Anda di halaman 1dari 9

Nilai Syariat Islam dalam Tiap Sila Pancasila

Menurut Prof. Hamka Haq - penulis buku, kesadaran masyarakat harus dibangkitkan ketika
rasa tanggung jawab dalam pengamalan dan pengamalan Pancasila berkurang karena
dikhawatirkan Pancasila bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam. Pancasila merupakan
perwujudan ajaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang untuk semua alam, cinta harmoni,
toleransi, keadilan, seks dan semua aspek kehidupan di dunia. Buku ini layak dibaca sebagai
referensi untuk mengetahui nilai-nilai syariah dalam setiap butir Pancasila yang bersumber
dari pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Inilah nilai tambah buku ini bersama nilai-nilai lain
seperti 1 Juni, titik temu Pancasila dan syariat Islam untuk menyanggah tudingan konflik
antara syariat dan kebangsaan. Indonesia didirikan atas dasar Pancasila yang menganut asas
kebangsaan, artinya berdasarkan persamaan sebagai bangsa Indonesia, bukan persamaan
agama, suku atau budaya. Nilai-nilai syariat Islam tersirat dan tersurat dalam setiap butir
Pancasila. Dengan buku ini, penulis secara logis mengkritisi juga kelompok-kelompok yang
selalu memiliki tujuan negara Islam. Tujuan penulisan buku ini adalah untuk mengungkap
misteri dibalik rumusan Pancasila Bung Karno, beliau tidak menjunjung tinggi ajaran Islam
tetapi beliaulah yang menanamkan “spirit” Islam ke dalam Pancasila. Menurutnya, perintah
pertama paling jelas menunjukkan "spirit" Islam menurutnya adalah sila pertama–Ketuhanan
Yang Maha Esa”.

a. Sila Pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa Banyak kalangan yang menghendaki agama
mayoritas–Islam–menjadi dasar negara, tetapi kelompok lain menentangnya karena mereka
percaya bahwa pemeluk agama lain, yang minoritas, memiliki hak. Sangat penting untuk
menyadari bahwa kewarganegaraan menjadi minoritas sehingga tidak terjadi diskriminasi.
Ajaran pertama ini diperkenalkan sebagai alternatif untuk mendirikan Islam. Tatanan pertama
ini menjamin hak-hak pemeluk agama lain, selama negara mengakui agama itu.4
Pembangunan Indonesia merdeka tidak didasarkan atas persamaan agama tetapi atas dasar
ketuhanan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah kepada bangsa Indonesia.
dengan kemandirian. Ajaran pertama ini diakui baik secara langsung maupun tidak langsung
sebagai cerminan ajaran Islam. Tuhan dalam Islam adalah satu, tidak ada yang bisa setuju
dengannya. Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa meskipun Indonesia bukan
negara agama, namun agama merupakan nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam
penyelenggaraan negara. Penghuni yang beragama tentu memiliki ajaran luhur yang menjaga
pengikutnya selalu dalam kebaikan dan kebenaran selama mengikuti ajaran agamanya.
Indonesia bukanlah negara sekuler yang tidak mengakui agama apapun dalam
pemerintahannya, maupun negara religius yang menjadikan agama mayoritas sebagai agama
negara. Sebaliknya, sebuah negara yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengakui
agama sebagai roh yang mengatur negara. Soekarno menegaskan bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah berkat dan rahmat Tuhan. Oleh karena itu, sila Ketuhanan tidak dapat
dipisahkan dari dasar negara Indonesia. Di Indonesia yang pemeluk agamanya banyak, harus
bertuhan yang satu dengan cara yang beradab, artinya saling menghormati antar pemeluk
agama yang berbeda. Seperti yang dia katakan dalam pidatonya pada 1 Juni 1945:

Prinsip yang kelima hendaknya; Menyusun Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi
masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen
menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al4 Vickers, Adrian. 2011. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyakarta: Insan Madani. hal.181 210 Millah Vol. XIII, No. 1, Agustus 2013
Masih. Yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad Saw. Orang Budha
menjalankan ibadahnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita
semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya
dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-
Tuhan secara kebudayaan, yakni tiada eogismeagama. Dan hendaknya Negara Indonesia
satu negara yang berTuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun
Kristen dengan cara berkeadaban. Apakah cara berkeadaban itu? Ialah hormat
menghormati satu sama lain.

