Kelompok 2
Hasmalarita (170203026)
FAKULTAS TARBIYAH
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ulumul Qur’an
tentang Hadits Maudhu’
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Hadits Maudhu’ dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
a. Kesimpulan .................................................................................................... 8
b. Saran .............................................................................................................. 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-
Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang sudah
selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini, begitu banyak opini umum yang
berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para
salaafussholih yang memang benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama,
sehingga opini ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari
ilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin menjadi
kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah Rosulullah
shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar
hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan
tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin
masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat
berbahaya bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi
wasallam.
Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya supaya
tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan permasalahan Hadits Maudhu’
yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan
Hadits Maudhu’.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu Hadits Maudhu’?
b. Apa saja macam-macam Hadits Maudhu’?
c. Apa saja faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’?
d. Apa saja ciri-ciri Hadits Maudhu’?
C. Tujuan Masalah
a. Mengetahui pengertian hadist maudhu’.
b. Mengetahui awal muncul dan faktor-faktor yang melatarbelakangi hadits maudhu’.
c. Mengetahui 4irri4ia atau 4irri-ciri hadits maudhu’.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang berarti al-isqath
(menggugurkan), al tark (meninggalkan)’ al-iftira’ wa iltilaq (mengada ada atau membuat buat).
Sedangkan secara terminologi menurut Ibn Al-Shalah dan ikuti oleh Al Nawawi.
Hadis Maudhu’ berarti: “ “ َوهوالمختلقالمصنوعYaitu sesuatu (hadist) yang diciptakan dan dibuat.
a. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam.
b. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang zuhud atau Isra’iliyyat dan pemalsu yang
menjadikannya hadits.
c. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya , melainkan dia hanya keliru.
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, apakah
telah terjadi pada masa Nabi masih hidup, atau sesudah masa beliau. Di antara pendapat-
pendapat tersebut adalah:
2
Sebagai para ahli berpendapat bahwa pemalsuan hadis sudah terjadi sejak masa
Rasulullah SAW masih hidup. Pendapat ini, di antaranya, dikemukakann oleh Ahmad Amin (w.
1373 H/1954 m). Argumen yang dikemukan oleh Ahmad Amin adalah hadis Nabi Rasulullah
SAW, bahwa barang siapa yang secara sengaja membuat berita bohong dengan mengatas
namakan Nabi, maka hendaklah orang itu bersiap-siap menepati tempat duduknya di neraka.
Shalah Al-Dhin Al-Adabi berpendapat bahwa pemalsuan hadis yang sifatnya semata-
mata melakukan kebohongan terhadap Nabi SAW, atau dalam pengertiannya yang pertama
mengenai Al-Wadh’ sebagai mana telah di uraikan di buka, dan berhubungan dengan masa lah
keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi, dan hal itu dilakukan oleh orang munafiq.
Sedangkan pemalsuan hadis yang berhubungan masalah agama atau dalam pengertiannya
kedua mengenai Al-Wadh’, belum pernah terjadi pada masa Nabi SAW.[4]
Al-Adabi menjadikan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Thahawi (w. 321 H/933 m) dan Al-
Thabrani (w. 360 H/971 m) sebagai argumen untuk mendukung pendapatnya.Kedua riwayat
tersebut menyatakan bahwa pada masa Nabi SAW ada seseorang yang telah membuat berita
bohong dengan mengatas namakan Nabi.Orang tersebut mengaku telah di beri kuasa oleh Nabi
SAW untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar
Madinah.Orang tersebut telah melamar seorang gadis dari masyarakat itu, namun lamaran
tersebut tenyata ditolat.Karena merasa curiga masyarakat tersebut mengutus seseorang
kepada Nabi untuk mendapat konfirmasi tentang kebenaran utusan yang datang kepada
mereka. Orang yang mengatas namakan Nabi tersebut ternyata bukanlah utusan Nabi, dan
karenannya Nabi SAW memerintahkan sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah
berbohong tersebut, dan apabila ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Nabi
SAW memerintahkan agar jasad orang tersebut di bakar. Hadis yang dipergunakan sebvagai
dalil oleh Al-Adabi, berdasarkan penelitian para ahli hadis ternyata sanadnya lemah dan oleh
karenannya tidak bisa di jadikan dalil.
