Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HADIST MAUDHU’
MATA KULIAH ULUMUL HADIST
Dosen Pengampu : Dr. Sarbini, M.ag

Disusun Oleh :
1. Thifal Afifa (231211088)
2. Nishrina Al Dzakiyah ( 231211103)
3. Safarudin (231211106)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA
HADIST MAUDHU’

Thifal Afifa, Nishrina Al Dzakiyah, Safarudin

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hadits sebagai sumber hukum Islam setelah Al Qur’an telah disepakati oleh
ulama tokoh-tokoh ummat Islam. Setiap gerak dan aktivitas ummat, harus dilakukan
berdasarkan petunjuk yang ada dalam al Qu’an dan dan hadits. Begitupula jika ada
permasalahan yang yang muncul di tengah tengah masyarakat, tentu haruslah
diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya. Cara penyelesaian dan jalan keluar yang
terbaik adalah dengan berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadits.
Namun sangat disayangkan keberadaan hadis yang benar-benar berasal dari
Rasulullah saw, dinodai oleh munculnya hadis-hadis maudhu (palsu) yang sengaja
dibuat-buat oleh orangorang tertentu dengan tujuan dan motif yang beragam, dan
disebarkan ditengah-tengah masyarakat oleh sebagian orang dengan tujuan
yang beragam pula.
Meyakini dan mengamalkan hadis maudhu merupakan kekeliruan yang besar,
karena meskipun ada hadis maudlu yang isinya baik, tetapi kebanyakan hadis palsu
itu bertentangan dengan jiwa dan semangat Islam, lagi pula pembuatan hadis maudlu
merupakan perbuatan dusta kepada Nabi Muhammad saw.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari hadist maudhu’?
2. Apa saja penyebab adanya hadis palsu
3. Bagaimana upaya ulama dalam memerangi hadist palsu?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu hadist maudhu’
2. Untuk mengetahui sebab-sebab adanya hadis palsu
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya ulama dalam memerangi hadis palsu
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Menurut ajaj al-khatib pengertian hadis maudhu’ secara bahasa adalah
menggugurkan, meninggalkan, mengada-ada. Dan secara istilah hadist maudhu adalah
‫ هو الكذب المختلق المصنوع المنسوب إلى رسول هللا‬: ‫الموضوع‬
Hadis maudhu’ adalah hadis dusta yang dicipta serta dibuat dan dinisbahkan kepada
Rasulullah SAW.
Menurut Subhi As Shalih pengertian hadis maudhu’ secara bahasa yakni :
 Al-hittah : merendahkan
 Al-isqah : menggugurkan
 Al-ikhtilaq : membuat-buat
 Al-isla : meletakkan
Sedangkan menurut istilah hadist maudhu’ adalah hadis yang diciptakan atau dibuat-
buat yang bersifat dusta terhadap Rasulullah SAW.
Hadist maudhu’ adalah hadist yang didustakan (al-hadist al-makdzub), atau
hadis yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu’) yang
dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadis maudhu’ sengaja
membuat dan mengada-adakan hadist yang sebenarnya tidak ada.

B. AWAL KEMUNCULAN
1. Situasi politik kaum muslimin, khususnya pada masa khalifah Ali ra.
Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal
adanya benih-benih fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada
masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang masih
hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist.
2. Kaum muslimi terpolarisasi menjadi beberapa kelompok
Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti
pendukung Ali (syiah), pendukung muawiyah, khawarij (sesudah perang siffin),
dan kelompok netral (murjiah) masing-masing mereka mengklaim bahwa
kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-masing
ingin mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpati massa yang paling
besar dengan cara mengambil dalil AlQur’an dan Hadist. Jika tidak ada dalil yang
mendukung kelompoknya, mereka mencoba mentakwilkan dan memberikan
interpretasi (penafsiran) yang terkadang tidak layak, Sehingga mereka membuat
suatu hadist palsu.
3. Menurut ajaj al-khatib
Menurut Muhammad Ajjaj Al-Khatib, pemalsuan hadis mulai muncul
menjelang berakhirnya abad pertama Hijriyah. Pada masa ini, terjadi pertikaian
politik yang memicu munculnya benih-benih fitnah dan memicu munculnya
pemalsuan hadis. Namun, pada masa ini pemalsuan hadis belum begitu meluas
karena masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan
penuh yakin akan kepalsuan suatu hadis. Selain itu, pemalsuan hadis juga dapat
dilakukan untuk tujuan politik, kepentingan pribadi, atau untuk mempengaruhi
pandangan masyarakat.

