Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HADIST MAUDHU

Makalah ini disusun untuk memenuhi

Dosen Pengampu :

Sukarmi, M. Ag

Disusun oleh :

Siswandi 2313000113

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF JAMBI

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu terpanjatkan atas kehadirat Alllah SWT, yang mana
telah memberikan nikmat ilmu kepada para suri tauladan. Sehinga terciptanya
berbagai karangan nan luar biasa yang dapat kembali penulis jadikan sumber
dalam menyelesaikan tugas makalah

Shalawat berangkaikan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada


Nabi Muhammad SAW, yang mana ialah merupakan seorang Rasul utusan
Allah yang membawa kebenaran melalui Kalamullah (Al-Qur’an). Juga kepada
keluarganya para sahabatnya dan seluruh kaum Muslimin yang senantiasa
mengamalkan sunah- sunnahnya. Aamiin

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pengetahuan kita


mengenai Hadist Maudhu yang tentunya sangat berperan penting dalam Negara
agama dan kekeluargaan. Dalam penulisan makalah ini tentunya, penulis
mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu penulis
sampaikan rasa terimakasih sedalam-dalamnya kepada:

 Sukarmi, M. Ag selaku dosen mata kuliah .


 Rekan-rekan mahasiswa seperjuang, yang telah sudi bertukar pikiran
dalam menyelesaikan makalah ini.
 Harapan saya makalah ini dapat berguna bagi pembaca demi menunjang
masa depan

Jambi, Des 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Hadist Maudhu........................................................................3
B. Sejarah dan Perkembangan Hadist Maudhu...........................................5
C. Ciri -ciri Hadist Maudhu............................................................................8
D. Faktor-faktor Penyebab mnculnya Hadist Maudhu.............................12
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................18
KESIMPULAN.....................................................................................................18
Saran.....................................................................................................................18
DAFTAR PUSAKA..............................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejalan dengan berjalannya waktu, umat manusia menghadapi berbagai
permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi umat
Islam, peramasalahan yang timbul kapan dan dimanapun harus dikembalikan
kepada pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu al-Qur’an dan
Hadits Nabi. Al-Qur’an maupun Hadits dianggap pedoman yang siap kapan
saja untuk dijadikan rujukan terhadap semua permasalahan yang dihadapi.
Namun dalam tataran prakteknya tidak semudah mengemukakannya dalam
teori semata. Perlu usaha yang mendalam dan serius untuk menggali dalil-
dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk dilaksanakan dengan
mudah dan meyakinkan kebenarannya.1

Para ulama, tidak pernah berhenti berkarya untuk menghasilkan suatu


pedoman hidup yang bersifat praktis bagi masyarakat yang mempunyai
tingkatan intelektual yang varian dalam berbagai lingkungan kehidupan
mereka. Para ulama hadits ternyata telah berusaha menafsirkan makna hadis-
hadis yang telah dibukukan oleh ulama sebelumnya. Upaya ulama pensyarah
tersebut menjadi inspirasi para ulama hadis yang datang pada masa setelah
mereka untuk menghasilkan buah karya dalam bidang pemahaman makna
hadis yang beragam pula. Salah satu metode yang sebelumnya popular dalam
penafsiran al-Qur,an yaitu metode maudhu’iy, pada masa-masa selanjutnya
mulai pula dicoba terapkan dalam memahami hadits Nabi. Sekalipun kendala
yang dihadapi cukup berarti, namun upaya tersebut membuahkan hasil berupa
karya-karya yang menjadi pedoman bagi penyelesaian berbagai persoalan
yang dihadapi. Dalam segi pemahaman teks hadits ini tentunya akan terus

1
Abdul Wahid, Hadits Nabi dan Problematika Masa Kini, (Banda Aceh: Perpustakaan
Nasional KDT, 2007).

1
berkembang sesuai dengan perkembangan sekaligus kompliksnya problema
yang dihadapi dalam kehidupan umat Islam.2

Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang kompleks dan


sangat menarik untuk diperbincangkan. Apalagi hadits adalah sumber hukum
Islam kedua setelah Al-Qur’an. Salah satu hal permasalahan yang menarik
yang sampai saat ini masih diperbincangkan para ulama akan kami bahas di
dalam makalah ini yakni mengenai hadits maudhu’ yang menimbulkan
kontroversi dalam keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya dengan apa
adanya, ada juga yang menanggapinya dengan beberapa pertimbangan dan
catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara langsung.

