Anda di halaman 1dari 7

HARMONISASI PANCASILA DAN POLITIK

ISLAM PASCA REFORMASI

Dandy Arya Wayunindya


Fakultas Politik Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Cibeusi Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
dandyarya23@gmail.com

ABSTRACT
Pancasila merupakan landasan filosofis negara Indonesia yang telah menjadi
bawaan dalam setiap kebudayaan Indonesia sejak kemerdekaan. Mengingat pentingnya
keberadaan Pancasila di Indonesia, tentu banyak kajian yang membicarakan sifat dan
perbedaan yang ada pada Pancasila. Islam adalah agama yang cukup lama hadir di
Indonesia dan kualitas serta pelajarannya memiliki kesamaan tujuan dan nilai dengan
falsafah negara Indonesia, khususnya Pancasila. Isu pemerintahan Islam merupakan
gambaran politik yang ketat yang ada di Indonesia. Tulisan ini memecah representasi
ide politik Islam dalam menjawab persoalan atau bentrokan dengan Pancasila di
Indonesia, sebanding dengan sejauh mana isu legislasi Islam dan Pancasila memberikan
landasan etis dan panggung bagi siklus harmonisasi di Indonesia pasca-
transformasi.Kata Kunci : Harmonisasi, Politik Islam, Pancasila, Pasca Reformasi
Indonesia

PENDAHULUAN
Terpilihnya Presiden Jokowi dan Kyai Haji Ma’aruf Amin sebagai Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia merupakan sebuah babak pentas baru dalam wajah politik
Indonesia. Hal ini tentunya menjadi sumber perhatian bagi para pengamat politik di
Indonesia. Terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden dari Partai Politik yakni PDIP
merupakan momentum akan naiknya kembali kekuatan politik Soekarnoisme dan Wakil
Presiden Ma’aruf Amin selaku tokoh masyarakat Islam menjadi pentas Politik dimana
kelompok pengusung ideologi nasionalis menyatu dengan Politik Islam dan menjadi
babak baru dalam politik di Indonesia.
Kekuatan Islam politik telah kembali muncul sejak munculnya transformasi
pada tahun 1998 yang memangkas kekuatan Permintaan Baru dari panggung politik
Indonesia, namun belum cukup bersatu secara luas, dan baru saja ditanamkan di wilayah
tertentu. menjadi kekuatan politik terdekat, misalnya, yang dikenal dengan
perkembangan "Perda Pembangunan Syariah". . Peristiwa 11 September 2001 menjadi
sebuah prestasi dalam memperkenalkan kembali kekuatan Islam politik sedunia di
panggung dunia dengan ragam yang berbeda. Perlombaan politik 2014 yang melahirkan
Presiden dari kekuasaan primer (PDIP) yang menyampaikan sisi positif Soekarnoisme
(Permintaan Lama) telah menghidupkan kembali kekuasaan yang membatasi terhadap
kelompok-kelompok yang membawa citra Islam Politik di Indonesia. Oleh karena itu,
selama pemerintahan Jokowi dari 2014 hingga 2019 peluang konflik antara kelompok
Islam Politik dan Filsafat Patriot sebagai tekanan filosofis semakin dekat ke dunia nyata
dan tidak dapat disangkal lebih terbuka dan "mudah dibaca" oleh individu-individu
yang memahami sejarah. masalah pemerintahan publik.
Beberapa realitas landasan memperkuat peluang ini, antara lain: Pertama,
pengakuan manajerial rakyat atas kehadiran orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan dikabulkannya gugatan di Pengadilan Negeri (MK). Kedua,
Kasus Pilkada DKI 2016 yang mengukuhkan dugaan tindakan personalitas isu
pemerintahan dan politisasi agama dengan perkembangan perkembangan politik dari
pertemuan 212. Ketiga, dibubarkannya Organisasi masyarakat yakni HTI yang
dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan surat
putusan Mentri hukum dan Ham Nomor: AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 yang
didalamnya menuntaskan dan mencabut BHP HTI, proses awalnya pemerintah Perpu
Nomor 2 Tahun 2017 Program Studi Ilmu Pemerintahan 82 JURNAL ASPIRASI Vol. 9
No. 2 Februari 2019 Tentang Ormas.

