Anda di halaman 1dari 19

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Studi Hadits Joni, M. Pd

MAKALAH
HADITS MAUDHU’

Disusun Oleh :
Arini Aulia Putri
(11910821318) Olha Mastura
(11910824060)
Sri Handyani (11910820516)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah studi al-qur,an mengenai
“Hadits Maudhu”. Shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad saw. yang
membimbing umat manusia ke alam ilmu pengetahuan dan moral yang mulia
sehingga menjadikan manusia yang berilmu dan berakhlak karimah. Dan yang
menjadi perintis kejayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan bagi seluruh umat
manusia.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan kerja sama
antar kelompok sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada anggota kelompok yang sudah
ikut berkontribusi di dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari seutuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka untuk menerima segala
masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa
melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Hadits Maudhu ini memberi
manfaat ataupun inspirasi pada pembaca.

Pekanbaru, 20 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................................................ii
Daftar isi..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Pengertian Hadits Maudhu’....................................................................3


B. Sejarah Munculnya Hadits Maudhu’.....................................................4
C. Ciri-ciri Hadits Maudhu’.........................................................................5
D. Contoh Hadits-hadits Maudhu’...............................................................8

BAB III PENUTUP..........................................................................................11

A. Kesimpulan..................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua
setelah al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam
yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa
ini, begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa
ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang memang
benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama, sehingga opini
ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari
ilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum
muslimin menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan
sunnah-sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terlebih dengan
keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits
palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan
membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin
masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu
hal yang sangat berbahaya bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan
sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam.
Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk
mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan
dengan permasalahan Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak
diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan Hadits
Maudhu’

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadits maudhu’?
2. Bagaimana sejarah munculnya hadits maudhu’?
3. Apa ciri-ciri hadits maudhu’ ?
4. Apa saja contoh hadits-hadist maudhu’?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Maudhu’
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya hadits maudhu’
3. Untuk mengetahui cirri-ciri hadits maudhu’
4. Untuk mengetahui contoh hadits-hadits maudhu’

2
BAB II
ISI

A. Pengertian Hadits Maudhu’


Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’.
Secara etimologi al-Maudhu’ (‫ )الموضوع‬merupakan bentuk isim maf’ul
dari
kata‫ يضع‬- ‫وضع‬. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan,
meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat
disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.1
Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian,
diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah:
Jً‫ر َوا ْل ِع ِه ي ْعنً كا َن م َب َّينا‬
ُ ،‫صُن وش ُّر ِ ف‬ ‫ه َو ا ْل خ ا ْل‬.ُ
‫ِإال‬ ‫ه ْل ِم م ِف أَي ى م‬Jُ‫َيت‬
‫ال ع و َي ر‬ ‫ْو‬ ‫ل َم‬Jَ‫ُم ت‬
‫ُم‬ ‫َع ا‬‫ْي‬ ‫ُع‬ ‫ق‬
‫ض‬
‫ح‬
“Dia (Hadits Maudhu’) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat,
dan hadits dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika
mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai dengan
penjelasan.”2
Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu’ adalah :
‫ى ال ِّرسول صلى هلال عليه وس ِّلم اختال ًقا وكذ ًبا م ِّما لم يق ْله أو يفعله أو يق ِّره‬J‫سب ال‬Jُ‫مان‬
wasallam shollallahu’alaihi Rasulullah kepada dinisbatkan yang “Sesuatu
kerjakan beliau sabdakan, beliau tidak yang dusta dan mengada-ada secara
ataupun taqrirkan.”3
Sedangkan menurut sebagian ‘Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’
adalah:
‫ا سوا ٌء كان ذالك‬ ‫ِم زو ًرا وبهتا‬Jّ‫مصنوع المنصوب الى رسول هلال صلى هلال عليه وسل‬J‫ع ال‬J ‫هو المختل‬
ً‫” عمدًا أم خطأ‬

Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan
itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara palsu
dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.”4

1
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia, (Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009), hal. 27.
2
Ibid. hal. 29

3
3
Lajnah Ilmiah, Pengantar Ilmu Hadits, (Bogor : LESAT Al-Hidayah,2001), Hal. 141

4
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits, (Bandung : PT AL MA’ARIF, 1970), hal. 168-169

4
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para
’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits
Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak
mentaqrirkannya.

