Anda di halaman 1dari 17

Pancasila Sebagai Idiologi Bangsa dan Negara

Pengertian Pancasila sebagai “ideologi negara” adalah nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan
negara. Rephrase Secara garis besar konsep Pancasila sebagai ideologi negara
Indonesia merupakan visi atau arah terwujudnya kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia, yaitu terwujudnya ‘kehidupan yang menjunjung tinggi
ketuhanan, nilai-nilai dan harkat dan martabat. kemanusiaan, rasa solidaritas,
demokrasi dan menjunjung tinggi nilai keadilan.

Keputusan Bangsa Indonesia yang menganggap Pancasila sebagai ideologi


negara dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor 18 Tahun 1998 tentang
pencabutan Ketetapan MPR Nomor 2 Tahun 1978 tentang pedoman hidup dan
pengamalan Pancasila dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
Penegasan Pancasila. sebagai yayasan negara. . Pasal 1 Ketetapan MPR
menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD
1945 merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa. Ketetapan
MPR tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia, tempat Pancasila adalah
ideologi negara, di samping kedudukan fundamentalnya sebagai negara.

Pancasila sebagai ideologi negara, yaitu cita-cita negara dan sarana


solidaritas sosial, memerlukan ekspresi dan aktivitas yang konkrit, agar tidak
dijadikan semboyan belaka. . Dalam ketetapan MPR disebutkan bahwa
Pancasila hendaknya dilaksanakan dalam bentuk yang sesuai dengan kehidupan
bernegara.

Konsep Pancasila pada awalnya dapat dipahami sebagai landasan bersama


berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu di Indonesia. Pancasila
merupakan tawaran yang dapat menjembatani perbedaan ideologi di antara
anggota BPUPKI. Pancasila dicita-citakan oleh Soekarno pada saat itu, terutama
sebagai asas bersama agar seluruh golongan masyarakat Indonesia dapat
bersatu dan menerima asas asas tersebut.

Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi pergeseran fungsi


Pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila benar-benar merupakan wadah
demokrasi bagi semua kalangan di Indonesia. Perkembangan doktrin Pancasila
telah mentransformasikannya dari fungsi semula sebagai landasan bersama
ideologi politik dan rumusan mazhab yang pertama kali dikemukakan oleh
Soekarno menjadi ideologi global, ideologi komprehensif integral. Ideologi
Pancasila merupakan ideologi tersendiri, berbeda dengan ideologi lainnya.

Klaim Bung Karno menjadi sangat berkembang dan berbeda dengan


Notonagoro. Melalui penafsiran filosofis memberikan bangsa Indonesia posisi
ideologi yang ilmiah dan resmi, yang semula Pancasila sebagai ideologi
terbuka, konsensus politik, hingga menjadi ideologi yang benar-benar global.
Penafsiran ini berkembang secara luas, masif, bahkan monolitik pada masa
Orde Baru.

Pancasila dilihat dari sudut pandang politik adalah konsensus politik,


khususnya kesepakatan politik yang disepakati oleh berbagai kelompok
masyarakat di negara Indonesia. Dengan diterimanya Pancasila oleh berbagai
kalangan dan aliran pemikiran, mereka siap bersatu dalam negara bangsa
Indonesia. Secara politis, Pancasila merupakan landasan bersama masyarakat
Indonesia yang pluralis. Sikap politik ini sangat penting bagi Indonesia saat ini.
Dengan demikian, dalam praktiknya, mengembangkan Pancasila sebagai
doktrin dan pandangan hidup tunggal tidak akan membawa manfaat apa pun
dalam mencapai tujuan persatuan bangsa.

Banyak pihak yang sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi negara


merupakan kesepakatan bersama, landasan bersama, dan nilai integratif bagi
bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa Pancasila adalah ideologi
negara merupakan hal yang harus kita jaga dan kembangkan dalam kehidupan
bangsa yang majemuk ini.

Berdasarkan uraian di atas, pentingnya Pancasila sebagai ideologi bangsa


dan negara Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Nilai Pancasila dijadikan tolak ukur cita-cita bernegara di Indonesia.

2. Nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai yang disepakati secara bersama

sehingga menjadi salah satu alat pemersatu masyarakat Indonesia.

