk meyakini bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, namun
ia tetap menolaknya, hingga kepalanya dipenggal dan disalib di daerah timur kota
Baghdad.
Ja’far bin Muhammad Ash-Shâigh berkata, “Aku melihat dengan mata kepalaku
sendiri, Ahmad bin Nash Al-Khuzâ’i ketika kepalanya dipenggal, dari lisannya terucap,
“Lâ Ilâha Illallâh.” Dan ini merupakan salah satu karamah yang Allah berikan padanya.
Imam Ahmad berkata, “Ia mengorbankan dirinya untuk berjuang di jalan Allah.”45
Imam Ahmad bin Hanbal sendiri adalah ulama besar yang bersabar dalam
menghadapi fitnah ‘Khalqul Qur’an.’
Suatu saat beliau dan Muhammad bin Nuh dibawa menuju Khalifah Al-Ma’mun.
Namun ditengah perjalanan, Allah menakdirkan Muhammad bin Nuh jatuh sakit. Di
tengah sakitnya tersebut ia menasihati Imam Ahmad agar tetap bersabar, lalu ia pun
meninggal di tengah perjalanan.
Imam Ahmad sendirian dibawa menuju Khalifah dalam kondisi terikat. Sebagian
masyarakat yang ada di situ mendatangi Imam Ahmad seraya memberinya saran agar
bertaqiyah dengan dalil-dalil dari hadits-hadits yang mereka sebutkan, dan bahwasanya
44
Sifatu Ash-Shafwah, (2/87)
45
Tarikh Baghdad, (5/177).
seseorang diperbolehkan bertaqiyah ketika dalam kondisi mencekam hingga ancaman itu
berlalu.
Namun Imam Ahmad enggan menuruti mereka seraya menjawab, “Lalu kalian
akan bawa kemana hadits dari shahabat Khabbab?” Yang ia maksud adalah hadits
Khabbab bin Al-Arat, yang pernah berkata, “Kami pernah mengeluh kepada Rasulullah
N, ‘(Wahai Rasul) Apakah engkau tidak memohonkan pertolongan untuk kami? Apakah
engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kami? Rasulullah N menjawab,
“Sungguh ada seorang laki-laki dari umat sebelum kalian, digalikan untuknya
sebuah lubang, lantas ia diletakkan di dalamnya. Lalu diambillah sebuah gergaji dan
diletakkan di atas kepalanya, kemudian ia dibelah menjadi dua bagian, namun hal itu
tidak menghalanginya dari agamanya. Lalu ia disisir dengan sisir besi di bagian tulang
dan urat yang ada dalam dagingnya, namun semua itu tidak menghalanginya dari
agamanya.”46 Akhirnya mereka putus asa dan membiarkannya.
Sebelum bertemu Khalifah, Imam Ahmad berdoa, “Ya Allah, sekali-kali jangan
Engkau pertemukan aku dengan wajah Al-Makmun.” Dan ternyata benar, Al-Makmun
meninggal sebelum Imam Ahmad sampai di hadapannya.
Lantas dipilihlah Khalifah setelahnya, namun ideologi Khalqul Qur’an masih
tetap terwarisi. Orang-orang yang ada disitu menasihati Imam Ahmad, “Wahai Ahmad,
demi Allah! Ingatlah nyawamu! Khalifah yang sekarang tidak akan lagi membunuhmu
dengan pedang, namun akan membunuhmu dengan pukulan demi pukulan hingga kau
mati.” Namun Imam Ahmad tetap enggan untuk menuruti mereka.
Khalifah bertanya kepada Imam Ahmad, “Apakah engkau mengenal Shalih Ar-
Rasyidi?” Ia menjawab, ‘Saya pernah mendengar namanya.’ Khalifah berkata, “Dahulu
dia adalah guruku, lantas aku bertanya kepadanya tentang Al-Qur’an (adalah makhluk
atau tidak), tapi pendapatnya menyelisihiku. Lalu aku memerintahkan agar dia disiksa,
diinjak-injak dan diseret hingga mati.”
Selang beberapa waktu, Imam Ahmad pun diborgol. Para algojo yang bertugas
untuk mencambuk berdatangan dan setiap dari mereka bergiliran mencambuk Imam
Ahmad dengan dua kali cambukan. Khalifah berkata kepada algojo itu, “Pukul dengan
kuat! Semoga Allah memotong kedua tanganmu!” Mereka terus bergantian
mencambuknya agar ia merasakan pedihnya siksaan itu. Kamudian Khalifah berkata,
“Kenapa kau mengorbankan dirimu sendiri, sungguh aku sangat kasihan terhadapmu.”
Algojo yang berdiri di samping Imam Ahmad mendesaknya dengan menghunuskan
pedang. Khalifah kembali bertanya, “Celakalah kau wahai Ahmad! kau tidak mau
menjawab pertanyaanku! Cepat jawab alasan apa yang akan kau jadikan argumen hingga
aku bisa membebaskanmu!
Imam Ahmad menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, tunjukkan aku satu dalil saja
dari kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang membenarkan ideologimu.”