Pada teks pidato yang dibacakan Soekarno di depan BPUPKI ini menempatkan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila terakhir dan menempatkan sila Kebangsaan pada sila
pertama. Penempatan urutan ini banyak menyimpan teka-teki bagi seluruh warga dari dulu
hingga sekarang, bahkan beberapa kalangan menuduh bahwa Soekarno adalah pemikir
sekuler. Bagi kalangan normatif-tekstualis, penempatan sila Ketuhanan pada urutan terakhir
kurang tepat, sila Ketuhanan merupakan primakausa dari sila-sila lainnya (hal.129). Terlepas
dari itu semua, Hamka Haq–penulis secara lugas menerangkan dalam bukunya bahwa
Soekarno tidak bermaksud “menyepelekan” urut-urutan dengan menempatkan sila Ketuhanan
pada sila terakhir. Bila melihat penempatan sila Ketuhanan ini dari sisi kaca mata filsafat,
Bung Karno memandang bahwa Ketuhanan merupakan final cause/ultimate cause yang
menjadikan Tuhan merupakan tujuan akhir dari pengamalan dan pengabdian manusia di
dunia. Mengagungkan Tuhan tidaklah harus menempatkan atau menyebut namanya di awal
kalimat. Dalam ideologi Islam, menyebut nama Tuhan, baik di awal maupun di akhir tidaklah
menjadi masalah bagi-Nya, karena semua arah dan tempat adalah milik-Nya. Sebagaimana
bunyi firman-Nya: Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia
Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Hadiid [57]: 3). (Hlm.132). Keselarasan sila
pertama Pancasila dengan syariat Islam terlihat dalam alQur’an yang mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan, seperti dalam Surat al-Baqarah, ayat 163 yang
memiliki arti; “Dan Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa . Tidak ada Tuhan
melainkan Dia Yang Maha Murah, lagi Maha Penyayang”. Konsep ini menunjukkan bahwa
dasar kehidupan bernegara rakyat Indonesia adalah ketuhanan. Di dalam Islam, konsep ini
biasa disebut hablum min Allah yang merupakan esensi dari tauhid berupa hubungan manusia
dengan Allah Swt.

b. Sila Kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua Pancasila yang beradab menunjukkan bahwa bangsa Indonesia menghormati dan
menghormati hak-hak yang melekat pada diri manusia tanpa kecuali. Jika hubungan manusia
dengan Tuhan digambarkan dalam perintah pertama, maka hubungan antar manusia
digambarkan dalam perintah kedua. Konsep hablum min an-nassi (hubungan antarmanusia)
berupa sikap saling menghormati sebagai makhluk Tuhan yang beradab. Tidak ada perbedaan
hak dan kewajiban sesama manusia ciptaan Tuhan, artinya tidak boleh ada diskriminasi antar
manusia. Bersikap adil dalam segala hal merupakan prinsip kemanusiaan yang terkandung
dalam sila kedua Pancasila. Prinsip ini dapat dilihat dalam surat Al-Qur'an al-Maa'ida ayat 8
yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, kamulah yang selalu membela (kebenaran). Demi Tuhan,
jadilah saksi yang adil dan jangan biarkan kebencian rasial Anda menggoda Anda untuk
bertindak tidak adil. Berlaku adil, karena keadilan lebih dekat dengan taqwa dan bertakwa
kepada Allah, sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-
Maa’idah [5]: 8).

c. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

Persatuan Indonesia yang merupakan suara sila ketiga Pancasila menunjukkan kepada dunia
bahwa persatuan adalah dasar terbentuknya negara Indonesia. Persatuan Indonesia tidak
hanya dalam arti sempit tetapi dalam arti yang lebih luas yaitu seluruh rakyat Indonesia
terikat pada satu kesatuan geografis sebagai Negara Indonesia. Konsep persatuan dalam
ajaran Islam meliputi ukhuwah islamiyah (persatuan sesama umat Islam) dan juga ukhuwah
insaniyah (persatuan sebagai sesama manusia). Kedua konsep ini harus berjalan bersama
untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan menghilangkan perbedaan dan konflik
agama, etnis atau ras. Islam selalu merekomendasikan pentingnya persatuan seperti yang
tercantum dalam Alquran; “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imran [3]:
103). “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 10).

d. Sila Keempat; Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan dan Perwakilan

Sila keempat Pancasila yang menekankan pentingnya hidup berwawasan sejalan dengan
nilai-nilai luhur ajaran Islam. Sikap bijak saat memecahkan suatu masalah adalah dengan
mempertimbangkannya. Konsultasi adalah cara terbaik untuk mencari solusi dimana kedua
belah pihak berada pada level yang sama tanpa perbedaan. Hasil perundingan tersebut
merupakan kesepakatan bersama yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Konsep
musyawarah dalam Islam dalam menyelesaikan suatu masalah dikenal dengan istilah syuura
(permusyawaratan). Konsep ini tampak dalam beberapa surat Al-Qur'an, salah satunya dalam
Surat Ali Imron, ayat 159:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu tlah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron [3]: 159). “Dan (bagi) orang-
orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang kami berikan kepada mereka.” (QS. asySyuura [42]: 38).

e. Sila Kelima; Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Setiap sila Pancasila mengandung nilai-nilai Islam, dengan sila kelima menunjukkan adanya
keadilan dalam proses administrasi. Keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat
Indonesia tanpa kecuali karena perbedaan agama, ras, dll. Ajaran Islam memuat berbagai
konsep keadilan, baik keadilan terhadap diri sendiri maupun keadilan terhadap orang lain.
Sebagai agama yang rahmatan lil alamin, misi besar Islam adalah menegakkan keadilan
dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umat Islam untuk
selalu bertindak adil dalam segala hal dan menghindari konflik dan permusuhan agar tatanan
sosial masyarakat dapat terjalin dengan baik. Perintah kelima yang menekankan keadilan
sosial sebenarnya merupakan cerminan dari keadilan Islam. Anda bisa membaca tentang
keadilan dalam ajaran Islam di Alquran; “Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu)
berlaku adil dan berbuat baik, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji,
keburukan dan permusuhan. Dia memberimu pelajaran untuk dipelajari." (Q.S. anNahl [16]:
90)

1. Nilai Persaudaraan

Nabi Muhammad SAW menjelaskan wahidata ummat di bawah perbedaan piagam Madinah.
Piagam Madinah disusun oleh Nabi Muhammad SAW menurut masyarakat Madinah yang
heterogen/plural, namun beliau menyebut mereka Ummat Wahidata. Masyarakat Madinah
terdiri dari orang Arab dan Yahudi yang terbagi menjadi beberapa suku. Suku-suku Arab
terkemuka adalah Aus dan Khazraj, yang sebagian besar masih menganut paganisme dan
seringkali menjadi musuh pada saat itu. Suku-suku terkemuka Bani Yahudi adalah
Quraidzah, Bani Nadir, Banu Tsa'labah dan Banu Hadh. Ungkapan Ummatan Wahidatan
menunjukkan bahwa Islam mengutamakan persaudaraan antar kelompok masyarakat yang
berbeda (agama, suku dan budaya).