C. SEBAB-SEBAB PEMALSUAN HADIST


1. Golongan-golongan politik (kelompok Syi’ah dan pendukun Mu’awiyah)

‫ وصيي وموقع سري وخليفتي في أهلي وخير من أخلف بعدي علي‬-


‫ يا علي إن هللا غفر لك ولذريتك ولوالديك وألهلك ولشيعتك ولمحبي شيعتك‬-
‫ أنا وجبريل ومعاوية‬: ‫ األمناء عند هللا ثالثة‬-
‫ أبو بكر وزيري والقائم في أمتي من بعدي وعمر حبيبي ينطق على لساني وأنا من عثمان وعثمان مني‬-
‫وعلي أخي وصاحب لوائي‬

2. Khawarij dan pemalsuan hadist


3. Propaganda kaum zindik
“Bahwa sekelompok Yahudi datang kepada Rasulullah, lalu berkata : “Siapa yang
menyangga arasy?” Beliau menjawab : “Arasy disangga oleh singa dengan taring-
taringnya. Ai yang turun dari langit itu merupakan keringatnya” Mereka berkata :
“Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah SAW”.
4. Perbedaan ras dan fanatisme suku
‫ إن كالم الذين حول العرش بالفارسية‬-
‫وكالم أهل الجنة العربية‬...‫ أبغض الكالم إلى هللا الفارسية‬-
‫ مكة والمدينة وبيت المقدس ودمشق‬: ‫ أربع مدائن من مدن الجنة في الدنيا‬-
‫ ويكون في أمتي رجل يقال له‬,‫ يكون في أمتي رجل يقال له محمد ابن إدريس أضر على أمتي من إبليس‬-
‫أبو حنيفة هو سراج أمت‬

5. Bualan tukang cerita


Ahmad bin hanbal dan Yahya bin ma’in mendapati langsung nama mereka dicatat
dalam periwayatan hadis berikut :
‫من قال ال إله إال هللا خلق هللا من كل كلمة طيرا منقاره من ذهب وريشه من مرجان‬
6. Perbedaan teologi
‫كل ما في السموت واألرض وما بينهما فهو مخلوق غير القرأن وسيجيئ أقوام من أمتي يقولون القرأن‬
‫مخلوق فمن قاله منهم فقد كفر باهلل العظيم وطلقت إمرأته من ساعته‬

D. UPAYA ULAMA MEMERANGI HADIST PALSU


1. Berpegang pada keshahihan sanad
Para sahabat, tabi’in dan para ulama sangat ketat dalam menuntut isnad dari
para perawi dan mereka selalu terapkan dalam meriwayatkan hadis. Keketatan
menuntut isnad tidak hanya berlaku di kalangan ulama dan pencari hadis. Tetapi
isnad telah menjadi hal umum yang diterima, baik di kalangan ulama maupun
kalangan awam.
2. Menggiatkan semangat ilmiah penelitian hadist
Semangat ilmiah pada masa sahabat dan tabi’in dalam upaya memelihara
kemurnian hadis sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas mereka baik
dalam menuntut hadis maupun dengan mengadakan perjalanan ilmiah dalam
menyebarluaskan hadis ke berbagai daerah. Demikian pula, apabila sebagian
tabi’in mendengar suatu hadis dari selain sahabat, maka mereka bergegas untuk
menemui sahabat yang masih ada secara langsung untuk pengecekan dan
pengukuhan keabsahan yang mereka dengar. Sama halnya yang dilakukan tabi’in
kecil terhadap tabi’in besar dan seterusnya.
3. Menjelaskan hal ihwal para pendusta
Seorang ahli hadis harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang para
periwayat hadis, agar ia dapat menilai kejujuran dan kekuatan hafalannya,
sabagai pegangan dalam membedakan yang shahih dari yang palsu dan yang baik
dari yang buruk. Justru itu para ahli hadis mengadakan penelitian tentang
kehidupan para periwayat dan mengenal hal-ihwal mereka. Mereka melakukan
kritik karena Allah samata, bukan karena rasa takut kepada seseorang.
4. Memerangi langsung para pendusta
Sebagian ulama memerangi para pendusta dan tukang cerita dengan melarang
menyebarkan hadis palsu, serta menjelaskan keadaan mereka kepada masyarakat.
Para ulama juga melarang masyarakat mendekati mereka. Semua ahli ilmu juga
menjelaskan kepada murid-murid mereka dan mengingatkan agar para murid
tidak meriwayatkan khabar dari para pendusta itu. Tokohnya yaitu Abd al-karim
ibn Abu al-arja’ yang dipacung.
5. Meletakkan kaidah
Selain kaidah-kaidah yang rumit dalam rangka mengetahui hadis shahih, hasan
dan dha’if, para ahli hadis juga meletakkan kaidah-kaidah untuk mengetahui
hadis yang maudhu’. Mereka menyebutkan tanda-tanda kepalsuan baik dalam
sanad maupun dalam matan.

