Anda di halaman 1dari 6

TUGAS AGAMA

KHUTBAH

DISUSUN OLEH:
DIANA SAFITRI R

SMA NEGERI 1 JONGGAT


Jalan Raya Ubung, Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah, NTB
KEWAJIBAN MENUNAIKAN AMANAH.

KHUTBAH PERTAMA
‫ي لَ ْواَل 􀈧ا ْل َح ْم ُد اِل نْ 􀈢 ل ِه ا 􀈢 ل ِذي َهدَانَا لِ َه َذا‬ ُ ‫􀈤 ق َونُودُوا 􀈧 َهدَانَا االنْ تِ ْل ُك ُم 􀈢 َو َما ُكلهُ لَقَ ْد َجا َءتْ ُر‬
َ ‫س ُل 􀈢 نا لِنَ ْهتَ ِد‬
‫ا ْل َجتَ ْع َملُونَ 􀈢 نةُ 􀈩 َراو ِر ْثتُ ُموهَا ِب َما ُك ْنتُ ْم 􀈤 بنَابِا ْل َح‬
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah ini kami berwasiat pada diri kami pribadi dan seluruh hadirin untuk
bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu agar kita menjaga dan membentengi diri
dari kemarahan serta siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal ini adalah dengan
menjalankan perintahperintah- Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi segala
larangan-
Nya. Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Di antara bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah dengan menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya. Baik amanah
yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti shalat,
berwudhu, membayar zakat dan yang lainnya, maupun yang berkaitan dengan kewajiban
kepada sesama manusia. Sehingga seseorang perlu memahami bahwa amanah itu sangat luas
cakupannya. Dan amanah yang diemban oleh setiap orang tidak selalu sama dengan yang
lainnya. Namun, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala nanti atas pelaksanaan amanah yang dipikulnya. Hadirin
rahimakumullah, Perlu diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah
perkara yang bisa dilakukan semudah membalik tangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjelaskan tentang beratnya amanah di dalam firman-Nya,
‫ضنَا ْا 􀈧 ال َمانَةَ َعلَى‬ ْ ‫ض َوا ْل ِجبَا ِل 􀈬ا 􀈢 نا َع َر‬ ِ ‫الر‬ ْ 􀈧 ‫ت َو ْا‬ ِ ‫شفَ ْقنَ 􀈢 س َما َوا‬ ْ ‫فَ 􀈧 ابَيْنَ 􀈧 ان يَ ْح ِم ْلنَ َها َو 􀈧 ال ا‬
‫سانُ 􀈬ا 􀈢ن ُه‬ َ ‫الن‬ 􀈬 ً ‫ال‬‫و‬ ‫ه‬ ‫ج‬
ُ َ ً ‫ا‬ ‫م‬ ‫و‬ُ ‫ل‬َ ‫ظ‬ َ‫ان‬ َ
‫ك‬ ْ
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ه‬ َ ‫ل‬‫م‬ ‫ح‬ ‫و‬
َ َ َ َ َ ِ ‫ا‬‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
“Sesungguhnya, Kami telah menawarkan amanah (yaitu menjalankan perintahperintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan seluruh larangan-Nya) kepada seluruh langit dan
bumi serta gunung-gunung. Maka, semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu banyak berbuat dzalim dan amat bodoh.” (Al- Ahzab: 72)
Di dalam ayat tersebut kita mengetahui, bahwa makhluk-makhluk Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang sangat besar tidak bersedia menerima amanah yang ditawarkan kepada mereka.
