Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ULUMUL HADIST HADIST

MAUDHU DAN SEBABNYA

Dosen Pengampu :

Andi Faisal. S.P.d., M.Pd

Di susun oleh :
Adlan
hermawan
Ikhwanul Akbar

Rahmat
hidayat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSIT SAINS AL MAWADDAH WARAHMAH KOLAKA 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis maudhu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada hadis

palsu atau hadis yang tidak sahih secara ilmiah. Hadis-hadis maudhu tidak

memiliki dasar atau sumber yang dapat dipercaya dalam ajaran agama Islam.

Biasanya, hadis maudhu disusun atau diatribusikan kepada Nabi Muhammad

SAW atau para sahabatnya dengan maksud untuk mempengaruhi atau

memanipulasi pemahaman agama.

Hadis maudhu memiliki sejarah yang cukup panjang dalam dunia Islam.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penyebaran hadis maudhu antara

lain. Hadis-hadis palsu sering kali digunakan oleh penguasa atau kelompok

politik untuk memperoleh dukungan atau mengendalikan masyarakat. Mereka

menciptakan hadis- hadis palsu untuk membenarkan tindakan atau kebijakan

tertentu.Kesalahpahaman: Kadang-kadang, orang-orang yang kurang

memahami ajaran Islam atau tidak memiliki pengetahuan yang memadai

tentang metodologi hadis dapat dengan tidak sengaja menyebarkan

hadis-hadis palsu. Kesalahan interpretasi, penyalinan yang tidak akurat, atau

penambahan kata-kata dalam transmisi lisan atau tulisan menjadi penyebab

terjadinya hadis maudhu.

Perpecahan dalam masyarakat: Dalam sejarah Islam, perpecahan

antara kelompok-kelompok berbeda sering kali menghasilkan penciptaan

dan penyebaran hadis-hadis palsu. Hadis-hadis maudhu dapat digunakan

sebagai alat untuk memperkuat pandangan kelompok tertentu dan

menyerang kelompok lainnya.

Untuk mengidentifikasi hadis maudhu, ulama dan cendekiawan Islam

menggunakan metode ilmiah yang melibatkan penelitian teks hadis, sanad

(rantai perawi), dan konteks sejarah. Mereka mempelajari keandalan perawi,

kecocokan dengan prinsip-prinsip agama Islam yang lebih luas, dan

kemutawatiran (konsistensi) hadis tersebut dengan sumber-sumber lain.


Penting bagi umat Islam untuk berhati-hati dan berpikir kritis dalam

menerima dan menyebarkan hadis. Mengkaji ilmu hadis, memahami

metodologi ilmiah yang digunakan dalam menilai keabsahan hadis, dan

mengandalkan otoritas ulama yang terpercaya dapat membantu mencegah

penyebaran hadis maudhu dan menjaga integritas ajaran agama Islam

B. Rumusan masalah

Definisi hadits maudhu


Sejarah munculnya hadits maudhu
Faktor ,unculnya hadits maudhu
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian hadits dhoif

Hadits mawḍū’ berasal dari dua suku kata bahasa Arab yaitu alHadith

dan al-Mawḍū’ . al-Hadith dari segi bahasa mempunyai beberapa pengertian

seperti baru (al-jadīd) dan cerita (al-khabar).1 Kata al-Maudhu’ , dari sudut

bahasa berasal dari kata waḍa’ a – yaḍa’ u – waḍ’ an wa mawḍū’ an –

yang memiliki beberapa arti antara lain telah menggugurkan, menghinakan,

mengurangkan, melahirkan, merendahkan, membuat, menanggalkan,

menurunkan dan lain-lainnya. Arti yang paling tepat disandarkan pada kata

al-Maudhu’ supaya menghasilkan makna yang dikehendaki yaitu telah

membuat

Berdasarkan pengertian al-Hadits dan al-Maudhu’ ini, dapat disimpulkan

bahwa definisi hadits maudhu’ adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi

Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, taqrir, dan sifat beliau secara dusta.

Lebih tepat lagi ulama hadits mendefinisikannya sebagai apa-apa yang tidak

pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir,

tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja

Sejarah munculnya hadits dhoif

Masuknya penganut agama lain ke Islam, sebagai hasil dari penyebaran

dakwah ke pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor awal dibuatnya

hadits-hadits maudhu’ . Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian dari mereka

memeluk Islam karena benar-benar ikhlas dan tertarik dengan kebenaran ajaran

Islam. Namun terdapat juga segolongan dari mereka yang menganut Islam hanya

karena terpaksa mengalah kepada kekuatan Islam pada masa itu.