Nilai-nilai Persaudaraan tertuang dalam UUD 1945. Dalam UUD 1945, Persaudaraan berarti
persatuan, kesatuan bangsa, perdamaian, keberagaman dalam keberagaman (Bhinneka
Tunggal Ika), kekeluargaan dan kebersamaan. Berikut ini penjelasan detailnya:

a) Pembukaan UUD 1945 berbunyi: “Peliharalah ketertiban dunia yang berdasarkan


kemerdekaan dan perdamaian abadi”. Kata perdamaian disebutkan dua kali. b) Dalam
pembukaan UUD 1945, sila ketiga Pancasila (5 dasar negara) berbunyi “Persatuan
Indonesia”. Kata persatuan disebutkan sebanyak tujuh kali dalam UUD 1945. c) Pasal 36A
menyatakan “Garuda Pancasila adalah lambang negara yang semboyannya Bhineka Tunggal
Ika (Bhinneka Tunggal Ika). d) Pasal 1 berbunyi “Negara kesatuan republik”. Tambahan
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diubah” Kata persatuan disebutkan
sebanyak 2 kali. Artinya Indonesia adalah negara yang bersatu meskipun ada perbedaan suku,
agama dan budaya. Perbedaan tidak memecah belah bahasa Indonesia karena persatuan atau
persaudaraan adalah yang terpenting. Demikian nilai-nilai persaudaraan yang diajarkan Islam
tercantum dalam UUD 1945.

2. Nilai perlindungan hak (hak asasi manusia) Dalam tradisi fikih Islam, Imam al-
Haramain al Juwayni, Imam al-Ghazali dan Imam asy-Syatibi meluncurkan konsep maqasid
al-syarîah, yang menyampaikan pengertian bahwa Syariah tujuan dapat dibagi menjadi tiga
hal:

primer, sekunder dan tersier. Kebutuhan dasar adalah hak yang dapat menyebabkan kematian
dan kesengsaraan jika tidak terpenuhi. Kebutuhan sekunder adalah hak-hak yang mempersulit
pemenuhan kebutuhan primer jika tidak terpenuhi, seperti: tidak adanya sekolah menghalangi
hak atas pendidikan sebagai bagian dari hifz al-'aql. Kebutuhan orde ketiga adalah hak yang,
misalnya, hanya mengurangi kesempurnaan jika tidak terpenuhi; Kurangnya keindahan dalam
berpakaian tidak menyebabkan kematian maupun kesengsaraan dalam hidup. Kebutuhan
primer (daruriyyah) meliputi 5 perlindungan yaitu Hifz al-Dn (Perlindungan hak beragama),
Hifz al-Nafs (Perlindungan hak hidup), Hifz al-'Aql (Perlindungan hak berpikir), Hifz al . -
Nasl (Perlindungan hak waris yang berlanjut), Hifz al-Mal, (Perlindungan hak milik).

3. Nilai keadilan dan kesetaraan

Istilah lain dari perlindungan hak asasi manusia adalah pembelaan terhadap keadilan dan
kesetaraan, dimana semua orang memiliki hak yang sama. Salah satu prinsip keadilan adalah
kesetaraan. Dalam Islam, semua orang, tanpa memandang ras, golongan, agama, suku, jenis
kelamin, warna kulit, pendidikan, status sosial, asal-usul, adalah sama dengan ciptaan Tuhan.
Perlindungan yang lemah (fakir, fakir, yatim piatu, dll.) Lebih kuat, tetapi mencapai
kesetaraan. Hal itu jelas tertuang dalam Piagam Madinah. Al-Qur'an juga mengaturnya. Islam
menekankan pentingnya mencari keadilan. Muhammad Fuad Abdul Baqiy dalam bukunya al-
Mu'jam al-Mufahras Li Alfaz mengklaim bahwa istilah keadilan disebutkan sebanyak 28 kali
dalam Al-Qur'an dan terkandung dalam 28 ayat dalam 11 bab. Ibnu Aqil seperti yang dikutip
oleh Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Allah membantu negara yang benar sekalipun kafir
(sekuler); dan Allah tidak menolong orang yang zalim sekalipun dia beriman (kepada Allah).

