HADITS MAUDHU’
Makalah ini Disusun Untuk Memrnuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Studi Hadits
Dosen Pengampu : Dr. H. Mahbub Nuyadien, M. Ag.
Disusun Oleh :
Eka Solehkha (2281010118)
Syahrul Abdullah (2281010114)
PAI/D/2
2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya
yang setia dan istiqomah berada diatas ajarannya hingga hari kiamat. Penulis sangat
bersyukur karena berkat rahmat dan karunia Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Hadits Maudhu”.
Penyusunan makalah ini sebagai tugas terstruktur dari Mata Kuliah Studi
Hadits Program Studi Pendidikan Agama Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam
Penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu
Bapak Dr. H. Mahbub Nuryadien, M. Ag yang telah memberikan materi perkuliahan
serta arahannya, mudah-mudahan Allah SWT membalas atas semua bantuan yang
telah diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis berharap, makalah ini berguna bagi
kita semua Aamiin... Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDALUHUAN
A. Latar Belakang
Hadits telah disepakati oleh ulama tokoh-tokoh islam sebagai sumber
hukum islam setelah Al-Qur'an. Kedua sumber hukum ini sangat terikat serta
merupakan satu rangkaian yang utuh dalam bingkai hukum Islam. Prinsip
dasar kehidupan sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur'an secara
mujmal, maka hadis merupakan penjelas dan petunjuk operasionalnya. Setiap
gerak dan aktivitas ummat, harus dilakukan berdasarkan petunjuk yang ada
dalam al Qu'an dan dan hadits. Begitu pula jika ada permasalahan yang yang
muncul di tengah tengah masyarakat, tentu haruslah diselesaikan dan
dicarikan jalan keluarnya. Cara penyelesaian dan jalan keluar yang terbaik
adalah dengan berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadits.
Namun sangat disayangkan keberadaan hadis yang benar-benar berasal
dari Rasulullah saw, dinodai oleh munculnya hadis-hadis maudhu (palsu)
yang sengaja dibuat-buat oleh orang- orang tertentu dengan tujuan dan motif
yang beragam, dan disebarkan ditengah-tengah masyarakat oleh sebagian
orang dengan tujuan yang beragam pula. Meyakini dan mengamalkan hadis
mandbu merupakan kekeliruan yang besar, karena meskipun ada hadis
mandlu yang isinya baik, tetapi kebanyakan hadis palsu itu bertentangan
dengan jiwa dan semangat Islam, lagi pula pembuatan hadis maudlu
merupakan perbuatan dusta kepada Nabi Muhammad saw.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits maudhu'?
2. Bagaimana awal munculnya pemalsuan hadits?
3. Apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi pemalsuan hadits?
4. Apa saja kriteria-kriteria hadits maudhu'?
1
5. Bagaimana hukum meriwayatkan hadits maudhu'?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian hadits maudhu.
2. Mengetahui awal mula munculnya pemalsuan hadits.
3. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pemalsuan hadits.
4. Mengetahui kriteria-kriteria hadits maudhu'.
5. Mengetahui bagaimana hukum meriwayatkan hadits maudhu'.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abdullah. Hadits Mawdu' Dalam Musta'lahul Hadits. Jurnal Keislaman, 1 (1). Hal. 135.
3
dikatakan bahwa itu hadits Rasulullah saw. (Subhi Shalih, Ulumul hadts wa
Musthalabubu, : 263).
2
Abdullah. Hadits Mawdu' Dalam Musta'lahul Hadits. Jurnal Keislaman, 1 (1). Hal. 136.
3
Ibid.,
4
sifatnya mengada-ada atau atau berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalanh
hadis yang diada-ada atau dibuat-buat (Ajaj al Khatib, Ushulul Hadits: 415).
5
mengutip dalil dalil dari Al Qur'an dan hadis, menafsirkan/men' tawilkan Al-
Qur'an dan hadis menyimpang dari arti sebenarnya, sesuai dengan keinginan
mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan yang demikian itu maka
membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas diri Rasulullah
saw. Maka muncullah hadits-hadits tentang keutamaan para khalifah (secara
berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab (Ajaj al Khatib : 416).
Menurut Subhi Shalih, hadits maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H,
yaitu ketika terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh
penduduk Hijaz dan Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung
oleh penduduk Syria dan Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa firqah:
Syi'ah, Khawarij dan Jumbur. Karena itu menurut Subhi Shaleh, bahwa
umbulnya Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab yang paling penting
bagi timbulnya usaha mengada-ada habar dan hadits.(Subhi Shalih : 266-267).
4
Tanzilullah, M. Ilham. (2019). Delegitimasi Hukum Islam : Studi Terhadap Hadith Maudhu'. Al Asyakhsiyyah
Journal of Law and Family Studies, 1 (2). Hal. 234.
6
kelompok-kelompok tersebut, maka dibuatkanlah hadith palsu untuk
mendukung kelompoknya. Yang pertama dan yang paling banyak
membuat hadith maudhu' adalah dari golongan Syi'ah dan Rafidhah."