Golongan inilah yang kemudian senantiasa menyimpan dendam dan dengki

terhadap Islam dan kaum muslimin. Kemudian mereka menunggu peluang yang

tepat untuk menghancurkan dan menimbulkan keraguan di dalam hati orang banyak
terhadap Islam. Peluang tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman

bin Affan (w. 35H), yang memang sangat toleran terhadap orang lain. Imam

Muhammad Ibnu Sirrin (33-110 H) menuturkan, ” Pada mulanya umat Islam apabila

mendengar sabda Nabi Saw berdirilah bulu roma mereka. Namun setelah terjadinya

fitnah (terbunuhnya Ustman bin Affan), apabila mendengar hadits mereka selalu

bertanya, dari manakah hadits itu diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-orang

Ahlsunnah, hadits itu diterima sebagai dalil dalam agama Islam. Dan apabila

diterima dari orang-orang penyebar bid’ ah, hadits itu dotolak.

Diantara orang yang memainkan peranan dalam hal ini adalah Abdullah bin

Saba’ , seorang Yahudi yang mengaku memeluk Islam. Dengan berdalih membela

Sayyidina Ali dan Ahlul Bait, ia berkeliling ke segenap pelosok daerah untuk menabur

fitnah. Ia berdakwah bahwa Ali yang lebih layak menjadi khalifah daripada Usman

bahkan Abu Bakar dan Umar. Alasannya Ali telah mendapat wasiat dari Nabi s.a.w.

Hadits palsu yang ia buat berbunyi: “ Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan

penerima wasiatku adalah Ali.” Kemunculan Ibnu Saba’ ini disebutkan terjadi

pada akhir pemerintahan Usman. Untungnya, penyebaran hadits maudhu’ pada

waktu itu belum gencar karena masih banyak sahabat utama yang mengetahui

dengan persis akan kepalsuan sebuah hadits. Khalifah Usman sebagai contohnya,

ketika tahu hadits maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’ , beliau langsung

mengusirnya dari Madinah. Hal yang sama juga dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi

Thalib. Para sahabat tahu akan larangan keras dari Rasulullah terhadap orang yang

membuat hadits palsu sebagaimana sabda beliau: “ Siapa saja yang berdusta atas

namaku dengan sengaja, maka dia telah mempersipakan tempatnya di dalam neraka.

Menyadari hal ini, para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap hadits yang

disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya sekiranya ragu

akan kesahihan hadits itu. Imam Muslim dengan sanadnya meriwayatkan dari

Mujahid (w. 104H) sebuah kisah yang terjadi pada diri Ibnu Abbas : “ Busyair bin

Kaab telah datang menemui Ibnu Abbas lalu menyebutkan sebuah hadits dengan

berkata “ Rasulullah telah bersabda” , “ Rasullulah telah bersabda” . Namun Ibnu

Abbas tidak menghiraukan hadits itu dan juga tidak memandangnya. Lalu Busyair

berkata kepada Ibnu Abbas “ Wahai Ibnu Abbas ! Aku heran mengapa engkau tidak
mau mendengar hadits yang aku sebut. Aku menceritakan perkara yang datang dari

Rasulullah tetapi engkau tidak mau mendengarnya. Ibnu Abbas lalu menjawab:

“ Kami dulu apabila mendengar seseorang berkata “ Rasulullah bersabda” ,

pandangan kami segera kepadanya dan telinga-telinga kami kosentrasi

mendengarnya. Tetapi setelah orang banyak mulai melakukan yang baik dan yang

buruk, kita tidak menerima hadits dari seseorang melainkan kami mengetahuinya

Penyebab munculnya hadits maudhu

Ada beberapa faktor penyebab yang melatar belakangi terjadinya

hadis palsu (hadîs al -maw û'): pertama, faktor politik. Kedua, faktor dendam

musuh Islam.

Ketiga, faktor tukang cerita (


Faktor politik
Menurut Ajjaj a l -Khatib, peristiwa fitnah kubra merupakan

percikkan api pertama yang kemudian menjadi kekacauan besar pada

awal -awal abad pertama di tahun hijriyah dalam sejarah peradaban

dunia Islam. Peristiwa tersebut berbuntut kepada terbunuhnya sahabat

Nabi saw yang menjadi khalifah ketika itu, yakni Utsman bin Affan. Dan

meninggalkan bekas jejak yang negative untuk umat Islam di dunia ini

hingga dampaknya masih terasa saat sekarang ini. Setelah

sepeninggalan Rasulullah saw, sahabat Abu Bakar as - Ṣiddîq dan

Umar bin Khatab yang maju menjadi khalifah untuk menjalankan roda

kepemimpinan umat Islam. Kedua sahabat mulia ini telah menjalankan

tugasnya dengan baik. Namun stabilitas nasional umat Islam mulai

terganggu dan goyah pada era kepemimpinan sahabat Utsman bin

Affan terutama paruh kedua dari 12 tahun masa jabatannya. Mulai

bermunculan kelompok -kelompok dan sekte -sekte pemberontak

terhadap khalifah Utsman bin Affan.

Faktor dendam musuh islam


Umat Islam setelah berhasil menaklukkan dua negara adidaya di

masanya, yakni negara Romawi dan Persia. Ajaran agama Islam begitu
cepat tersebar secara masif ke berbagai penjuru dan pelosok dunia.

Sementara orang

-orang yang membenci dan memusuhi Islam tidak sanggup melawan

kekuatan Islam secara terbuka, mereka justru masuk dan melawan

kekuatan Islam melalui sendi -sendi ajaran agama Islam itu sendiri

dengan cara memproduksi hadis -hadis paslu (hadîs maw û') yang

dilakukan oleh orang -orang yang memusuhi Islam.

Faktor tukang cerita

yang disampaikan kepada para pendengar setianya

adalah materi propaganda

Hal tersebut telah mashur ketika abad ke 3 H yang hanya

duduk-duduk di masjid serta di pinggiran jalan. Kebanyakan tokoh yang

ahli dongeng tersebut berisikan dari orang -orang yang berpura -pura

menjadi orang paham akan ajaran agama Islam ( â'lim). Namun

dengan beriringnya pergantian waktu ke waktu, peristiwa tersebut

dilarang berkeliaran lagi di masjid - masjid ataupun di jalan -jalan dan

pasar -pasar pada saat pelantikan khalifah Abbasiyah, yakni Khalifah Al

-Mu'taşim p t hun 279 . Materi yang disampaikan oleh sang tukang

dongeng kepada para pendengar setianya

adalah beberapa materi periwayatan hadis palsu (hadîs mauḏhû'),

seakan - akan hadis tersebut datang dari Nabi Muhammad saw

dengan cara membawa perawi sanad hadis ketika disampaikan

kepada pendengarnya, maka seakan - akan hadis tersebut yang

diterima dari tukang dongeng memang datang dari Nabi Muhammad


saw

Penting untuk memahami bahwa hadits maudhu bukanlah bagian

dari sumber ajaran Islam yang sahih. Ulama dan pakar hadits

memiliki metodologi yang ketat dalam menilai keabsahan hadits, dan

hadits maudhu akan ditolak jika tidak memenuhi standar tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memverifikasi keaslian

hadits sebelummenerimany sebagai ajaran agama.

Faktor Kurang pemahaman

Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah

namun kurang memahami agama, mereka membuat at hadist-hadis

maudlu (palsu) dengan tujuan menarik orang untuk berbuat lebih baik

dengan cara membuat hadis yang berisi dorongan-dorongan untuk

meningkatkan amal dengan menyebutkan kelebihan dan keutamaan

dari amalan tertentu tanpa dasar yang benar melalui hadist targhib

yang mereka buat sendiri. Biasanya hadis palsu semacam ini

menjanjikan pahala yang sangat besar kepada perbuatan kecil. Mereka

juga membuat hadis maudhu (palsu) yang berisi


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan dari hadis maudhu adalah bahwa sebagai umat Muslim,

kita perlu berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi

terkait agama. Hadis-hadis maudhu tidak boleh dijadikan dasar untuk

mengambil keputusan atau memahami ajaran Islam. Penting bagi kita

untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap hadis-hadis yang kita

dengar atau baca, serta merujuk kepada ulama dan sumber-sumber yang

terpercaya.

Mengenali hadis maudhu juga merupakan bagian dari literasi

keagamaan yang penting. Dalam mencari pengetahuan agama, kita

harus mengandalkan sumber-sumber yang dapat

dipertanggungjawabkan dan memiliki metodologi yang jelas dalam

menentukan keaslian hadis. Hal ini akan membantu mencegah

penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.Dalam Islam,

keabsahan hadis sangat penting karena hadis merupakan salah satu

sumber hukum dan pedoman dalam menjalankan ibadah dan kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu, menjaga keaslian hadis dan memahami

metode ilmiah dalam menilai keabsahannya sangatlah penting untuk

menjaga integritas dan kebenaran ajaran Islam

Anda mungkin juga menyukai