46
HR. Bukhari, no. 3612.
Lantas para Algojo kembali berdatangan dan memukulinya lagi, dan demikian
seterusnya hingga Imam Ahmad pingsan. Saat ia sadar ia melihat rantai borgol masih ada
di tangannya. Salah satu Algojo berkata padanya, “Kami telah menyungkurkan wajahmu,
menjadikanmu sebagai alas, dan kami injak-injak tubuhmu!”. Ia berkata, “Aku tidak
merasakan semua itu.”
Kemudian dia dipenjara selama dua puluh delapan bulan lamanya, baru setelah itu
ia dibebaskan.
Salah seorang salaf berkata tentang Imam Ahmad, “Dia adalah laki-laki yang
tidak memperdulikan nyawanya demi dakwah di jalan Allah, sehingga ia korbankan
dirinya sendiri sebagaimana Bilal tidak memperdulikan nyawanya ketika disiksa.
Seandainya bukan karena jasa Imam Ahmad, maka Islam akan musnah.”47
Kisah kesabaran dari tokoh-tokoh besar di atas akan membantu menumbuhkan
kesabaran, ketabahan, dan menghilangkan rasa sesak di hati seseorang manakala ia selalu
mengingatnya saat tertimpa cobaan dan ujian yang berat.

PENGHALANG TUMBUHNYA SIFAT SABAR

Setiap jenis amal kebaikan pasti memiliki penghalang-penghalang yang akan merintangi
dan menghalangi seorang mukmin untuk mewujudkan kebaikan tersebut dari segala sisi.
Demikian pula untuk memperoleh sifat sabar, ada penghalang-penghalang yang dapat
menghambat tumbuhnya sifat tersebut, di antaranya adalah;

1. Tergesa-gesa.
Pada dasarnya, manusia memiliki karakter dan watak tergesa-gesa, karena Allah
menciptakan mereka dengan sifat tersebut.

٣٧ …‫ق ٱِإۡل ن ٰ َس ُن ِم ۡن َع َج ٖۚل‬


َ ِ‫ُخل‬
.Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa.” (QS. Al-Anbiya [21]: 37)“
Maka hendaknya seseorang tidak tergesa-gesa dan terus bersabar hingga berhasil
mencapai suatu tujuan meskipun setelah penantian yang begitu panjang. Allah
memerintahkan Nabi-Nya untuk bersabar dan tidak tergesa-gesa sebagaimana yang
dilakukan oleh Ulul Azmi dari Nabi-Nabi sebelumnya.

٣٥ … ۚۡ‫وا ۡٱل َع ۡز ِم ِمنَ ٱلرُّ س ُِل َواَل ت َۡست َۡع ِجل لَّهُم‬
ْ ُ‫صبَ َر ُأوْ ل‬
َ ‫ٱصبِ ۡر َك َما‬
ۡ َ‫ف‬

47
Hilyatul Auliya, (9/171-203)
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul
yang memiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan
untuk mereka.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 35).
Faktanya, tak sedikit pergerakan-pergerakan dakwah yang menuai kegagalan
lantaran orang-orangnya tergesa-gesa untuk memetik buah sebelum matang.

