DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IX
2019
A. PENDAHULUAN
1
B. DEFINISI HADIS MAUDHU’
Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits
Maudhu’. Secara etimologi al-Maudhu’ (وع77 )الموضmerupakan bentuk
isim maf’ul dari kata وضع- يضع. Kata tersebut memiliki
makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi
secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat disimpulkan yaitu hadits yang diada-
adakan atau dibuat-buat.1
Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian,
diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah: و´ ُه
الض ِع ْيف وش ر ا ْل، ي ي ِ ه ا ْل ِع ْل ِم م ´ع ر ´واي´تُ هُ و ´يح ُر ُم ِ ´كا ´ن م ْ ًعنى أ
َّ ُم ´بَّيناً إل. ´مصنُ ْو ُ ع ا ْل ُمخت´ ´لق
“Dia (Hadits Maudhu’) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat,
dan hadits dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram
ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai
dengan penjelasan.”2
adalah Maudhu’ Hadits bahwa berpendapat yang juga : مانُسب
ه هلال صلى ال7 ال وس ’لم علي7ًا اخت7 ل ه لم م ’ما وكذبًا ق7ْ ق7 ه أو ي7 ق ’ره أو يفعل7 يAda yang “Sesuatu
secara wasallam shollallahu’alaihi Rasulullah kepada ول الى7’رس
dinisbatkan
mengada-ada dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan
ataupun taqrirkan.”3
زوHadits pengertian hadits, ‘Ulama sebagian menurut Sedangkan
’adalah: Maudhu ًرا وسل’م عليه هلال صلى هلال رسول الى المنصوب المصنوع المختلع هو
ً عمدا ذالك كان سوا ء نًا خطأً أمoleh dibuat serta dicipta yang ”Hadits
وبهتا
seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja
maupun tidak.”4
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para
’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits
Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu
disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak
memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya.
1
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang
Populer di Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 27.
2
Ibid, hlm. 29.
3
Lajnah Ilmiah. Pengantar Ilmu Hadits. Bogor : LESAT Al-Hidayah. 2001. hlm.
141.
2
4
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung : PT AL MA’ARIF.
1970. hlm. 168-169.
3
C. STRUKTUR HADIS WAUDHU’
5
7. Pendapat yang membolehkan seseorang untuk membuat hadits demi
kebaikan Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas
nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk memberikan semangat
kepada umat dalam beribadah, padahal para ’ulama telah sepakat atas
haramnya berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam,
apapun sebab dan alasannya.
6
tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh.
Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-
kitab yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta
ta’ashub terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik,
kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat atau
mengagungkan ahlul bait.
2) Dari segi Matan (Isi Hadits) Matan adalah isi sebuah hadits.
Diantara hal yang paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah
hadits dari sisi ini adalah:
a. Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan
Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih
dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang
dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim (kata
pendek yang mengandung arti luas).9
b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal
yang pasti, kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan
fakta yang dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits : إ
’ن
ركعتي ِ ن المقا ِم خلف وص ت سب ً عا ت ت نو حnabi kapal “Bahwasannya
سفينة بالبي طاف ’ل
Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua raka’at di belakang
maqam Ibrahim.”10
c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’
yang pasti dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang
benar. Contoh Hadits Maudhu’’ yang maknanya bertentangan dengan al-
Qur’an, ialah hadits: ´ع ِة ِال ل ´يد خل ال “ ء اْ´بن ´ اAnak zina
دُ´ول ِ’ زن´ا ´ى اْل س ْب ج ِن’ةitu,tidak
´
dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”11
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an : ول ُر ِز
´ت
ُ“ رة´ ِز وا ر´ ْز و رى´ ْخ أDan seorang yang berdosa tidak akan
memikul dosa
orang lain.”[12] Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa
seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak
sekalian tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
9
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu
yang Populer di Indonesia. Gresik: Pustaka AL FURQAN. 2009. Hlm. 38.
6
10
Ibid.
11
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung : PT AL
MA’ARIF. 1970. Hlm. 171.
12
(Q.S. al-An’am : 164)
6
d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa
Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam menggugurkan kewajiban
membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Mu’awiyah
bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz. Padahal telah
ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan saat peristiwa
perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru
disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Sa’ad bin
Mu’adz meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum
peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah baru masuk Islam pada waktu
Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.13
e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk ‘amal yang terlalu
ringan atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil.
Hadits-hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab
mau’izhah. Contoh : ْ س ْبعُ ْو ´ن ُه طا ِئ ًرا ا ْل ´ك ِل ´م ِة ْ لك م ْ ن هلالُ خل ن م ل´ ا
ل ه´ ´ل ´ق هلالُ ل ا´ ْلف
ُ´ن ُلغ´ ة ا´ ْلف س ْبعُ ْو ´ن لسا ن لك ´ُ“ ´ي لهBarang siapa mengucapkan tahlil
ِ’ل لسا ن ست´ ْغ ِف ُر ْو (laa
ilaaha illallah) maka Allah subhaanahuwata’ala. menciptakan dari kalimat
itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.”
Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara
mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan Hadits
Maudhu’. Al-Rabi’ Ibn Khaitsam berkata: “Bahwasannya diantara hadits,
ada yang bersinar, kita dapat mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa
diantara hadits ada hadits yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita
mengetahuinya dengan itu.”
Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah
hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ‘ulama yang telah menguasai
betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang dapat
mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah palsu.
Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar
memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang
shahih dan mana yang maudhu’. Dengan memperhatikan apa yang telah
dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak mencukupkan
dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka
memperhatikanmatanya.
13
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu
yang populer di Indonesia. Gresik: Pustaka AL FURQAN. 2009. Hlm.39.
7
Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’
10
dan muridnya menetapkan bahwa pembuat dusta terhadap Nabi Muhammad
SAW. adalah kafir, keluar dari agama Islam, dan halal darahnya. Adapun jumhur
ulama an Imam Haramain tidak sepakat dengan pendapat bahwa pembuat dusta
terhadap Nabi Muhammad SAW. adalah kafir.
.maudhu hadits riwayat Status ِ ) ح ْك ُم ر َوا َي ِه الح ِديث ال َموضو
4 (ع
Dalam meriwayatkan hadits maudhu, para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan status:
a. Abu Sa’id Muhammad Al-Hazimi membaginya atas tiga status:
1) Tidak boleh secara mutlak meriwayatkan hadits maudhu tentang
riwayat.
2) Boleh meriwayatkan hadits maudhu tentang hukum-hukum
dengan syarat dia mengetahui kemaudhuan hadits itu.
3) Boleh secara mutlak meriwayatkan hadits maudhu tentang
fadha’il al-a’mal, baik dia mengetahui atau tidak mengetahui
kemaudhuan hadits itu.
b. Imam Al-Khatib Al-Baghdadi, Imam An-Nawawi, dan Al-Qadhi
Iyadh melarang secra mutlak meriwayatkan hadits-hadits buatan atau
maudhu, sebagaimana telah diperingatkan dan diancam oleh Nabi
dalam melakukan terhadap diri Nabi.
5. Status pengamalan hadits maudhu ( ُ م ْك ال ) الع َم ِل ا ال ح
ض و عح ِد َمو ي
ث
Dalam pengamalan hadits maudhu, para muhaddisin sepakat bahwa hadits
maudhu tidak dapat diamalkan dan tidak dapat dijadikan pedoman hujjah secara
mutlak. Pemikiran jumhur muhaddisin yang menetapkan keharaman
meriwayatkan hadits maudhu jelas membawa implikasi logis bahwa
mengamalkan hadits maudhu pun menjadi haram. Bahkan, Imam Zaid Ibn Aslam
lebih keras lagi menyejajarkan orang yang mengamalkan hadits-hadits maudhu
dengan pelayan setan.
1
.3 َم ْ ن زا َرنِي و زا َراَ ِبي ِا ْب َرا ِ هيم ي عا ِم وا ِح ِد دخل الجنَّة
Artinya: “ Barang siapa menziarahiku dan menziarahi kakekku Ibrahim dalam
satu tahun, ia masuk surga.”
Ini hadits maudhu’. Az-Zarkasyi dalam kitab al-La’ali al-Mantsurah menyatakan,
“Hadits tersebut maudhu’ dan tak seorang pun pakar hadits yang
meriwayatkannya.” Bahkan oleh Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi dinyatakan
maidhu’ dan tak ada sumbernya.
.4 تَ َ ختّ َ ُمو ا ِ با ْلَع ِق ْيق ِا َّنهُ مبَا َرك
Artinya: “ Pakailah cincin dengan batu akik karena batu akik itu diberkati.”
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh al-Muhamli dalam kitab al-Amali II/41,
al-Katib dalam Tarikh Baghdad XI/251 dan juga al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa
halaman 466 dengan sanad Ya’kub bin al-Walid al-Madani, sedangkan Ibnu Adi
I/356 dengan sanad dari Ya’kub Bin Ibrahim az-Zuhri yang semuanya dari
Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a.
Dari sanad Uqaili dalam kitab al-Maudhu’at Ibnu Jauzi menyebutkan, “ Ya’kub
adalah pendusta dan pemalsu”. Uqaili sendiri berkata, “Dalam hal ini tidak
terbukti keshahihannay bersumber dari Rasulullah SAW.
.5 ه َ ي ْقتُ ُل ال ُّد ْود
ُ َُّكلُوا التّ َ ْم َر ع َلى ال ّ ِر يْ ق ِان
Artinya: “ Makanlah kurma sebelum makan atau minum setelah bangun tidur
kerena hal itu dapat mematikan cacing.”
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Abu Bakar asy-Syafii dalam al-Fawa’id
I/106 dan oleh Ibnu Adi II/258 dengan sanad dari Ishmah bin Muhammad, dari
Musa bin Uqbah, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas r.a.
Ibnu Adi berkata, ”seluruh riwayat Ishmah bin Muhammad tidak terjaga dan
semuanya munkar.” Ibnu Jauzi menempatkan riwayat ini dalam al-Maudhu’at
dengan berkata, ”Hadits ini tidak shahih, dan Ishmah itu pendusta.”17
1
E. PENUTUP
1
F. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang
Populer di Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009.