Diantara hadith yang dibuat Syi'ah adalah tentang keutamaan- keutamaan
'Ali dan Ahli Bait:
ّيٍ أساد أٌ يُظش إنٗ أدو في عهًّ ٔ إنٗ َٕح ف حمٕاِ ٔإنٗ إبشاْيى في دهًّ ٔ إنٗ يٕعٗ في ْيبخ
ٔ إنٗ عيغٗ في عببدحّ فهيُظش إنٗ عهي
“Orang yang terpecaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril, dan Muawiyah.”
2. Adanya Unsur Kesengajaan Dari Kelompok Lain untuk Merusak Paham
Islam
Kelompok ini terdiri dari Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nashrani yang
selalu menyimpan dendam terhadap Islam. Pada prinsipnya mereka belum
bisa untuk melawan dominasi Islam secara terbuka maka mereka
mengambil langkah yang buruk ini. Mereka membuat sejumlah hadith
maudhu' dengan niat merusak paham Islam. Ini didasarkan pada peristiwa
Abdullah bin saba' yang berusaha mengadu domba umat Islam dengan
7
kedok kecintaan terhadap Ahl Bait. Catatan sejarah menyatakan bahwa ia
adalah seorang Yahudi yang berpura- pura memeluk agama Islam. Oleh
sebab itu, ia berani membuat hadith maudhu' disaat masih banyak sahabat
utama yang masih hidup. Diantara hadith maudhu' yang diciptakan oleh
orang-orang zindiq adalah:
يُضل سبُب عشيت عهٗ جًم أٔسق يصبفخ انشكببٌ ٔ يعبَك انًشبة
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di Arafah dengan
berkendaraan unta kelabu, sambil berjabat tangan dengan orang-orang
yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.”
3. Mempertahankan Madzhab dalam Masalah Fiqh dan Masalah Kalam
Para pengikut madzhab fiqh dan para pengikut ulama kalam, membuat
hadith-hadith palsu bertujuan untuk mengukuhkan pendirian imamnya.
Mereka yang selama ini militan kepada madzhab Imam Hanafi yang
menganggap tidak sah shalatnya dengan mengangkat kedua tangan dikala
shalat, membuat hadith maudhu' sebagai berikut:
rartg air r gitgrtggra gis r artgrtt r si srerg aareraa aisrg ara "
"aarerat r
كم يٍ في انغًٕاث ٔاألسض ٔيب بيًُٓب فٕٓ يخهٕق غيش هللا ٔ انمشآٌ عيجيء ألٕاو يٍ أيخي
انمشآٌ يخهٕق فًٍ لبل رانك فمذ كفش ببهلل انعظيى ٔطهمج يُّ إيشأحّ يٍ عبعخٓب: ٌٕيمٕن
8
Oleh karena itu, barang siapa yang mengatakan demikian, sungguh kafir
terhadap Allah yang Maha Besar, dan tertalaqah istrinya sejak saat itu.”
9
Ia menambahkan kalimat ”atau burung yang bersayap” untuk
menyenangkan hati sang Amirul Mukminin, lalu al-Mahdi pun memberikan
sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku
bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah
SAW”, lalu ia memerintahkan untuk menyembelih merpati itu.
Artinya: "Guru anak kecil itu adalah yang paling jahat diantara kamu,
merekka paling sedikit kasib kepada anak yatim dan paling kasar
terhadap orang miskin."
10
tentang keutamaan Al-Qur'an dan ia juga mengaku membuat hadits
maudhu tentang keutamman Ali ibn Abi Tahalib sebanyak 70 buah
hadis. (Musthafa Zahri, 100).
c. Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang
memalsukan hadits, seperti seorang periwayat yang mengaku
meriwayatkan hadits dari seorang guru yang tidak pernah bertemu
dengannya. Karena menurut kenyataan sejarah guru tersebut
dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir. Misanlnya, Ma'mun ibn
Ahmad al Harawi mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn
Hammar. Al hafiz ibn Hibban menanyakan kapan Ma'mun datang ke
Syam? Ma'mun menjawab tahun 250. Maka ibnu Hibban mengatakan
banwa Hisyam ibn Ammar wafat tahun 254. Ma'mun menjawab
bahwa itu Hisyam ibn Ammar yang lain. (Musthafa Zahri, : 100).
2. Ciri-ciri yang berkaitan dengan Matan
Kepalsuan suatu hadis dapat dilihat juga pada matan, berikut ciri-cirinya:
a. Kerancuan redaksi atau Kerusakan maknanya.
b. Berkaitan dengan kerusakan ma.na tersebut, Ibnu Jauzi berkata: Saya
sungguh malu dengan adanya pemalsuan hadis. Dari sejumlah hadis
palsu, ada yang mengatakan: "Siapa yang salat, ia mendapatkan 70
buah gedung, pada setiap gedung ada 70.000 kamar, pada setiap kamar
ada 70 000 tempat tidur, pada setiap tempat tidur ada 70 000 bidadari.
