Begitulah pentingnya ilmu sebagai penyangga keagamaan seseorang. Untuk mencapai derajat yang
tinggi, beramal shalih saja belum cukup, tapi harus juga mempunyai ilmu yang cukup. Bagaimana
jadinya jika ada orang yang shalatnya kelihatan khusyu’, sambil menangis, tapi setelah selesai shalat
dia bertransaksi riba. Dia makan anjing, makan daging ular, atau hal-hal lain yang diharamkan agama
sebab ketidaktahuan mereka? Dengan demikian, khusyu’ saja tanpa mengetahui mana halal dan mana
haram, akan ada banyak kesalahan yang dilakukan tanpa dia sadari. Contoh yang lain lagi adalah, ada
orang ingin membantu umat Muslim yang lain dengan cara memposisikan diri sebagai amil zakat.
Menjadi relawan amil zakat itu tentu bagus. Tapi ketika ia tidak mempunyai ilmu tentang zakat yang
cukup, zakat bisa saja disalurkan kepada orang-orang yang tidak berhak. Dampak buruknya pun
merembet ke masyarakat. Oleh karena itu, bersemangat saja dalam beragama tidak cukup. Perlu bekal
ilmu untuk mengejawantahkan semangat itu.
ٌاصبَة
ِ ََعا ِملَةٌ ن
"Orangnya suka beramal tapi merepotkan."
Mereka tidak mau menerima fitrahnya manusia yaitu mahallul khatha’ wan nisyân, tempatnya salah
dan lupa. Sukarno kelirunya di sini, Suharto di sini, Gus Dur di sini, BJ Habibi salahnya di sini.
Indonesia thaghut, kelemahannya di sini. Semua kesalahan orang mu’min tampak di mata dia tapi dia
tidak pernah menyalahkan setan, iblis, pencuri, pemabuk, prostitusi online dan lain sebagainya
termasuk dirinya sendiri. Jadi mereka lebih fasih menuduh kesesatan kepada orang baik yang
kontribusinya banyak kepada umat Islam namun ada celah sedikit, daripada membuka suara kepada
hal-hal yang jelas-jelas salah. Ini adalah perilaku khawarij. Allah subhanahu wa ta’ala tidak
memvonis siapa saja yang melakukan kesalahan pasti masuk neraka selamanya. Karena Allah maha
Pengampun:
َين َأ ْس َرفُوا َعلَى َأ ْنفُ ِس ِه ْم اَل تَ ْقنَطُوا ِم ْن َرحْ َم ِة هَّللا ِ ِإ َّن هللاَ ي الَّ ِذ
َ قُلْ يَا ِعبَا ِد
وب َج ِميعًا َ ُ يَ ْغفِ ُر ال ُّذن
Artinya: “Katakan (Wahai Muhammad), hai para hamba-Ku yang berlebihan terhadap pribadi mereka,
janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa, semuanya”
(QS Az-Zumar: 53).
Dengan demikian kita tidak boleh memandang setiap orang yang melakukan kesalahan maupun
perbuatan pasti masuk neraka, tidak ada celah pintu masuk surga. Rahmatnya Allah sungguh besar.
Maksiat seorang hamba itu sangat kecil dibanding rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu pula
dalam bernegara, kita sebagai umat muslim Indonesia, dalam memandang negara ini seharusnya kita
pandang lebih banyak kelebihannya daripada kekurangannya. Buktinya, segala bentuk amal ibadah
termasuk shalat jumat di mana-mana bebas dilaksanakan dan tidak ada larangan. Maka kita harus
berterima kasih terhadap hal itu meskipun ada sedikit kekurangannya di sebagian sektor. Hadirin..
Marilah kita berdoa bersama, semoga kita diberikan kehidupan yang rukun, damai, sejahtera, bisa
menjalankan ibadah dengan khusyu’ tanpa mendapatkan teror dari saudara muslim kita sendiri.
Semoga kelak kita meninggal dalam keadaan husnul khatimah, amin Allahumma amin.