2. Marah
Marah merupakan penghalang tumbuhnya sifat sabar. Allah K telah
memperingatkan Nabi-Nya untuk menjauhi sifat tersebut dengan firman-Nya,

ٞ ُ‫ت ِإ ۡذ نَاد َٰى َوهُ َو َم ۡكظ‬


٤٨ ‫وم‬ ِ ‫ب ۡٱلحُو‬ َ ِّ‫ٱصبِ ۡر لِح ُۡك ِم َرب‬
َ ‫ك َواَل تَ ُكن َك‬
ِ ‫صا ِح‬ ۡ َ‫ف‬
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan
janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan ketika dia
berdoa dengan hati sedih.” (QS. Al-Qalam [68]: 48).

3. Putus Asa
Putus asa adalah salah satu faktor terbesar yang menghalangi seseorang untuk
sabar. Karena itulah, Ya’qub memperingatkan anak-anaknya agar tidak berputus asa,

٨٧ …ِ ۖ ‫ح ٱهَّلل‬ ْ ‫ُوا ِمن يُوسُفَ َوَأ ِخي ِه َواَل تَاْۡ‍َٔيس‬ ْ ‫ي ۡٱذهَب‬


ْ ‫ُوا فَتَ َح َّسس‬ َّ ِ‫ٰيَبَن‬
ِ ‫ُوا ِمن ر َّۡو‬
“Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (QS. Yusuf [12]: 87).
Sabar akan menambah cahaya harapan yang mampu memadamkan rasa keputus-
asaan. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang bersabar di jalan-Nya, dan pasti
memberikan jalan keluar bagi setiap masalah yang ada meskipun setelah penantian
panjang.

PENUTUP

Nabi N telah mengajarkan kepada kita, bahwa sabar merupakan senjata untuk
menghadapi zaman yang penuh dengan krisis dan peristiwa-peristiwa yang berat.

Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani A, dari Rasulullah N bersabda, “Sungguh, di zaman


setelah kalian nanti ada hari-hari yang penuh dengan kesabaran, sabar pada hari itu seperti
memegang bara api, dan pahala orang yang berpegang teguh menjalankan syariat Islam pada
hari itu seperti pahala lima puluh orang dari kalian.”48

48
HR. Abu Dawud, no. 4341. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi.
Yang dimaksud dengan ‘hari-hari yang penuh dengan kesabaran’ adalah hari-hari yang
penuh dengan cobaan dalam agama, hari itu syahwat merajalela, dan perkara-perkara syubhat
banyak dibenarkan.

Sabar pada hari itu seperti memegang bara api. Dan orang yang sabar pada hari itu adalah
orang yang sabar dalam menjalankan agamanya, tidak tergoyahkan dengan syubhat, tidak pula
tunduk kepada syahwat, dan tidak lemah keteguhannya dalam beragama meskipun disiksa
dengan berbagai jenis siksaan. Rasulullah N menyebutnya dengan hari-hari kesabaran karena
yang dibutuhkan saat itu hanya kesabaran, dan tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim
kecuali bersabar.

“Inilah zaman kesabaran

Maka tutuplah pandanganmu dari segala keburukan

Demi Allah, bersabarlah

Dan berpegang teguhlah dengan sifat lembut dan santun”49

Para salafusshalih dahulu sangat paham akan hal ini, sehingga mereka menasihati kita
agar bersiap-siap untuk bersabar.

Hudzaifah A berkata, “Biasakanlah bersikap sabar, karena suatu saat nanti akan datang
cobaan kepada kalian.”50

Abu Darda’ A berkata, “Barangsiapa yang tidak terbiasa sabar dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang mencekam, niscaya ia akan lemah (dalam menghadapi segala hal).”51

“Kita melatih diri kita untuk bersabar

Dan ridha terhadap ketetapan Allah itulah yang paling utama.”52

“Teguhlah dengan kesabaranmu di bawah panji-panji petunjuk

Karena sabar adalah bekall terbaik bagi manusia.”53

Orang-orang shalih dari umat-umat terdahulu selalu menasihati anak-anak mereka


dengan kesabaran, sebagaimana Lukman Al-Hakim berwasiat kepada anaknya supaya bersabar
terhadap segala rintangan yang menimpa di jalan Allah.

