Anda di halaman 1dari 12

HADIST MAUDHU’

Disusun Oleh:

NAMA : RINJANI
SEMESTER/UNIT : II/1
PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA
DOSEN PENGAMPU : TAJUDDIN AL ALUSI,M.Ag

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM LANGSA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-nya kepada
hamba-nya dan shalawat beserta salam semoga di limpahkan kepada Rasulullah SAW, para
sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat. Alhamdulillah,
dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta karunia-nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang disediakan.
Selain itu, punyusun juga berterima kasih Kepada Bapak Tajuddin Al Alusi, M.Ag selaku
dosen mata kuliah Ulumul Hadits dan pihak-pihak yang membantu dalam menyusun makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan penyusun sendiri. Penyusun menyadari
pasti banyak kekurangan dan kelemahan yang terdapat didalam makalah ini. Untuk itu, penyusun
terbuka terhadap kritik dan saran pembaca.

Langsa, 02 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................1
A. LatarBelakang...............................................................................1
B. RumusanMasalah.........................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................2
A. Bayan At-Taqrir...........................................................................2
B. Bayan Al-Tafsir..........................................................................3
C. Bayan Al-Tasyri’........................................................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................6
A. Kesimpulan..................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah berjalannya waktu, umat manusia menghadapi berbagai permasalahan yang harus
disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi umat islam, permasalahan yang timbul kapan dan
dimana pun harus dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu Al-
qur’an dan hadis Nabi. Al-qur’an maupun hadits dianggap pedoman yang siap kapan saja untuk
dijadikan rujukan terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun dalam tataran prakteknya
tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata. Perlu usaha yang mendalam dan serius
untuk menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk dilaksanakan dengan
mudah dan meyakinkan kebenarannya.
Para ulama, tidak pernah berhenti berkarya untuk menghasilkan suatu pedoman hidup yang
bersifat praktis bagi masyarakat yang mempunyai tingkatan intelektual yang varian dalam
berbagai lingkungan kehidupan mereka. Para ulama hadits ternyata telah berusaha menafsirkan
makna hadis-hadis yang telah dibukukan oleh ulama sebelumnya. Upaya ulama pensyarah
tersebut menjadi inspirasi para ulama hadis yang datang pada masa setelah mereka untuk
menghasilkan buah karya dalam bidang pemahaman makna hadis yang beragam pula. Salah satu
metode yang sebelumnya popular dalam penafsiran Al-qur’an yaitu metode maudhu’iy, pada
masa-masa selanjutnya mulai pula di coba terapkan dalam memahami hadits Nabi. Sekalipun
kendala yang di hadapi cukup berarti. Namun upaya tersebut membuahkan hasil berupa karya-
karya yang menjadi pedoman bagi penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi. Dalam sepi
pemahaman teks hadis ini tentunya akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan
sekaligus kompliksnya problem yang dihadapi dalam kehidupan umat islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sampai berikut :
1. Sejarah perkembangan hadis Maudhu’
2. Sebab-sebab timbulnya hadis Maudhu’
3. Usaha ulama dalam memberantas hadis Maudhu’

C. Tujuan
Adapun tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui sejarah perkembangan hadis Maudhu’
2. Mengetahui sebab timbulnya hadis Maudhu’
3. Mengetahui usaha ulama dalam memberantas hadis Maudhu’
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Hadist Maudhu’


Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis. Perbedaan
tersebut dapat dijelaskan sebangai berikut :
1. Menuntut Ahmad Amin bahwa hadis maudhu’ sudah terjadi pada masa Rasullah saw
masih hidup. Argumentasinya adalah sabda Rasulullah saw :
‫ْأ‬
‫َم ْن َك َذ َب َع َلَّي ُم َتَعِّم ًدا َفْلَيَتَبَّو َم ْقَع َد ُه ِم َن الَّناِر‬
“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia bersiap-
siap mengambil tempat di Neraka.” (Muttafaq ‘alaih).

Menurutnya,hadis tersebut menggambarkan bahwa kemungkinan pada zaman Rasulullah saw


telah ada pihak-pihak yang ingin berbohong kepada dirinya, oleh karena itu hadis tersebut merupakan
respons terhadap fenomena yang ada saat itu. Alasan yang dikemukakan oleh Ahmad Amin sebetulnya
hanya merupakan dugaan yang tersirat dalam hadis tersebut dan tidak punya alasan yang kuat secara
historis. Selain itu, pemalsuan hadis pada masa Rasulullah saw tidak pula tercantum dalam kitab-kitab
standar yang berkaitan dengan asbab al-wurul. Data yang ada menunjukkan bahwa sepanjang masa
hidup Rasul saw tidak pernah ada seorang-pun dari Sahabat yang sengaja berbuat dusta kepadanya.
Hadis di atas merupakan bentuk peringatan agar tidak terjadi pembohongan atas Nabi. Akan tetapi oleh
Ahmad Amin dimaknai telah ada pembohongan pada masa tersebut.

2. Shalah al-Din Al-Dlabi mengatakan bahwa pemalsuan hadis berkenaan dengan


masalah agama belum pernah terjadi namun masalah keduniaan telah terjadi pada
masa Rasulullah saw yang dilakukan oleh orang-orang munafiq. Alasan yang
dikemukakan oleh al-Dlabi adalah hadis yang diriwayatkan oleh at-Thahâwi (w.
321H/933M) dan at-Thabrani (w. 360 H/971M). Dalam riwayat itu dinyatakan bahwa
pada masa Rasulullah saw ada seseorang yang telah membuat berita bohong dengan
mengatasnamakan Rasulullah saw. Orang itu mengaku telah diberi kuasa oleh
Rasulullah saw untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat
tertentu di sekitar Madinah. Kemudian orang itu melamar seorang gadis dari
masyarakat tersebut, tetapi lamaran itu ditolak. Masyarakat yang merasa dibohongi,
lalu mengirim utusan kepada Nabi saw untuk mengkonfirmasikan berita dari orang
tersebut. Ternyata Nabi saw tidak pernah menyuruh seseorang yang
mengatasnamakan beliau. Nabi lalu menyuruh sahabatnya untuk membunuh orang
yang berbohong itu, seraya berpesan apabila ternyata orang yang bersangkutan telah
meninggal dunia, maka jasadnya agar dibakar.
1

3. Menurut jumhur muhadditsûnbahwa pemalsuan hadis itu terjadi pada masa


kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib. Mereka beralasan bahwa keadaan hadis sejak zaman
Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara Ali ibn Abi Thalib dengan
Mu’awiyah ibn Abi Sofyan (w. 60H/680M) masih terhindar dari pemalsuan-
pemalsuan. Sedangkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar Al- Shiddiq, Umar ibn
Khattab dan Usman bin Affan juga belum terjadi pemalsuan hadis. Hal ini dapat
dibuktikan betapa gigih, dan hati-hati, serta waspadanya mereka terhadap hadis.
Berlainan dengan kondisi pada masa khalifah Ali ibn Abi Thalib dimana saat itu telah
terjadi perpecahan politik antara golongan pendukung Ali ibn Abi Thalib dan
Mu’awiyahibn Abi Sofyan. Upaya Islah melalui takhim tidak mampu melerai
pertentangan mereka, bahkan menambah semakin ruwetnya masalah dengan
keluarnya sebagian pengikut Ali ibn Abi Thalib (khawârij) dengan membentuk
kelompok sendiri. Golongan ini tidak hanya memusuhi Mu’awiyahibn Abi Sofyan
namun juga memusuhi Ali ibn Abi Thalib serta mempengaruhi orang-orang yang
tidak berada pada perpecahan. Salah satu cara adalah dengan membuat hadis palsu.
Dalam sejarah dikatakan bahwa yang pertama membuat hadis palsu adalah golongan
Syi’ah dan yang paling banyak membuat hadis palsu adalah golongan Syi’ah
Rafidhah.

B. Sebab-sebab Timbulnya Hadist Maudhu’


Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadis maudhû’, yaitu;
1. Faktor politik Perpecahan umat Islam akibat pertentangan politik yang terjadi antara Ali ibn
Abi Thalib dan Mu’awiyah ibn Abi Sofyan sangat besar pengaruhnya terhadap munculnya
hadis-hadis palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan
mempengaruhi orang-orang tertentu, salah satunya dengan membuat hadis palsu. Masing-
masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu,
salah satunya dengan membuat hadis palsu. Dari kedua kelompok di atas yang pertama kali
melakukan pemalsuan hadis ialah kelompok Syi’ah.
Contoh hadis maudhû’yang dibuat oleh kelompok Syi’ah , ialah:

‫يا علي إن هللا غفرلك و لذريتك ولوالديك و ألهلك و لشيعتك و لمحبي شيعتك‬

“Wahai Ali sesungguhnya Allah Swt telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang
tuamu, keluargamu, (golongan) Syi’ahmu, dan orang-orang mencintai (golongan)
Syi’ahmu”.