3
Kebanyakan ulama hadis berpendapat, bahwa pemalsuan hadis baru terjadi untuk
pertama kalinya adalah setelah tahun 40 H.Pada masa kekhalifahan ‘Ali Ibnu Abi Thalib, yaitu
setelah terjadinnya perpecahan politik antara kelompok ‘Ali di satu pihak dan Mu’awiyah
dengan pendukungnnya di pihak lain, serata kelompok ke tiga yaitu kelompok Khawarij yang
pada awalnya adalah pengikut ‘Ali, namun ketika ‘Ali menerima tahkim,
mereka keluar dari, bahkan terbalik menentang, kelompok ‘Ali di samping juga
menentang Mu’awiyah.Masing-masing kelompok berusaha untuk mendukung kelompok
mereka dengan berbagai argumen yang di cari mereka dari Al-Qur’an dan Hadist, dan ketika
mereka tidak mendapatkannya, maka merekapun membuat hadis-hadis palsu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa belum terdapat bukti yang kuat tentang
telah terjadinya pemalsuan hadis pada masa Nabi SAW, demikian juga pada masa-masa sahabat
1sebelum pemerintahan ‘Ali Ibnu Abi Thalib. Hal demikian adalah karena begitu kerasnya
peringatan yang di berikan Nabi SAW terhadap mereka yang mencoba-coba untuk melakukan
dusta atas nama beliau.
Munculnya pemalsuan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam.
Dimulai dengan terbunuhnya Amirul Mukminin ‘Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin
‘Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub
‘Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang
tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang berselisih
ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-
Hadits.Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya
masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al- Hadits pada saat itu, akhirnya
sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Inilah awal sejara
timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam.Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak
hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam.
Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut:
1. Pertentangan politik Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara
golongan yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela
golongan yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi
4
pada polemik pertentangan kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah
sehingga terbentuk golongan syi’ah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan
hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing.
2. Usaha kaum Zindiq Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai
agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat
melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga
menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan
hadits, dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah satu diantara
mereka adalah Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena
kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu’
:" أناخات ُمالنبيّينالنبيّبعديْإالّأنيشاءهللاAku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku,
kecuali yang Allah kehendaki.”
3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan Salah satu tujuan
pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin
menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya..
4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat Kelompok yang melakukan
pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga
mereka kagum melihat kemampuannya.
5. Perbedaan pendapat dalam masalah ‘Aqidah dan ilmu Fiqih Munculnya hadits-hadits
palsu.Mereka melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin
menguatkan madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang
keutamaan Khalifah ‘Ali bin Abi Thaalib: ’" عليّخيرالبشر َمنش ّكفيهكفرAli merupakan sebaik-baik
manusia, barangsiapa yang meragukannya maka ia telah kafir.”
6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan.
Maka berikut ini ada beberapa Hadits Maudhu’ bersama keterangannya, serta di mana perlu
dan di sebutkan bagian dari sebab-sebabnya atau tanda-tandanya.
َ َالننَّ َظ ُراِل.
ِ ْ يالوجْ ِها
ٌلجم ْي ِل ِعبَادَة
Keterangan:
5
maksudnya itu untuk membangunkan syahwat manusia, sehingga orang mau
mengerjakan perbuatan yang tidak senonoh, sedang salah satu daripada keutamaan
manusia, ialah menjaga syahwatnya.
b. Sabda Nabi tidak akan bertentangan dengan sifat keutamaan manusia, tetapi Hadits itu
nyatanya berlawanan; teranglah bahwa itu bukan Hadits Rasulullah saw. Oleh sebab itu
dia disebut hadits maudhu’.
Artinya: Kalau salah seorang dari pada kamu menyangka baik kepada sebuah batu, niscaya
dengan batu ini, Allah akan memberi manfa’at kepadanya.
Keterangan:
Hadits-hadits palsu:
Hadits yang menyuruh orang shalat malam jum’ah 12 raka’at dengan bacaan surah
Ihlash 10 kali.
Hadits yang memerintah orang shalat malam jum’ah 2 raka’at dengan bacaan surah
Zalzalah 15 kali,(ada juga yang menerangkan 50 kali).
Hadits-hadits shalat pada hari jum’ah 2 raka’at, empat raka’at dan 12 raka’at
1. Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits) Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang
menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi
sanadnya ini, diantaranya adalah:
Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh
dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga
meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
6
Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam,
bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan
Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang
perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya
atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat
tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-
kitab yang khusus membahasnya.
Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu
golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah
hadits yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.
2. Dari segi Matan (Isi Hadits) Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling
penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-katab.
Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-kaidah
akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia.
Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits
tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar.
G. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam.
H. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk ‘amal yang terlalu ringan atau ancaman
yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil.
7
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama, dapat
disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya.Hadits
Maudhu’ bisa berupa perkataan dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang biasa yang
sengaja membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang zuhud, bahkan
Isra’iliyyat.Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan dengan syarat dia
mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya.Kemunculan hadits-hadits palsu berawal
dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum
‘Ali bin Abi Thaalib rodliyallahu’anhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin
memuncak antara kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga terpecahlah
islam menjadi beberapa golongan, yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin
menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
b. Saran
Makalah yang telah kami buat ini, mungkin masih ada kekurangan dan belum mencapai
sempurna seperti yang diharapkan. Jadi, demi kemajuan yang akan datang kami semua
mengharapkan krtik dan saran yang membangun dari Bapak/Ibu guru, maupun dari pembaca,
agar kami dapat memperbaikinya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs.Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadits, raja grapindo persada,
Jakarta, 1993