Hal ini dikarenakan kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah


SAW dengan waktu pembukuan hadits (hampir 1 abad) merupakan
kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk
memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang dinisbatkan kepada
Rasulullah SAW dengan alasan yang dibuat-buat. Kemudian kami sebagai
Mahasiswa yang dituntut untuk mengkaji dan memahami polemik
problematika umat yang salah satunya ditimbulkan dari adanya hadits
maudhu’ tersebut.

B. Rumusan Masalah

A. Pengertian Hadist Maudhu


B. Sejarah Dan Perkembangan Hadits Maudhu
C. Ciri – Ciri Hadits Maudhu
D. Faktor – Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu

2
Ibid,. 3

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Maudhu
Apabila ditinjau dari segi bahasa, hadits maudhu’ merupakan bentuk isim
maf’ul dari ‫وضع‬-‫يضع‬-‫ وضعا‬yang berarti ‫( االثقاط‬meletakkan atau menyimpan);
‫تراع و اختالق‬DDD‫( والف‬mengada-ada atau membuat-buat); dan ‫ترك‬DDD‫( ال‬ditinggal)3.
Sedangkan pengertian hadits madhu’ menurut istilah adalah:

‫َم ا ُنِس َب ىَل َر ُس ْو ِل اهّلل َص ىَّل اهّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل إْخ ِتَالًقا َو ِكْذ اًب ِم َّم ا َلْم َيُقُهْل َأْو َيْفَع ُهْل َأْو ُيَقَّر ُه‬
‫ِإ‬
Artinya:

“ Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan


dusta, padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan”.

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadits


maudhu’ adalah:

‫اْلُم ْخ َتَلُع اْلَم ْص ُنْو ُع اْلَم ْنُس ْو ُب ِاىَل َر ُس ْو ُل اهَّلل َص ىَّل اهّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل زْو ًر ا َو ْهُبَتااًن َس َو اٌء اَك َن َذ َكِل ْمَع ًد ا‬

‫َاْو َخ َط أ‬

Artinya:

“Hadits yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan
ini dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja
maupun tidak” .

Hadits maudhu’ secara etimologi merupakan bentuk isim maf’ul,


wadha’a, yadha’u yang bermakna yang disusun, dusta yang diada-adakan, dan
yang diletakkan. Sedangkan dari segi terminologi ulama hadits mengartikan

3
Zarkasih, Pengantar Studi Hadis (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2011)

3
hadits maudhu’ yaitu sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasul saw, secara
mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan, dan
beliau taqrirkan.4
Hadits maudhu’ atau hadits palsu ialah hadits yang di dalam sanadnya
(umumnya) ada seorang atau beberapa orang rawi yang pendusta. Sedangkan
hadits yang tidak ada asalnya ialah hadits yang tidak mempunyai sanad untuk
diperiksa. Yakni, perkataan yang beredar dari mulut ke mulut atau dari tulisan
ke tulisan yang tidak ada asal usulnya (sanadnya) yang disandarkan kepada
Nabi Saw. Contohnya seperti hadits “ikhtilaafu umati rahmah/perselisihan
umatku adalah rahmat.” dan di kitab Ihya-nya imam Al-Ghazali terdapat
hadits-hadits yang tidak ada asalnya sebanyak 900 hadits lebih menurut
pemeriksaan As Subki di kitabnya Thabaqaat Asy Syafi’iyyah Al Kubra.
Meskipun hadits yang tidak ada asalnya masuk ke dalam bagian hadits
maudhu’ akan tetapi ulama ahli hadits membedakan di dalam penyebutannya.
Karena hadits maudhu’ mempunyai sanad, sedangkan hadits yang tidak ada
asalnya tidak mempunyai sanad.5
Dari pengertian di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu’
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perbuatan, perkataan maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata.
Dalam penggunaan masyarakat Islam, hadits maudhu’ disebut juga dengan
”hadits palsu”.6 Dengan kata lain, hadits maudhu’ itu dibuat dan Hadist
maudhu’ adalah segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada Nabi
Muhammad saw, baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara di buat-buat
atau disengaja dan sifatnya mengada-ada atau berbohong. Tegasnya hadis
maudhu adalanh hadis yang diada-ada atau dibuat-buat.7