1
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadits I (Kalimedia), hlm. 188.
Contoh hadis maudhû’ yang dibuat oleh kelompok Mu’awiyah, ialah :

‫ أنا وجبريل ومعاوية‬:‫األمناء عند هللا ثالثة‬


“Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu saya (Rasul), Jibril, dan Mu’awiyah.

2. Dendam musuh Islam (kaum zindiq) Setelah Islam berhasil menaklukkan dua negara super
power yakni kerajaan Romawi dan Persia, maka Islam tersebar keseluruh penjuru dunia. Di
lain sisi musuh-musuh Islam tidak mampu melakukan perlawanan secara langsung, maka
mereka meracuni umat Islam dengan membuat Hadis Maudhû’. Abd al-Karim ibn al-‘Auja
sebelum dihukum mati oleh Khalifah Muhammad bin Sulaiman bin Ali, Amir Bashrah (160-
173H) mengatakan bahwa dia telah membuat sebanyak 4.000 hadis palsu. Hammad bin Zaid
mengatakan bahwa hadis yang dibuat kaum zindiq berjumlah 14.000 hadis palsu.
Contoh hadis yang dibuat oleh kaum zindiq ini antara lain :
‫أنا خاتم النبيين ال نبي بعدي إال أن يشاء هللا‬
“Saya adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi lagi sesudahku kecuali apabila dikehendaki
Allah”.

3. Fanatisme kabilah, suku, negeri atau pimpinan Umat Islam pada masa sebagian Daulah
Umaiyah sangat menonjol fanatisme Arabnya, sehingga orang-orang non-Arab merasa
terisolasi dari pemerintahan, maka di antara mereka ada yang ingin memantapkan posisinya
dengan membuat hadis maudhû’.
Contoh hadis maudhû’yang dibuat oleh orang yang fanatik pada Kabilah Persia :
‫إن كالم الذين حول العرش بالفارسية‬
“Sesungguhnya pembicaraan orang-orang di sekitar ‘arasy adalah dengan bahasa Persia”

4. Qashshâsh (tukang cerita) Sebagian qashshâsh14 ingin menarik perhatian para


pendengarnya, dengan cara memasukkan hadis maudhû’ kedalam dongengnya. Qashshâsh
ini populer padaabad ke-3 H, merekaduduk di masjid-masjid dan dipinggir-pinggirjalan.
Contoh hadis maudhû’ yang diriwayatkan oleh tukang cerita, seperti yang diriwayatkan oleh
Abu Ja’far Muhammad ath-Thayalisiy, katanya: Ahmad ibn Hambal dan Yahya ibn Mu’in
shalat di Mesjid ar-Rashafah (Madinah). Kemudian seorang tukang cerita dihadapan jama‘ah
berkata, telah meriwayatkan kepada kami Ahmad ibn Hambal dan Yahya ibn Mu’in,
keduanya berkata, telah meriwayatkan kepada kami Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Qatadah
dari Anas, katanya. Rasulullah saw bersabda :
‫من قال ال إله إال هللا خلق هللا طا ئرا له سبعون ألف لسان لكل لسان سبعون ألف لغة يستغفرون له‬
“Siapa yang mengucapkan la ilaha illa Allah, Allah akan menciptakan seekor burung yang
mempunyai tujuh puluh ribu lidah, dan masing-masing lidah menguasai tujuh puluh ribu
bahasa yang akan memintakan ampunan baginya.

