MAKALAH
HADITS MAUDHU’
Disusun Oleh :
Arini Aulia Putri
(11910821318) Olha Mastura
(11910824060)
Sri Handyani (11910820516)
i
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar...............................................................................................ii
Daftar isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Kesimpulan..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua
setelah al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam
yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa
ini, begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa
ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang memang
benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama, sehingga opini
ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari
ilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum
muslimin menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan
sunnah-sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan
keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits
palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan
membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin
masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu
hal yang sangat berbahaya bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan
sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam.
Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk
mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan
dengan permasalahan Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak
diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan Hadits
Maudhu’
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadits maudhu’?
2. Bagaimana sejarah munculnya hadits maudhu’?
3. Apa ciri-ciri hadits maudhu’ ?
4. Apa saja contoh hadits-hadist maudhu’?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Maudhu’
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya hadits maudhu’
3. Untuk mengetahui cirri-ciri hadits maudhu’
4. Untuk mengetahui contoh hadits-hadits maudhu’
2
BAB II
ISI
Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan
itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara palsu
dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.”4
1
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia, (Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009), hal. 27.
2
Ibid. hal. 29
3
3
Lajnah Ilmiah, Pengantar Ilmu Hadits, (Bogor : LESAT Al-Hidayah,2001), Hal. 141
4
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits, (Bandung : PT AL MA’ARIF, 1970), hal. 168-169
4
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para
’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits
Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak
mentaqrirkannya.
6
Kemudian orang tersebut melamar seorang gadis dari masyarakat tersebut
namun ditolak. Masyarakat tersebut lalu mengutus orang untuk
mengkorfirmasikan berita yang dimaksud. Ternyata Nabi SAW tidak pernah
menyuruh orang tersebut yang mengatasnamakan diri beliau. Kemudian
Nabi SAW memerintahkan sahabat untuk mencari orang tersebut dan
membunuhnya, dan juga membakar mayatnya.5
5
https://296group.blogspot.com/2018/11/makalah-ulumul-hadits-hadits-maudhu.html
7
dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab
yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub
terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik,
kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat
atau mengagungkan ahlul bait.
2) Dari segi Matan (Isi Hadits)
Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk
bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a. Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam
mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang
dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim (kata
pendek yang mengandung arti luas).6
b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti,
kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang
dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits :
ت سب ًعا ت خل ف المقا ِم ركعتي ِن ت إ ِّن سفينة نو طاف
وصل بالبي
“Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu
shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim.”7
c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti
dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar.
Contoh Hadits Maudhu’’ yang maknanya bertentangan dengan al-
Qur’an, ialah hadits:
ْبنَا ٍءJَس ْب َع ِة ا َز نَ ا الَي ْد خل ج نِ ِّةJِ ّ الJُوَلد
ِاَلى لJْا
“Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”8
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an :
ْخ َرىJُوال َت ِز ِز و ْز َر أ
ُر َرةٌ وا
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Q.S
Al-An’am: 164).
6
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Opcit, hal. 38.
8
7
Ibid, hal. 40
8
Fatchur Rahman, opcit, hal. 171
9
Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak
dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian
tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa
Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam menggugurkan kewajiban
membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz.
Padahal telah ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan
saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah,
karena jizyah baru disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9
hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia ketika perang
Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah
baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.9
e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk ‘amal yang terlalu ringan
atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil. Hadits-
hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab mau’izhah.
Contoh :
ْو َنJُس ْب ع J ْو ف لسا لكُ سJُطا ِئ س ْب ع ِ َك ِ ل ُ م ْن ا َل لَ َه ِاال خ
هلال
ٍن ِِّل ل ا ْلJًَرا ه َن ا ت َ م ِة ه ُلال ل ق ال
ٍن ك ا ْل
ْل م
ْن
Jُت ْغ ِف ُر ْو َن َلهJَ Jس َا ْل ُل َغ ٍة
ف
“Barang siapa mengucapkan tahlil (laa ilaaha illallah) maka Allah
subhaanahuwata’ala. menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang
mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa
yang dapat memintakan ampun kepadanya.”
Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara
mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan
Hadits Maudhu’. Al-Rabi’ Ibn Khaitsam berkata:
“Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat
mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits
yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita mengetahuinya dengan
1
itu.”
9
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, opcit, hal. 39
1
Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah
hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ‘ulama yang telah
menguasai betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang
dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah
palsu.
Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar
memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana
yang shahih dan mana yang maudhu’. Dengan memperhatikan apa yang
telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak
mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga
mereka memperhatikan matannya.
1
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jahdzom, dia adalah seorang pemalsu
hadits.
3. Hadits :
من صام يوما من رجب و صلى أربع ركعات يقرأ في أول ركعة مائة مرة (أية الكرسي) وفي الثانية
ةJ Jل( مرة مائJJرى حتى يمت لم )أحد هلال هو قJ Jة من مقعده يJJالجن
“Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan melakukan sholat empat
rakaat, pada rakaat pertama ia membaca ayat kursi 100 kali dan pada
rakaat kedua dia membaca “Qul Huwallahu Ahad”, dia tidak akan mati
sebelum melihat tempatnya di surga”
Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi (2/132)
4. Hadits :
ام منJوم صJ Jوراء يJ ه هلال كتب عاشJJادة لJ Jتي ن عبJ ن ة سJ س
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura, Allah akan menulis
baginya ibadah selama enampuluh tahun”
Hadits ini palsu diriwayatkan oleh Hubaib bin Abi Hubaib, dia termasuk
orang yang memalsukan hadits.
5. Hadits bahwa Rasulullah :
رJ اء أمJ J اذ األغنيJ ر و الغنم باتخJ راء أمJ Jاذ الفقJ دجاج بات خJJال
“Beliau memerintahkan para orang kaya untuk memelihara kambing dan
memerintahkan para orang miskin untuk memelihara ayam”
Hadits ini palsu yang diriwayatkan oleh Ali bin Urwah ad-Dimasyqi. Ibnu
Hibban berkata tentangnya : “Dia pernah memalsukan hadits”
6. Hadits :
ع منJ J ه رفJ J وع في يديJJال الركJJ الة فJJه صJ J ل
“Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya ketika ruku’, maka tidak
ada shalat baginya”
Hadits dipalsukan oleh Muhammad bin Ukasyah al-Kirmani.
7. Hadits :
لJ يء لكJ دن شJ دن و معJ وى ومعJJ وب التقJ Jاقل ي ن قلJ الع
“Setiap sesuatu punya sumber dan sumbernya ketaqwaan adalah hatinya
orang-orang yang pintar berakal”
1
Ibnu al-Qoyyim juga menjelaskan bahwa hadits-hadits yang membahas
tentang akal semuanya adalah dusta.
(Abu Maryam Abdusshomad, dinukil dari kitab Al-Manar al-Munif fii
Asshohih wa Addho’if karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah)10
10
https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’.
Secara etimologi al-Maudhu’ ( )الموضوعmerupakan bentuk isim maf’ul dari
kata يضع- وضع. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan,
meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat
disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu munculnya hadits maudhu’.
1) Menurut Ahmad Amin, hadits maudhu’ sudah ada sejak Nabi SAW masih
hidup, 2) Menurut jumhur al-muhadditsin bahwa pemalsual hadits itu terjadi
pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, 3) Shalah al-Din al-Adlabi
mengatakan bahwa pemalsuan hadits dalam masalah keduniaan sudah ada
sejak Nabi SAW.
Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu: 1)
Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits), 2) Dari segi matan (isi hadits).
1
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Ahmad. 2009. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik:
Pustaka AL FURQAN.
https://296group.blogspot.com/2018/11/makalah-ulumul-hadits-hadits-
maudhu.html
https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/