Anda di halaman 1dari 13

“HADITS MAUDHU”

Dosen : Dr. H. Abdullah Sani K., Lc.MA

Jurusan : Ahwal Al-Syaksiyyah– semester 1

Disusun Oleh :

KELOMPOK 12

IBNAL HABIBI

IRMA KHAIRANI

Sekolah Tinggi Agama Islam

Jam’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura

2021-2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan kewajiban penulis, yakni dalam rangka
untuk memenuhi salah satu syarat tugas individu. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada beliau Baginda Nabi Agung Muhammmad SAW yang telah mengantarkan
kita kepada jalan yang terang dan menjadikan jalan yang indah berupa ajaran Agama Islam.

Ucapan terima kasih kepada beliau Bapak Dr. H. Abudllah Sani K, Lc.MA selaku dosen
pengampu pada mata kuliah ‘ulumul hadits yang telah memberikan bimbingan serta arahan
sehingga makalah yang berjudul “hadits maudhu’’’ ini dapat diselesaikan tepat waktu. Seiring
dengan usaha kerja keras penulis, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, karena tanpa bimbingan dan dorongannya, penulis tidak akan
menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Penulis pun menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mempunyai tanggapan yang positif serta dapat
bermanfaat bagi pembaca semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

                                                                         Tanjung Pura, 06 Oktober 2021

                                                                         Penyusun

Kelompok 12
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an.
Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang sudah selayaknya
dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini, begitu banyak opini umum yang berkembang
yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang
memang benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama, sehingga opini ini
membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari ilmu hadits.

Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin menjadi kurang
tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi
wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if
dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan
membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang
remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi
‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam.
Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya supaya tidak timbul
kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan permasalahan  Hadits Maudhu’ yang dapat
menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan Hadits
Maudhu’.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Hadits Maudhu’?
2. Bagaimana Sejarah Kemunculan dari Hadits Maudhu’?
3. Apa Saja Faktor Melatar Belakangi Hadits Maudhu’?
4. Dan Apa saja Kriteria Hadits Maudhu’?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Maudhu’.
2. Untuk Mengetahui Sejarah Kemunculan Hadits Maudhu’.
3. Untuk Mengetahui Latar Belakang dan Mengetahui Kriteria Hadits Maudhu’.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maudhu’

Jika sebab celaan/cacat pada perawi itu karena berdusta atas nama Rasulullah SAW, maka
haditsnya itu dinamakan hadits maudhu’.1

Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’. Secara etimologi
al-Maudhu’ (‫وع‬CC‫ )الموض‬merupakan bentuk isim maf’ul dari kata wadha’ asy-syai’, yaitu:
merendahkannya. Dinamakan demikian karena kedudukannya rendah.2

Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian, diantaranya menurut


Iman Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah:

ً ‫م ِر َوايَتُهُ َم َع ْال ِع ْل ِم بِ ِه فِ ْي أَيِّ َم ْعنًى َكانَ إِالَّ ُمبَيَّنا‬Cُ ‫ َويَحْ ُر‬،‫ْف‬ ُ ْ‫ق ْال َمصْ نُو‬
َّ ‫ع َو َشرُّ ال‬
ِ ‫ض ِعي‬ ُ َ‫هُ َو ْال ُم ْختَل‬.

“Dia (Hadits Maudhu’) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits dhoi’f
yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk
keperluan apapun kecuali disertai dengan penjelasan. 3

Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu’ adalah:

ْ ‫ م ّما لم‬C‫مانُسب الى الرّسول صلى هللا عليه وسلّم اختال قًا وكذبًا‬
‫يقله أو يفعله أو يقرّه‬
“Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara mengada-ada
dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan”4

Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama yang telah
disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan
kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja

1
Thahhan, Taisir…, h.89
2
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik : 
Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 27
3
Ibid, hal.29
4
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung : PT AL MA’ARIF. 1970. hlm. 168-169
maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak
mentaqrirkannya.