PEMBAHASAN
Pasca Reformasi dan Politik Islam dalam Pancasila
Reformasi membuka katup "peluang" yang telah terhambat selama sekitar 32
tahun, karena penguasaan ekstrimis sistem. Selanjutnya, bukanlah business as usual
bahwa sejak saat itu (perubahan) banyak yang mengharapkan perubahan besar dan
masif dalam eksistensi negara dan negara. Bagaimanapun, sekali lagi, "kesempatan"
tercapai, mendorong upaya untuk mengembalikan Sanksi Jakarta atau mungkin
memperjuangkan formalisasi peraturan Islam. Berkembangnya paguyuban Islam di
Indonesia merupakan respon sosial terhadap situasi sosial dan politik yang berencana
mempengaruhi, mengikuti unsur pertunjukan dan tugas Islam mengingat kepedulian
yang sah bagi umat Islam.
Ombak baru yang datang secara tidak langsung berimbas terhadap eksistensi
Pancasila fakta ini ada terhadap pemikiran yang menerka-nerka bahwasanya Pancasila
adalah produk yang dibuat dari rezim sebelumnya yang mengisyaratkan saat rezim
tersebut runtuh hal hal yang ada pun ikut menghilang dan ditinggalkan padahal sejatinya
hal ini hanyalah suatu pemikiran yang using dan menyeleweng, karena sejatinya
Pancasila sendiri merupakan nilai-nilai luhur yang telah hidup dan melekat dalam diri
bangsa Indonesia bahkan sebelum kemerdekaan. Secara ringkas dipahami dengan baik
bahwa nilai-nilai Pancasila; Ketuhanan, kemanusiaan, solidaritas, kerakyatan, dan
keadilan sesungguhnya merupakan sifat-sifat umum atau nilai universal yang terhormat,
yang ditemukan dengan sangat baik oleh para pencetus di balik negara Indonesia. Jiwa
nilai-nilai Pancasila sepenuhnya sesuai dengan kualitas Islam. Deklarasi ini bergantung
pada kemungkinan bahwa pasal tersebut menyiratkan bahwa kelebihan Pancasila dapat
dijalankan dengan Islam tanpa perlu menjadikan Indonesia sebagai negara Islam total.
Pemikiran ini juga secara tegas menunjukkan bahwa sifat-sifat Islam dapat tumbuh dan
berkembang di negara-negara yang tidak benar-benar merupakan negara-negara yang
bersekutu dengan Islam.
Secara umum, kemampuan Pancasila tidak berubah dan tidak boleh benar-benar
berubah, atau setidaknya, tetap dipertahankan oleh para perintis di belakang negara
sekitar saat itu, lebih tepatnya sebagai premis negara, sebagai falsafah negara. negara,
serta menjadi gaya hidup bagi negara. Padahal Pancasila sebagai falsafah terbuka harus
memiliki pilihan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat yang terus
mengalami kemajuan dalam perubahan, ini mengandung arti bahwa Pancasila harus
dipusatkan secara deduktif dalam hal penyempurnaan. Sebagai premis dan falsafah
negara, Pancasila bagi masyarakat Indonesia tidak dapat diganggu gugat. Disaksikan
oleh M. Mahfud MD. bahwa Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945
adalah modus vivendi (pemahaman yang cemerlang) negara Indonesia. Pancasila benar-
benar layak dengan kebenaran negara Indonesia dengan kepentingan yang berbeda yang
pada awalnya dapat berjuang satu sama lain sepenuhnya (Anis Ibrahim, 2010).
Di tengah pertarungan filosofis yang sedang bergolak di Indonesia, seharusnya
ada karya untuk menempatkan Pancasila dalam kaitannya dengan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Kekhawatiran tentang Pancasila dan kebenaran patriotisme
sebenarnya sudah umum diteladani saat ini. Beberapa dari mereka percaya bahwa isu
Pancasila adalah jumlah kata yang berlebihan dan aktivitas yang terlalu sedikit, dan hal
inilah yang menimbulkan banyak pertanyaan tentang kekuatan nilai-nilai Pancasila
dalam realitas reguler. Karena ketidakpastian tersebut, timbul persoalan bagaimana
memperluas penghayatan, penghayatan, dan keyakinan terhadap keutamaan sifat-sifat
yang terkandung dalam setiap statuta Pancasila dan keterkaitannya satu sama lain, untuk
kemudian dipoles secara andal di semua tingkatan dan bidang. kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Dalam suatu pemahaman sejarah, konflik antara Pancasila dan Islam secara jelas
digambarkan oleh Salahuddin Wahid (Kompas, 19 Mei 2018), dalam karyanya yang
berjudul "Jiwa Identitas". Menurutnya, keputusan Pancasila atau Islam, dengan cara
yang lebih penuh harapan dan dalam percakapan yang lebih pasti, masuk akal bahwa
kisah teladan identitas kita mengungkap kebenaran yang dapat diverifikasi bahwa ada
bentrokan utama antara majelis Islam dan Pancasila. banyak, terkait dengan masalah
esensial Pancasila atau negara Islam dalam pendahuluan BPUPKI. Inilah awal mula
munculnya isu agama terkait dengan persoalan legislasi di Indonesia. Diskursus untuk
menentukan aduan itu berlanjut dengan tenang dan penuh pencerahan, sarat dengan
suasana persaudaraan publik. Tidak ada demo dengan cara apa pun atau omelan.
Harmonisasi Politik Islam dan Pancasila
Harmonisasi Kehidupan berbangsa dalam Politik Islam dan Pancasila mulai
terjalin dalam ranah baru yang menjunjung tinggi islam nasionalis dan menyetujui akan
diadakannya deradikalisasi baik dalam politik islam maupun Pancasila karena segala hal
yang berlebihan membawa pengaruh yang buruk dan menyebabkan kurang terbuka
lebar akan pemahamannnya. Maka selanjutnya penulis menyatakan ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam berpolitik islam serta berpancasila yaitu :
- Pertama : Jangan mempercayai Pancasila menjadi suatu agama, namun harus
tetap pada perannanya dan politik islam jangan hanya menjadi ideologi terbatas
karena akan menimbulkan suatu bias konsep
- Kedua : Sebagai ideologi pada tingkat makro Pancasila dapat di dikotomikan
dengan ideologi lainnya, seperti halnya kapitallisme, sosialisme, komunisme,
dan ideologi lainnya. Maka dengan ini tidak perlu ada tawaran maupun wacana
yang hendak menjadi ideologi alternif lagi untuk menggantikan Pancasila
- Ketiga : Sebagai landasan ideologi negara Pancasila tidak perlu dirubah-rubah
lagi. Sudah sangat ideal dengan perilaku dan keadaan bangsa Indonesia
- Keempat : Dalam berpolitik islam harus terus mengkaji pembahasan yang ada
dengan nilai-nilai Pancasila karena sejatinya masyarakat bangsa Indonesia tidak
hanya diisi oleh umat muslim
- Kelima : Jangan jadikan politik islam sebagai landasan tujuan dalam mendirikan
negara khilafah karena tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia

Harmonisasi perangkat hukum publik secara keseluruhan akan dibingkai dengan


asumsi ada kesepakatan, keseimbangan, konsistensi dan tidak ada pertentangan antara
satu pedoman yang sah dengan yang lain, baik dalam arah ke atas maupun secara
merata. Langkah ideal menuju harmonisasi perangkat hukum umum yang diakui dengan
menyesuaikan, mengatur, menyesuaikan dan menjaga konsistensi komponen perangkat
hukum secara keseluruhan dengan nalar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia. Harmonisasi yang sah diakui untuk
mengesahkan jaminan yang sah, permintaan peraturan, pemolisian, keamanan yang sah.
Melalui Pancasila sebagai nalar dan falsafah negara yang akomodatif terhadap
keluhuran tata kehidupan negara, dapat ditemukan jawaban atas tuntutan unsur-unsur
zaman yang terus mencipta. Salah satunya adalah kerangka berbasis suara musyawarah
yang telah dibuat oleh arsitek utama negara dengan tujuan akhir untuk melacak
kesesuaian antara cara berpikir hidup sebagai negara dan negara dan pemahaman yang
ketat. Tidak fokus pada suara terbanyak, namun yang kami cari adalah titik temu dalam
membangun harmoni dan kolaborasi dalam perspektif yang berbeda.
Di era reformasi, muncul berbagai peraturan yang memberi peluang untuk menyerap
norma-norma agama (Islam) sebagai bagian dari peraturan hukum nasional, termasuk
peraturan daerah. Namun, semuanya tetap dalam koridor ideologi Pancasila dan UUD
1945. khusus, karena ada juga peraturan daerah seperti peraturan syariat Islam yang
sumbernya khusus, tetapi manfaatnya bersifat umum dan meluas. (al-mashlahah al-
`âmmah).

