Anda di halaman 1dari 5

Khutbah I

  ‫ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬،‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم اَأْلتَ َّما ِن اَأْل ْك َماَل ِن‬ َّ ‫ َوال‬،‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ ْال َموْ جُوْ ِد َأزَ اًل َوَأبَدًا بِاَل َم َكا ٍن‬
َ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْيك‬،‫صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬، َ‫َسيِّ ِد َولَ ِد َع ْدنَان‬
ِ ْ‫ فَِإنِّي ُأو‬،‫ َأ َّما بَ ْع ُد‬.ُ‫ي بَ ْع َده‬
ِ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللا‬ َّ ِ‫ اَل نَب‬،ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬،ُ‫لَه‬
)٢٤ :‫ار (الرعد‬ َ ‫ َسلَ ٰـ ٌم َعلَ ْي ُكم بِ َما‬:‫ ْال َعلِ ِّي ْالقَ ِدي ِْر ْالقَاِئ ِل فِ ْي ُمحْ َك ِم ِكتَابِ ِه‬ 
ِ ‫صبَرْ تُ ْم فَنِ ْع َم ُع ْقبَ ٰى ال َّد‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada
kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha
meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh
yang diharamkan.

  Kaum Muslimin yang berbahagia, Sabar adalah adat kebiasaan para nabi dan
rasul. Sabar adalah permata yang menghiasi kehidupan para wali. Sabar adalah
mutiara bagi orang-orang shalih. Sabar adalah cahaya penerang bagi siapa pun
yang menapaki jalan menuju kebahagiaan abadi di akhirat.   Menurut Imam al-
Ghazali, kata sabar dan berbagai kata turunannya disebutkan di lebih dari tujuh
puluh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala:

  )٩٦ :‫صبَرُوا َأجْ َرهُ ْم بَِأحْ َس ِن َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُونَ (النحل‬


َ َ‫َولَنَجْ ِزيَ َّن الَّ ِذين‬
Maknanya: “... Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS an-Nahl:
96).

  Juga firman Allah ta’ala:

  )٢٤ ِ ‫صبَرْ تُ ْم فَنِ ْع َم ُع ْقبَ ٰى ال َّد‬


:‫ار (الرعد‬ َ ‫ َسلَ ٰـ ٌم َعلَ ْي ُكم بِ َما‬ 
Maknanya: “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu. Maka alangkah
nikmatnya tempat kesudahan itu” (QS ar-Ra’d: 24).  

Hadirin rahimakumullah, Seseorang yang memiliki sifat sabar bukan berarti ia


pengecut, putus asa dan lemah dalam berucap, bertindak, dan mengambil
keputusan. Sabar hakikatnya adalah menahan diri dan memaksanya untuk
menanggung sesuatu yang tidak disukainya, dan berpisah dengan sesuatu yang
disenanginya. Sabar yang merupakan salah satu kewajiban hati ada tiga macam,
yaitu:   Pertama, sabar dalam menjalankan ketaatan yang Allah wajibkan.  
Pada pagi hari yang suhu udarannya sangat dingin, misalkan, kita harus sabar
dalam melaksanakan perintah Allah. Kita paksa diri kita untuk menahan dinginnya
udara guna mengambil air wudhu. Pada pagi hari juga, saat tidur adalah sesuatu
yang disenangi nafsu kita, kita tahan keinginan nafsu itu, dan kita paksa diri kita
untuk menjalankan ibadah shalat Shubuh. Kita lakukan itu semua semata-mata
mengharap ridha Allah ta’ala. Inilah yang disebut dengan sabar dalam menjalankan
ketaatan yang diwajibkan oleh Allah ta’ala.  

Kedua, sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala yang Allah
haramkan.   Nafsu manusia pada umumnya menyenangi hal-hal yang dilarang oleh
Allah. Barangsiapa yang menjauhkan dirinya dari kemaksiatan dengan niat
memenuhi perintah Allah, maka pahalanya sangat agung. Para ulama mengatakan
bahwa meninggalkan satu kemaksiatan lebih utama daripada melakukan seribu
kesunnahan.