B. Sejarah Munculnya Hadits Maudhu’


Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu munculnya hadits maudhu’.
1. Menurut Ahmad Amin, hadits maudhu’ sudah ada sejak Nabi SAW masih
hidup, berdasarkan hadits Nabi SAW :
‫ِّ’م َيتَ َب َع م َن ا نل َّا ِّر‬ ‫كذ عل‬ ‫م ْن‬
‫دَُه‬ ‫دًا‬ ‫ّب ي‬
ْ ْ
‫مَت ّوأ ل م ْق‬
‫َع‬
“barang siapa dengan sengaja berdusta kepadaku, maka hendaklah ia
bersiap-siap menempati tempatnya di dalam neraka”
2. Menurut jumhur al-muhadditsin bahwa pemalsual hadits itu terjadi pada
masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, mereka beralasan bahwa keadaan
hadits sejak Nabi SAW hingga sebelum terjadinya pertentangan Ali bin Abi
Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sofyan (w. 60 H/680 M) masih terhindar
dari pemalsuan-pemalsuan. Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib telah
terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan golongan Mu’awiyah.
Upaya ishlah melalui Tahkim tidak mampu meleraikan pertentangan mereka,
bahkan semakin ruwet dengan munculnya kelompok Khawarij (keluar dari
golongan Ali). Masing-masing golongan, selain berusaha saling
mengalahkan lawan-lawannya, juga berupaya mempengaruhi orang-orang
yang tidak berada dalam perpecahan. Salah satu cara yang mereka tempuh
adalah dengan membuat hadits palsu. Dalam sejarah dikatakan bahwa yang
pertama-tama membuat hadits palsu adalah golongan syi’ah.
3. Shalah al-Din al-Adlabi mengatakan bahwa pemalsuan hadits dalam masalah
keduniaan sudah ada sejak Nabi SAW, alasannya hadits yang diriwayatkan
al-Thahawi (w. 321H/933M) dan al-Thabrani (w. 360H/971M). Dikisahkan
didalamnya, ada seorang yang telah membuat berita bohong yang
mengatasnamakan Nabi SAW. Orang itu mengaku telah diberi wewenang
5
oleh Nabi SAW untk menyelesaikan masalah disuatu daerah di Madinah.

6
Kemudian orang tersebut melamar seorang gadis dari masyarakat tersebut
namun ditolak. Masyarakat tersebut lalu mengutus orang untuk
mengkorfirmasikan berita yang dimaksud. Ternyata Nabi SAW tidak pernah
menyuruh orang tersebut yang mengatasnamakan diri beliau. Kemudian
Nabi SAW memerintahkan sahabat untuk mencari orang tersebut dan
membunuhnya, dan juga membakar mayatnya.5

C. Ciri-ciri Hadits Maudhu’


Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa
membedakan antara hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan
beberapa kaidah dan ciri-ciri agar bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’ yang diambil dari berbagai
sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits)
Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara
pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam.
Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari
sisi sanadnya ini, diantaranya adalah:
a. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya
diriwayatkan oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh
(terpercaya) yang juga meriwayatkannya, sehingga riwayatnya
dihukumi palsu.
b. Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh
bin Abi Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang
keutamaan al-Qur`an juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang
mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits,
misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia
tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut
meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini

5
https://296group.blogspot.com/2018/11/makalah-ulumul-hadits-hadits-maudhu.html

7
dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab
yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub
terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik,
kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat
atau mengagungkan ahlul bait.
2) Dari segi Matan (Isi Hadits)
Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk
bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a. Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam
mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang
dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim (kata
pendek yang mengandung arti luas).6
b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti,
kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang
dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits :
‫ت سب ًعا ت خل ف المقا ِم ركعتي ِن‬ ‫ت‬ ‫إ ِّن سفينة نو طاف‬
‫وصل‬ ‫بالبي‬
“Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu
shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim.”7
c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti
dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar.
Contoh Hadits Maudhu’’ yang maknanya bertentangan dengan al-
Qur’an, ialah hadits:
‫ ْبنَا ٍء‬Jَ‫س ْب َع ِة ا‬ َ‫ز نَ ا الَي ْد خل ج نِ ِّة‬Jِ ّ ‫ ال‬Jُ‫وَلد‬
‫ِاَلى‬ ‫ل‬Jْ‫ا‬
“Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”8
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an :