49
Nasyrathi At-Ta’rif, hal. 87.
50
Syu’abul Iman, no. 9720, dan Sunan Al-Waridah fil-Fitan, no. 17
51
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, no. 34596.
52
Tabyinu Kadzbi Al-Muftari, hal. 291.
53
Nuniyah Al-Qahtani, hal. 39.
َ xِ‫ك ِإ َّن ٰ َذل‬
‫ك ِم ۡن‬ َ ۖ َ‫اب‬x‫ص‬
َ ‫ٓا َأ‬xx‫بِ ۡر َعلَ ٰى َم‬x‫ٱص‬ ۡ ِ ‫ َو ۡأ ُم ۡر بِ ۡٱل َم ۡعر‬xَ‫صلَ ٰوة‬
ِ x‫ُوف َو ۡٱنهَ ع َِن ٱل ُمن َك‬
ۡ ‫ر َو‬x َّ ‫ي َأقِ ِم ٱل‬َّ َ‫ٰيَبُن‬
‫ُأۡل‬
١٧ ‫ور‬ ِ ‫ع َۡز ِم ٱ ُم‬
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman [31]: 17).

Hari ini, kita dihadapkan dengan gangguan dari musuh-musuh Islam yang semakin besar,
orang-orang yang beriman dan bertakwa semakin melemah, kemaksiatan dan orang-orang zindiq
semakin merajalela, tersebarnya kerusakan moral melalui internet dan channel-channel media.
Kondisi ini mengharuskan kita untuk bersabar dalam ketaatan dan menghindari kemaksiatan,
serta bersabar atas musibah-musibah dan ketetapan Allah.

Maka dari itu, wahai orang-orang yang lemah mentalnya, perjalanan ini masih sangat
panjang, di jalan inilah Nabi Adam telah berpayah-payah, Nuh telah bersungguh-sungguh,
Ibrahim dilemparkan ke dalam kobaran api, hingga Ismail hendak disembelih, Zakariya dibelah
dengan gergaji, Yahya mati terbunuh, Ayyub menghadapi penyakit yang pedih, Dawud
menangis dengan tangisan yang dahsyat, Nabi Muhammad dituduh sebagai penyihir dan orang
gila, gigi gerahamnya pecah, kepala dan wajah beliau terluka, Umar bin Al-Khattab ditikam, lalu
Ibnu Musayyib dan Malik disiksa. Maka tidak ada jalan lain kecuali dengan bersabar.

Jika sabar terasa berat bagimu, maka ketahuilah bahwa konsekwensi dari hilangnya
kesabaran akan lebih berat lagi, karena bersabar dari hal-hal yang diharamkan Allah lebih mudah
dari pada sabar merasakan pedihnya azab neraka, dan sabar dalam mentaati Allah lebih baik dari
pada sabar dalam belenggu-belenggu musibah.

Sebaik-baik kedudukan adalah kedudukan sabar, sebaik-baik akhlak adalah sabar, dan
sebaik-baik orang adalah orang yang sabar.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mampu membuka pintu


kesabaran, menyumbat parit amarah, kuat dan tabah atas beratnya siksaan, dan selamat dari
jurang hawa nafsu.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk para pemegang panji-panji hidayah, penempuh jalan
ikhlas dan yakin, yang terbuka bagi mereka jalan-jalan menuju Surga.

Segala puji hanya milik Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi
kita, Muhammad, kelurga, dan para sahabat beliau. (Muhammad Shalih Al-Munajjid)

DAFTAR ISI

Muqaddimah

Definisi Sabar
Tingkatan-Tingkatan Sabar

Hukum Sabar

Macam-Macam Sabar Ditinjau Dari Kondisi Diri

Waktu Sabar

Hakikat Sabar

Buah-Buah Dari Sifat Sabar

Ruang Lingkup Sabar

Faktor-Faktor Yang Membantu Tumbuhnya Sifat Sabar

Faktor-Faktor Penghalang Tumbuhnya Sifat Sabar

Penutup

Test Pemahaman

Daftar Isi

Anda mungkin juga menyukai