Nilai-nilai keadilan dan persamaan di atas dinyatakan dalam UUD 1945:

a) Dalam pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila (asas negara) “Kemanusiaan yang
adil dan beradab” dan “Tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

b) Seni. 24 1) Lembaga peradilan adalah lembaga peradilan yang mandiri untuk perlindungan
hukum dan keadilan. c) Pasal 28D:

1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
2) Setiap orang berhak atas pekerjaan dan upah serta perlakuan yang adil dan hubungan kerja
yang layak.

3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 4)
Setiap orang berhak atas kewarganegaraan.

d) Pasal 28H ayat 2:

Setiap orang berhak atas perlakuan khusus dan kesempatan yang sama pelayanan dan
manfaat untuk mencapai kesetaraan dan keadilan. e) Pasal 34 1) Fakir miskin dan anak
terlantar diasuh oleh negara. 2) Negara membangun sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memperkuat rakyat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai keadilan dan persamaan yang diajarkan
Islam diwujudkan dalam UUD 1945.

4. Nilai-nilai melestarikan dan memanfaatkan alam untuk kepentingan masyarakat.


Piagam Madinah tidak menyebutkan nilai tersebut, tetapi Alquran dengan jelas menyatakan
bahwa alam berhak untuk dilindungi dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia.
Manusia berhak memanfaatkan alam (tanah, air, udara dan segala isinya), namun alam juga
berhak untuk dirawat, sehingga manusia harus memperlakukan alam secara adil. Orang harus
menggunakan hak mereka sesuai dengan peraturan dan izin Syariah (aturan agama). Oleh
karena itu, ia tidak boleh menggunakan haknya untuk menimbulkan kerugian (kerugian,
kerugian, bahaya) kepada orang lain, baik dengan sengaja maupun tidak, baik secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama.

Nilai pelestarian dan pemanfaatan alam untuk kepentingan masyarakat secara jelas
dinyatakan dalam Pasal 33 Ayat 3 dan 4 UUD 1945:

(3) Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran. orang (4) Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi, efisiensi ekonomi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan antara kemajuan
ekonomi dan persatuan bangsa.

5. Nilai Tauhid Islam mengajarkan ajaran tauhid. Banyak ayat Al-Qur'an menyatakan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ajaran agama pra-Islam juga mengajarkan tauhid.
Siapapun yang mempersekutukan Dia (Tuhan) melakukan dosa besar. Hal ini menunjukkan
pentingnya doktrin tauhid. Beberapa ayat Al-Qur'an menyarankan hal ini:

Ajaran tauhid juga tertuang dalam UUD 1945:

a) Dalam pembukaan UUD 1945, sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
b) Pasal 29(1) berbunyi: “Negara didirikan atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa”

Ajaran tauhid menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler, tetapi bukan negara
yang berdasarkan agama (negara agama). Indonesia bukan negara agama tetapi negara agama
dan bukan negara yang mengakui salah satu agama resmi utama. Indonesia adalah negara di
mana semua agama dan pemeluknya diperlakukan sama sebagai warga negara Indonesia.
Tidak mungkin ada agama eksklusif yang harus dominan di antara agama-agama lain, bahkan
di antara agama-agama itu ada agama mayoritas mutlak yang dianut oleh warganya melalui
agama dan kepercayaan. Jika iman tidak didasarkan pada tauhid, apakah tauhid menjamin
kebebasan? Menambah masalah ini, jika mempertimbangkan nilai tauhid, Piagam Madinah
1945 tidak jauh berbeda dengan Islam yang mengajarkan tauhid tetapi dapat mengakomodasi
dan menghormati agama dan kepercayaan lain. Di satu sisi, Islam mengajarkan tauhid,
namun di sisi lain, Islam harus menjadi agama yang inklusif dan ajarannya harus lilalam
Ramadhan.

Secara historis, doktrin tauhid menggantikan istilah Islam dan Syariah dalam UUD 1945.
Ungkapan itu dirumuskan dengan jelas “seorang Muslim harus mendasarkan imannya pada
hukum Syariah”, karena aspek agama lain diabaikan. Seperti penggantian ajaran monoteistik
bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa diterima semua orang. Meskipun
istilah Syariah telah dihapus dari konstitusi (1945), monoteisme diterima sebagai nilai Islam
di semua agama. Hal ini sangat mengesankan karena tauhid juga merupakan nilai penting
dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rohayuningsih, H. & 12 Semarang, S. N. PERANAN BPUPKI DAN PPKI DALAM MEMPERSIAPKAN


KEMERDEKAAN INDONESIA1. Forum Ilmu Sosial vol. 36 (2009).

Rohayuningsih, H. (2009). Peranan Bpupki dan Ppki dalam Mempersiapkan Kemerdekaan


Indonesia1. In Forum Ilmu Sosial (Vol. 36, No. 2).
2. Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila (Suatu Telaah Filsafat Bahasa).
Hastangka, H., Armawi, A., & Kaelan, K. (2017). Empat pilar mpr ri: politik bahasa dan delegitimasi makna
pancasila (Suatu Telaah Filsafat Bahasa). CIVIS, 6(2).

3. Sumakto, Y. PANCASILA DI DALAM PEMBUKAAN UUD 1945 BUKAN GRUNDNORM.

Sumakto, Y. (2012). ANCASILA DI DALAM PEMBUKAAN UUD 1945 BUKAN GRUNDNORM. ADIL: Jurnal
Hukum, 3(1), 1-22.

4. Faisal, I. RELIGION, STATE, AND IDEOLOGY IN INDONESIA: A HISTORICAL ACCOUNT OF THE


ACCEPTANCE OF PANCASILA AS THE BASIS OF INDONESIAN STATE. Indonesian Journal of
Interdisciplinary Islamic Studies 1, 19–58 (2018).

Ismail, F. (2018). Religion, State, And Ideology In Indonesia:: A Historical Account Of The Acceptance Of
Pancasila As The Basis Of Indonesian State. Indonesian Journal of Interdisciplinary Islamic Studies,
1(2), 19-58.

5. Maliki, N., Rushanfichry, A. & Hasan, W. Reinterpretasi atas Nilai-Nilai Pancasila dalam Konteks
Pendidikan KeIslaman Related papers Islam dan Pancasila 2 t anpa lamp Ahmad Rushanfichry Islam
dan Pancasila 2.docx.

6. Ayu Puspita Adi, E. & Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, I. THE 1945 CONSTITUTION OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA: THE BASIS OF THE HIGHEST NORMATIVE ARRANGEMENT OF MASS
ORGANIZATIONS IN INDONESIA.

Adi, E. A. P., Handayani, I. G. A. K. R., & Supanto, S. (2018). The 1945 Constitution Of The Republic Of
Indonesia: The Basis Of The Highest Normative Arrangement Of Mass Organizations In Indonesia.
The 4th International and Call for Paper, 1(1).

7. Muchariman, R. & Gunawan, H. Critical Discourse Analysis Of Pembukaan UUD 1945 Base On The
Pesantren Tradition. International Journal of Social Sciences Review 2, (2021).

8. Sekolah, K. et al. PENGARUH BUDAYA NUSANTARA TERHADAP IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ISLAM DI


INDONESIA DOFARI. Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman 04, (2018).

9. A, A. P. The Preamble of 1945 Constitutions as Post-Colonial Normative Expression and Its


Contextuality (A Politics of Law Analysis). Digital Press Social Sciences and Humanities 2, 00003
(2019).

10. Pembinaan Masyarakat Indonesia, U. PEMBUKAAN UUD 1945: ANALISIS NILAI POLITIK DAN NILAI
HUKUM INDONESIA PREAMBLE TO THE 1945 CONSTITUTION: ANALYSIS OF POLITICAL VALUES AND
VALUES OF INDONESIAN LAW Ridho Syahputra Manurung.