Yaitu amanah yang berupa menjalankan syariat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan
melalui utusan-Nya. Mereka enggan untuk menerima amanah tersebut bukan karena ingin
menyelisihi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan pula karena mereka tidak berharap balasan
Allah l yang sangat besar dengan menjalankan amanah tersebut. Akan tetapi, mereka
menyadari betapa beratnya memikul amanah. Sehingga, mereka khawatir akan menyelisihi
amanah tersebut yang berakibat akan terkena siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat
pedih. Hanya saja, manusia dengan berbagai kelemahannya, memilih untuk menerima
amanah tersebut. Sehingga kemudian terbagilah manusia menjadi tiga kelompok. Kelompok
yang pertama adalah orang–
orang yang menampakkan dirinya seolah olah menjalankan amanah. Yaitu dengan
menampakkan keimanannya namun sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka itulah yang
orang–orang munafik. Kelompok kedua adalah orang-orang yang dengan terang-terangan
menyelisihi amanah tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik secara lahir maupun
batin. Mereka adalah orang-orang kafir dan musyrikin. Sedangkan kelompok ketiga adalah
orang orang yang menjaga amanah yaitu orang-orang yang beriman baik secara lahir maupun
batin. Dua kelompok pertama yang kita sebutkan tadi akan diazab dengan azab yang sangat
pedih. Sedangkan kelompok yang ketiga yaitu mereka yang beriman secara lahir dan batin,
merekalah orang orang yang akan mendapatkan ampunan, serta rahmat dari Allah Subhanahu
wa
Ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam ayat berikutnya dalam firman-Nya,
َ‫ذب هللاُ ا ْل ُمنَافِقِين‬
َ 􀈤 ‫رحي ًما􀈤 ليُ َع‬ ِ ِ‫ُوب الل ُه َع َلﯩا ْل ُمْؤ ِمنِينَ َوا ْل ُمْؤ ِمنَات‬
َ ‫ت َويَت‬ ْ ‫ش ِر ِكينَ َوا ْل ُم‬
ِ ‫ش ِر َكا‬ ْ ‫ت َوا ْل ُم‬
ِ ‫َو َكانَ هللاُ 􀈢 َوا ْل ُمنَافِقَا‬
‫َغفُو ًرا‬
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang
musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang
mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab: 73)
Hadirin rahimakumullah,
Amanah yang berkaitan dengan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau ibadah
ini, harus dilakukan dengan memenuhi dua syarat. Kedua syarat tersebut sesungguhnya
merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat yang selalu kita ucapkan. Kedua syarat
tersebut, yang pertama adalah ikhlas dan yang kedua adalah harus dilakukan sesuai dengan
petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk hanya mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata dalam menjalankan peribadatan kepada-Nya. Hal ini ditandai dengan
istiqamahnya kita dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik ketika sendirian
maupun ketika bersama orang lain. Sehingga kita tidak menjadi orang yang taat ketika dilihat
orang lain, namun bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika sendirian.
Janganlah kita lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala perbuatan dan
mengetahui seluruh yang ada di dalam hati kita.
Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
‫س 􀈣 رونَ َو َما يُ ْعلِنُونَ 􀈧 ا َوالَ يَ ْعلَ ُمونَ 􀈧ا 􀈢 ن ال 􀈢 لهَ يَ ْعلَ ُم َما‬ ِ ُ‫ي‬
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan
dan segala yang mereka nyatakan?” (Al-Baqarah: 77)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, Sedangkan
untuk menjalankan syarat yang kedua, wajib bagi kita untuk berilmu dulu sebelum beramal.
Sehingga kita tidak boleh seenaknya sendiri atau sekadar ikut-ikutan dalam tata cara
peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus melakukannya dengan aturan dan
tata cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kalau
tidak demikian, maka akan berakibat tidak diterimanya amalan kita. Lihatlah bagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk mengulangi
wudhunya karena ada bagian anggota wudhu yang tidak terkena air. Begitu pula beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk mengulangi shalatnya karena
tidak thuma’ninah ketika menjalankannya. Semua ini menunjukkan bahwa ibadah itu telah
ditentukan aturannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita harus senantiasa
mengingat bahwa shalat, puasa, membayar zakat, menunaikan haji dan yang lain-lainnya dari
bentuk-bentuk ibadah adalah amanah yang kita harus menjalankannya sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saudara-saudaraku, kaum muslimin
rahimakumullah, Adapun amanah yang berhubungan dengan muamalah, yaitu yang berkaitan
dengan menjalankan kewajiban kepada sesama manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan kita untuk menjalankannya dalam firman-Nya,
‫ي 􀈪 ا ُم ُر ُك ْم 􀈧 ان تَُؤ 􀈣 دوا‬ َ َ‫ت 􀈬 الَى 􀈧 ا ْهلِ َها􀈬ا 􀈢 ن هللا‬ ِ ‫ْا 􀈧 ال َمانَا‬
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya.” (An- Nisa`: 58)
Sedangkan cara untuk menjalankan amanah ini, adalah dengan kita senantiasa menginginkan
agar orang lain mendapatkan kebaikan sebagaimana kita menginginkan kebaikan itu pada diri
kita. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‫ح 􀈢ب‬ ِ ُ‫س ِه 􀈢 تى ي‬ ِ ‫أح ُد ُك ْم َح ب لِنَ ْف‬
َ ُ‫ح 􀈣 الَ يُْؤ ِمن‬ ِ ُ‫􀈧 ال ِخ ْي ِه َما ي‬
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga seseorang yang bermuamalah dengan orang lain, semestinya melihat dan bercermin
pada dirinya. Baik dalam hal jual beli, sewa-menyewa, bekerja pada pihak lain atau instansi
tertentu, dan yang lainnya. Yaitu dia tidak ingin memperlakukan saudaranya dengan
perlakuan yang tidak baik sebagaimana dia tidak ingin perlakuan tersebut menimpa dirinya.
