Anda di halaman 1dari 4

PANCASILA BUKAN PANCAS[A]LA[H]

Oleh : Ilham Muntaha

Saya salah satu mahasiswa universitas islam negeri, yang seharusnya memiliki ilmu
keislaman yang pada umumnya menggambarkan universitas islam yang saya tempati.
Namun, mahasiswa universitas islam juga tidak menandakan bahwa kadar keislamannya
tinggi. Saya sendiri menyadari jika saya tidak memiliki kadar islam yang dimaksud tersebut.
Karena itu, saya sedikit kawatir menulis tulisan ini, karena berkaitan dengan islam dan NKRI.
Namun, dengan adanya desakan sebagai tugas kuliah dari dosen saya untuk menulis, sayapun
memberanikan diri menulis. Semoga pengorbanan saya untuk memberanikan diri menulis ini,
dapat terbayar dengan berpengaruhnya tulisan saya terhadap lingkungan menjadi lebih baik,
dan mendapat “nilai” yang baik juga dari dosen.
Kita mulai dengan Pancasila, Pancasila sudah sering sekali didengar oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya. Bahkan disetiap upacara bendera, Pancasila selalu dibacakan dan
ditirukan oleh seluruh peserta upacara. Karena faktanya, Pancasila merupakan ideologi
bangsa Indonesia. Dengan pancasila, rakyat Indonesia yang berbeda-beda suku, budaya, ras
dan agama dapat dipersatukan dalam wadah NKRI.
Pancasila dengan kelima silanya dimana pembaca seharusnya hafal kelimanya,
memiliki sejarah yang panjang dalam perumusannya. Dengan pengorbanan para pahlawan
kita yang membebaskan Indonesia dari penjajahan sampai dibacakannya teks proklamasi oleh
Ir.Soekarno, Pancasila disusun untuk mempertahankan apa yang telah direbut kembali oleh
pahlawan kita dari penjajah. Karena itu, malulah kita jika kita malah berpecah belah, saling
mementingakan diri sendiri, dan tidak bertoleransi terhadap sesama. Kita seharusnya
berterimakasih kepada pahlawan yang memberikan kebebasan kepada kita. Pancasila lahir
untuk menjaga apa yang telah direbut oleh pahlawan kita seperti yang telah saya sebutkan
tadi. Cukup dengan mematuhi dan mengamalkan sila-sila dalam Pancasila kita telah
berterimakasih dengan pendahulu kita. Jia kita mengamalkannya, secara tidak langsung kita
juga menjaganya.
Dan maaf sebelumnya, karena saya sendiri juga sering melalaikan Pancasila.
Terkadang saya hanya memikirkan diri sendiri tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap
orang lain. Sifat egois semacam ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan perpecahan dan
permusuhan. Karena itu, saya mengajak pembaca untuk mengoreksi diri dan bersama-sama
menegakkan Pancasila sebagai pemersatu bangsa.
Di era sekarang ini, Pancasila mulai dikesampingkan, bahkan ada isu atau kabar yang
ingin mendirikan negara khilafah. Entah itu hoax atau fakta, yang pasti saya sebagai warga
NKRI menolak hal itu. Saya akui, saya memang Islam dan bahkan kuliah di universitas
islam, namun tidak berarti saya setuju dengan berdirinya negara khilafah di Indonesia. Tidak
menyetujui negara khilafah, bukan berarti menyalahkannya. Saya sendiri tidak tahu jelas
seperti apa, bagaimana, mengapa, kapan, dimana dan siapanya terkait negara khilafah.
Karena itu, saya tidak bisa menyalahkan atau membenarkan negara khifah, begitupun NKRI
dan Pancasila, saya juga tidak bisa mengklaimnya benar atau salah. Namun sampai saat ini,
Pancasila yang saya amalkan dan saya setujui ini belum menimbulkan bahkan mungkin tidak
pernah menimbulkan masalah yang menyebabkan perpecahan, karena Pancasila sendiri
malah mengajarkan persatuan dalam sila-silanya.
Negara khilafah, dari kata “khilafah”nya menandakan bahwa negara tersebut
menganut sistim pemerintahan Islam. Jika demikian, saya sebagai orang Islam sebenarnya
menginkannya, karena Islam itu benar, dan saya memeluknya. Saya juga tidak bisa mengelak
jika saya adalah warga NKRI yang menganut Pancasila. Antara Islam dan Pancasila
keduanya tidak menganjurkan perpecahan. Pancasila jelas tertuang dalam sila ketiga
“Persatuan Indonesia”, karena Pancasila sendiri tersusun dari perjuangan pahlawan Indonesia
yang lahir dari berbagai suku, ras, agama, dan budaya.
Pancasila, asal pembaca tahu, pada sila pertama itu telah terjadi perubahan,
sebelumnya berbunyi “Kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”, bayangkan jika sila tersebut masih berlaku sampai sekarang, jika anda
meninggalkan shalat, anda akan dipenjara. Coba renungkan, jika anda seorang muslim,
seberapa sering anda melalaikan shalat? Kemudian, atas usulan dari masyarakat Indonesia
bagian timur, yang didominasi umat non muslim, kini Pancasila sila pertama dirubah menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa.” Itu mengartikan bahwa Pancasila mengajarkan toleransi dan
persatuan, begitupun Islam, di dalam Islam juga mengajarkan toleransi, karena itu Pancasila
tidak menyimpang dari ajaran Islam dan ajaran agama-agama lainnya.
Mereka yang menginginkan berdirinya khilafah mungkin karena tidak puas dengan
Pancasila. Ada yang mengatakan Pancasila itu lemah, hukumnya tidak tegas dan lain
sebagainya. Jika demikian, caranya bukan keluar dari pancasila dan berdiri sendiri. Pancasila
itu tidak lemah, yang lemah itu pelaksanaannya. Karena itu, yang diperbaiki ya
pelaksanannya, bukan keluar dari Pancasila dan mendirikan negara khilafah. Seperti yang
diucapkan Bapak Ir. Jokowi, jika kukunya panjang, yang dipotong ya kukunya, bukan
tangannya, kurang lebih demikian. Karena itu, ayo sama-sama menjaga Pancasila, mengawasi
pelaksanaannya, dan melidungi keutuhanya, dengan begitu, InsyaAllah NKRI tidak akan
terpecah belah. Aamiin.
Kemudian terkait masalah yang sangat viral di Indonesia mengenai penodaan agama
oleh Bapak Basuki Tjahaja Purnama, saya sebenarnya enggan berkomentar, namun sebagai
mahasiswa yang seharusnya kritis, izinkan saya mengutaran argumen saya. Kasus tersebut
yang melahirkan aksi damai bela islam beberapa kali, menimbulkan dampak yang baik, salah
satunya adalah silaturahmi yang semakin merekat dalam masyarakat muslim di Indonesia.
Namun yang saya takutkan adalah timbulnya perpecahan didalamnya. Ayolah, sebagai warga
negara Indonesia, cintailah perdaiman, toh di dalam agama manapun pasti mengajarkan
kedamaian. Memang sulit, bagai seseorang yang sudah tersakiti, kemudian harus memaafkan
dan berdamai, namun jika tidak dimulai memaafkan dari sekarang, ya perdamain tidak akan
tercipta, yang ada hanya balas dendam yang turun temurun karena kebencian. Dari kasus
peodaan agama ini, yang keputusan hakim adalah memenjarakan Bapak Basuki Tjahaja
Purnama selam dua tahun, kita harus mengambil pelajaran darinya. Memang menurut saya
Bapak Basuki Tjahaja Purnama seharusnya tidak perlu mengucapkan kalimat yang diluar
pengetahuannya, beliau adalah non muslim, tidak mengetahui mengenai Al Qur’an, maka
jangan mengatakan hal-hal diluar batasan dirinya. Begitu juga umat muslim, bapak Ahok
sudah meminta maaf atas apa yang beliau katakan. Dari hal ini kita bisa mengambil pelajaran,
bahwa kita harus berhati-hati dalam berucap , karena “mulutmu harimaumu.” Jangan biarkan
perkataanmu menjadikan kesalahan kecil yang berdampak besar, “karena nila setitik rusak
susu sebelanga.” Saya bangga terhadap Bapak Basuki Tjahaja Purnama karena mengakui
kesalahan dan meminta maaf disamping itu beliau juga orang yang cerdas yang mampu
membawa perubahan di Jakarta, saya juga bangga terhadap umat muslim yang memiki
solidariras tinggi dan memperjuangkan agamanya.

Anda mungkin juga menyukai