4
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: PT. Almaarif, 1995), 140
5
Ibid,. 141.
6
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
7
Ajaj al Khatib, Ushulul Hadits : 415

4
B. Sejarah dan Perkembangan Hadist Maudhu
Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H,
yaitu ketika terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh
penduduk Hijaz dan Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung
oleh penduduk Syria dan Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa
firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur. Karena itu menurut Subhi Shaleh,
bahwa timbulnya Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab yang paling
penting bagi timbulnya usaha mengada –ada habar dan hadis.8

Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang


merupakan bukti keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara
tidak langsung menjadi faktor yang menyebabkan munculnya hadist-hadist
palsu. Tidak bisa diingkari bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada
yang benar-benar murni tertarik dan percaya kepada ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga segolongan mereka yang
menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam
pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik dan Zindiq.

Golongan inilah yang kemudian senantiasa menyimpan dendam dan


dengki terhadap Islam dan kaum muslimin. Kemudian mereka menunggu
peluang yang tepat untuk menghancurkan dan menimbulkan keraguan di
dalam hati orang banyak terhadap Islam. Peluang tersebut terjadi pada masa
pemerintahan Khalifah Usman bin Affan yang memang sangat toleran
terhadap orang lain. Imam Muhammad Ibnu Sirrin menuturkan, ”Pada
mulanya umat Islam apabila mendengar sabda Nabi Saw berdirilah bulu roma
mereka. Namun setelah terjadinya fitnah (terbunuhnya Ustman bin Affan),
apabila mendengar hadits mereka selalu bertanya, dari manakah hadits itu
diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-orang Ahlsunnah, hadits itu diterima
sebagai dalil dalam agama Islam. Dan apabila diterima dari orang-orang
penyebar bid’ah, hadits itu dotolak”9

8
Subhi Shalih : 266-267
9
Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadits (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004), 82

5
Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal
adanya benih-benih fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi
pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang
masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu
hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena ada
ancaman yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW terhadap orang yang
memalsukan hadist, Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada akhir
pemerintahan Khalifah Bani Umayyah pemalsuaan hadis mulai marak , baik
yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang dibuat oleh orang diluar
Islam. Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000 hadis
maudhu. Abdul Karim al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu.
Terpecahnya ummat Islam menjadi beberapa golongan politik dam
keagamaan menjadi pemicu munculnya hadis maudhu.

Masing-masing pengikut kelompok ada yang berusaha memperkuat


kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari Al Qur’an dan hadis,
menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis menyimpang dari arti
sebenarnya, sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat
menemukan yang demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-
ada atau berbohong atas diri Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis
tentang keutamaan para khalifah (secara berlebihan) dan para pemimpin
golongan dan mazhab.10

Diantara orang yang memainkan peranan dalam hal ini adalah Abdullah
bin Saba’, seorang Yahudi yang mengaku memeluk Islam. Dengan berdalih
membela Sayyidina Ali dan Ahlul Bait, ia berkeliling ke segenap pelosok
daerah untuk menabur fitnah. Ia berdakwah bahwa Ali yang lebih layak
menjadi khalifah daripada Usman bahkan Abu Bakar dan Umar. Alasannya
Ali telah mendapat wasiat dari Nabi s.a.w. Hadits palsu yang ia buat

10
Ajaj al Khatib : 416

6
berbunyi: “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku
adalah Ali.”