PENUTUP
Jika hal-hal tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh setiap
daerah di tanah air, maka bahasa Pancasila sebagai ciri khas panggung, titik temu, dan
kesepakatan bersama atau yang kemudian disebut agama bersama bagi masyarakat
Indonesia sangatlah tepat, mengingat akan melahirkan individu-individu baru Indonesia
yang tahu tentang keragaman kepribadian dan kekayaan. budaya sebagai sesuatu yang
harus dipertahankan dan benar-benar dipusatkan tanpa saling bertabrakan dengan visi
menghubungkan semua keragaman dan melewati batas-batas pendapat etno-ketat.
Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa masyarakat Indonesia memiliki
harapan yang tinggi dan terhormat, mengingat selain dari otonomi, negara ini juga ingin
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Untuk memahami harapan ini, masyarakat
Indonesia harus memahami bahwa persekutuan dan solidaritas yang tidak terlalu
memperhatikan landasan etnis, agama, budaya, dan lainnya adalah modal utama untuk
mengisi, menguraikan, dan melanjutkan perjuangan arsitek awal negara yang
kehilangan kebebasan anak-anak dan cucu-cucunya, sebagaimana pepatah dalam
cengkeraman kaki burung Garuda "Bhinneka Tunggal Ika"; Meskipun kita unik, kita
bersatu, jadi kita akan benar-benar ingin membangun harmonisasi keberadaan negara
dan negara. Ingatlah bahwa Pancasila adalah benda mati, semua komponen negara
Indonesia sendiri meremajakannya, sehingga kesamaan dan kejujurannya akan lebih
terasa secara signifikan.
Maka penulis disini menyatakan Penting untuk mengubah pandangan tegas umat
Islam, terutama menurut asal usul kenegaraan dan identitas, bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Pancasila adalah tipe terakhir perjuangan umat Islam di
Indonesia. Merencanakan contoh publik di Indonesia adalah penting. Ketertarikan untuk
memperluas pengetahuan publik memiliki hasil dari merumuskan kembali tujuan politik
Islam, khususnya: "Standar Islam adalah hakiki untuk tujuan Indonesia." Gaya publik
ini juga menuntut penyesuaian mentalitas dan perilaku politik yang terbebas dari
sektarianisme, mengakui pluralisme, dan dengan demikian menghilangkan keraguan
dalam pandangan perasaan ketat, rasial, dan etnis. Kami sangat menginginkan adanya
lapisan ahli di segala bidang kehidupan, yang merupakan kewajiban syariat Islam untuk
memberikan bimbingan, memberikan peluang terbukanya pintu bagi terbentuknya
lapisan kelas satu ini. Jika bisa dikatakan bahwa keletihan umat Islam di masa lalu tidak
sepenuhnya disebabkan oleh tidak tersedianya lapisan ahli di antara mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Muslimin, H. (2016). DAN DASAR NEGARA PASCA REFORMASI. 7(1), 30–38.

Hakim, M. A. (n.d.). PERGULATAN IDEOLOGI-IDEOLOGI GERAKAN DI


INDONESIA PASCA-REFORMASI.

Salman Al-FArisi, Leli. BENTURAN IDEOLOGIS: Mungkinkah Harmonisasi Antara


Pancasila dan Islam Politik Pasca-Reformasi?. Indramayu, F. U. (2019). FISIP
UNWIR Indramayu 81. 81–96.

Arif, S., Ahli, T., Permusyawaratan, M., & Republik, R. (n.d.). ISLAM DAN
PANCASILA PASCA REFORMASI : PANDANGAN KRITIS NAHDLATUL
ULAMA Syaiful Arif. 38(02), 193–212.

Jufri, A. (2018). KONSEPSI POLITIK ISLAM DAN REALITAS RELASI ISLAM DAN.
18(2), 42–55.

Joebagio, H., Besar, G., Politik, S., Uns, I., General, S., Academika, C., Studi, P.,
Sejarah, P., Ikip, F., & Madiun, P. (2015). No Title. 1–8.

Komara, E. (2015). Sistem politik indonesia pasca reformasi. 2(2), 117–124.


https://doi.org/10.15408/sd.v2i2.2814.Permalink/DOI

Anda mungkin juga menyukai