Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ULUMUL HADITS

DISUSUN OLEH:

Dinda Lidra Maharani

Muhammad Pikri Anandi

Rivky Rivaldo

DOSEN PENGAMPU:

Nurma Yunita, M. TH

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sejalan dengan berjalannya waktu, umat manusia menghadapi


berbagai permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi
umat Islam, permasalahan yang timbul kapan dan di mana pun harus
dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu Al-
Qur’an dan Hadits Nabi. Al-Qur’an maupun Hadits dianggap pedoman yang
siap kapan saja untuk dijadikan rujukan terhadap semua permasalahan yang
dihadapi. Namun dalam tataran praktiknya tidak semudah mengemukakannya
dalam teori semata. Perlu usaha yang mendalam dan serius untuk menggali
dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk dilaksanakan dengan
mudah dan meyakinkan kebenarannya.1

Setelah melalui proses yang panjang akhirnya kemudian kriteria-


kriteria hadis dapat terperinci dengan sempurna. Dari situlah selanjutnya
kemudian diketahui bahwa di antara hadis ada yang Maqbul (diterima) dan
ada yang Mardud (ditolak) bila ditinjau dari kualitasnya. Diantara yang
mardud (ditolak) itu terdapat suatu hadis yang sebab di tolaknya karena
diketahui ada kedustaan di dalam perawinya, yang kemudian oleh para
muhaddisin diistilahkan dengan al-Hadith al Maudu’.

1
Abdul Wahid, Hadits Nabi dan Problematika Masa Kini, (Banda Aceh: Perpustakaan
NasionalKDT, 2007).
Pembahasan

A.Pengertian Hadits Maudhu’

Apabila ditinjau secara bahasa, hadis maudhu’ merupakan bentuk isim


maf’ul dari ‫وض;;ع – يضع‬. Kata ‘‫ ’وضع‬memiliki beberapa makna, antara lain
‘menggugurkan’, misalnya kalimat ‫( وض;;;;ع الجناي;;;;ة عنه‬Hakim menggugurkan
hukuman dari seseorang). Juga bermakna ‘‫( ’ال;;;ترك‬meninggalkan), misalnya
ungkapan ‫( إبل موضوعة‬Unta yang ditinggalkan di tempat penggembalaannya).
Selain itu, juga bermakna ‫( االفتراءواإلختالق‬Mengada-ada dan membuat-buat), misal
kalimat, ‫( وضع فال ن ه‍ذه القصة‬Fulan membuat-buat dan mengada-ada kisah itu.)2

Sedangkan pengertian hadis maudhu’ menurut istilah adalah:

‫مانسب إلىرسوالهلل صلى هللا عليه و سلم اختالقا و كذبا مما لم يقله أويفعله أويقره وقال بعضهم‬
‫هوالمختلق المصنوع‬3

“Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Secara dibuat-buat dan


dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkannya”.

Adapun pengertian hadis maudhu’ menurut istilah para muhaditsin adalah:

‫ه‍وما نسب إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إختال قا وكذبا مما لم يقله أويفعله أويقره‬

“Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Sejarah mengada-ada


dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan, ataupun beliau takrir
kan.”4

Dari Pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hadits maudhu’


adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik
Perbuatan, perkataan maupun taqrirnya secara rekaan atau Duta semata-mata titik
dalam penggunaan masyarakat Islam hadits maudhu disebut juga dengan hadis
palsu.5

2
Lihat Al-Qamus Al-Muhits. Hlm. 94, Juz III. Pokok kata W-DH-‘A.
3
Ajjâj Al-Khatîb, ‘Ushûl Al-Hadîts, Ulûmuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1981), Cet.
Ke-4, hlm. 415.
4
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits. Ter. H.M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq. Jakarta:
Gaya Media Pratama. hlm 352.
5
Abdul Fatah Abu Ghuddah. Lamhat Min Tarikh As-Sunnah wa ‘Ulum Al-Hadits. hlm. 41
B. Sejarah Awal Munculnya Hadis Maudhu’

Masuknya secara masal penganut agama lain ke dalam Islam, yang


merupakan akibat dari keberhasilan dakwah islamiyah ke seluruh pelosok
dunia secara tidak langsung menjadi Faktor munculnya hadis-hadis palsu titik
kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada
yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para
Dai, ada juga segolong mereka yang menganut agama Islam hanya karena
terpaksa tunduk pada Kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita
kenal dengan kaum munafik.6

Golongan munafik tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki


terhadap Islam dan penganutnya. Mereka senantiasa menunggu peluang yang
tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam hati orang-orang
Islam.

Datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa


pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan (w. 35 H). Golongan inilah yang
mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. 7
Salah seorang tokoh
yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin
Affan adalah Abdullah bin Saba’, seorang penganut Yahudi yang menyatakan
telah memeluk Islam.

Dengan bertopengkan pembelaan kepada Sayyidina Ali dan ahli Bait,


ia menjelajah ke segenap pelosok untuk menabur fitnah kepada orang ramai.
Ia menyatakan bahwa Ali (w. 40 H) lebih berhak menjadi khalifah daripada
Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar (w. 13 H) dan Umar (w. 23
H). Hal itu karena, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari
Nabi SAW. Lalu, untuk mendukung propaganda tersebut, ia membuat satu
hadis maudhu’ (palsu) yang artinya, “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya
dan penerima wasiatku adalah Ali.”8
6
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah. Al-Israiliyyat wa Al-Maudhuat fi Kutub At-Tafsir, hlm.
20.
7
Ibid.
8
Ibid.
Namun, penyebaran hadis maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas
karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan
penuh yakin akan kepalsuan suatu hadis. Sebagai contoh, Sayyidina Utsman,
ketika beliau mengetahui hadis maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’, beliau
mengambil tindakan dengan mengusir Ibnu Saba’ dari Madinah. Begitu juga,
yang dilakukan oleh Sayyidina Ali setelah beliau menjadi khalifah. 9

Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadis maudhu’ karena ada
ancaman yang keras yang dikeluarkan oleh Nabi SAW. Terhadap orang yang
memalsukan hadis, sebagaimana sabda Nabi SAW., “Barang siapa yang
berdusta atas namaku dengan sengaja, dia telah menempah tempatnya di
dalam neraka.”10

Walaupun begitu, golongan ini terus mencari-cari peluang yang ada,


terutama setelah terjadinya pembunuhan Utsman. Kemudian muncul
golongan-golongan, seperti golongan yang ingin menuntut balas atas kematian
Utsman, golongan yang mendukung Ali dan golongan yang tidak memihak
kepada golongan pertama maupun kepada golongan kedua. Kemudian, untuk
mempengaruhi orang banyak supaya memihak kepada golongannya masing-
masing, orang-orang munafik dari masing-masing golongan tersebut membuat
hadis-hadis palsu yang menunjukkan kelebihan dan keunggulannya. 11

Diriwayatkan oleh Imam Muslim (w. 261 H) dari Tawus (w. 106 H)
bahwa pernah suatu ketika dihadapkan kepada Ibnu Abbas (w. 68 H) suatu
kitab yang di dalamnya mengandung keputusan-keputusan Ali radhiallahu
‘anhu. Lalu, Ibu Abbas menghapusnya, kecuali sebagian kecilnya (yang tidak
dihapus). Sufyan bin Uyainah (w. 198 H) memperkirakan bagian yang tidak
dihapus itu sekitar sehasta. 12

Imam Al-Zahabi (w. 748 H) juga meriwayatkan dari Khuzaimah bin


Nasr, katanya, “Aku mendengar Ali berkata di Siffin, ‘Mudah-mudahan Allah
9
Ibid.
10
Al-Imam An-Nawawi. Muqaddimah Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi. Bab Taghliz Al-Kidzb
ala Rasulillah Hadis no. 3.
11
Abdul Fatah Abu Ghudah. Lamhaat Min Tarikh As-Sunnah Wa Ulum Al-Hadits. hlm. 45;
Syahbah. op.cit. hlm. 20-21.
12
An-Nawawi. op.cit. hlm. 77.
melaknati mereka (yaitu golongan yang putih yang telah menghitamkannya)
karena telah merusak hadis-hadis Rasulullah’.”13

Menyadari hal ini, para sahabat awal memberi perhatian terhadap hadis
yang disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya
sekiranya mereka meragukan kesahihan hadis itu. 14

Setelah zaman sahabat berlalu, penelitian dan penilaian terhadap hadis-


hadis Nabi SAW. Mulai melemah. Ini menyebabkan banyaknya periwayatan
dan penyebaran hadis yang secara tidak langsung telah turut menyebabkan
terjadinya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian sahabat. Ditambah
lagi dengan adanya konflik politik di antara umat Islam yang semakin hebat,
telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang mencoba
bersekongkol dengan penguasa untuk memalsukan sebuah hadis. 15

Sebagai contoh pernah terjadi di zaman Khalifah Abbasiyyah, hadis-


hadis maudhu’ dibuat untuk mengambil hati para khalifah.

Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i bersama Amirul


Nukminim Al-Mahdi, ketika datang kepadanya dan dia sedang bermain
merpati. Lalu, ia menyebut hadis dengan sanadnya secara berturut-turut
sampai kepada Nabi SAW., bahwa beliau bersabda,

‫ال سبق إال فى نصل أوخف أحا فر أو جناح‬

“Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, atau


menunggang kuda, atau burung yang bersayap.”

Ia menambahkan kalimat ‘atau burung yang bersayap’, untuk


menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham.
Setelah ia berpaling, Sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu
adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.”, lalu ia memerintahkan
untuk menyembelih merpati itu. 16

13
Syahbah. hlm. 22.
14
An-Nawawi. op.cit Bab An-Nahyu An Ar-Riwayat An Adh-Dhu’afar wa Al-Ihtiyat fi
Tahammuliha. Hadis no. 7. hlm. 76.
15
Syaybah. op.cit. hlm. 23.
16
Al-Qaththan. op.cit. hlm. 149.
Walaupun begitu, tahap penyebaran hadis-hadis maudhu’ pada
masa ini masih lebih kecil dibandingkan dengan zaman-zaman berikutnya.
Hal ini karena masih banyaknya tabiin yang menjaga hadis-hadis dan
menjelaskan di antara yang lemah dan yang sahih. Dan juga karena zaman
ini masih dianggap hampir sezaman dengan Nabi SAW. dan disebut oleh
Nabi sebagai di antara sebaik-baik zaman. Pengajaran-pengajaran serta
wasiat dari Nabi masih segar di kalangan mereka yang menyebabkan
mereka dapat menganalisis kepalsuan-kepalsuan suatu hadis. 17

C. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Munculnya Hadits Maudhu’

Berdasarkan dara sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya


dilakukan oleh orang-orang Islam, akan tetapi juga dilakukan oleh orang-
orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat
hadis palsu, antara lain:

1. Pertentangan Politik

Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada


masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya
terhadap perpecahan umat ke dalam beberapa golongan dab
kemunculan hadis-hadis palsu. Masing-masing golongan berusaha
mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan
membawa-bawa Al-Quran dan sunnah. Pada akhirnya masing-masing
kelompok berusaha mencari dalilnya ke dalam Al-Quran dan Sunnah,
dalam rangka mengunggulkan kelompok atau madzhabnya masing-
masing. Ketikan tidak ditemuinya, maka mereka mulai membuat
pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari sinilah
hadis palsu mulai berkembang. Materi hadis palsu yang pertama
mengangkat tentang keunggulan seseorang dan kelompoknya.18

2. Usaha Kaum Zindik

17
Al-Khathib. op.cit. hlm. 353-354.
18
Musthafa Al-Sibâ’i, op. cit., hlm. 79.
Kaum Zindik termasuk kaum golongan yang membenci Islam, baik
Islam sebagai Agama atau sebagai dasar pemerintahan. Mereka tidak
mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan
pemalsuan Al-Quran, maka cara yang tepat dan memungkinkan adalah
melalui pemalsuan hadis, dengan tujuan menghancurkan agama dari
dalam. Hammad bin Zaid mengatakan “hadis yang dibuat kaum Zindik
ini berjumlah 12.000 hadis.19 Contoh hadis yang dibuat oleh golongan
Zindik ini antara lain:
‫النظر إلى الوجه الجميل صدقة‬20
“Melihat wajah cantik termasuk ibadah”.
3. Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan
Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh sikap ego dan
fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau
yang lain. Golongan yang fanatik kepada mazhab Abu Hanifah pernah
memuat hadis palsu “Di kemudian hari akan ada seorang umatku yang
bernama Abu Hanifah bin Nu’man. Ia ibarat obor bagi umat-Ku”.
Demikian pula golongan yang fanatik menentang Imam Syafi’i
membuat hadis palsu, seperti “di kemudian hari akan ada seorang
umat-Ku yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih
menimbulkan madharat kepada umat-Ku daripada Iblis”.
4. Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik
dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya.
Hadis yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan dan tidak masuk
akal. Sebagai contoh dapat dilihat pada hadis berikut:
‫من قال الإله إالهلل خلق هللا من كل كلمة طا ىرامنقاره من ذهب وور يشه من مرجان‬
“Barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan
seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya
terdiri dari emas dan bulunya dari marjan”.
5. Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam

19
Mahmûd Al-Thahhân, op.cit., hlm. 70.
20
Musthafa Al-Sibâ’i, op. cit., hlm. 86-87.
Munculnya hadis-hadis palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini
berasal dari para pengikut Mazhab. Mereka berani melakukan
pemalsuan hadis karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan
mazhabnya masing-masing.21
Di antara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah:
a. Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka
shalatnya tidak sah.
b. Jibril menjadi Imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca
basmalah dengan nyaring.
c. Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d. Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah
makhluk, kecuali Allah dan Al-Quran. Dan kelak akan ada di
antara umatku yang menyatakan “Al-Quran itu makhluk”. Barang
siapa yang menyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada
Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada
istrinya.
6. Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang
Dilakukan
Banyak di antara para ‘Ulama yang membuat hadis palsu dengan dan
bahkan mengira usahanya itu benar dan merupakan upaya pendekatan
diri kepada Allah, serta menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka
mengatakan “kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi
nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”
7. Menjilat Penguasa
Ghiyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab
hadis sebagai pemalsu hadis tentang “perlombaan”. Matan asli sabda
Rasulullah berbunyi:
‫ال مبق اال فى فصل او خف‬
Kemudian Ghiyats menambah kata ‫ اوجناح‬dalam akhir hadis tersebut,
dengan maksud agar diberi hadiah atau simpatik dari Khalifah Al-
Mahdy. Setelah mendengar hadis tersebut, Al-Mahdy memberikan

21
Ajjâj Al-Khatîb, op. cit., hlm 141.
hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika Ghiyas membalik hendak
pergi, Al-Mahdy menegurnya, seraya berkata “aku yakin itu
sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah. Menyadari akan
hal itu, saat itu juga Khalifah memerintahkan untuk menyembelih
burung merpatinya.
Dari beberapa motif membuat hadis palsu di atas, kiranya dapat
dikelompokkan menjadi:
Pertama, ada yang karena sengaja; kedua ada yang tidak sengaja
merusak agama; ketiga ada yang karena keyakinannya bahwa
membuat hadis palsu diperbolehkan; dan keempat ada yang karena
tidak tahu bahwa dirinya membuat hadis palsu. 22

D. Kriteria/Tanda-Tanda Hadits Maudhu’


Para ulama Hadis telah menentukan kaidah-kaidah untuk
mengenali Hadis-Hadis Mawdhu’, sebagaimana halnya mereka juga telah
menentukan ciri-ciri untuk mengetahui sesuatu Hadis itu Shahih, Hasab
atau Dha’if.
Ciri-ciri kepalsuan sesuatu Hadis dapat dilihat pada sanadnya dan
juga kepada matan-nya.
1. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
a. Pengakuan si pemalsu Hadis itu sendiri bahwa dia telah
memalsukan Hadis.
b. Kenyataan sejarah atau qarinah yang menunjukkan
bahwa perawi tidak bertemu dengan orang yang
diakuinya sebagai gurunya, seperti Ma’mun ibn Ahmad
al-Harawi yang mengaku mendengar Hadis dari Hisyam
ibn Hammar.
c. Keadaan (qarinah) pada perawi. Sesuatu hadis dapat
diketahui kepalsuannya dengan melihat keadaan si
perawi, seperti yang terlihat pada diri Sa’d ibn Dharif
ketika suatu hari anaknya pulang dari sekolah dalam
22
Jalâl Al-Dîn ‘Abd Al-Rahmân bin Abî Bakar Al-Suyuthî, Al-Laily Al-Mausu’ah Fi Hadits Al-
Maudhu’ah, (Mesir: Al-Maktabah Al-Islamiyah),. Juz II, hlm. 276-277.
keadaan menangis. Ibn Ma’in mengatakan, bahwa Sa’d
ibn Dharif tidak boleh diterima riwayatkan; dan ibn
Hibban menyatakan bahwa ibn Dharif adalah seorang
pemalsu hadis.
d. Perawi tersebut dikenal sebagai seorang pendusta,
sementara Hadis yang diriwayatkannya itu tidak pula
diriwayatkan oleh seorang perawi lain yang dipercaya.23
2. Ciri-ciri yang terdapat pada matan
a. Terdapat kerancuan pada lafaz hadis yang diriwayatkan,
yang apabila lafaz tersebut dibaca oleh seorang ahli
bahasa ia akan segera mengetahui bahwa hadis tersebut
adalah palsu dan bukan berasal dari Nabi SAW. Hal
tersebut adalah jika si perawi menyatakan bahwa hadis
yang diriwayatkannya itu lafaznya berasal dari Nabi
SAW.
b. Maknanya rusak dan tidak dapat diterima akal sehat
bahwa hadis tersebut berasal dari Nabi SAW, seperti
hadis:
“Siapa yang mengambil ayam jantan putih, dia tidak
akan didekati (dikenai) oleh setan dan sihir.”
c. Bertentangan dengan nashsh Al-Quran, hadis
Mutawatir, atau ijma’, seperti:
“Anak zina tidak akan masuk ke dalam surga sampai
tujuh keturunan “
d. Hadis yang mendakwa bahwa para sahabat sepakat
untuk menyembunyikan sesuatu pernyataan Rasul
SAW. seperti riwayat tentang Rasul SAW. memegang
tangan Ali di hadapan para sahabat, kemudian beliau
bersabda:
“Ini adalah penerima wasiatku, saudaraku dan khalifah
sesudahku.” Kemudian para sahabat, menurut dakwaan

23
Al-Siba’i, Al-Sunnah, h. 95, Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 433.
kelompok yang memalsukan hadis tersebut, bersepakat
untuk menyembunyikan dan mengubah hadis tersebut.24
e. Hadis yang menyalahi fakta sejarah yang terjadi pada
masa Nabi SAW.
f. Matan hadis tersebut sejalan atau mendukung mazhab
perawinya, sedangkan perawi tersebut terkenal sebagai
seorang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya.
g. Suatu riwayat mengenai peristiwa besar yang terjadi di
hadapan umun yang semestinya diriwayatkan oleh
banyak orang, akan tetapi ternyata hanya diriwayatkan
oleh seorang perawi saja.
h. Hadis yang menerangkan pahala yang sangat besar
terhadap perbuatan kecil dan yang sederhana, atau
sebaliknya siksaan yang sangat hebat terhadap tindakan
salah yang kecil.

24
Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, h. 434.
Penutup

A.Kesimpulan

Hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi


Muhammad SAW., baik perbuatan, perkataan maupun taqrirnya secara rekaan
atau Duta semata-mata titik dalam penggunaan masyarakat Islam hadits maudhu
disebut juga dengan hadis palsu.

Masuknya secara masal penganut agama lain ke dalam Islam, yang


merupakan akibat dari keberhasilan dakwah islamiyah ke seluruh pelosok dunia
secara tidak langsung menjadi faktor munculnya hadis-hadis palsu titik kita tidak
bisa menafikan bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-
benar ikhlas tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para Dai, ada juga
segolong mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada
Kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik.

Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadis palsu, antara
lain pertentangan politik usaha kaum zindik, fanatik terhadap bangsa, suku,
negeri, bahasa, dan pimpinan, mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan
nasihat, perselisihan mazhab dan ilmu kalam, membangkitkan gairah beribadat,
tanpa mengerti apa yang dilakukan, dan para penjilat penguasa.

Kriteria/tanda-tanda hadits maudhu dapat dilihat pada sanadnya dan juga


kepada matan-nya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. (1989). Ushul Al-Hadits: Ulumuh Wa
Mushthalahuh. Beirut: Dar Al-Fikr.
Al-Thahhan, Mahmud. (1981). Taisir Musthalah Hadis. Beirut: Dar Alquranul
karim.
Thahan, Mahmud. (2005). Ilmu Hadits Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Wahid, Abdul. (2007). Hadits Nabi dan Problematika Masa Kini. Banda Aceh:
Perpustakaan NasionalKDT.
Yuslem, Nawir. (2001). Ulumul Hadis. Ciputat: PT. Mutiara Sumber Widya.

Anda mungkin juga menyukai