Kemunculan Ibnu Saba’ ini disebutkan terjadi pada akhir pemerintahan


Usman. Untungnya, penyebaran hadits maudhu’ pada waktu itu belum gencar
karena masih banyak sahabat utama yang mengetahui dengan persis akan
kepalsuan sebuah hadits. Khalifah Usman sebagai contohnya, ketika tahu
hadits maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’, beliau langsung mengusirnya
dari Madinah. Hal yang sama juga dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi
Thalib. Para sahabat tahu akan larangan keras dari Rasulullah terhadap orang
yang membuat hadits palsu sebagaimana sabda beliau: “Siapa saja yang
berdusta atas namaku dengan sengaja, maka dia telah mempersipakan
tempatnya di dalam neraka.”11

Menyadari hal ini, para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap


hadits yang disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah
menerimanya sekiranya ragu akan kesahihan hadits itu. Imam Muslim dengan
sanadnya meriwayatkan dari Mujahid sebuah kisah yang terjadi pada diri
Ibnu Abbas : “Busyair bin Kaab telah datang menemui Ibnu Abbas lalu
menyebutkan sebuah hadits dengan berkata “Rasulullah telah bersabda”,
“Rasullulah telah bersabda”. Namun Ibnu Abbas tidak menghiraukan hadits
itu dan juga tidak memandangnya. Lalu Busyair berkata kepada Ibnu Abbas
“Wahai Ibnu Abbas ! Aku heran mengapa engkau tidak mau mendengar
hadits yang aku sebut. Aku menceritakan perkara yang datang dari Rasulullah
tetapi engkau tidak mau mendengarnya. Ibnu Abbas lalu menjawab: “Kami
dulu apabila mendengar seseorang berkata “Rasulullah bersabda”, pandangan
kami segera kepadanya dan telinga-telinga kami kosentrasi mendengarnya.
Tetapi setelah orang banyak mulai melakukan yang baik dan yang buruk, kita
tidak menerima hadits dari seseorang melainkan kami mengetahuinya.”

11
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt fī Kutub
alTafsīr (Mesir: Maktabah al-Ilm, 1988 M/1409H), 20.

7
Sesudah zaman sahabat, terjadi penurunan dalam penelitian dan kepastian
hadits. Ini menyebabkan terjadinya periwayatan dan penyebaran hadits yang
secara tidak langsung turut menyebabkan berlakunya pendustaan terhadap
Rasulullah dan sebagian dari sahabat. Ditambah lagi dengan konflik politik
umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang bagi golongan
tertentu yang coba mendekatkan diri dengan pemerintah dengan cara
membuat hadits.

Sebagai contoh, pernah terjadi pada zaman Khalifah Abbasiyyah, hadits-


hadits maudhu’ dibuat demi mengambil hati para khalifah. Diantaranya
seperti yang terjadi pada Harun al-Rasyid, di mana seorang lelaki yang
bernama Abu al-Bakhtari (seorang qadhi) masuk menemuinya ketika ia
sedang menerbangkan burung merpati. Lalu ia berkata kepada Abu al-
Bakhtari : “Adakah engkau menghafal sebuah hadits berkenaan dengan
burung ini? Lalu dia meriwayatkan satu hadits, katanya: “Bahwa Nabi
Shaalaluulahu alai wa salam selalu menerbangkan burung merpati.” Harun al-
Rasyid menyadari kepalsuan hadits tersebut lalu menghardiknya dan berkata:
“Jika engkau bukan dari keturunan Quraisy, pasti aku akan mengusirmu.”12

C. Ciri -ciri Hadist Maudhu


Berikut ini merupakan ciri-ciri hadits maudhu’ dilihat dari beberapa sudut
pandang:
1. Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad
Terdapat beberapa ciri-ciri ke-maudhu’-an yang ada pada sanad. Ciri-
ciri tersebut antara lain:
a. Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada
seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
b. Pengakuan dari si pembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru
tasawuf, ketika ditanya oleh Ibnu Ismail tentang keutamaan ayat Al-
Qur’an, maka dijawab: “Tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits
ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-

12
Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt, 23.

8
Qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan
ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai
Al-Qur’an”.
c. Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada
pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru,
padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir
sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn
Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima hadits dari Hisyam
Ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “Kapan
engkau pergi ke Syam?” Ma’mun menjawab, “Pada tahun 250 H.”
Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam meninggal dunia pada
tahun 245 H”.13
d. Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits
maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim,
kala ia berkunjung ke rumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan
burung merpati yang berkata:
‫َال َسَبَق ِإَّال ِفى َنْص ٍل َأْو ُخ ٍّف َأْو َح اِفٍر َأْو َج َناٍح‬

Artinya:

“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu


unta, mengadu kuda, atau mengadu burung”.

Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung),


untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh
ribu dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ Aku bersaksi
bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Rasulullah SAW,
lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu hadits.

2. Ciri-ciri yang terdapat pada Matan


Terdapat juga beberapa ciri-ciri ke-maudhu’-an dalam matan, di
antaranya:

13
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal. 183

9
a. Keburukan susunan lafadznya. Seseorang yang memiliki keahlian
bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami hadits Nabi
akan merasakan susunan kata, mana yang keluar dari mulut
Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut
Rasulullah SAW.
b. Kerusakan maknanya, misalnya:
 Karena irrasional, seperti hadits:
‫َاَّن َسِفْيَنَة َنْو ٍح ِبا ْلَبْيِت َسْبِت َسْبًعا َو َص َّلْت ِباْلَم َقاِم َر ْك َعَتْيِن‬

Artinya:

“Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling Ka’bah dan


bersembahyang di maqam Ibrahim dua raka’at”.

 Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau


menyalahi kenyataan, seperti hadits:
‫َالُيْو َلُد َبْعَد اْلِم اَئِة َم ْو ُلْو ٌد ِهّلِل ِفْيِه‬

Artinya:

“Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada


padanya keperluan bagi Allah”.14

 Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:


‫َاْلَباِذ ْنَج اُن ِش َفاٌء ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء‬

Artinya:

“Buah terong itu penawar bagi penyakit”.

 Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang


ditetapkan akal kepada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah
suci dari serupa dengan makhluqnya.15 Oleh karena itu, kita
menghukumi palsu hadits berikut ini:
‫ِإَّن َهلَّلا َخ َلَق اْلَفَر َس َفَأْج َر اَها َفَعِر َقْت َفَخ َلَق َنْفَسَها ِم ْنَها‬

14
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal. 184
15
Munzier Suprapto, Ilmu Hadits, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)

10
Artinya:

“Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia


memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu Tuhan menjadikan
dirinya dari kuda itu”.

 Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam,


seperti hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq
mempunyai panjang tiga ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya
dengan air bah, ia berkata: “Ketika topan terjadi, air hanya
sampai ke tumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan
tangannya ke dalam laut, lalu membakar ikan yang diambilnya
ke panas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung
tangannya”.
 Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal
sama sekali, seperti hadits:
‫َالِّدْيُك اَأْلْبَيُض ّح ِبْيِبْي وَح ِبْيُب َح ِبْيِبْي‬

Artinya:

“Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku Jibril”.

 Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir,


dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
‫َو َلُد الِّزَنا َالَيْد ُخ ُل الَج َّنَة ِإَلى ّسْبَعِة أْبَناٍء‬

Artinya:

“Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan”.16

Makna hadits di atas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-


An’am: 164, yaitu:

‫َو َالَتِز ُر َو اِز َر ٌة ِو ْز َر ُأْخ َر ى‬

Artinya:

16
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) hal. 239

11
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat


dibebankan kepada orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat
dibebani dosa orang tuanya.

 Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-


perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar
terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
‫ َك اَن ُهَو َو َم ْو ُلْو ُد ُه ِفى اْلَج َّنِة‬،‫َم ْن ُوِلَد َلُه َو َلٌد َفَس َّم اُه ُم َح َّم ًدا‬

Artinya:

“Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah


menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000
lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat
memintakan ampun kepadanya”.

D. Faktor-faktor Penyebab mnculnya Hadist Maudhu


Terdapat beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini muncul,
antara lain sebagai berikut:
1. Pertikaian Politik
Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin
Affan oleh para pemberontak, tepatnya semenjak masa Khalifah ‘Ali bin
Abi Abi Yhalib (35-40 H). Pada masa itu umat Islam terpecah-belah
menjadi beberapa golongan. Di antara golongan-golongan tersebut, untuk
mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits palsu.
Yang pertama paling banyak membuat hadits maudhu’ adalah golongan
Syiah dan Rafidhah.17

Di antara hadits-hadits yang dibuat golongan Syi’ah adalah:


17
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
hal. 176

12
‫ُنْو ٍح ىِف َتْقَو اُه َو ىَل ْبَر اِه َمْي يِف ِعْلِم ِه َو ىَل ُم ْو ىَس ىِف َه ْي َبِتِه‬ ‫َمْن َاَر اَد َأْن َيْنُظ َر إ ىَل َاَد َم ىِف ِعْلِم ِه َو ىَل‬
‫ِإ‬ ‫ِإ ِإ‬ ‫ىَل ِعْي يِف ِع اَد ِتِه َفْل ُظ ىَل َعيِل ِإ‬
‫ْن‬ ‫َو ىَس‬
‫َب َي ْر ِإ‬ ‫ِإ‬
Artinya:

“Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya,


ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang
kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat
Isa tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali”.

‫َذ ّر َأْيْمُت ُم َع اِو َيَه َفاْقُتُلْو ُه‬


‫ِإ‬
Artinya:
“Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia”.

Gerakan-gerakan orang Syi’ah tersebut diimbangi oleh golongan


jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut
dengan membuat hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu tersebut:

‫ َال َهَل َّال اهَّلل ُم َح َّم ٌد َر ُس ْو ُل‬:‫َم ا ىِف اْلَجَّنِة َجَشَر ٌة َّال َم ْكُتْو ٌب َعىَل ِّلُك َو َر َقٍة ِم َهْنا‬
‫ِإ ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ْل‬
‫ ُع ْثَم اُن ُذ ْو الُّنْو َر ْيِن‬, ‫ َمُع ُر ا َفاُر ْو ُق‬, ‫ َأُبْو َبْك ر الِّص ِّد ْيُق‬, ‫اهّلل‬.
Artinya:

“ Tak ada satu pohon pun dakam surga, melainkan tertulis pada tiap-tiap
dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-
Shiddieq, Umar al-Faruq, dan Utsman Dzunnuraini”.

Golongan yang fanatik kepada Mu’awiyah membuat pula hadits


palsu yang menerangkan keutamaan Mu’awiyah, diantaranya:

‫ َأاَن َو ِج ِرْب ْيُل َو ُم َع اِو َيُة‬: ‫َاُألَمَناُء َثَال َثٌة‬


Artinya:

13
“Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu aku, Jibril dan Muawiyah”.

2. Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam


Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan
Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam.
Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka
mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah
besar hadits maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam.

Sejarah mencatat Abdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang


berpura-pura memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani
menciptakan hadits maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih
hidup. Di antara hadits maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang Zindiq
tersebut adalah:

‫ ُيَص اِف ُح الُّر ْكَباَن َو ُيَع اِنُق اْلُم َش اَة‬, ‫َيِزْن ُل َر ُّبَنا َع ِش َّيًة َعىَل َمَج ٍل َاْو َر ٍق‬

Artinya:

“Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan
bekendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang
yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan”.

‫الَّنْظ ُر ىَل اْلَو ْج ِه اْلَج ِم ْي ِل ِع َباّد ٌة‬


‫ِإ‬
Artinya:

“Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah”.

Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadits maudhu’ dari kalangan


Zindiq,18 adalah:

18
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
hal. 179

14
a. Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadits
maudhu’ tentang hukum halal-haram.
b. Muhammad bin Sa’id Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu
Ja’far Al-Mansur.
c. Bayan bin Sam’an Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid
bin Abdillah.
3. Mempertahankan Mahzab dalam masalah Fiqh dan Kalam
Mereka yang fanatik terhadap Madzhab Abu Hanifah yang bernama
Ma’mun bin Ahmad menganggap tidak sah shalat mengangkat kedua
tangan, membuat hadits maudhu’sebagai berikut:

‫َمْن َر َفَع َيَد ْيِه يِف الُّر ُكْو ِع َفَال َص َالَة ُهَل‬

Artinya:

“Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah


shalatnya”.