Perkataaan ini adalah rekayasa yang tak terpuji. (Nuruddin: 323).
c. Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata menurut ahli
hadis tidak terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadis. Misalnya perkataan yang berbunyi:
11
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mengambil Janji kepada setiap
orang mukmin untuk membenci kepada setiap munafik, dan kepada
setiap munafik untuk membenci kepada setiap mukmin”
d. Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya
Hadisnya menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan,
seperti ketentuan akal, tidak dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan,
kejadian empiris dan fakta sejarah. Misalnya perkataan yang berbunyi:
... ٌََُٕٔال ح َِض ُس َٔ ِاص َسة ٌ ِٔ ْص َس أ ُ ْخ َش ٰٖ ۚ ر ُ َّى ِإنَ ٰٗ َس ِبّ ُكى َّي ْش ِجعُ ُك ْى فَ ُيَُ ِّبئ ُ ُكى ِب ًَب ُكُخ ُ ْى ِفي ِّ ح َْخخ َ ِهف
Artinya: "... Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain[526]. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan
12
akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan." (QS
Al An'am :164)
Referensi : https://tafsirweb.com/2288-surat-al-anam-ayat-164.html
ِ َٕ ٰ ًَ ٰ غ
ث َّ ج فِٗ ٱن ْ َع ٰى َٓب ۖ لُ ْم إََِّ ًَب ِع ْه ًُ َٓب ِعُذَ َسبِّٗ ۖ َال يُ َج ِهّي َٓب ِن َٕ ْلخِ َٓب ٓ إِ َّال ْ َُٕ ۚ رَمُه
َ ع ِت أَيَّبٌَ ُي ْش
َ يَغْـَٔهََُٕكَ َع ٍِ ٱنغَّب
بط َال ِ َُّٱّللِ َٔ ٰنَ ِك ٍَّ أ َ ْكزَ َش ٱن ٌّ ض ۚ َال ح َأ ْ ِحي ُك ْى إِ َّال َب ْغخَتً ۗ يَغْـَٔهََُٕكَ َكأَََّكَ َد ِف
َّ َٗ َع ُْ َٓب ۖ لُ ْم إََِّ ًَب ِع ْه ًُ َٓب ِعُذ ِ َٔ ْٱأل َ ْس
ًٌَُٕ َيَ ْعه
Artinya: "Jika diriwayatkan kepada kamu tentang suatu hadis yang sesuai
dengan kebenaran, maka ambillab dia, baik aku ada mengatakannya
ataupun tidak."
Perkataan diatas bertentangan dengan hadis yang berbunyi:
Artinya: "Setiap yang bernama Muhammad atan Ahmad tidak akan masuk
neraka."
14
E. Hukum Meriwayatkan Wakalah
Hukum Meriwayatkan Hadist Maudlu Diharamkan meriwayatkan
hadits mandbu dengan menyandarkannya kepada Nabi saw, kecuali hanya
memberikan contoh tentang hadis maidlu dengan menjelaskan kepalsuannya.
Kerena meriwayatkan hadis maudlu adalah satu bentuk dusta kepa nabi saw.
Nabi saw bersabda:
Artinya: "Siapa yang menceriterakan suatu hadis (tentang aku) dan dia tahu
bahwa itu dusta, maka dia termasuk golongan pendusta." (HR Ahmad:
18211).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits Maudhu‟ bukanlah termasuk dalam kategori sebuah hadits akan
tetapi hanyalah ungkapan seseorang secara dusta yang kemudian disandarkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Penggunaan istilah “hadits" melihat dari
motifnya, pemalsu hadits bermaksud membuat suatu ungkapan dengan tujuan
agar orang yang mendengar mau mengikuti kehendaknya. Dalam kategori
hadith menurut ulama muhaditsin “hadits maudhu‟” termasuk hadith yang
paling buruk kualitasnya, karena merupakan hadith palsu yang sama sekali
tidak pernah dikatakan, diperbuat maupun ditetapkan oleh Nabi Muhammad
Saw. Hadits maudhu‟ ini juga haram diriwayatkan oleh siapapun kecuali
dengan menjelaskan kepalsuannya. Demikian pula hadits ini tidak bisa
dijadikan sebagai sumber dalam hukum Islam.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. Hadits Mawdu' Dalam Musta'lahul Hadits. Jurnal Keislaman, 1 (1). Hal.
135-136.
Abu Ghuddah, Syaikh „Abdul Fattah. Lamahat min Tarkih as-Sunnah wa „Ulum al-
Hadits (Halb, Syria: Maktab al-Mathbu‟at al-Islamiyyah, Cet.ke-
I, tahun 1404 H).Ajaj Al-Khathib. (1963). As-Sunnah Qabla At-Tadwin,
cetakan Maktabah Wahbah. Kairo.
Aslamiah, Rabiatul. (2016). Hadis Maudhu dan Akibatnya. Alhiwar Jurnal Ilmu dan
Teknik Dakwah, 4 (04).
Zahri, Musthafa. (1981). Kunci memahami Musthalah Hadits. Bina Ilmu Surabaya.
17