Disusun oleh :
1. Sunarsih (1608056036)
2. Nurul Lailatul Fatimah (1608056062)
3. Ilham Muntaha (1608056063)
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang perkembangan hadits merupakan suatu hal yang
menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangan nalar manusia yang
semakin kritis. Mempelajari sejarah perkembangan hadits merupakan
pengantar untuk mengkaji pokok-pokok dasar yang menjadi pedoman
dalam menghadapi hadits. Sampai saat ini pengkajian hadits bukan hanya
pada kalangan umat Islam saja tetapi juga melibatkan kalangan orientalis.
Pengkajian sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaanynya.
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits
ini diharapkan dapat mengetahui proses pertumbuhan dan
perkembanganya dari masa kemasa sehingga kita mengetahui
perkembangan riwayat-riwayat dan pembukuan hadits karena merupakan
suatu bagian dari pelajaran ilmu hadits yang tidak boleh dipisahkan.
Sehingga kita dapat menentukan sikap dan tindakan yang perlu dilakukan
umat Islam untuk menjaga keshahihan hadits.
B. Rumusan Maslah
1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu Hadits?
2. Bagaimana pembinaan dan periodesasi ilmu Hadits?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan dan pembinaan ilmu Hadits.
2. Mengetahui karakteristik pertumbuhan dan pembinaan ilmu Hadits.
3. Mengetahui perbedaan antara pertumbuhan dan pembinaan Hadits.
4. Mengetahui usaha-usahan penghimpunan ilmu Hadits.
5. Mengetahui karakteristik tahapan sejarah penghimpunan ilmu Hadits
dibandingkan masa sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis… hlm. 42
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadis. (Jakarta : PT Rja Grafindo Persada. 2003), hlm. 72
Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak
menerima hadits dari Rasulullah dengan beberapa penyebab . mereka
antara lain :
a. Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqunal Al-Awwalun,
seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn
Abi Thalib karena mereka lebih dulu masuk Islam daripada
sahabat yang lain.
b. Ummahat Al-Mukminin (istri-istri Rasul), seperti Aisyah dan
Ummu salamah. Yang secara pribadi dekat dengan Rasul. Hadits-
hadits yang diterimanya banyak yang berkaitan dengan soal-soal
keluarga dan pergaulan suami istri.
c. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasul, juga
menuliskan hadits-hadits yang diterimanya seperti Abdullah Amr
ibn Al-‘Ash.
d. Sahabat yang meski tidak lama bersama Rasul akan tetapi banyak
bertanya kepada para sahabat lain secara sungguh-sungguh seperti
Abu Hurairah.
e. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis
Rasul, banyak bertanya kepada sahabat lain.6
Untuk pemeliharaan hadits Rasulullah hanya menyuruh sahabat
untuk menghapalakannya dan melarang menulisnya secara resmi karena
dikhawatirkan akan mencarpuradukkan hadits dengan Al-Qur’an. Izin
hanya diberikan kepada mereka yang kurang kuat hapalannya atau
memiliki kecakapan tulis-menulis atau bagus tulisannya sehingga tidak ada
kekhawatiran akan bercampurnya sabda nabi dengan firman Ilahi.
2. Hadits pada masa sahabat (11 H-40 H)
Priode kedua sejarah perkembangan hadits adalah masa sahabat
khususnya khulafa’ ar-rasidin (Abu Bakar Shiddiq, Umar bin al Khathab,
Usman bin Affan, dan Ali bin Abi thalib).Disebut juga masa sahabat besar.
6
Munzier Suparta, Ilmu Hadis..., hlm. 74
Pada masa ini perhatian mereka terfokus pada pemelhraan dan
penyebaran Al quran, dengan demikian periwayatan hadits belum begitu
berkembang, bahkan berusaha membatasi periwayatan hadits sehingga
diistilahkan masa pembatasan periwayatan (at-tsabut wa al-iqlal ar-
riwayah).
a. Menjaga Amanat Rasul SAW
Para sahabat menerima dan melaksanakan segala amanah
Rasulullah.amanah itu tertuang pada Alquran dan hadits ketika
menjelang akhir kerasulanya yang berbunyi :
7
Munzier suparta, ilmu hadis. (Jakarta :Raja grafindo persada.1993),hlm 81
orang tertentu, seperti hadits dari aisyah. sikap keduanya juga diikuti
oleh Ustman dan Ali.yang kadang ali juga mengujinya dengan sumpah.
Pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimnpun
Alquran , antara lain disebabkan: pertama, agar tidak memalingkan
perhatian umat islam untuk mempelajari Alquran. Kedua, bahwa para
sahabat yang banyak menerima hadits dari rasul telah tersebar
diberbagai daerah kekuasaan masing-masing sebagai Pembina
masyarakat, sehingga kesulitan megumulkan mereka secara lengkap.
