Anda di halaman 1dari 6

Para pendiri bangsa telah meletakkan dasar-dasar tegaknya sebuah negara-

bangsa yang bernama Indonesia. Betapa seriusnya para pendiri bangsa dalam
merumuskan konsep ideologi negara dapat dilihat dari dinamika perdebatan di
antara mereka dalam merumuskan landasan ideologi sesuai dengan latar
belakang keilmuan, agama dan budaya masing-masing, dengan disertai rasa
saling menghargai dan menghormati. Meskipun melalui perdebatan yang sengit,
keragaman pendapat dan gagasan yang ada kemudian bertemu pada komitmen
bersama untuk membangun sebuah negara yang berdaulat, dengan melahirkan
sebuah rumusan ideologi yang mampu meramu dan menampung semua elemen
dan komponen bangsa, yaitu Pancasila. Titik temu ini mengandaikan bahwa
seluruh nilai-nilai dan falsafah hidup seluruh elemen bangsa ini, baik yang
bersumber dari keimanan dan keagamaan, maupun nilai-nilai budaya dirangkum
sedemikian rupa dalam rumusan Pancasila.

Nila-nilai luhur dari agama (termasuk dan terutama Islam) dan budaya yang
terintegrasi dalam ideologi negara telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi
yang relatif kokoh. Kokohnya ideologi Pancasila telah terbukti dengan daya
tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan ancaman dari waktu ke
waktu, sehingga sampai saat ini tetap eksis sebagai falsafah dan landasan serta
sumber dari segala sumber hukum bagi negara-bangsa Indonesia.

Namun akhir-akhir ini, gangguan dan ancaman terhadap ideologi Pancasila


semakin kuat, terlebih pada era gelobalisasi di mana percaturan dan pergumulan
bahkan benturan antar berbagai pemikiran dan ideologi dunia begitu keras. Hal
ini ditandai semakin melemahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila
pada generasi penerus bangsa, karena semakin banyaknya anak bangsa yang
kian tertarik kepada ideologi-ideologi dan budaya lain yang memang gencar
memasarkan dan menjajakan kepada siapa pun melalui metode dan media yang
sangat menarik. Bahkan, kondisi ini juga melanda para pemimpin bangsa yang
mestinya telah memahami sejarah dan dinamika perjuangan bangsa dan
menjiwai-menghayati nilai-nilai ideologi Pancasila.

Saat ini ancaman terbesar Pancasila, tetapi hampir tidak kentara dan tidak
terasa karena sangat halus sekali serangannya adalah kecenderungan dan
gerakan sekularisasi Pancasila, yang ingin memisahkan bahkan mensterilkan
Pancasila dari nilai-nilai Agama, termasuk di dalamnya adanya upaya
membenturkan seolah-olah ada pertentangan yang hebat antara Pancasila dan
Agama (terutama Islam). Dalam benturan ini muncul dua kutub ekstrem, yang
sama-sama tidak menguntungkan bagi ideologi Pancasila, yaitu kutub anti
Pancasila dan kutub anti Islam. Di satu sisi Pancasila dianggap aturan thoghut,
namun di sisi lain Islam dianggap mengancam Pancasila, tentu kedua-duanya
tidak benar baik dalam konteks Islam maupun Pancasila itu sendiri.

Relasi Agama dan Nilai-nilai Pancasila

Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya,
rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya
merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya
bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa
Indonesia.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu
memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat
disimak dari masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan
inti ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus
diyakini secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud
pengakuan dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan
nyata, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks
hubungan vertikal kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal
dengan sesama manusia dan semua makhluk (hablun minan nas).

Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-
rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid
Rububiyyah adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah
satu-satunya pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan
tauhid al-Uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan
ibadah, yakni hanya Allah yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang
ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya) baik dengan ketentuan rinci, sehingga
manusia tinggal melaksanakannya maupun dengan ketentuan garis besar yang
memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah dalam kegiatan sosial-budaya,
sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya, disertai dengan akhlak
(etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-
asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan sifat Allah
seorang muslim hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam,
Quran-Sunnah.

Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh
dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi
pertimbangan Ki Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk
menghapus 7 kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya, mengusulkan kata pengganti dengan Yang Maha Esa. Dalam
pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam.
(Endang Saifuddin, 1981: 41-44)

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran
setiap agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran
Islam, prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid.
Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi
dengan sikap yang adil dan berkeadaban.

Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat
dengan ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al
Maidah ayat 8,Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.

Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan


akhlak yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan
sabdanya, Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia

Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan
antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan
mengajak kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni
segala sesuatu yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan
mencegah kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan
merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan
dengan organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara,
seperti negeri tercinta Indonesia.

Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/perwakilan

Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam
yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan
rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah
dengan mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang
terbaik bagi kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang
diterapkan di Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan
dengan ajaran agama. Bahkan pengamalan agama akan memperkokoh
implementasi ideologi Pancasila.

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti
keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan
untuk kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para
pemeluknya. Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan
hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)
Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan al-raiyyatu manuthun bil maslahah, artinya
kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya. Berarti
pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib
mengutamakan kesejahteraan rakyat.

Waspadai Sekularisasi Pancasila

Adanya gerakan sekularisasi atau sterilisasi Pancasila dari nilai-nilai agama dari
sudut pandang Islam saat ini dapat berbentuk pemikiran dan wacana tetapi juga
dalam praktek hidup yang dilakoni oleh warga negara bangsa ini, baik di
kalangan rakyat jelata maupun mereka yang memegang amanah sebagai
pemimpin dan pejabat negara.

Pada tataran konsep dan pemikiran di antaranya adalah munculnya wacana


liberalisasi budaya dan agama dengan mengatasnamakan HAM, misalnya
munculnya RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender yang diantaranya akan
menggugat bagian-bagian penting dari undang-undang perkawinan yang
bersumber kuat dari ajaran agama (Islam) yang dianggap bertentangan dengan
HAM.

Sekularisasi Pancasila juga diwarnai oleh munculnya wacana bahwa nilai-nilai


agama tidak boleh dibawa dalam tatanan hidup bernegara, dan sebaliknya
negara tidak boleh mengatur kehidupan masyarakat dalam masalah keagamaan.
Sehingga negara tidak perlu terlibat untuk mengatur, menertibkan hingga
melarang munculnya aliran sesat dalam suatu agama. Karena menurut
kelompok ini agama tidak berhak menghukumi suatu aliran sebagai aliran sesat
atau tidak sesat. Keyakinan adalah urusan pribadi tidak dapat dinilai oleh orang
lain apalagi negara. Memang mencampuradukkan urusan agama dan negara
tidak boleh dilakukan, tetapi bukan berarti boleh memisah secara ekstrem antara
agama dan negara, antara agama dan Pancasila.

Seluruh konsep yang terkandung dalam rumusan Pancasila adalah nilai-nilai


ajaran agama, karena prinsip ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban,
persatuan, kepemimpinan, kebijaksanaan, permusyawaratan, keadilan sosial
adalah nilai-nilai otentik dari ajaran agama (khususnya Islam). Ketaatan dalam
menjalankan ajaran agama yang dimiliki oleh setiap rakyat baik yang menjadi
rakyat biasa maupun rakyat yang sedang mendapatkan amanah sebagai
pemimpin dan pejabat negara akan memperkokoh tegaknya nilai-nilai Pancasila
sekaligus memperkokoh ketahanan nasional.

Namun demikian, saat ini sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini dalam
bentuk praktek hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat biasa
maupun para pemimpin dan pejabat negara. Praktek hidup bangsa ini
mengalami pengeringan dari nilai-nilai agama. Bagaimana mungkin, seorang
pemimpin, wakil rakyat, akademisi, intelektual dan budayawan ikut-ikut
mendukung diterimanya konser Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret pengeringan
nilai-nilai agama yang sangat mengancam nilai-nilai otentik Pancasila. Adanya
krisis keteladanan, krisis kepemimpinan dan dekadensi moral yang dalam
bahasa Prof Dien Syamsuddin disebut dengan accumulated global damage
adalah bukti nyata dari sekularisasi Pancasila ini.