Karena meninggalkan kemaksiatan hukumnya wajib. Sedangkan melakukan


kesunnahan hukumnya sunnah. Tentu yang wajib lebih utama daripada yang
sunnah. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa barangsiapa yang menjaga
pandangan matanya dari aurat-aurat perempuan yang tidak halal baginya, maka
pahalanya lebih besar daripada melakukan seribu rakaat shalat sunnah. Hal itu
dikarenakan sabar dalam meninggalkan perkara haram menuntut perjuangan yang
luar biasa berat. Yaitu perjuangan melawan setan yang selalu menghiasi
kemaksiatan seakan-akan ia adalah sesuatu yang sangat indah dan mempesona.
Dan perjuangan melawan hawa nafsu yang seringkali mengajak manusia
tenggelam dalam dosa dan keburukan.   Ketiga, sabar dalam menghadapi musibah
yang menimpa.  

Musibah jika dihadapi dengan sabar akan meninggikan derajat atau menghapus
dosa. Musibah banyak macamnya. Perlakukan buruk orang lain pada kita adalah
musibah. Begitu juga penyakit yang kita derita, kemiskinan, kecelakaan,
kemalingan, kehilangan harta benda, kebakaran, dan lain sebagainya.   Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  ‫ب َواَل هَ ٍّم َواَل َحزَ ٍن َواَل َأ ًذى َواَل َغ ٍّم َحتَّى ال َّشوْ َكة‬ َ ‫ب َواَل َو‬
ٍ ‫ص‬ ٍ ‫ص‬ َ َ‫ُصيْبُ ْال ُم ْسلِ َم ِم ْن ن‬ ِ ‫َما ي‬
ِ َ‫(ر َواهُ ْالبُخ‬
) ُّ‫اري‬ َ ُ‫ ِإاَّل َكفَّ َر هللاُ بِهَا ِم ْن خَ طَايَاه‬،‫ يُ َشا ُكهَا‬ 
Maknanya: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa keletihan dan penyakit,
kekhawatiran dan kesedihan, gangguan dan kesusahan, bahkan duri yang
melukainya, melainkan dengan sebab itu semua Allah akan menghapus dosa-
dosanya.” (HR al-Bukhari).

  Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫(ر َواهُ ْالبُ َخ‬


  ) ُّ‫اري‬ َ ُ‫ُصبْ ِم ْنه‬
ِ ‫ َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخ ْيرًا ي‬ 
Maknanya: “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah
akan menimpakan musibah kepadanya” (HR al-Bukhari).

  Jadi orang yang dikehendaki baik oleh Allah, ia akan ditimpa musibah dan diberi
kekuatan oleh Allah untuk bersikap sabar dalam menanggung dan menghadapi
musibah yang menimpanya.   Sabar dalam menghadapi musibah artinya musibah
yang menimpa tidak menjadikan seseorang melakukan sesuatu yang dilarang dan
diharamkan oleh Allah.

Seseorang yang ditimpa kemiskinan, misalkan, jika kemiskinan yang menimpanya


tidak menyebabkannya mencari harta dengan jalan mencuri, merampok, korupsi
dan perbuatan-perbuatan lain yang diharamkan oleh Allah, maka artinya ia telah
bersikap sabar dalam menghadapi musibah kemiskinan yang menimpanya.  

Musibah yang menimpa, terkadang tidak hanya menyebabkan seseorang


melakukan perbuatan haram. Bahkan lebih dari itu, terkadang menjadikannya
melakukan atau mengucapkan perkataan yang menjerumuskannya pada
kekufuran. Seperti orang yang ketika anggota keluarganya meninggal dunia, ia
mengatakan bahwa Allah zalim, Allah tidak adil, Allah bukan tuhan yang berhak
disembah, dan perkataan lain yang membatalkan keislaman dan keimanannya.
Na’udzu billah min dzalik. Hal yang demikian wajib kita hindari.

  Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Seseorang yang memahami ilmu agama dengan baik dan memegang teguh ajaran
Islam sebagaimana mestinya, maka musibah yang menimpanya tidak akan
menambahkan kepadanya kecuali sikap sabar dan peningkatan ibadah kepada
Allah. Bahkan para wali Allah, kegembiraan mereka atas bala’ dan musibah yang
menimpa mereka lebih besar daripada kegembiraan mereka atas kelapangan
hidup dan keluasan rezeki yang dianugerahkan kepada mereka. Oleh karena itu,
sebagian kaum sufi mengatakan:

  َ‫ت َأ ْعيَا ُد ْال ُم ِر ْي ِد ْين‬


ِ ‫ ُورُوْ ُد ْالفَاقَا‬ 
“Datangnya berbagai musibah adalah hari raya bagi para pencari kebahagiaan di
akhirat.”

  Mereka menganggap bahwa musibah yang menimpa adalah hari raya bagi
mereka. Dengan itu, musibah akan meningkatkan ketaatan dan ibadah mereka
kepada Allah ta’ala.   Hadirin rahimakumullah, Suatu ketika, datang seorang
perempuan ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tujuan agar
beliau berkenan memperistri putrinya. Perempuan itu memuji putrinya di hadapan
beliau dengan mengatakan bahwa putrinya sangat cantik jelita dan memiliki
kesehatan yang sempurna. Bahkan sakit kepala pun tidak pernah ia rasakan.
Rasulullah lantas menjawab:

  ‫اجةَ لِي فِ ْيهَا‬


َ ‫ اَل َح‬ 
“Saya tidak membutuhkannya, saya tidak mau menikahinya.”

  Kenapa Rasulullah menolak tawaran itu? Karena beliau mengetahui bahwa


seseorang yang berlimpah kesenangan di dunia dan tidak pernah ditimpa musibah,
maka ia adalah orang yang sedikit kebaikannya di akhirat. Seseorang yang Allah
kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan menimpakan pada dirinya
berbagai musibah di dunia.   Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:  

‫ب ِد ْينِ ِه ( َر َواهُ التِّرْ ِم ِذيُّ َوَأحْ َم ُد‬


ِ ‫ يُ ْبتَلَى ال َّر ُج ُل َعلَى َح َس‬،ُ‫اس بَاَل ًء اَأل ْنبِيَا ُء ثُ َّم اَأْل ْمثَ ُل فَاَأْل ْمثَل‬
ِ َّ‫َأ َش ُّد الن‬
)‫ َو َغ ْي ُرهُ َما‬ 
Maknanya: “Manusia yang paling berat ujian dan musibahnya adalah para nabi,
kemudian orang-orang yang di bawah derajat mereka, kemudian orang-orang yang
di bawah derajat mereka. Seseorang diuji berdasarkan sekuat apa ia pegangteguh
agamanya” (HR at-Tirmidzi, Ahmad dan lainnya)

    Diceritakan bahwa ada seorang yang shalih, kedua tangannya terpotong, kedua
kakinya terpotong dan kedua matanya buta. Ia juga terjangkit suatu penyakit yang
menggerogoti beberapa anggota tubuhnya. Anggota-anggota tubuhnya yang
terkena penyakit itu menjadi menghitam lalu berjatuhan dan berguguran. Tidak
ada satu pun yang mau merawatnya. Ia dibuang di jalanan. Banyak serangga yang
mengerubungi kepalanya dan menggigitnya. Namun apa daya. Ia tidak punya
tangan untuk menjauhkan dirinya dari serangga-serangga itu. Ia juga tidak punya
kaki untuk bergerak dan berpindah dari tempat duduknya. Suatu ketika, beberapa
‫‪orang melewatinya. Ketika melihat orang shalih tersebut, mereka mengatakan:‬‬
‫‪Subhanallah, alangkah tabah dan sabarnya laki-laki ini. Mendengar perkataan‬‬
‫‪mereka, orang shalih itu kemudian mengatakan:‬‬