‫ ْخ َرى‬Jُ‫وال َت ِز ِز و ْز َر أ‬
‫ُر َرةٌ وا‬
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Q.S
Al-An’am: 164).

6
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Opcit, hal. 38.

8
7
Ibid, hal. 40
8
Fatchur Rahman, opcit, hal. 171

9
Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak
dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian
tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa
Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam menggugurkan kewajiban
membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz.
Padahal telah ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan
saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah,
karena jizyah baru disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9
hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia ketika perang
Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah
baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.9
e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk ‘amal yang terlalu ringan
atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil. Hadits-
hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab mau’izhah.
Contoh :
‫ ْو َن‬Jُ‫س ْب ع‬ J‫ ْو ف لسا لكُ س‬Jُ‫طا ِئ س ْب ع‬ ‫ِ َك ِ ل‬ ُ ‫م ْن ا َل لَ َه ِاال خ‬
‫هلال‬
‫ٍن ِِّل ل ا‬ ‫ ْل‬Jَ‫ًرا ه َن ا‬ ‫ت َ م ِة‬ ‫ه ُلال ل ق‬ ‫ال‬
‫ٍن‬ ‫ك ا‬ ‫ْل‬
‫ْل‬ ‫م‬
‫ْن‬
Jُ‫ت ْغ ِف ُر ْو َن َله‬Jَ J‫س‬ ‫َا ْل ُل َغ ٍة‬
‫ف‬
“Barang siapa mengucapkan tahlil (laa ilaaha illallah) maka Allah
subhaanahuwata’ala. menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang
mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa
yang dapat memintakan ampun kepadanya.”
Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara
mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan
Hadits Maudhu’. Al-Rabi’ Ibn Khaitsam berkata:
“Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat
mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits
yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita mengetahuinya dengan

1
itu.”

9
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, opcit, hal. 39

1
Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah
hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ‘ulama yang telah
menguasai betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang
dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah
palsu.
Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar
memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana
yang shahih dan mana yang maudhu’. Dengan memperhatikan apa yang
telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak
mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga
mereka memperhatikan matannya.

D. Contoh Hadits-hadits Maudhu’


Hadits Maudhu yang tersebar dikalangan umat Islam sangat banyak sekali.
Hadits-hadits tersebut juga mengenai pembahasan-pembahasan yang berbeda.
Orang-orang zindiq saja mereka sangat banyak memalsukan hadits.
Diriwayatkan dari Hammad bin Zaid bahwa beliau berkata : “Orang-orang
zindiq memalsukan hadits atas nama Rasulullah sebanyak 14.000 hadits”
Berikut adalah tujuh contoh hadits maudhu yang diambil dari penjelasan
Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah :
1. Hadits :
‫ام من‬J ‫بيحة ص‬J ‫وم ص‬J J ‫ر ي‬JJ‫ام فكأنما الفط‬J ‫دهر ص‬JJ‫ه ال‬J J‫كل‬
“Barangsiapa berpuasa di waktu pagi pada hari ‘Idul Fithri, dia bagaikan
puasa sepanjang waktu”
Ini adalah hadits palsu yang dibuat oleh Ibnu al-Bailami. Ibnu Hibban
rahimahullah berkata : “Dia meriwayatkan hadits dari ayahnya sebanyak
kurang lebih 200 hadits, semuanya palsu dan tidak boleh berhujjah dengan
dia dan juga tidak boleh disebut namanya kecuali hanya untuk menjelaskan
keheranan terhadapnya ”
2. Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah :
‫هر أمتي‬JJ‫هري و رمضان ش‬JJ‫عبان ش‬J ‫هر هلال وش‬JJ‫رجب ش‬
bulan Ramadhan dan bulanku Sya’ban Allah, bulan adalah “Rajab
”umatku