B. Sejarah Kemunculan Hadits Maudhu’

Para pakar hadits telah berbeda pendapat tentang awal mulanya fungsi hadits Maudhu’, ada
yang menyatakan hadits Maudhu’ terjadi pada awal 10 H. seperti yang telah disampaikan oleh
Mushthafa As-Siba’iy dalam bukunya al- Sunnah Wamakanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami. Usaha
pemalsuan ini disebabkan kepentingan pribadi, primordial, politik seperti pertentangan politik
(khalifah) antara Ali dan Mu’awiyah. Sedangkan dalam kitab Ulum al-Hadits wa
Mushthalahuhu, Shubhi al- Shahih menyatakan hadits Maudhu’ itu lahir pada 41 H. pada saat Ali
bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, dan pada masa itu pula terpecah umat Islam kepada
tiga golongan yaitu : Syiah, Mu’awiyah dan Khawarij. Golongan Syi’ah yang setia kepada’ Ali
juga kepada Ahlul Bait beranggapan bahwa Ali yang berhak memegang tampuk khalifah. Agar
konsep ini berjalan mulus maka mereka membuat ceritera tentang keutamaan ‘Ali dengan
menciptakan hadis-hadis maudhu’. Demikian juga golongan Mu’awiyah dan Khawarij. Sebagai
contoh golongan Syi’ah menetapkan adanya pesan dari Rasulullah kepada ‘Ali sebagai pengganti
khalifah sesudahnya, sehingga mereka berani menciptakan satu hadis seperti berikut:

" ‫ شيعتك فابشر‬C‫ وألهلك ولشيعتك ولمحبي‬C‫يا علي إن اهللا قد غفر لك ولذريتك ولولدك‬
‫فانك األترع الطلق " فيه داود الوضاع‬

Hadis tersebut jelas mendominasi posisi ‘Ali sebagai khalifah, dan ia berhak menduduki
kursi khalifah sesudah Nabi Muhammad SAW. wafat. bukan Abu Bakar, ‘ dan bukan pula
‘Usman Bin Affan ataupun Mu’awiyah, Setelah diteliti ternyata hadis ini adalah hadis maudhu’,
dan tersiar pada pihak lawan politik, yaitu kaum Syi’ah. Mereka turut juga membuat hadis lain
untuk menandingi Kaum ‘Aliyin serta mengkukuhkan derajat Abubakar, Umar, Usman dan
Mu’awiyah, dengan hadis versi mereka.

، ‫ منها ال إله إال اهللا محمد رسول اهللا‬: ‫ما في الجنة شجرة إال مكتوب على كل ورقة‬
‫أبو‬
‫ عثمان ذو النورين‬، ‫ عمر الفاروق‬، ‫بكر الصديق‬
Hadis maudhu’ tersebut telah menggambarkan kredibilitas Mu’awiyah, Abu Bakar, Umar
dan Usman dan mendapat derajat yang tinggi bila dibandingkan dengan ‘Ali dan pengikutnya.
Pada akhirnya Mushthafa As-Siba’i menyimpulkan bahwa sejak periode tabi’in usaha pemalsuan
hadis telah dimulai, baik di masa kibaru At-tabi’in (para tabi’in yang pada masa sahabat telah
dewasa), maupun pada masa Shighar At-Tabi’in (Pra-tabi’in di masa sahabat masih anak-anak).
Pada masa kibaru At- Tabi’in usaha pembuatan hadis palsu masih relative kecil bila
dibandingkan dengan masa shigharu at-tabi’in, dengan alasan:

a) Para tabi’in besar lebih menghayati wibawa Rasulullah dibandingkan dengan para tabi’in
kecil.
b) Prilakunya lebih memancarkan nilai ketaqwaan dan keta’atan beragama.
c) Perbedaan suhu politik tidak begitu tajam dan belum meluas.
d) Masih banyak di antara sahabat dan tabi’in yang memancarkan nilai keilmuan dan
kejujuran.
e) Ketelitian mereka dalam memisahkan mana hadis shahih dan maudhu’ itu lebih dekat
dengan kebenaran.
f) Mereka lebih membuka rahasia yang baik dan meluruskan sesuatu yang tidak baik, untuk
terhindarnya hadits-hadits palsu.

Imam Sayuthi menjelaskan dalam kitabnya Tahzir Al-Khawasi, tentang asbabul wurud
datangnya hadits tersebut di atas sebagai berikut: telah datang seorang laki-laki kepada suatu
kaum yang dekat dengan kota Madinah ia bermaksud melamar seorang wanita dari kaum itu,
tetapi tanpa diduga famili si wanita menolak lamarannya. Kemudian ia datang lagi menemui
famili itu dengan membawa pakaian baru sambil memberitahukan bahwa Nabi SAW.