E. KRITERIA KEPALSUAN HADIS


1. Pada sanad; pengakuan pendusta sendiri
Perawi telah berikrar atau membuat pengakuan bahwa dia telah mencipta
hadis tersebut. Penyampai hadis dikenali sebagai pembohong dan tidak ada
tsiqah (dipercaya) yang menceritakan hadis selain dirinya. Maksudnya, hadis
hanya diriwayatkan oleh pembohong.
2. Pada matan;
 kejanggalan redaksi
Lafadz yang disampaikan lemah dan janggal, tidak senang didengar oleh
telinga dan ditolak oleh tabi’in.
 kekacauan makna
Lafadznya bertentangan dengan naluri, penyaksian dan ilmu sains (penemuan
ilmiah modern yang sahih dan tidak bertentangan dengan al-qur’an, hadist, dan
sumber-sumber utama di dalam agama).
 bertentangan dengan al-qur’an, hadist, ijma’
Di dalam al-qur’an dan hadist mutawatir atau ia juga bertentangan dengan
peraturan umum yang diambil dari al-qur’an, sunnah, dan ijma’ para sahabat.
 bertentangan dengan realitas sejarah
Ia tidak seperti fakta-fakta yang diketahui pada saat Nabi SAW. Ia terkandung
di dalam hadist perkara-perkara yang didapati yang mustahil bagi seorang nabi
mengucapkan kata-kata tersebut.
F. CIRI-CIRI HADIST PALSU
1. Periwayatnya dikenal sebagai pendusta/pemalsu hadist, baik dari pengakuan
pemalsu seperti Abdul Karim bin Awjâ’ al-Wadldlâ’, Ghiyâts bin Ibrahim, Nuh bin
Abi Maryam, ataupun dari pengetahuan para ulama hadis yang menemukan
indikasi pemalsuan pada periwayat yang dicurigai berdusta. Misal: Periwayat A
mengaku meriwayatkan hadis dari Syekh B, padahal mustahil terjadinya proses
periwayatan antara mereka. Atau periwayat yang dicurigai tersebut sering/selalu
meriwayatkan hadis dalam kesendirian dan bertentengan dengan riwayat para
periwayat tsiqah.
2. Susunan redaksinya rusak secara bahasa dan tidak menyerupai hadist Nabi.
3. Pada umumnya memiliki makna yang janggal, yakni bertentangan dengan al-
qur’an, sunnah, logika/akal sehat, ilmu pengetahuan dan sejarah yang sudah pasti
kebenarannya. Seperti contohnya pada QS. Al-an’am:164
‫ب ُك ُّل ن َۡـفس ا َِّال َعلَ ۡي َهاۚ َو َال ت َِز ُر َو ِاز َرةٌ ِو ۡز َر ا ُ ۡخ ٰرى ۚ ث ُ َّم ا ِٰلى‬
ُ ‫ّٰللا ا َ ۡب ِغ ۡى َربًّا َّوه َُو َربُّ ُك ِل ش َۡىءؕ َو َال ت َۡك ِس‬ ِ ‫قُ ۡل اَغ َۡي َر ه‬
َ‫َر ِب ُكمۡ َّم ۡر ِج ُع ُكمۡ فَيُن َِبئ ُ ُكمۡ ِب َما ُك ۡنـتُمۡ ِف ۡي ِه ت َۡخت َ ِلفُ ۡون‬
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), "Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah,
padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang,
dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban
dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan."
4. Mendiskreditkan sahabat-sahabat Nabi, seperti menuduh sahabat bersepakat
menyembunyikan hadist Nabi. Contohnya hadist yang menceritakan bahwa Nabi
SAW. Memegang tangan Ali ra. Dihadapan seluruh sahabat dan bersabda:
‫وصيي وأخي والخليف ُة من بعدي‬ ِ ‫هذا‬