Oleh karena itu, seseorang yang menjual barang, misalnya, maka dia harus menjualnya
dengan menjaga amanah. Tidak boleh bagi seorang penjual untuk mengkhianati pembelinya
dengan berbuat curang dalam menimbang atau menakar. Dan tidak boleh baginya untuk
berbuat dzalim dengan meninggikan harga karena si pembeli tidak mengetahui harga atau
dengan menyembunyikan kerusakan atau cacat yang ada pada barang tersebut. Begitu pula
sebaliknya, tidak boleh bagipembeli untuk mengkhianati penjual dengan berdusta untuk
mengurangi harga yang sesungguhnya. Atau dengan menunda-nunda pembayaran barang
yang dibelinya padahal dia memiliki
kemampuan untuk membayarnya.
Hadirin rahimakumullah,
Tidak boleh pula bagi seorang yang menyewakan tempat, kendaraan, dan yang lainnya untuk
berkhianat kepada orang yang menyewa miliknya itu. Misalnya menipu orang yang menyewa
dengan meninggikan biaya sewanya, atau menyewakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
yang dia tawarkan. Dan sebaliknya, tidak boleh bagi orang yang menyewa untuk menipu
sehingga biaya sewanya lebih murah dari biaya yang semestinya, atau dia menggunakan
barang sewaannya dengan tidak hati-hatisehingga berakibat rusaknya barang tersebut. Begitu
pula orang yang bekerja pada sebuah perusahaan. Tidak boleh baginya untuk datang dan
pulang seenaknya, tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, atau melakukan
kesibukan lain di tempat kerjanyasehingga melalaikan dia dari tugas utamanya. Saudara-
saudaraku yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, Termasuk dari menjaga
amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan. Seorang pengajar harus berusaha menjaga
amanah yang dipikulnya. Dia harus berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi anak
didiknya. Karena terkadang anak didik lebih banyak melihat kepada sikap dan tingkah laku
pengajar daripada apa yang disampaikan kepada mereka. Begitu pula dia berusaha
menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara yang mudah dipahami oleh anak didiknya
serta tidak memaksakandiri untuk menyampaikan pelajaran yang belum dikuasainya yang
berakibat dirinya akan terjatuh pada perbuatan “berbicara tanpa ilmu”. Terutama yang terkait
dengan masalah agama. Semuanya harus dilakukan dengan menjaga amanah.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang-
orang yang berada di bawah kekuasaan dan pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin
luas lingkup kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Maka, seorang penguasa
bertanggung jawab atas warga negaranya dan seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap
bawahannya. Begitu pula seorang suami bertanggung jawab atas keluarganya, dan
seterusnya. Sudah semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara keluarganya
dari hal-hal yang membahayakan mereka baik yang berkaitan dengan urusan dunia apalagi
akhiratnya. Terlebih pada saat kerusakan dan kemaksiatan tersebar di mana-mana.