‫‪ ‬‬ ‫صبَبْتَ َعلَ َّ‬


‫ي‬ ‫اشعًا َولِ َسانِي َذا ِكرًا َوبَ َدنِي َعلَى ْالبَاَل ِء َ‬
‫صابِرًا‪ِ ،‬إلَ ِهي لَوْ َ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذي َج َع َل قَ ْلبِ ْي َخ ِ‬
‫ت فِ ْيكَ ِإاَّل ُحبًّا‬ ‫صبًّا‪َ ،‬ما ْ‬
‫از َد ْد ُ‬ ‫‪ْ  ‬البَاَل ِء َ‬
‫‪“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan hatiku khusyu’, lisanku berdzikir, dan‬‬
‫‪badanku bersabar atas musibah. Ya Tuhanku, seandainya Engkau menimpakan‬‬
‫‪kepadaku musibah seberat apa pun, tidaklah aku bertambah kepada-Mu kecuali‬‬
‫”‪rasa cinta.‬‬

‫‪  Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada siang hari‬‬
‫‪yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita‬‬
‫‪semua. Amin.‬‬

‫‪َ.  ‬أقُوْ ُل قَوْ لِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم‪ ،‬فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ‪ِ ،‬إنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم ‪ ‬‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫ْ‬
‫ال َوفَا‪  .‬‬ ‫صلِّ ْي َوُأ َسلِّ ُم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ْال ُمصْ طَفَى‪َ ،‬و َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأ ْه ِل‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َو َكفَى‪َ ،‬وُأ َ‬
‫‪َ.        ‬أ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْيكَ لَهُ‪َ ،‬وَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ‬
‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ ْال َعلِ ِّي ْال َع ِظي ِْم َوا ْعلَ ُموْ ا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بَِأ ْم ٍر‬ ‫َأ َّما بَ ْع ُد‪ ،‬فَيَا َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ‪ُ ،‬أوْ ِ‬
‫صلُّونَ َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا‬ ‫ال‪ِ :‬إ َّن هَّللا َ َو َماَل ِئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم َعلَى نَبِيِّ ِه ْال َك ِري ِْم فَقَ َ‬ ‫َظي ٍْم‪َ ،‬أ َم َر ُك ْم بِال َّ‬ ‫ع ِ‬
‫ٰ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ ‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‪ ،‬اَللّهُ َّم َ‬ ‫َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َ‬
‫آل َسيِّ ِدنَا‬ ‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوبَ ِ‬ ‫صلَّيْتَ َعلَى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ‬ ‫َك َما َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَ ٰللّهُ َّم‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ ،‬فِ ْي ْال َعالَ ِم ْينَ ِإنَّ َ‬‫ار ْكتَ َعلَى َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ‬ ‫ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َ‬
‫ت‪ ،‬اللهم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَاَل َء‬ ‫ت اَأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأْل ْم َوا ِ‬ ‫وال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬‫ت ْ‬ ‫ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫َو ْالغَاَل َء َو ْال َوبَا َء َو ْالفَحْ َشا َء َو ْال ُم ْن َك َر َو ْالبَ ْغ َي َوال ُّسيُوْ فَ ْال ُم ْختَلِفَةَ َوال َّشدَاِئ َد َو ْال ِم َحنَ ‪َ ،‬ما ظَهَ َر ِم ْنهَا‬
‫هللا‪َّ ،‬‬
‫إن‬ ‫ك َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر ِعبَا َد ِ‬ ‫َان ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عَا َّمةً‪ِ ،‬إنَّ َ‬ ‫صةً َو ِم ْن ب ُْلد ِ‬ ‫َو َما بَطَنَ ‪ِ ،‬م ْن بَلَ ِدنَا هَ َذا خَ ا َّ‬
‫ان َوِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى ويَ ْنهَى َع ِن الفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوالبَ ْغ ِي‪ ،‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس ِ‬
‫‪.‬تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪ .‬فَاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬

‫‪Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-macam-sabar-pX5w3‬‬

Anda mungkin juga menyukai