Perwujudan Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti menjadi cita-


cita terwujudnya negara dicapai melalui Ketetapan MPR Nomor 7 Tahun 2001
tentang Visi Masa Depan Indonesia. Dalam ketetapan MPR jelas disebutkan
bahwa visi masa depan Indonesia mencakup tiga visi, yaitu:

1. Visi ideal, yaitu cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam
pasal-pasal UUD 1945 pada alenia kedua dan alenia keempat
2. Visi antara yaitu visi nasional Indonesia yang berlaku sampai dengan
tahun 2020.
3. Visi lima tahun, khususnya dalam arti orientasi politik Negara (GBHN).

Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius,


berkemanusiaan, demokratis, bersatu, adil dan makmur pada hakikatnya adalah
upaya menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan bersama. Negara seperti
ini merupakan ciri masyarakat sipil Indonesia. Sebagai suatu cita-cita, nilai-
nilai Pancasila dipandang berdimensi idealis. Sebagai nilai-nilai ideal,
hendaknya lembaga penyelenggara negara berusaha mendekatkan kehidupan
masyarakat Indonesia pada nilai-nilai ideal tersebut.
Nilai integratif Pancasila mengandung arti bahwa Pancasila digunakan
sebagai alat penyatuan sosial dan prosedur penyelesaian konflik. Bangsa
Indonesia telah menerima Pancasila sebagai alat persatuan, yakni suatu
kesepakatan bersama yang nilai-nilainya diterima sebagai milik bersama.
Pancasila digunakan sebagai semacam moralitas sosial dalam masyarakat yang
heterogen.

Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama

Pada masa Orde Lama, khususnya pada masa pemerintahan Presiden


Soekarno, Pancasila mengalami ideologisasi. Dengan kata lain Pancasila ingin
dibangun dan dijadikan sebagai keyakinan dan jati diri bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno mengatakan bahwa ideologi Pancasila telah melenceng dari
mitos yang tidak jelas bahwa Pancasila dapat membawa Indonesia menuju
kesejahteraan, namun Sukarno tetap berani menjadikan konsep Pancasila
tersebut menjadi ideologi bangsa Indonesia. .

Pancasila pada masa itu dipahami berdasarkan model yang berkembang


dalam konteks dunia yang saat itu penuh dengan kekacauan dan kondisi sosial
budaya dalam suasana peralihan dari masyarakat kolonial ke masyarakat
kolonial. . Tahapan ini merupakan masa mempelajari bentuk-bentuk penerapan
Pancasila khususnya dalam sistem ketatanegaraan. Jadi Pancasila dibuat dalam
berbagai bentuk.

Pada tahun 1945 hingga tahun 1950, nilai solidaritas bangsa Indonesia
masih sangat tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin
mempertahankan wilayah jajahannya di Indonesia. Namun setelah diusir oleh
penjajah, bangsa Indonesia mulai menghadapi tantangan dari dalam. Dalam
kehidupan politik, sila keempat adalah musyawarah, tidak mungkin terjadi
mufakat karena demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer.
Presiden hanya berfungsi sebagai Kepala Negara, sedangkan Kepala
Pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Sistem ini tidak membawa
stabilitas apa pun bagi pemerintah.

Meskipun dasar negara yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945,
namun dalam praktiknya sistem tersebut tidak mungkin dilakukan. Persatuan
Bangsa Indonesia mulai mendapat tantangan dengan munculnya upaya
penggantian Pancasila sebagai dasar negara komunis PKI melalui
pemberontakan Madiun tahun 1948. memiliki DI/TII yang ingin mendirikan
negara berdasarkan ajaran Islam.

Pada tahun 1950 hingga 1955, penganut Pancasila yang berorientasi pada
ideologi liberal ternyata tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan.
Kalaupun dasar negara tetap Pancasila, rumusan sila keempat tidak berdasarkan
musyawarah mufakat melainkan berdasarkan suara terbanyak. Sistem
pemerintahan Liberal menekankan hak-hak individu. Pada masa ini persatuan
dan kesatuan bangsa mendapat tantangan berat dengan munculnya
pemberontakan-pemberontakan yang dipimpin oleh RMS, PRRI dan Permesta
yang ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di bidang politik, demokrasi semakin membaik dengan dilaksanakannya


pemilu tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilu paling demokratis. Namun
anggota Dewan Konstituante akibat pemilihan umum tidak dapat menyusun
Undang-Undang Dasar sesuai rencana. Hal ini telah menciptakan krisis politik,
ekonomi dan keamanan.