5. Membangkitkan gairah beribadah tanpa pengetahuan agama yang cukup. Di antara tujuan
mereka membuat hadis maudhû’ adalah agar umat Islam cinta kepada kebaikan dan
menjauhi kemungkaran, mencintai akhirat, dan menakut-nakuti dengan azab Allah Swt.
Orang-orang yang membuat hadis palsu mengira bahwa usaha mereka adalah benar dan
merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah Swt, serta menjunjung tinggi agama Islam.
Hal ini terjadi pada sebagian orang yang minim pengetahuan agamanya, tetapi mereka saleh
dan zuhud. Mereka sangat berbahaya karena mereka orang saleh dan sebagian periwayatan
hadis-nya diterima oleh sebagian orang. Sebagai contoh apa yang dilakukan oleh Maysarah
bin Abdu Rabbih yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ibnu Mahdi berkata; aku katakan
kepada Maysarah bin Abdu Rabbih darimana engkau dapatkan hadis-hadi sini:

“Barangsiapa yang membaca begini, maka akan dapat begini”? Ia menjawab : aku buat
hadis itu agar manusia mencintainya. Jika mereka ditanya tentang hadis palsu yang mereka
buat, merekau mumnya menjawab kami tidak mendustakan atasnya (Rasul), sesungguhnya
kami dustakan untuknya.17 Jawaban ini adalahu ngkapan bodoh dan konyol yang tidak
peduli atas pendustaan kepada Rasul saw. Pada hal syariat dan hadis Rasul yang shahih tidak
perlu pada pendustaan.

6. Perbedaan pendapat dalam masalah fiqh dan ilmu kalam Masalah khilafiyah dalam fikih dan
teologi juga mendorong munculnya hadis maudhû’. Mereka menciptakan hadis-hadis palsu
dalam rangka mendukung atau menguatkan pendapat, hasil ijtihad dan pendirian para imam
mereka. Diantara hadis yang mereka bikin untuk mendukung pendirian mazhab mereka
umpamanya tentang tata cara pelaksanaan ibadah shalat. Umpamanya :

‫ألمضمضة واإلستنشاق للجنب ثال ثا فريضة – أمني جبريل عند الكعبة فجّهرب (بسم هللا الرحمن الرحيم) – من قال‬:
‫القرآن مخلوق فقد كفر‬

“Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung masing-masing tiga kali, adalah wajib bagi
orang yang berjunub”.2

2
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadits I (Kalimedia), hlm. 189-190.
C. Usaha Ulama Dalam Memberantas Hadist Maudhu’
Melihat munculnya Hadits-Hadits palsu, para ulama’ tidak tinggal diam. Mereka melakukan
segala usaha dan upaya untuk memberantas Hadits palsu. Diantara usaha yang dilakukan
para ulama’ adalah :
a. Berpegang pada Sanad

Karena berpegang pada sanad, seorang perawi dapat mengetahui atau mengecek kembali
apakah perawi sebelumya itu termasuk yang tsiqah atau tidak. Jika perawinya adalah termasuk
ahlul bathil dan ahlul bid’ah atau yang dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya. Maka
riwayatannya akan ditinggalkan. Sebaliknya perawi Hadits hanya akan menerima
Hadits-Hadits yang perawinya tsiqah dan terpercaya. Dalam hal ini Abdullah bin Sirrin
mengatakan:

”Mulanya mereka tidak bertanya mengenai sanad, namun manakala terjadi fitnah mereka
selalu menanyakan: sebutkan oleh kalian perawi-perawi kalia. Jika perawinya termasuk ahlus
sunnah diterimanya Hadits. Dan jika ia temasuk ahlul bid’ah Haditsnya tidak diterima”.

b. Ketelitian dalam Meriwayatkan Hadits

Disamping sanad, para ulama mulai zaman tabi’in hingga zaman setelah mereka sangat
teliti dan hati-hati dalam meriwayatkan Hadits. Hingga dari ketelitian tersebut dapat diketahui
suatu Hadits maqbul atau mardud. Kemudian juga dipilah-pilah antara metode yang satu dan
yang lainnya. Sehingga keotentikan Hadits tetap terpelihara hingga kini”.

c. Memerangi Para Pendusta dan Tukang Cerita

Para ulama Hadits juga memerangi para Pendusta Hadits dan juga para tukang cerita yang
dikenal gemar memasulkan Hadits dengan cara menjelaskan dan mewanti-wanti mereka agar
jangan mendekati dan mendengarkan mereka. Ulama Hadits juga menerangkan Hadits-Hadits
maudhu’ tersebut kepada para murid-muridnya dan mengingatkan mereka untuk tidak
meriwayatkan Hadits-Hadits palsu tersebut. Diantara para ulama yang dikenal sangat ”keras”
terhadap Pemalsu Hadits adalah imam Syu’bah bin Al-Hajjaj (W. 160 H), Amir al-Sya’bi (W.
103. H), Sufyan al-Tsauri (W. 161 H), Abdurrahman bin Mahdi (W. 198H).