Di bidang kalam terjadi perbedaan tentang qadim tidaknya al-


Qur’an. Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa al-Qur’an itu tidak qadim, ia
baru dan diciptakan, dengan kata lain kaum Mu’tazilah menganggap al-
Qur’an itu makhluk. Sedang ahli hadits yang diwakili Ahmad bi Hanbal
berpendapat bahwa al-Qur’an itu kalam Allah yang qadim. Untuk
memperkuat pendirian mereka, kelompok kedua membuat hadits palsu,
misalnya:

‫َمْن َقاَل اْلُقْر آُن َم ْخ ُلْو ٌق َفَقْد َكَفَر‬

Artinya:

“Barang siapa mengatakan al-Qur’an itu makhluk, maka ia kafir”.

4. Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri kepada


Allah

15
Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang
mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam,
seorang tokoh hadits maudhu’, tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika
ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “ Saya dapati
manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat
hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-qur’an”.19

5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.


Di antara ulama yang jahat dan masih diragukan kezuhudannya ada
yang membuat hadits palsu untuk mendekati penguasa agar memperoleh
fasilitas dari mereka. Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang
datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati.
Lalu ia menyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai
kepada Nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda:

‫َال َس َبَق ِإ َّال ْيِف َنْص ٍل َأْو ُخ ٍّف َأْو َح اِف ٍر َأْو َج َناٍح‬

Artinya:
“Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan,
menunggang kuda, atau burung yang bersayap”.20
Pada mulanya ungkapan itu memang hadits dari Rasulullah, tetapi
aslinya tidak ada kata “burung”. Karena ia tahu jika khalifah al-Mahdi
suka bermain burung dan waktu itu dia melihat khalifah sedang bermain
burung merpati, maka ia menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’,
untuk meyenangkan Al-Mahdi. Lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar.
Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu
adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu, khalifah al-
Mahdi memerintahkan kepada salah satu pengawalnya untuk menyembelih
merpati itu.

19
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
hal. 181
20
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) hal. 233

16
17
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian hadits maudhu’ mempunyai bermacam-macam pendapat,
walaupun demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits maudhu’ adalah hadits
palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw.
Adapun latar belakangnya hadits maudhu’ tersebut hakikatnya adalah pembelaan
atau pembencian terhadap suatu golongan tertentu.

Hadits maudhu’ dapat diidentifikasi keberadaannya dengan


mengetahuinya berdasarkan metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-
ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.

Menyikapi terhadap adanya hadits maudhu’ sangat beragam, ada


sekelompok orang yang menyikapinya dengan menerima tanpa pertimbangan
tertentu, ada pula yang menerimanya dengan berbagai catatan tertentu, bahkan ada
pula yang tidak menerimanya sama sekali. Maka dari itu, kita juga harus berhati-
hati terhada hadits ini.

Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat
dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam
pembasannya. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritikannya yang
bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya
dapat lebih sempurna.

18
DAFTAR PUSAKA
Zarkasih, Pengantar Studi Hadis. 2011. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis. 2008. Bandung: Pustaka
Setia
Idri, Studi Hadis. 2010. Jakarta: Kencana Prenada Group
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. 2012. Jakarta: Amzah
Munzier suprapto, Ilmu Hadits. 2001. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Prof. Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar
Ilmu Hadits, Edisi 3, Cetakan Pustaka Rizki Putra, Semarang. 2009

Abdul Hakim bin Amir Abdat, Hadits-Hadits Dha’if dan Maudhu’, Cet. V,
Jakarta: Bulan Bintang, 2016

Agus Solahudin. Ulumul Hadist. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Ajaj Al-Khathib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, cetakan Maktabah


Wahbah, Kairo.1963

19

Anda mungkin juga menyukai