1
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jahdzom, dia adalah seorang pemalsu
hadits.
3. Hadits :
‫من صام يوما من رجب و صلى أربع ركعات يقرأ في أول ركعة مائة مرة (أية الكرسي) وفي الثانية‬
‫ة‬J J‫ل( مرة مائ‬JJ‫رى حتى يمت لم )أحد هلال هو ق‬J J‫ة من مقعده ي‬JJ‫الجن‬
“Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan melakukan sholat empat
rakaat, pada rakaat pertama ia membaca ayat kursi 100 kali dan pada
rakaat kedua dia membaca “Qul Huwallahu Ahad”, dia tidak akan mati
sebelum melihat tempatnya di surga”
Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi (2/132)
4. Hadits :
‫ام من‬J‫وم ص‬J J‫وراء ي‬J ‫ه هلال كتب عاش‬JJ‫ادة ل‬J J‫تي ن عب‬J ‫ ن ة س‬J ‫س‬
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura, Allah akan menulis
baginya ibadah selama enampuluh tahun”
Hadits ini palsu diriwayatkan oleh Hubaib bin Abi Hubaib, dia termasuk
orang yang memalsukan hadits.
5. Hadits bahwa Rasulullah :
‫ر‬J ‫اء أم‬J J ‫اذ األغني‬J ‫ر و الغنم باتخ‬J ‫راء أم‬J J‫اذ الفق‬J ‫دجاج بات خ‬JJ‫ال‬
“Beliau memerintahkan para orang kaya untuk memelihara kambing dan
memerintahkan para orang miskin untuk memelihara ayam”
Hadits ini palsu yang diriwayatkan oleh Ali bin Urwah ad-Dimasyqi. Ibnu
Hibban berkata tentangnya : “Dia pernah memalsukan hadits”
6. Hadits :
‫ع من‬J J ‫ه رف‬J J ‫وع في يدي‬JJ‫ال الرك‬JJ ‫الة ف‬JJ‫ه ص‬J J ‫ل‬
“Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya ketika ruku’, maka tidak
ada shalat baginya”
Hadits dipalsukan oleh Muhammad bin Ukasyah al-Kirmani.
7. Hadits :
‫ل‬J ‫يء لك‬J ‫دن ش‬J ‫دن و مع‬J ‫وى ومع‬JJ‫ وب التق‬J J‫اقل ي ن قل‬J ‫الع‬
“Setiap sesuatu punya sumber dan sumbernya ketaqwaan adalah hatinya
orang-orang yang pintar berakal”

1
Ibnu al-Qoyyim juga menjelaskan bahwa hadits-hadits yang membahas
tentang akal semuanya adalah dusta.
(Abu Maryam Abdusshomad, dinukil dari kitab Al-Manar al-Munif fii
Asshohih wa Addho’if karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah)10

10
https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’.
Secara etimologi al-Maudhu’ (‫ )الموضوع‬merupakan bentuk isim maf’ul dari
kata‫ يضع‬- ‫وضع‬. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan,
meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat
disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu munculnya hadits maudhu’.
1) Menurut Ahmad Amin, hadits maudhu’ sudah ada sejak Nabi SAW masih
hidup, 2) Menurut jumhur al-muhadditsin bahwa pemalsual hadits itu terjadi
pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, 3) Shalah al-Din al-Adlabi
mengatakan bahwa pemalsuan hadits dalam masalah keduniaan sudah ada
sejak Nabi SAW.
Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu: 1)
Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits), 2) Dari segi matan (isi hadits).

1
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Fatchur. 1970. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung: PT AL


MA’ARIF.

Sabiq, Ahmad. 2009. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik:
Pustaka AL FURQAN.

Ilmiah, Lajnah. 2001. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor: LESAT Al-Hidayah.

https://296group.blogspot.com/2018/11/makalah-ulumul-hadits-hadits-
maudhu.html

https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/

Anda mungkin juga menyukai