d. Menjelaskan ”status” perawi Hadits

Terkadang perawi Hadits harus menjelaskan mengenai keadaan perawi Hadits yang
diriwayatkannya. Sejarah hidupnya, guru-gurunya, murid-muridnya, perjalanannya dalam
menuntut Hadits dan lain sebagainya. Sehingga dari sini setiap perawi Hadits dapat diketahui
”statusnya”, apakah ia yang diterima sebagai perawi ini akhirnya memunculkan ilmu baru dalam
Hadits, yaitu ilmu jarh wa ta’dil dan ilmu ruwatul Hadits. Dari ilmu in seseorang yang belajar
Hadits akan dapat menjumpai mana Hadits yang shahih, hasan atau dhaif. Yang dhaif pun dapat
diklasifikasikan apakah karena keterputusan sanad atau karena sebab lainnya. Sehingga Hadits
tetap terjaga hingga sekarang ini.
e. Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui Hadits palsu

Disamping semua usaha yang telah dilakukan oleh para ulama sebagaimana di atas, ulama
Hadits juga meneliti matan yang terdapat pada Hadits-Hadits palsu tersebut. Tujuan dari
penelitian itu adalah agar dibuat kaidah-kaidah atau ciri-ciri khusus yang terdapat pada Hadits-
Hadits palsu, agar setiap orang dapat membedakan antara Hadits dengan Hadits palsu. Usaha-
usaha yang dilakukan oleh orang untuk memalsukan Hadits-Hadits Rasululloh SAW, namun
Allah SWT tetap menunjukkan kepada kaum Muslimin betapa usaha mereka mendapatkan
perlawanan yang hebat dari kaum Muslimin itu sendiri. Sehingga sunnah senantiasa tetap terjaga
keotentikannya hingga hari ini dan Insya Allah hingga akhir zaman nanti.3

3
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadits I (Kalimedia), hlm. 190-196..
4

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasar kepada uraian terdahulu, dapatlah disimpulkan sebagai berikut :


1. Yang dimaksud hadis maudlu (palsu) adalah: Segala riwayat yang dinisbahkan kepada
Rasulullah saw dengan jalan mengada-ada atau berbohong tentang apa yang tidak pernah
diucapkan dan dikerjakan oleh Rasulullah saw, serta tidak pula disetujui beliau.
2. Faktor yang menyebabkan munculnya hadis maudhu adalah: Kebencian dan permusuhan,
politik, fanatisme yang keliru, kebodohan, popularitas dan ekonomi.

3. Ciri-ciri hadis maudhu diantaranya adalah: Perawinya pendusta, pengakuan dari pembuatnya,
terdapat kerancuan lafaz dan makna. bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan Al
qur’an dan Hadits Mutawatir, meyalahi fakta sejarah, menyalahi kaedah umum dan disepakati
(ijma) ulama, isinya sejalan dengan fanatisme perawinya menjanjikan pahala yang sangat besar
terhadap perbuatan kecil dan memberikan ancaman besar terhadap kesalahan kecil.

4. Penanggulangan terhadap hadist maudhu dilakukan para ulama dilakukan dengan: Meneliti
perawi hadist, pencarian dan penelitian sanad, tindakan tegas terhadap pemalsu hadis dan
mengungkap keburukannya, menetapkan ketentuan untuk mengungkap hadis Maudlu, dan
menyusun kitab-kitab kumpulan hadis maudlu agar diketahui masyarakat.

5. Akibat dari munculnya hadis maudlu (palsu) diantaranya adalah : Menimbulkan dan
mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam, mencemarkan pribadi Nabi saw,
mengaburkan pemahaman terhadap Islam. melemahkan jiwa dan semangat keislaman.

4
DAFTAR PUSTAKA

Darussamin, Zikri, Ilmu Hadis I .Yogyakarta: Kalimedia, 2020.

Anda mungkin juga menyukai