Antara tahun 1956 dan 1965, kita berbicara tentang demokrasi terpimpin.
Namun demokrasi tidak terletak pada kekuasaan rakyat yang didikte oleh nilai-
nilai Pancasila, kepemimpinan terletak pada kekuasaan pribadi Presiden
Soekarno melalui “keputusan presiden”. Oleh karena itu, terjadi berbagai
penyimpangan penafsiran Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya, Presiden
Soekarno menjadi presiden yang otoriter, mengangkat dirinya sendiri sebagai
presiden seumur hidup. Lebih lanjut, munculnya politik konfrontatif
disebabkan oleh perpaduan antara nasionalisme, agama, dan komunisme yang
terbukti tidak sesuai dengan konsep negara Indonesia. Jelas terlihat bahwa saat
itu telah terjadi degradasi moral pada masyarakat yang tidak lagi hidup
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan berusaha menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain.

Dengan menerapkan Pancasila, Presiden Soekarno menerapkan


pemahaman Pancasila dengan model yang dikenal dengan USDEK. Untuk
memandu perjalanan negara, ia menekankan pentingnya menghormati UUD
1945, sosialisme ala Indonesia, berorientasi demokrasi, berorientasi ekonomi,
dan jati diri bangsa. Namun akibatnya adalah upaya kudeta yang dilakukan PKI
dan tergulingnya Presiden Soekarno. Motor penggerak perdebatan ideologi
antara kelompok Islam dan Pancasila adalah wajah dominan politik nasional
pada masa Orde Lama. Hal ini pada hakikatnya dilatarbelakangi oleh rasa
frustasi kelompok Islam terhadap penghapusan Piagam Jakarta sejak awal UUD
1945. Apalagi ketika pemerintah menggunakan Pancasila sebagai alat untuk
menindas dan mengekang kelompok Islam.

Hal ini terbukti ketika pada akhir tahun 1950-an, Pancasila tidak lagi
menjadi titik temu semua ideologi seperti yang dicita-citakan oleh Bung Karno.
Pancasila telah digunakan sebagai senjata ideologis untuk menetralisir tuntutan
umat Islam agar negara mengakui Islam. Bahkan, pada tahun 1953, Presiden
Soekarno secara terbuka menyatakan keprihatinannya mengenai dampak negatif
terhadap persatuan bangsa jika kelompok Islam di Indonesia terus mendorong
terbentuknya negara Islam. .

Pada periode ini, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam terbesar di


Indonesia, Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
ideologi Islam di daerah.
Benturan kepentingan politik dan ideologi Presiden Sukarno, militer,
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kelompok Islam menciptakan struktur
politik yang sangat tidak stabil pada awal tahun 1960an, yang akhirnya berujung
pada lahirnya G 30S/PKI yang akhirnya menjadi runtuhnya tatanan lama.

Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde baru

Pecahnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 menggerogoti struktur politik era


demokrasi otokratis. Pengkhianatan ini mengakhiri pergulatan sengit antara tiga
kekuatan politik –Soekarno, TNI dan PKI – dalam dinamika era demokrasi
terpimpin yang ditandai dengan bangkitnya TNI sebagai pemenang. Perjuangan
sengit antara Soekarno, tentara, dan PKI di era demokrasi terpimpin mencapai
puncaknya pada bulan September 1965, menyusul kegagalan kudeta PKI yang
dikenal dengan G 30 S/PKI. Setelah kudeta yang gagal, kekuasaan Sukarno dan
PKI merosot tajam.

Menurunnya kekuatan Sukarno dan PKI pasca G30S/PKI disebabkan oleh


peran keduanya sebelumnya. Seperti yang diketahui semua orang, Soekarno
sangat otoriter dan banyak yang menunggu dorongan untuk menantangnya
secara terbuka tanpa mengambil risiko hukuman penjara. Sedangkan PKI sejak
tahun 1963 (saat undang-undang darurat dihapuskan oleh Soekarno) tidak lagi
memilih jalur politik pasifis.

Akhirnya Soekarno mengeluarkan perintah tertanggal 11 Maret 1966


(Supersemar) yang ditujukan kepada Soeharto untuk:

1. Pertama, mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin


keamanan, ketenangan dan stabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan
pemimpin/presiden/panglima besar/pemimpin. negara. pemimpin
revolusi/kewajiban MPRS demi keutuhan bangsa dan negara NKRI, dengan
tetap menerapkan secara teguh seluruh ajaran pemimpin besar jaringan
revolusi.

2. Kedua, mengoordinasikan kinerja pemerintah sebaik mungkin dengan


komandan pasukan lainnya.

3. Ketiga, sebutkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas dan tanggung
jawabnya sebagaimana disebutkan di atas.

Perintah ini menjadi alat legalisasi yang sangat efektif yang


memungkinkan militer untuk masuk lebih jauh ke ranah politik. Sehari setelah
menerima perintah tersebut, Soeharto membubarkan PKI yang telah lama
dituntut masyarakat melalui protes. Presiden Soekarno sendiri secara de facto
kehilangan kekuasaan setelah terbitnya Supersemar, meskipun ia secara resmi
tetap menjadi presiden sebagai "presiden konstitusional".

Setelah dibersihkan dari unsur-unsur PKI dan pendukung Sukarno, DPR-


GR dan MPRS mulai menyelenggarakan sidangnya sebagai organisasi negara.
Pada tahun 1967, MPRS mencabut jabatan presiden Sukarno. Pengunduran diri
Sukarno berdasarkan TAP Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang juga menjadikan
Soeharto sebagai presiden sementara. Setahun kemudian, melalui TAP Nomor
XLIII/MPRS/1968, Soeharto terpilih sebagai presiden terakhir.

Rezim baru yang muncul setelah runtuhnya demokrasi terpimpin disebut


“Orde Baru”. Tokoh utama yang muncul pada masa Orde Baru adalah Tentara.
Partisipasi militer dalam politik ada landasan konstitusionalnya, khususnya
UUD 1945 yang mengatur bahwa TNI adalah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Untuk meraih dominasi di DPR, pemerintah mengusulkan pemerintah


mengangkat beberapa anggota DPR. Selain itu, pemerintah menginginkan
pemilu di tingkat kabupaten. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU
di DPR menolak usulan pemerintah, baik terkait pengangkatan anggota DPR
maupun terkait sistem pemilu.

Salah satu model yang dianggap dapat menjelaskan realitas politik Orde
Baru adalah kediktatoran birokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai luhur
Pancasila. Dalam pola makan seperti ini, keputusan dibuat dengan cara yang
sederhana, tepat, langsung dan efektif serta tidak memungkinkan terjadinya
permainan yang berkepanjangan. , seperti ketergantungan pada sistem
internasional dan kerusuhan politik dalam negeri. Rezim ini didukung oleh
kelompok yang paling mampu mendukung proses pembangunan yang efisien,
yaitu militer, teknokrat sipil, dan pemilik modal.

Tekad Orde Baru untuk menjamin stabilitas politik dalam kerangka


pembangunan ekonomi mempunyai implikasi khusus terhadap kehidupan partai
dan peran lembaga-lembaga yang mewakili rakyat. Pemerintah Orde Baru
bertekad memperbaiki kejanggalan politik yang muncul pada masa Orde Lama
dengan memulihkan tatanan politik berdasarkan Pancasila. Mengklaim bahwa
stabilitas politik merupakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi secara tidak
langsung dapat menimbulkan konsekuensi yang mengurangi pluralisme dalam
kehidupan politik atau menghambat sistem politik demokratis.

Pada awal keberadaannya, pemerintahan Orde Baru dimulai dengan gaya


liberal. Orde Baru telah mengubah sistem politik Indonesia dari titik ekstrim
otoritarianisme di era demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi liberal. Namun
dalam praktiknya, gaya liberal tidak bertahan lama karena selain merupakan
respons terhadap sistem otoriter yang sudah ada, gaya ini hanya ditoleransi
selama pemerintah mencari bentuk pemerintahan.Politik Baru di Indonesia.
Begitu bentuk baru terbentuk, sistem liberal beralih ke sistem otoriter.

Setelah rezim politik baru Indonesia dikristalisasi dengan UU Nomor 15


Tahun 1969 dan UU Nomor 16 Tahun 1969 yang memperbolehkan pemerintah
mengangkat sepertiga anggota MPR dan lebih dari seperlima anggota DPR,
gaya sistem politiknya berubah. mulai berkembang kembali, ke arah
otoritarianisme. Gagasan demokrasi liberal digambarkan sebagai gagasan yang
bertentangan dengan demokrasi pancasila sehingga harus ditolak. Hasil pemilu
1971 yang memberi Golkar 62,8% kursi di DPR membuka jalan bagi
munculnya lembaga eksekutif yang kuat.

Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru,
pemerintah ingin menerapkan Pancasila dan UUD 1945 secara jelas dan runtut
sebagai kritik terhadap Orde Lama yang melenceng dari Pancasila, melalui
program P4 (Pedoman Pemahaman dan Pengamalan Pancasila).

Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai


dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil memberantas komunisme di
Indonesia. Namun implementasi dan adopsinya mengecewakan. Beberapa tahun
kemudian, muncul kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak sejalan dengan
semangat Pancasila. Pancasila ditafsirkan berpihak pada kekuasaan pemerintah
sehingga tidak sesuai dengan penjelasan lain. Pancasila sebenarnya digunakan
sebagai metode indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasila sebagai
alat untuk mempertahankan kekuasaannya.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam dakwah Pancasila. Pertama


melalui pengajaran P4 yang berlangsung di sekolah melalui wawancara. Kedua,
Presiden Soeharto memperbolehkan masyarakat berorganisasi dengan syarat
berdasarkan Pancasila atau yang disebut asas tunggal. Ketiga, Presiden
Soeharto melarang kritik yang dapat menggulingkan pemerintah demi stabilitas,
karena Presiden Soeharto menilai kritik terhadap pemerintah menyebabkan
ketidakstabilan dalam negeri. Oleh karena itu, demi menjaga stabilitas negara,
Presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer agar tidak ada pihak yang
berani mengkritik pemerintah.
Dalam sistem pemerintahannya, Presiden Soeharto mempunyai beberapa
penyimpangan dalam penerapan Pancasila, khususnya dalam penerapan
demokrasi terpusat, yaitu demokrasi yang berpusat pada pemerintahan. Selain
itu, Presiden Soeharto menguasai lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
sehingga peraturan yang dikeluarkan harus sesuai dengan persetujuannya.
Presiden Soeharto juga meremehkan beberapa aspek demokrasi, khususnya
pers, karena ia dianggap membahayakan kekuasaannya. Maka Presiden
Soeharto membentuk Kementerian Penerangan sebagai lembaga sensor yang
komprehensif agar berita apa pun yang dimuat di media tidak menjatuhkan
pemerintah.

Penyimpangan dan penyimpangan lain yang sangat buruk terhadap nilai-


nilai luhur Pancasila adalah Presiden Soeharto melanggengkan korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) sehingga saat itu ia dikenal sebagai diktator tingkat
korupsi tertinggi di Indonesia.

Puncaknya adalah ketika krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997
menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk sehingga menimbulkan
gerakan massa untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto.

Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan sejumlah tindakan yang


menyimpang dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain:

1. Memelihara kekuasaan Presiden Soeharto selama 32 tahun.

2. Terjadi penafsiran Pancasila secara sepihak melalui program P4.

3. Adanya penindasan ideologi yang membuat para pemikir kreatif dan kritis
takut berekspresi.

4. Adanya penindasan fisik, seperti pembantaian di Timor Timur, Aceh, Irian


Jaya, Tanjung Priok, vandalisme 27/7, dll.
5. Negara melakukan diskriminasi terhadap masyarakat non-pribumi
(keturunan) dan kelompok minoritas.

Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi

Kata “reformasi” berasal dari etimologi kata reformasi, sedangkan


reformasi secara harafiah berarti suatu gerakan untuk mereformasi, menata
ulang, menata kembali hal-hal yang sesat untuk dikembalikan ke bentuk semula
atau wujud sesuai dengan nilai-nilai ideal untuk yang dicita-citakan pria. .
Reformasi juga dipahami sebagai pembaruan dari model lama ke model baru
untuk mencapai keadaan yang lebih baik seperti yang diharapkan.

Untuk melaksanakan reformasi, sejumlah syarat harus dipenuhi, antara lain:

1. Adanya kesenjangan.

2. Berdasarkan kerangka struktural tertentu.

3. Gerakan reformasi akan kembali pada landasan dan sistem negara demokrasi.

4. Reformasi dilakukan ke arah perubahan kondisi dan kondisi yang lebih baik.

5. Reformasi dilakukan atas dasar moralitas dan etika karena masyarakat


beriman

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjamin persatuan dan kesatuan bangsa.

Reformasi tersebut memiliki beberapa tujuan, antara lain:

1. Melakukan perubahan yang serius dan bertahap guna menemukan nilai-nilai


baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Menata kembali seluruh struktur negara, termasuk konstitusi dan undang
undang, agar menyimpang dari garis perjuangan dan aspirasi seluruh rakyat.
3. Membawa kemajuan dalam segala bidang kehidupan, mulai dari politik,
ekonomi, budaya – masyarakat hingga pertahanan dan keamanan negara.
4. Mencegah dan menghilangkan gaya hidup dan kebiasaan yang tidak lagi
sesuai dengan tuntutan reformasi seperti zona ramah lingkungan,
kediktatoran, pelanggaran hukum dan pelanggaran lainnya.

Hakikat reformasi adalah melestarikan segala hal positif masa lalu bangsa
dan negara, mengatasi kekurangan-kekurangannya, sekaligus melancarkan
rintisan reformasi untuk menjawab tantangan masa depan. Mewujudkan
kehidupan berbangsa dan bernegara memerlukan penentuan apa yang perlu
dipertahankan dan apa yang perlu ditingkatkan.

Pada awal reformasi, struktur politik DPR dan MPR masih belum
berubah, seperti pada pemilu 1997 yang masih didominasi oleh Golkar dan
ABRI. Namun akibat reformasi yang mengiringi pergantian Presiden, para
mantan anggota MPR dan DPR berubah perilaku dan mengikuti tuntutan
reformasi, antara lain transparansi, demokratisasi, peningkatan perlindungan
hak asasi manusia, penghapusan zona ramah lingkungan, dan penghapusan zona
ramah lingkungan. reformasi sistem politik dan konstitusi, termasuk
amandemen UUD 1945. .

Pasca pemilu tahun 1999, peran partai politik di Indonesia kembali


meningkat karena tidak ada satupun partai yang menguasai mayoritas di
Parlemen, yaitu MPR dan DPR, dan juga karena lingkungan demokrasi telah
menyelimuti kehidupan politik di Indonesia sejak Reformasi. Era telah terbuka
di Indonesia. Tatanan politik pun berubah seiring dengan semakin berkurangnya
peran dan dwifungsi ABRI dalam penyelenggaraan negara. Pengangkatan
anggota ABRI, termasuk TNI dan Polri, lebih sedikit dibandingkan periode
sebelumnya. Dari 75 kursi yang tersedia menjadi 38 kursi di Majelis Nasional.
Di MPR, tidak ada pengangkatan tambahan selain DPR, apalagi melalui utusan
daerah. Jumlah anggota DPR setelah pemilu 1999 sebanyak 500 orang,
mengikuti pemilu sebanyak 462 orang, dan diangkat menjadi wakil ABRI
sebanyak 38 orang. MPR mempunyai 700 anggota yang terdiri dari 500
anggota DPR, 125 wakil daerah, dan 75 wakil golongan.

Dalam kondisi politik demokratis dimana tidak ada partai yang


mempunyai mayoritas di parlemen (DPR), seperti dijelaskan di atas, akan sulit
bagi satu fraksi untuk memajukan agendanya tanpa membentuk koalisi. kedua
sisi. Para Pihak. Badan-badan negara. Seperti halnya di tingkat eksekutif,
presiden juga kecil kemungkinannya untuk mengesahkan RUU ke DPR. Dan di
sisi lain, hal ini juga terjadi pada setiap rapat tahunan MPR, ketua juga harus
bisa menyesuaikan dengan aspirasi fraksi-fraksi di lingkungan MPR agar tidak
ada kesulitan dalam meloloskan program dan tanggung jawab penjelasannya. .

Setelah tahun 2002, presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR
seperti sebelumnya. Presiden hanya dapat diberhentikan oleh MPR jika
melanggar hukum dan bukan karena alasan politik.

Dengan institusi politik seperti itu, peran partai politik kembali


terkonsolidasi seperti pada era liberal. DPR dan pemerintah telah mengeluarkan
undang-undang mengenai pemilu dan susunan DPR, DPRD, DPD, dan pemilu
langsung, seperti pemilu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Pak Jusuf Kalla.

Pancasila pada hakikatnya adalah sumber nilai, landasan moral dan etika
negara dan aparatur negara, digunakan sebagai instrumen legitimasi politik.
Segala tindakan dan kebijakan yang mengatasnamakan Pancasila, nyatanya
tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila. Puncak
dari keadaan ini ditandai dengan runtuhnya perekonomian nasional yang disusul
dengan munculnya gerakan sosial yang dipimpin oleh mahasiswa, intelektual
dan masyarakat sebagai gerakan politik dan keagamaan.Jerman menuntut
reformasi di segala bidang, terutama di bidang ekonomi. hukum. politik,
ekonomi dan pembangunan.
Awal mula gerakan reformasi nasional Indonesia ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.

Faktanya, masyarakat Indonesia telah salah memahami arti kata


“reformasi” yang kini memunculkan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan
reformasi, padahal gerakan-gerakan tersebut tidak sesuai dengan makna
reformasi. Misalnya ketika masyarakat hanya bisa menggugat dengan
melakukan perbuatan melawan hukum yang pada akhirnya berujung pada
rusaknya fasilitas umum sehingga mengakibatkan korban yang tidak bersalah.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan gerakan reformasi, masyarakat harus
mengetahui dan memahami makna dari reformasi itu sendiri, agar proses
pelaksanaan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi.

Pancasila merupakan landasan filosofis negara Indonesia, pandangan


hidup masyarakat Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak ditempatkan pada
tempat dan fungsinya. Pada masa Orde Lama, penyelenggaraan negara banyak
mengalami penyimpangan, bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden
diangkat menjadi diktator seumur hidup. Pada masa Orde Baru, Pancasila hanya
digunakan pemerintah sebagai alat politik. Warga negara mana pun yang tidak
mendukung kebijakan pemerintah dianggap menentang Pancasila. Oleh karena
itu, gerakan reformasi harus dibawa ke dalam kerangka Pancasila, sebagai
landasan cita-cita dan ideologi bangsa, agar tidak terjadi anarkisme dan
menimbulkan kehancuran bagi bangsa dan bangsa.

Keberadaan Pancasila masih banyak dipahami sebagai sebuah konsep


politik yang esensinya belum dapat dikonkretkan secara praktis. Reformasi
tidak berjalan baik karena Pancasila tidak berjalan maksimal sebagaimana
mestinya. Banyak orang yang menghafalkan butir-butir Pancasila namun tidak
memahami makna sebenarnya.
Pada masa Reformasi, Pancasila sebagai reinterpretasi yaitu Pancasila
harus selalu ditafsirkan ulang sesuai dengan zamannya, yaitu penafsirannya
harus tepat dan sesuai dengan konteksnya, harus sesuai dengan zamannya atau
dengan realitas zamannya.

Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki landasan kehidupan


berbangsa dan bernegara sesuai ideologi Pancasila. Namun pada kenyataannya
masih banyak permasalahan sosial ekonomi yang belum terselesaikan.
Eksistensi dan peran Pancasila dalam reformasi patut dipertanyakan. Pancasila
pada masa Reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila pada masa Orde
Lama dan Orde Baru, karena perdebatan yang ada saat ini mengenai apakah
Pancasila masih relevan sebagai sebuah ideologi masih marak.

Pancasila seakan tidak mampu mempengaruhi dan membimbing


masyarakat. Pancasila sudah tidak sepopuler dulu. Pancasila di masa lalu
banyak diselewengkan dan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk,
bahkan dituding menyebabkan kehancuran.

Pancasila Reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila Orde Lama dan
Orde Baru, artinya masih terdapat tantangan yang harus diatasi. Tantangannya
adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang masih terjadi hingga saat ini.
Pada saat itu, korupsi memang mewabah. Pejabat yang berperilaku koruptif
sudah tidak malu lagi. Bahkan, mereka merasa bangga, terlihat dari pejabat
yang keluar dari gedung KPK sambil melambaikan tangan dan tersenyum bak
entertainer pendatang baru.

Terlebih lagi, globalisasi sendiri merupakan sebuah tantangan Selain itu,


globalisasi memberikan tantangan bagi bangsa Indonesia karena ideologi
Pancasila semakin tergerus oleh liberalisme dan kapitalisme. Selain itu,
tantangan yang ada saat ini bersifat terbuka, bebas dan nyata.

Anda mungkin juga menyukai