Ketiga, adanya perselisihan pendapat di kalangan sahabat soal
pembukuan , lafal dan sahihnya.
c. Upaya para Ulama Men-taufiq-kan Hadits tentang Larangan Menulis
Hadits
Perselisihan ulama dalam pembukuan hadts berpangkal pada dua
kelompok hadits ,dari sudut zhahirnya
9
Munzier Suparta, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits. Hal.75
10
Sohari Sahrani, Ulumul Qur’an. Hal.66
wahab (123-197H) di Mesir, dan Jarir ibn Abd al-Hamid (110-188H) di
Rei.11
5. Hadits pada masa pemurnian dan penyempurnaan (abad 2 H)
a. Masa seleksi / penyaringan hadits
Masa ini terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti Bani
Abbas (siktar tahun 201-300 H). Munculnya periode seleksi ini, karena
pada periode sebelumnya, yakni periode tadwin, belum berhasil
memisahkan beberapa hadits mauquf dan maqtu’ dari yang ma’ruf,
begitu pula yang dhaif dari yang sahih.12
Pada masa ini para ulama bersungguh sungguh mengadakan
penyaringan hadist yang diterimanya, melalui kaidah kaidah yang
ditetapkannya.
b. Kitab Kitab Induk Yang Enam ( Kutub as-sittah)
Setelah melalui masa seleksi, lahirlah kitab kitab hadits yang
memuat hadits hadits yang sahih, yang kemudian dikenal dengan Kutub
as-Sittah. Ulama yang berhasil menyusun kitab tersebut ialah Abu
Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mugirah bin al-
Bardizbah al-Bukhori (194-252H) dengan kitabnya al-jami’ as-Sahih.
Kemudian Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Kusairi an-Nasisaburi,
yang dikenal dengan Imam Muslim (204-26 H) dengan kitabnya juga
disebut al-Jami’ as-Sahih.
Setelah itu ada lagi 4 kitab hadits yang disebut as Sunan, yang
menurut para ulama kualitasnya dibawah dua kitab al-Jami’ as-Sahih
tadi13.
Susunan ke enam kitab ialah sebagai berikut
1. Al-Jami’ As-Sahih susunan al-Bukhori
2. Al-Jami’ As-Sahih susunan Muslim
3. As-Sunan susunan Abu Daud
4. As-Sunan susunan Tirmizi
11
Sohari Sahrani, Ulumul Qur’an. Hal.67
12
Munzier Suparta, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits. Hal.77
13
Munzier Suparta, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits. Hal.77
5. As-Sunan susunan Nasa’i dan
6. As-Sunan susunan Ibn Majah
Urutan ini menurut para mayoritas ulama sebagai urutan kualitasnya,
meskipun ada juga yang berpendapat lain mengenai urutannya.
14
Sohari Sahrani, Ulumul Qur’an. Hal.67
Pada abad ini juga tidak banyak lagi ulama yang melakukan
perlawatan ke daerah-daerah untuk mencari hadits. Kegiatan yang
menonjol adalah usaha untuk memelihara dan menertiban kitab-kitab
hadits sebelumnya dengan cara mempelajari, menghafal, memeriksa
sanad, dan menyusun kitab-kitab baru yang bertujuan menertibkan semua
sanad dan matan yang saing berhubungan secara terpisah dikitab-kitab
sebelumnya.
7. Hadits pada masa pensyarahan dan pembahasan (petengahan abad 7-
sekarang )
Kegiatan yang banyak dilakukan pada masa ini pada umumnya
adalah mempelajari kitab-kitab hadits yang telah ada kemudian
mengembangkanya. Selain menyusun kitab dengan sistem lama, juga
dikembangkan penulisan dengan cara syarah(kitab yang memuat uraian
dan penjelasan kandungan hadits dari kitab tertentu yang kemudian
dengan dalil yang lain), mukhtashar (kitab yang berisi ringkasan dari suatu
hadits), zawa’id (kitab yang menghimpun hadits-hadits yang terdapat pada
suatu kitab tertentu dan tidak termakrub dalam kitab tertentu), kitab
petunjuk (kitab yang berisi petunjuk-petunjuk praktis, biasanya berupa
kode huruf dan angka terentu untuk memudahkan mencari atau menelusuri
matan hadits pada kitab-kitab tertentu), dan tarjamah (kitab hadits yang
dialihbahasakan dari bahasa arab ke bahasa lain). 15
15
Muhammadiyah Amin, ilmu hadits. (gorontalo: sultan amai press.2008), hlm. 57-61
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits , tidak dapat
dipisahkan dari ilmu hadist itu dendiri. Karena dengan mengetahui
sejarahnya kita dapat termotivasi dan mengetahui kejadian dan fakta fakta
mengenai hadits itu sendiri. Dalam perjalanannya pertumbuhan dan
perkembangan hadits melalui beberapa periode, sejak zaman Rasulullah,
meskipun pada masa itu belum ditulis karena para sahabat langsung dapat
menanyakannya kepada Rasulullah langsung dan juga dikhawatirkan dapat
tercampur dengan al qur’an, kemudian pada masa sahabat , masa tabi’in,
masa pengkodifikasi, masa pemurnian danpenyempurnaan, masa
pemelihraan dan penertiban , hingga pada masa pensyarahan dan
pembahasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mempelajari sejarah dari
hadits akan menumbuhkan rasa yakin dan menambah keimanan kita
kepada rasulullah yang tidak lain adalah cerminan dari hadits. Dengan
mengetahui sejarahnya pula kita dapat kita ketahui fakta fakta dan
kebenaran dari hadts yang kita jadikan sebagai pedoman kedua setelah al
qur’an.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. 2003. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.