Telah memberikan pakaian itu untuknya. Lalu famili si wanita mengirim utusan menghadap
Nabi untuk meneliti kebenaran laki-laki itu. Jawab Nabi, bahwa itu bohong dan musuh Allah dan
beliau mengutus seorang sahabat seraya berkata : Bila anda mendapatkan dalam keadaan hidup
bunuhlah ia, akan tetapi kamu tidak akan mendapatkannya dalam keadaan hidup, jika kamu
mendapatkan nya dalam keadaan mati bakarlah ia. Ternyata bahwa orang itu di dapati dalam
keadaan mati karena tersengat binatang berbisa dan ia telah mati, maka sahabat itu
membakarnya. Berdasarkan latar belakang inilah Rasulullah SAW. Bersabda dengan hadits
tersebut di atas.
Asbabul wurud datangnya hadits ini merupakan suatu instrument yang awal mula timbul
hadits palsu. Masyarakat semakin sehari semakin kompleks menghadapi berbagai kepentingan
politik, pribadi dan partainya, maka mereka tidak segan-segan menciptakan pernyataan yang
dilabelisasi dengan istilah hadits.

Disini dapat disimpulkan bahwa hadits palsu telah muncul pada masa Rasulullah masih
hidup, walaupun dalam batas-batas relative tidak banyak. Para muhadditsin telah
mengidentifikasikan tentang sebab-sebab timbulnya hadits maudhu’ adalah sebagai berikut :

a) Pertentangan politik
b) Usaha kaum zindik
c) Ta’asub kebangsaan, kesukuan, kebahasaan, kenegaraan dan kekhalifahan
d) Usaha para qussah terhadap kaum awam dengan nasehat dan ceritera
e) Perselisihan dalam bidang Fiqh dan ilmu kalam
f) Membangkitkan gairah beribadah tanpa mengetahui asal-usulnya
g) Menjilat kepada raja atau pemimpin pemerintahan.

Pertentangan seperti ini telah diuraikan oleh Mushhthafa As’Siba’i dan Muhammad ‘ Ajjaj
Al-Khatib dan juga oleh ulama-ulama hadits lainnya.

C. Faktor Yang Membelakangi Hadits Maudhu


1. Faktor pendukung terjadinya pemalsuan hadits dan golongan-golongan yang terlibat
adalah sebagai berikut:5
a) Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara memalsukan hadis-hadis yang
mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan memalsukan hadits-hadits yang
menakutkan tentang kemungkaran. Pemalsu-pemalsu hadis ini adalah sekumpulan
orang-orang yang menisbahkan diri mereka dengan sifat zuhud dan kesolehan.
Mereka adalah perawi yang paling jahat karena banyak sekali orang-orang menerima
hadis-hadis palsu/rekaan mereka dan mempercayainya. Diantara mereka adalah
Maisarah bin Abd Rabbih. Ibn Hibban telah meriwayatkan dalam kitabnya adh-
Dhu’fa’ dari Ibn Mahdi ia berkata “ Aku bertanya kepada Maisarah bin Abd Rabbih:
Dari mana anda bawakan hadis-hadis ini:” siapa yang membaca ini maka

5
Abdullah Sani, Ulumul Hadis. Bandung: Citapustaka. 2013. Hal, 100
pahalanya begini?” Dia menjawab: “Aku memalsukannya supaya orang banyak
berminat”.
b) Untuk mendukung pemahaman, terutama pemahaman sekumpulan politikus setelah
terjadinya fitnah dan kemunculan sekumpulan politikus, seperti: Khawarij dan Syi’ah.
Setiap sekumpulan mereka memalsukan hadis masing-masing, bagi yang
mendunkung pemahaman mereka, seperti hadis: “Ali adalah sebaik-baiknya
manusia, siapa yang meragukannya maka ia adalah kafir”.
c) Serangan terhadap Islam. Golongan ini ialah ahli Zindiq yang tidak mampu
menghancurkan Islam secara terbuka lalu mereka memilih cara yang keji. Mereka
telah memalsukan sejumlah hadis dengan tujuan memalsukan Islam dan
menyerangnya. Diantara mereka ini adalah Muhammad bin Sa’id asy-Syami yang
telah disalib karena kezindiqannya. Dia telah meriwayatkan dari Humaid dari Anas
secara marfu’: “ Aku adalah penutup sekelian Nabi, tidak ada Nabi setelah aku
kecuali siapa yang Allah kehendaki”. Sesungguhnya ulama hadis telah menjelaskan
kedudukan hadis-hadis maudhu’.
d) Mendukung pemerintah (penguasa). Sebagian mereka yang lemah imannya
mendekatkan diri kepada pemerintah dengan memalsukan hadis sesuai dengan
penyelewengan yang ada pada pemerintah, seperti kisah Ghiyath bin Ibrahim ab-
Nakha’ al-Kufi dengan al-mahdi ketika dia menemuinya ketika bermain-main dengan
burung merpati. Lalu secara langsung dia menyebutkan sanadnya kepada Rasulullah
SAW, seperti beliau bersabda: “ Tidak ada perlombaan kecuali pada pedang, kuda,
unta atau burung”. Dia telah menambahkan burung karena al-mahdi. Mengetahui hal
ini, beliau memerintahhkan supaya merpati itu disembelih, dan dia berkata “ akulah
yang menyebabkan dia berbuat demikian”.
e) Mencari rezeki, seperti sebagian tukang cerita yang mencari uang dengan
menyampaikan hadis kepada orang banyak. Mereka membawa cerita-cerita yang
menghibur dan lucu sehingga orang banyak memberi perhatian dan menyukai
mereka, seperti Abu Sa;id al-Mada’ ini.
f) Mencari kemasyuran. Ini dengan cara mengemukakan hadis-hadis palsu yang tidak
ada pada syaikh-syaikh hadis. Mereka memalingkan sanad hadis supaya kelihatan
ganjil lalu menarik minat orang lain mendengarnya, seperti Abu Dhiyah dan Hammad
an-Nasibi.