Oleh karena itu, semestinya negara sebagaimana amanah Pancasila (sebelum


disekularisasi dan disterilisasi dari ajaran agama) memiliki kepedulian yang
tinggi terhadap kehidupan keagamaan seluruh elemen anak bangsa. Negara
dalam hal ini aparat negara dan penegak hukum negara harus mempelopori dan
mendorong dengan sungguh-sungguh agar setiap rakyat Indonesia menjalankan
syariat agamanya masing-masing dengan benar. Negara juga proaktif
melindungi kehidupan keagamaan bangsa ini dari ancaman aliran-aliran yang
menyimpang dan sesat, yang akan merusak kehidupan keagamaan. Dalam
menentukan apakah suatu aliran dalam suatu agama dipandang sesat atau
tidak, masing-masing umat beragama telah memiliki para ahli ilmu agama
(Ulama, pendeta dan majelis pemimpin agama), maka negara dapat meminta
fatwa kepada Ulama, pendeta atau majelis pemimpin agama-agama yang ada.

Dengan demikian, terjadi kerekatan antara pemimpin negara dan pemimpin


agama dalam melindungi dan menjamin kehidupan beragama, sehingga nilai-
nilai Pancasila yang seluruhnya merupakan nilai otentik ajaran agama akan
berdiri tegak dengan kokoh sebagai ideologi negara yang adiluhung, sehingga
negeri ini menjadi negara yang kokoh karena moralitas dan ketaatan seluruh
anak bangsa, sehingga ridha dan barakah Allah akan senantiasa menyertai
bangsa dan negara ini. Amin Ya Rabbal Alamin. [ Majalah Tabligh edisi Rajab -
Syaban 1433 H]

Pancasila sebagai dasar negara indonesia yang terkandung lima nilai


falsafah yang tertuang didalamnya sudah memenuhi keriteria dan keinginan
ajaran islam. Dengan begitu banyak suku, bahasa, budaya dan agama
didalamnya pancasila mampu mengakomodir semunya dalam satu bingkai
persatuan, ini menandakan Negara kita memiliki dasar yang islami karena
semunya itu masuk pada ajaran islam. Karena sebenarnya ajaran islam itu
sangat menghargai perbedaan menjunjung tinggi keadilan dan sangat
terbuka. Banyak masyarakat terjebak hanya persoalan konsep kemudian itu
dipermasalahkan apakah itu ajaran islam atau bukan yang terpenting
didalamnya adalah menjujung tinggi harkat martabat manusia membawa
kedamaian dan kesejahteraan dalam pelaksanaanya maka sesungguhnya itu
sudah masuk dalam ranah ajaran islam. Penulis melihat persoalan ini
lebih kepada teknis pelaksaan dan penerapan nilai lima sila tersebut
apakah dalam pelaksanaan berkehidupan dan bernegara sudah seutuhnya
sesuai dengan cita-cita yang termaktub dalam lima sila tersebut. Maka
dapat dipastikan akan banyak yang menjawab belum seutuhnya sehingga
tidak salah jika banyak masyarakat yang berteriak bukan saja ingin
merubah dasar Negara bahkan ada juga ingin merdeka melepas dari NKRI
dll. Karena persoalan kesejahteraan yang tidak merata belum lagi
persoalan bangsa akhir-akhir ini yang kita saksikan berbagai tontonan
kebobrokan sistem hukum kita, keamanan, ekonomi, budaya, dan lainya
ditambah sikap pemerintah yang lemah membuat masyarakat tidak begitu
percaya terhadap pemerintah. Hal demikian yang sangat membahayakan untuk
kesetabilan negara indonesi maka pemerintah harus benar-benar memikirkan
persoalan ini agar ada solusi terbaik untuk bangsa Indonesia sehingga
bisa meredam anarkis masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai