Anda di halaman 1dari 7

Nama : Haifa Wardatul Khalez

NPM : 235009090

Prodi : Agribisnis

Kelas :C

1. Identitas Buku

Judul Buku : Pegantar Pendidikan Pancasila

BAB :1

Pengarang : Nana Setialaksana,Kosasih Adi Saputra,Randy Fadillah Gustaman

Penerbit : Media Priangan Abadi

Tahun Terbit : 2019

Tebal Halaman : 182 Halaman

2. Pembahasan
PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI
Pancasila merupakan dasar ideologi bagi semua warga Indonesia, yang disahkan pada
saat sidang PPKI 18 Agustus 1945. Namun Implementasi nilai-nilai Pancasila tidak dapat
langsung terlaksana saat itu juga, tentunya butuh waktu untuk dapat diterapkan. Barulah
pada masa orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto nilai-nilai Pancasila mulai
dibudayakan. Pada bab 1, buku ini akan membahas tentang Pengantar Pendidikan
Pancasila. Diantaranya ada beberapa pembahasan:
a. Urgensi dan Tujuan Pendidikan Pancasila.
b. Alasan Diperlukannya Pendidikan Pancasila.
c. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Pendidikan Pancasila.
d. Dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila.
A. Urgensi dan Tujuan Pendidikan Pancasila
Saat ini wawasan kebangsaan dan ideologi negara pada generasi muda sangatlah
lemah, ini disebabkan rendahnya kurikulum pendidikan nasional dalam muatan materi
Pancasila di sebuah lembaga atau sekolah. Hal ini membuat Pendidikan Pancasila sangat
penting diadakan di perguruan tinggi, dan dapat ditanamkan dengan sungguh-sungguh.
Visi dari mata kuliah Pendidikan pancasila yaitu, Terwujudnya kepribadian peserta didik
yang bersumber pada nilai-nilai pancasila. Adapun misinya;
1. Mengembangkan potensi peserta didik (misi psikopedagogis).
2. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dalam masyarakat, bangsa dan Negara (misi
psikososial).
3. Membangun budaya Pancasila sebagai salah satu determinan kehidupan (misi
sosiokultural).
4. Mengkaji dan mengembangkan Pendidikan Pancasila sebagai sebuah system
pengetahuan yang terintegrasi atau disiplin ilmu sintetik (synthetic discipline), sebagai
misi akademik. (Dikti, 2016:21)

Dijelaskan dalam SK. Dirjen Pendidikan Tinggi No.38/DIKTI/Kep/2002, Pendidikan


Pancasila memiliki tujuan dalam rangka menghasilkan civitas akademika yang beriman
dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berperilaku;

1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan
nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenal masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-
cara pemecahannya.
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.
4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa
untuk menggalang persatuan Indonesia.
B. Alasan Diperlukannya Pendidikan Pancasila
Sedikit banyak, kehidupan global mempengaruhi pemahaman kita tentang nilai-nilai
nasionalis. Kemudahan akses informasi melalui berbagai media sosial berbasis online
semakin mempengaruhi tingkat pemahaman nilai-nilai nasionalisme di kalangan generasi
muda Indonesia. Kebangkitan dan pengamalan pendidikan Pancasila diharapkan dapat
menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai ideologi bangsa.
C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik pendidikan Pancasila
1. Sumber Historis
Pancasila tidak lahir secara tiba-tiba, namun melalui proses yang sangat panjang
sepanjang sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia lahir sekitar abad ke 5
atau ke 4 Masehi pada saat Kerajaan Kutai mengawali sejarah bangsa Indonesia.
Selain merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang kebenarannya dapat
dibuktikan secara empiris, Kutai juga merupakan salah satu sumber penelitian
Pancasila yang penting, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai ketuhanan.
Bangsa Indonesia sangat identik dengan kerajaan yang memiliki corak yang
religius, seperti Hindu, Budha, dan Islam. Kemudian ketika datangnya orang-orang
Eropa yang membawa dan mengenalkan ajaran Kristen dan Katolik. Lalu pada masa
prasejarah bangsa Indonesia bahkan menganut ajaran dinamisme dan animisme. Hal
ini membuat para pendiri bangsa (founding father) menempatkan sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep dasar, yang artinya mereka mengajarkan
sila pertama ini kepada bangsa Indonesia agar memegang teguh nilai-nilai religius dan
percaya tentang keberadaan tuhan.
2. Sumber Yuridis
Pada undang-undang No.20 tahun 2003, kurang dapat memberikan pengaruh
besar terhadap Pendidikan Pancasila. Di dalamnya hanya berisi tiga pokok materi
yang diwajibkan dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, yaitu Bahasa
Indonesia, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Yang secara
tekstual berarti tidak ada kewajiban tentang diberikannya Pendidikan Pancasila. Hal
ini diperkuat dengan diadakannya kurikulum KTSP 2006 membuat materi PPKn
berubah menjadi PKn di sekolah, yang berdampak pada dihapuskannya mata kuliah
Pendidikan Pancasila di kurikulum Perguruan Tinggi.
Setelah dilakukan kajian akademis oleh para ahli Pancasila sekitar tahun 2009,
maka keluarlah undang-undang No.12 tahun 2012 mengenai pendidikan tinggi yang
mewajibkan kembali mata kuliah Pendidikan Pancasila. Setahun setelahnya,
kurikulum 2013 di tingkat sekolah juga menggunakan kembali pelajaran PPKn.
3. Sumber Kultural
Pancasila adalah sebuah karya besar bangsa Indonesia yang dianggap sejajar
dengan karya besar dunia yang lainnya. Hal ini memiliki makna bahwa Pancasila
berada pada jajaran yang sama dengan ideologi besar di dunia. Lalu Pancasila tidak
dapat disejajarkan dengan kitab suci suatu agama, karena Pancasila tidak ada untuk
dibandingkan, disejajarkan maupun dipertentangkan dengan agama.
Pancasila sebagian besar hampir diadopsi oleh negara-negara Asia dan Afrika
pada tahun 1995. Pancasila dianggap sejajar dengan ideologi liberal dan komunis.
Namun dibandingkan dengan agama, hal ini sama sekali bukan tindakan yang
bijaksana. Agama berbicara tentang akar permasalahan (causa prima), sedangkan
Pancasila berbicara tentang penyebab yang final (causa finalis), formal (formalis) dan
efektif (effesiens).
4. Sumber Filosofis
Pancasila adalah hasil dari pemikiran orang Indonesia yang dipandang paling
benar dan bijaksana. Dianggap paling benar karena berdasarkan wahyu dan ilmu
pengetahuan, dan disebut bijaksana karena proses perumusan Pancasila dilakukan
oleh kelompok Islam dan nasionalis yang pada akhirnya tidak bertentangan dengan
kebenaran kelompok dan fraksinya masing-masing. Mereka mampu mengemukakan
pemikiran terbaiknya dan membuktikan bahwa musyawarah mufakat yang didasari
oleh kebenaran suci merupakan ciri khas bangsa Indonesia sebagai solusi terbaik
dalam menyelesaikan perbedaan yang ada.
5. Sumber Politis
Pengalaman sejarah politik bangsa Indonesia pernah ada pada masa ketika
Pancasila dijadikan sebagai penggaris atau alat untuk mempertahankan kekuasaan.
Berpolitik tidak dilarang, karena sesungguhnya manusia merupakan makhluk politik.
Namun kita tidak boleh membiarkan nilai-nilai luhur bangsa disalahartikan hanya bagi
kepentingan politik golongan-golongan tertentu. Melalui kajian kebijakan ini
diharapkan mahasiswa akan lebih termotivasi untuk memberikan pendapat yang
konstruktif baik terhadap Infrastruktur politik maupun suprastruktur politik.
D. Dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila
1. Dinamika Pendidikan Pancasila
a. Tafsir Tentang Pancasila
Pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan gedung
Pancasila dan Konstitusi, beliau tidak memperbolehkan Pancasila untuk
disakralkan. Hal ini tentunya membuat beragam pemberitaan muncul yang
kurang lebih sama yaitu tidak mendogmakan Pancasila, dan membiarkaanya
tetap hidup sebagai ideology yang terbuka. Karena keberagaman bangsa
Indonesia, seharusnya bangsa ini memiliki penerjemahan yang mendalam dan
mudah dipahami agar tidak disalah artikan oleh masyarakatnya.
Sejak awal perumusan hingga rasionalisasi dari waktu ke waktu, Pancasila
sering menjadi kontroversi. Hal ini karena dipengaruhi oleh para pemikirnya yang
memiliki paham-paham lain dan menafsirkannya sesuai pahamnya masing-
masing. Mungkin ini yang dimaksudkan oleh Presiden tentang tidak bolehnya
Pancasila untuk disakralkan.
b. Fundamentalisme Agama dan Fundamentalisme Sekuler
Sejak bangsa ini didirikan, para pendiri dari golongan muslim dengan jelas
ingin Islam sebagai dasar dari Negara. Ijihad Politik Panitia 9 yang kebanyakan
beragama Islam dapat menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam begitu diperhatikan
sehingga tertanam dalam norma-norma dasar negara. Upaya mempertahankan
sila pertama Pancasila ini kemudian dibahas pada saat pengesahan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di sidang PPKI yang pertama. Kemudian berkat
adanya usulan mengenai keberatannya perwakilan bangsa Indonesia timur
tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam
bagi pemeluknya, akhrinya membuat kalangan muslim menerima dengan lapang
dada.
Untuk ini, tidak ada lagi perdebatan tentang Pancasila dan Islam selesai pada
saat disahkannya Pancasila. Pancasila sendiri tidak menghalangi umat beragama
di Indonesia untuk melakukan kegiatan keagamaan sehingga tidak ada lagi alasan
ketidakpuasan di kalangan kelompok yang menginginkan agamanya menjadi
landasan negara. Sebaliknya Pancasila menjamin kebebasan beragama. Namun
agama tetap memegang peranan penting dalam tatanan praktis negara. Karena
nilai-nilai agama merupakan jiwa dalam setiap cara hidup masyarakat Indonesia.
2. Tantangan Pendidikan Pancasila
a. Qou Vadis Indonesia?
Bangsa Indonesia mungkin tertipu dengan sindrom kegelapan sehingga tidak
dapat menyadari seperti apa dirinya, akan tetapi bangsa Indonesia tidak mau
mencoba untuk mencari cahaya terang. Sebuah gejala kebencian sosiokultural
yang terselubung, yaitu suatu kondisi yang nampaknya semakin umum terjadi
baik di kalangan elite maupun masyarakat awam. Tentu saja konflik yang terjadi
bukan secara vertikal, namun sering terjadi secara horizontal antara masyarakat
awam dan antar pejabat negara, sehingga konflik yang muncul lebih bersifat
destruktif dibandingkan konflik korektif.
b. Kembali pada Ruh Kebangsaan Indonesia
Indonesia lahir dari keberagaman, inklusi dan saling menghormati. Tentu saja
sebagai bangsa yang multikultural, termasuk ideologi politik dan agama. Berbeda
dengan bangsa lain seperti Eropa misalnya, multikulturalismenya muncul dari
kritik terhadap pemikiran Barat, khususnya monisme di Yunani kuno. Yang mana
hanya ada satu cara hidup yang benar-benar manusiawi, benar, atau terbaik, dan
cara lainnya tidak sempurna. Dalam artian mereka kekurangannya.
Meninjau aspek sejarah negara Indonesia, Bapak Latif Y. dalam bukunya yang
berjudul Negara Paripurna, Rasionalitas, dan Aktualisasi Pancasila. Menyatakan
bahwa secara konseptual Indonesia sudah mempunyai prinsip dan visi nasional
yang kuat, antara lain: Masyarakat pluralistik dan campuran juga menimbulkan
permasalahan politik. Bukan hanya sekedar menyatukan komunitas, tapi juga
memberikan kemungkinan bahwa keberagaman mereka tidak tercabut dari akar
tradisi dan sejarah masing-masing.
c. Agama dan Politik
Bagi sebagian orang yang memahami sejarah berdirinya negara Indonesia,
sangat sulit untuk menerima rumusan dasar negara jika agama dan politik harus
dipisahkan. Oleh karena itu, hubungan antara agama dan politik masih sering
dijadikan perdebatan.
Terkait dengan Ketuhan Yang Maha Esa, ditegaskan bahwa sila pertama
Pancasila merupakan keyakinan agama yang utuh ditinjau dari segi hukum
Indonesia. Negara Indonesia tidak hanya melindungi penerimaan masyarakat
terhadap agama sesuai keyakinannya. Lebih dari itu Indonesia mendukung agama
dan nilai-nilai agama hingga dapat mengobarkan kehidupan politik di Indonesia.
Oleh karena itu, meskipun agama bukanlah dasar negara, namun dalam Pancasila
terdapat semangat keagamaan yang diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa sebagai dasar negara dan pedoman hidup.
d. Rasionalisasi Pancasila
Realisasi secara objektif berkaitan erat dengan kedudukan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini dapat terealisasikan secara lebih
bermanfaat karena semua peraturan dan kebijakan bersumber dari Pancasila.
Secara subjektif terkait dengan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,
ini dapat dilakukan oleh masyarakat langsung tanpa harus menunggu aturan atau
kebijakan dari pemerintah.
Sulit diwujudkannya nilai-nilai Pancasila bisa saja karena bagian utamanya
terletak pada UUD 1945 hasil amandemen 1999-2002, yang mana Pancasila tidak
dijadikan dasar sehingga kandungan-kandungan UUD 1945 banyak melenceng
dari sila-sila pancasila. Hal ini dengan jelas disebutkan oleh salah satu guru besar
filsafat Pancasila dari UGM, yaitu Prof. Kaelan dalam karyanya yang berjudul
Liberasi Ideologi Pancasila.
Mewujudkan Pancasila memerlukan upaya sungguh-sungguh dari semua
pihak. Kalangan pendidikan kembali menyuarakan nilai-nilai Pancasila. Berbeda
dengan keadaan di awal reformasi.

Anda mungkin juga menyukai