Sebagaimana setiap orang tentu akan lebih berusaha menjaga hartanya ketika dia mendengar
bahwa pencurian dan yang semisalnya tengah merajalela. Bahkan, menjaga keluarga dan
anak-anaknya dari kerusakan yang ada di sekitarnya semestinya lebih diutamakan dari
menjaga harta. Karena, melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan munculnya generasi
mendatang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Juga karena setiap orangtua
tentunya tidak menginginkan dirinya masuk ke dalam surga sementara anak-anaknya diazab
di api neraka. Oleh karena itu, semestinya kita berusaha menjaga amanah ini, sehingga
mudahmudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita semua dan keluarga kita
dari api neraka serta mengumpulkan kita dan keluarga kita di dalam surga-Nya. Sebagaimana
tersebut dalam firman-Nya,
‫ان 􀈧 َواا ْل َح ْقنَا بِ ِه ْم 􀈢 ل ِذينَ َءا َمنُوا َوا 􀈢 تبَ َع ْت ُه ْم‬ ِ ‫􀈣 ُذل ا ْمرٍِئ 􀈤ر 􀈢 يتَ ُه ْم َو َمآ 􀈧 الَ ْتنَاهُم 􀈤 ُذمنْ 􀈤ر 􀈢 يتُ ُهم‬
ٍ ‫ب 􀈬 اي َم‬
‫س َب َر ِهينٌ 􀈤 من ش َْى ٍء ُك‬ َ ‫َع َملِ ِهمبِ َما َك‬
“Dan orang-orang yang beriman dan yang keturunan mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami kumpulkan keturunan mereka dengan mereka di dalam surga dan Kami
tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (Ath- Thur: 21)
‫ضا َع ِة َوا ْل ِخيَانَ ِة َو َغفَ َر لَنَا 􀈢 فقَنِ َي هللاُ َو 􀈬ا 􀈢 ِ يا ُك ْم 􀈧 الدَا ِء‬ َ ‫ا ْ َولِ َولِ ِد ْينَا َولِ َج ِم ْي ِعنهُ 􀈬 َواأْل َمانَ ِة َو َح َمانَا َج ِم ْي ًعا ِمنَال‬
‫ر ِح ْي ُم 􀈬ا 􀈢 ه َُوال َغفُ ْو ُر‬، َ‫سلِ ِميْن‬ ْ ُ‫م‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ 􀈢 ‫ال‬
KHUTBAH KEDUA
ْ‫اج ًرا 􀈢 ل ِذي َو َع َد َمن‬ ْ ‫اضا َع َها 􀈧 ا ْل َح ْم ُد هلِل ِ ا‬ َ ‫اح َم ُدهُ 􀈢 ع َد َمنْ 􀈧 َحفِظَ اأْل َمانَةَ َو َرعَاهَا‬ ْ ‫ َوتَ َو‬،ً‫د لَهُ َع َذابًا 􀈧 َِجز ْيال‬
‫وبِ ْيال‬، َ 􀈢 ‫ش ُك ُرهُ 􀈧ا َع‬ ْ ‫ش َه ُد 􀈧 َو ا‬ َ
ْ ‫ ا‬،‫سانِ ِه 􀈧 َعلى َج ِز ْي ِل نِ َع ِم ِه‬ ْ 􀈬 َ‫ن 􀈢 مدًا 􀈧 انْ الَ إلَهَ إال 􀈢 َعلَى تَتَابُ ِع هللاُ َو ْح َدهُ ال‬
َ ‫اح‬،
‫ش َه ُد أ 􀈢 ُم َح‬ ْ ‫ش ِريْكَ لَهُ َو ث َعلَى 􀈧 ا‬ َ 􀈢 ْ‫ َح ذ َر ِمن‬،ُ‫س ْولُه‬ ُ ‫ 􀈢 لى هللاُ َعلَ ْي ِه 􀈧 ْ ادَا ِء ا 􀈧 ال َمان ِة َو َح 􀈢 َع ْب ُدهُ َو َر‬،‫ا ْل ِخيَانَ ِة‬
‫􀈢ص ل َم‬ َ ‫وس‬
َ ‫اص َحابِ ِه‬ َ
ْ 􀈧 ‫ 􀈧 و َعلى آلِ ِه و ا ّما بَ ْع ُد‬:‫سلِ ْي ًما‬ ْ َ‫ت‬،
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dengan
bertakwa kepada-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan segala urusan
kita. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
ْ‫تق هللاَ يَ ْج َعل 􀈢 لهُ ِمن‬ ِ 􀈢 ‫س ًرا‬ ْ ُ‫ي ا ْم ِر ِه ي‬
َ ‫􀈧 َو َمن‬
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (Ath- Thalaq: 4)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala di samping menyebutkan di dalam firman-Nya
perintah untuk menjalankan amanah, juga menyebutkan kepada kita larangan untuk berbuat
khianat. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
‫سو َل 􀈧ا 􀈣 ي َها ا 􀈢 ل ِذينَ َءا َمنُوا‬ ُ ‫َوت َُخونُوا تَ ْعلَ ُمونَ 􀈧 ا َمانَاتِ ُك ْم َو 􀈧 الَت َُخونُوا هللاَ َوال انتُ ْم 􀈢 يَا ر‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepada kalian, sedang kalian dalam keadaan mengetahui.” (Al-Anfal: 27)
Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan kepada kita dalam ayat- Nya bahwa
mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang Yahudi, yang kita dilarang untuk meniru
akhlak mereka. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman- Nya,
‫ال َعلَ ْي ِه 􀈢 يَُؤ 􀈤 د ِه 􀈬 الَ ْي َك 􀈬اال 􀈢 َو ِمن ُهم َما ُد ْمتَ 􀈢 منْ 􀈬 ان تَ 􀈪 ا َم ْنهُ بِ ِدينَا ٍر‬
”Dan di antara mereka (orang-orang Yahudi) ada orang yang jika kamu
memercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali
jika kamu selalu menagihnya.” (Ali ‘Imra75)
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepada kita bahwa
mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang munafik. Sebagaimana dalam sabdanya,
‫ ا َذا َو َع َد 􀈬 ا َذا‬:‫ث‬ ٌ َ‫ق ثَال‬ ِ ِ‫ َو 􀈬 آيَةُ ا ْل ُمنَاف‬،‫دث َك َذ َب‬ َ 􀈢 َ‫ َو 􀈬 َح ا َذا اْؤ تُ ِمنَ َخان‬، َ‫اخلَف‬ ْ .
“Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: jika berbicara berdusta, bila berjanji tidak menepati
janjinya, dan apabila diberi amanah mengkhianatinya.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih) Dalam
riwayat Al-Imam Muslim rahimahullah disebutkan,
ُ‫ص 􀈢 لى َوزَ َع َم 􀈧ا 􀈢نه‬ َ ‫صا َم َو‬ َ ْ‫سلِ ٌم 􀈬 ان‬ ْ ‫َو ُم‬
“Meskipun dia shalat dan puasa serta mengaku dirinya muslim.”
Hadirin rahimakumullah,
Maka, sudah semestinya bagi kita untuk berusaha menjaga amanah yang telah kita terima.
Baik yang berkaitan dengan kewajiban kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maupun
kepada sesame manusia. Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan
kita sebagai orang-orang yang bisa mengamalkan ilmu yang telah sampai kepada kita dan
‫‪mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-hadits Nabi‬‬
‫‪shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita dengar. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu‬‬
‫‪wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orangorang yang senantiasa menjaga amanah yang ada di‬‬
‫‪pundak-pundak kita.‬‬
‫س 􀈤 ل ْم َعلَى َع ْب ِدكَ‬ ‫ص 􀈤 ل َو َ‬ ‫ض 􀈢 ال م ٍد َو َعلَى آلِ ِه 􀈢لهُ 􀈢 م َ‬ ‫ار َ‬ ‫اج َم ِعيْنَ ‪َ ،‬و ْ‬‫س ْولِ َك ُم َح ْ‬ ‫اص َحابِ ِه 􀈧 َو َر ُ‬
‫َو 􀈧 ْ‬
‫راش ِديْنَ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫صحابَ ِة 􀈧 ال ابِ ْي بَك ٍر َو ُع َم َر َو ُعث َمانَ 􀈢لهُ 􀈢 م َع ِن الخلفا ِء ال 􀈢 ِ‬ ‫ْ‬ ‫􀈬 َو َع ِل ال َى 􀈠 ي َوعَنْ َج ِم ْي ِع ال 􀈢 َ‬
‫ان‬‫س ٍ‬ ‫اح َ‬ ‫ب􀈬 ْ‬ ‫سالَ َم‪َ 􀈤 .‬وال د ْي ِن 􀈢 تابِ ِعيْنَ لَ ُه ْم ِ‬ ‫􀈧اع 􀈢 ز ْا 􀈬 يَ ْو َم الال ْ‬ ‫ِ‬ ‫م‬ ‫شركَ 􀈢لهُ 􀈢‬ ‫سلِ ِميْنَ َو 􀈧ا ِذ 􀈢 ل ال 􀈤 ال ْ‬ ‫َوا ْل ُم ْ‬
‫مر 􀈧 ا ْعدَا َء‬ ‫ْ‬ ‫􀈤‬ ‫د‬ ‫ا‬‫ب‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫ص‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫ا‬ ‫و‬
‫َ ُ ِ ِ ْنَ َ َ ِ َ ُ ْ ِ َ َكَ‬‫‪،‬‬‫ن‬ ‫دي‬ ‫د‬‫و‬ ‫‪.‬‬ ‫ي‬ ‫ك‬ ‫ر‬ ‫ش‬
‫ْ‬ ‫م‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫􀈤‬ ‫ح‬
‫ِْ ْ‬‫ل‬‫اص‬ ‫ال‬ ‫􀈧‬ ‫م‬ ‫􀈢‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫􀈢ل‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ا‬ ‫‪.‬‬ ‫د‬
‫ِ ينَ‬ ‫ح‬ ‫􀈤‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫م‬
‫ُ َ‬ ‫􀈤ال‬ ‫ْ‬
‫اح َوا َ ُ ْ ِ ِ ينَ‬
‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ْ‬
‫ُ‬
‫شبَ ُع ا ِرنَا 􀈢لهُ 􀈢 م 􀈬ا 􀈢 نا نَ ُع ْوذبِكَ ِمنْ 􀈧 فِي ُك‬ ‫س الَ تَ ْ‬ ‫ْ‬
‫س َم ُع َو ِمنْ نَف ٍ‬ ‫ش ُع َو ُدعَا ٍء الَ يُ ْ‬ ‫ب الَ يَ ْخ َ‬ ‫َ‬
‫􀈢لهُ 􀈢 م 􀈧 َمكا ٍن‪ .‬ال ق ْل ٍ‬
‫ار ُز ْقنَا ا 􀈤 َو ِمنْ ِع ْل ٍم الَ يَ ْنفَ ُع‪ .‬ال تبَا َعهُ‬ ‫ار ُز ْقنَا 􀈢 ق َح 􀈡 قا َو ْ‬ ‫اطالً َو ْ‬‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر 􀈢 َو بنَا الَ تُ ِز ْغ قُلُ ْوبَنَا 􀈧 ا ْل َح ا ِرنَا ْالبَا ِط َل َب ِ‬ ‫ْ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ً‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫هاب‪َ .‬ر 􀈢 بنَا آتِنَا فِي ال 􀈣 دنيَا􀈢 ل ُدن َك َر ْح َمة 􀈬ا 􀈢 ن َك 􀈧 بَ ْع َد انتَ 􀈬 اذ َه َد ْيتَنَا َو َه ْبلنَا ِمنْ‬ ‫سنَةً َوفِي ْاآل ِخ َر ِة 􀈢 ُ‬ ‫ا ْل َو َح َ‬
‫سنَةً نا ِر‬ ‫اب ال ما‪َ 􀈢 .‬ح َ‬ ‫􀈢وقِنَا َع َذ َ‬
‫الع 􀈢 ز ِة َع َ‬ ‫سالَ ٌم َعلَى ب 􀈤 ب َك َر 􀈤 ب ِ‬ ‫صفُونَ ‪َ ،‬و َ‬ ‫س ْب َحانَ َر ِ‬ ‫سلينَ َوا ْل َح ْم ُد هلِل ِ 􀈤 ُ‬ ‫ا ْل ُم ْر َ‬
‫َ‬
‫ر ‪.‬ال َعال ِمينَ‬‫ْ‬

Anda mungkin juga menyukai