11. Omara, A. (2019). The Functions of the 1945 Constitutional Preamble. Mimbar Hukum-Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, 31(1), 140-156.

12. Mz, H. I. ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR LEMBAGA NEGARA DAN SISTIM PENYELENGGARAAN
KEKUASAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. 13, (2019).

13. Krisdiana, P. (2021). NILAI-NILAI DAKWAH ISLAMIAH, POLITIK DAN TOLERANSI DALAM PIAGAM
JAKARTA. MUDABBIR: Jurnal Manajemen Dakwah, 2(2), 154-182.

14. Indonesia, R. (2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pp. 67-80).
Sekretariat Jenderal MPR RI.
15. Omara, A. THE FUNCTIONS OF THE 1945 CONSTITUTIONAL PREAMBLE. vol. 31
http://www.congreso.es/portal/page/portal/Congreso/Congreso/Hist_Normas/Norm/
const_espa_texto_ingles_0.pdf (2019).

16. Siregar, A. R. M. (2018). Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Undang-Undang


Terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jurnal Hukum Responsif, 5(5), 100-108.

17. Dwi Adityo, R. Geneologis Nilai-Nilai Islam dalam Pancasila dan UUD 1945. 2, 2527–4430 (2017).

18. Widagdo Eddyono, L. The Unamendable Articles of the 1945 Constitution.


http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/.

19. Sarsito, T. (2007). The Indonesian Constitution of 1945: Why it was amended. Journal of
International Studies, 3, 78-91.

20. Jurusan, P., Fakultas, H., Oleh, H., Muhammad, : & Al-Faritzi, S. EKSISTENSI NILAI-NILAI ISLAM SERTA
IMPLEMENTASINYA TERHADAP KONSTITUSI DI INDONESIA Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Program Studi Strata I. (2021).

21. Oktarizka, D. A. et al. MENGKAJI HAKIKAT DAN FILOSOFI BAHASA.

22. Ghozali, I. (2017). NEGARA ISLAM (Analisis Hukum Islam Terhadap Pembukaan UUD 1945). Al-Fikra:
Jurnal Ilmiah Keislaman, 10(2), 308-330.

23. Mas' udi, M. F. (2010). Syarah konstitusi: UUD 1945 dalam perspektif Islam. Pustaka Alvabet.

24. Yusuf, H., Irham, M. A., & Ali, M. D. (2015). NILAI-NILAI FUNDAMENTAL PEMBUKAAN UNDANG-
UNDANG DASAR 1945 DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT POLITIK ISLAM.

25. Priatmoko, S. (2018, April). Pengarusutamaan Nilai-Nilai Islam Moderat Melalui Revitalisasi Pancasila
dalam Pendidikan Islam. In Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars (No. Series 2, pp.
731-741).

26. INDONESIA, N. H. PEMBUKAAN UUD 1945: ANALISIS NILAI POLITIK DAN.

27. NPM, A. N. (2021). NILAI-NILAI IBADAH YANG TERKANDUNG PADA PANCASILA PRESPEKTIF
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

28. Nurfitriawan, Y. U. (2012). Perwujudan Nilai-Nilai Islam Dalam Konstitusi Indonesia Pasca
Amandemen (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

29. Kasmad, R. (2021). Peluang Dan Tantangan Integrasi Nilai-Nilai Hukum Islam Dalam Sistem Hukum
Nasional. Maddika: Journal of Islamic Family Law, 2(2), 26-37.

30. Rabbani, D. R. S., Abdurahman, A., & Susanto, M. (2022). The Preamble Of The Constitution As A
Constitutional Touchstone: Indonesian Practices. Arena Hukum, 15(2), 353-379.

31. Budi, M. W. A. S. (2022). Indonesian State System Based on Pancasila and the 1945 Constitution: A
Contemporary Developments. Indonesian Journal of Pancasila and Global Constitutionalism, 1(1), 1-
16.

Anda mungkin juga menyukai