D. Kriteria Hadits Maudhu’

Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara
hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar bisa
mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’ yang
diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua,
yaitu:

1) Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits)

Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat hadits sampai
kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui
kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah:

a) Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh dia,
serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga meriwayatkannya,
sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b) Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam,
bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan
Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c) Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang
perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya
atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat
tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-
kitab yang khusus membahasnya. 6

Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu golongan.
Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela
para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.

6
Ibid, h. 90
2) Dari segi Matan (Isi Hadits) Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling
penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a) Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena
beliau adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul
Kalim (kata pendek yang mengandung arti luas).
b) Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-
kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera
manusia.
c) Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam menggugurkan kewajiban membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar
yang ditulis oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz.
Padahal telah ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan saat
peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru
disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz
meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar.
Sedangkan Mu’awiyah baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8
hijriyah.7
d) Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk ‘amal yang terlalu ringan atau ancaman
yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil. Hadits-hadits semacam ini banyak
ditemukan dalam kitab-kitab mau’izhah

7
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia. Gresik :  Pustaka
AL FURQAN. 2009. hlm. 39.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadits Maudhu’ adalah hadits yang bukan bersumber dari Nabi atau dengan kata lain bukan
hadits Rasul, tetapi perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu
alasan yang kemudian dinisbatkan pada Rasul.

Apapun alasan membuat hadits palsu, merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan karena
bertentangan dengan sabda Rasulullah Saw

Hadits maudhu’ ini timbul ada sejak Rasulullah masih hidup dan ada sebahagian pendapat
pada sekitar tahun 40 H, atau 41 H. Setelah terjadi fitnah besar antara Ali dan Mu’awiyah yang
mengakibatkan banyak korban umat manusia.

Para ulama Muhadditsin telah berupaya untuk mengatasi tersebarnya hadits maudhu dalam
masyarakat. Usaha dilakukan dengan mengisnadkan hadits kepada sumbernya sampai ke
Rasulullah, meningkatkan pencarian hadits ke berbagai daerah, mengambil tindakan tegas
terhadap pemalsu hadits. Menerangkan perawi hadits melalui ilmu rijalul hadits, membuat
kaedah-kaedah umum serta syarat-syarat hadits shahih, hasan dan dhaif.

Para muhadditsin telah mengidentifikasikan tentang sebab-sebab timbulnya hadits maudhu’


adalah sebagai berikut :

a) Pertentangan politik
b) Usaha kaum zindik
c) Ta’asub kebangsaan, kesukuan, kebahasaan, kenegaraan dan kekhalifahan
d) Usaha para qussah terhadap kaum awam dengan nasehat dan ceritera
e) Perselisihan dalam bidang Fiqh dan ilmu kalam
f) Membangkitkan gairah beribadah tanpa mengetahui asal-usulnya
g) Menjilat kepada raja atau pemimpin pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Munzier Suparta, M.A, 2002, Ilmu Hadits, Jakarta, PT Grafindo Persada.

Dr. Mohamad Najib, 2001, Pergolakan Politik Umat Islam Dalam Kemunculan Hadits Maudhu’,
Bandung, Pustaka Setia.

Dr. Abdullah Sani, 2013. Ulumul Hadis. Bandung, Citra Pustaka

Dr. M. Abdurrahman, 1999, Pergeseran Pemikiran Hadits (Ijtihad Al-Hakim dalam Menentukan
Status Hadits Hadits), Jakarta, Paramadina.

A. Qadir Hassan, 1996,Ilmu Musthalah Hadits, Bandung, CV Diponegoro.

Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadits, Surabaya, Bina Ilmu, 1985.

Anda mungkin juga menyukai