G. UPAYA PENANGGULANGAN MUNCULNYA HADIST MAUDHU’


1. Memelihara sanad dengan baik
2. Meningkatkan kesungguhan dalam meneliti sanad
3. Menyelidiki adanya tanda-tanda kebohongan
4. Menerangkan keadaan perawi
5. Membuat kaidah-kaidah hadist maudhu’

H. KITAB HADIST YANG MENGHIMPUN HADIST PALSU


1. Tadzkirah al-Mawdlû‘ât, oleh Ibn Thahir al-Maqdisi (w. 507 H).
2. Al-Mawdlû‘ât al-Kubra, Ibn al-Jawzi (w. 598 H).
3. Al-La’aliy al-Mashnû‘ah fi al-Ahâdîts al-Mawdlû‘ah, Jalâluddin al-Suyûthi (w.
911 H).
4. Al-Fawâ’id al-Majmû‘ah fi al-Ahâdîts al-Mawdlû‘ah, oleh Muhammad bin ‘Ali
al-Syawkâni (w. 1255 H)
I. KITAB HADIST YANG MENGHIMPUN HADIST DA’IF DAN PALSU
1. Al-Maqâshid al-Hasanah fi Bayâni Katsir min Ahâdîts al-Musytaharah ‘ala al-
Alsinah oleh Muhammad bn ‘Abdurrahman al-Sakhawi (w. 902 H). Kitab yg
disusun scr alfabetis & sistimatis ini, menghimpun hadis2 daif & palsu yg
masyhur di masyarakat.
2. Silsilat al-Ahâdîts al-Dla‘îfah wa al-Mawdlû‘ah, oleh Nâshir al-Dîn al-Albâni, dll
J. PENJELASAN PARA ULAMA
Dalam Qaamuus al-‘iqaad dijelaskan:
َ ‫ فهو مصنوع مختلَق مل‬،‫ال يجوز اعتباره وال االستدالل به‬
‫صق بالنبي صلى هللا عليه وسلم وليس هو مما قاله أو‬
‫ وال هو صفة خ َْلقية أو ُخلُقية له صلى هللا عليه وسلم‬،‫فعله أو أقره‬
“Tidak boleh mengambil simpulan hukum dan berdalil dengannya (hadits palsu), ia
dibuat secara dusta dinisbahkan pada Nabi SAW, padahal ia bukan termasuk ucapan,
perbuatan atau persetujuan Nabi SAW, bukan pula termasuk karakter penciptaan atau
sifat Nabi SAW.”
Memang ada segolongan ulama yang berpendapat bolehnya menggunakan
hadits dha’if dalam fadhaa’il al-a’maal dan nasihat (meski yang dikuatkan (rajih):
hadits dha’if tidak boleh dijadikan sebagai dalil apapun), namun mereka
mensyaratkan tiga hal, salah satunya sebagaimana dinyatakan Al-Hafizh Ibn Hajar al-
‘Asqalaniy:
‫أن يكون الض عف غير شديد‬
“Tingkat kelemahan hadits tersebut tidak boleh lemah sekali.”
KESIMPULAN

Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah hadist
yang didustakan (al-hadist al-makdzub), atau hadis yang sengaja diciptakan dan
dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu’) yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW.
Artinya, pembuat hadis maudhu’ sengaja membuat dan mengada-adakan hadist yang
sebenarnya tidak ada. Penyebab adanya hadis palsu diantaranya golongan-golongan
politik, khawarij dan pemalsuan hadist, propaganda kaum zindik, perbedaan ras dan
fanatisme suku, bualan tukang cerita, dan perbedaan teologi. Serta adapula upaya
ulama dalam memerangi hadist palsu diantaranya berpegang pada keshahihan sanad,
menggiatkan semangat ilmiah penelitian hadist, menjelaskan hal ihwal para pendusta,
memerangi langsung para pendusta, meletakkan kaidah.
DAFTAR PUSTAKA

Aslamiah, Rabiatul. Hadist Maudhu dan Akibatnya. UIN Antasari.

Marpuah, Siti. Kesan Hadist Maudhu’ dalam Amalan Umat Islam. Malaysia:
Universiti Tun Hussein Onn Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai