Anda di halaman 1dari 14

PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP KASUS MEDIK

“MALARIA VIVAX RELAPS”


Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat pencapaian
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) Angkatan II
Di RSUD Dr. T.C Hillers Maumere

Disusun oleh
dr. Jesi Prilly Imanuella Hana

Pembimbing/Narasumber/DPJP :
dr. Asep Purnama, Sp.PD

Pendamping :
dr. Lince Holsen

RSUD DR. T.C HILLERS MAUMERE FLORES


NUSA TENGGARA TIMUR
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
ANGKATAN II PERIODE MEI 2021- MEI 2022
2021
Portofolio Kasus Medik
Nama Peserta PIDI : dr. Jesi Prilly Imanuella Hana
Nama Wahana : RSUD Dr. T.C. Hillers Maumere
Topik : Malaria Vivax Relaps Tanggal Kasus :
Nama Pasien : Tn. P.K.S No. RM : 2735XX
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Lince Holsen
Tempat Presentasi : RSUD Dr. T.C. Hillers Maumere
Objek Presentasi :
✓ Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
✓ Diagnostik Masalah ✓ Manajemen Istimewa
Neonates Bayi  Anak Remaja ✓ Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien datang dengan keluahan demam naik turun sejak 2 HSMRS
Tujuan :
Bahan Tinjauan Pustaka Riset ✓ Kasus Audit

bahasan
Metode Diskusi ✓ Presentasi & Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama Pasien : Tn. P.K.S No. RM : 2735XX


Faskes : RSUD Dr. T.C Hillers Tgl MRS: 15 Juni 2021
Ruangan Bangsal Flamboyan (IIIB.2)
PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus Plasmodium.
Parasit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
Sampai saat ini telah ditemukan 172 spesies Plasmodium namun hanya 5 diantaranya yang
diketahui dapat menular pada manusia. Spesies tersebut antara lain P. falciparum, P. vivax, P.
ovale, P. malariae dan P. knowlesi (Talapko et al, 2019).
Berdasarkan laporan WHO 2020 terdapat penurunan jumlah kasus malaria secara
bertahap di dunia. Pada tahun 2000 dilaporkan terdapat 238 juta kasus malaria dari 108
negara, sedangkan pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 229 juta kasus malaria dari 87
negara endemik. Angka kejadian malaria juga mengalami penurunan di Indonesia.
Berdasarkan data World Malaria Report 2020 dalam lima tahun terakhir kasus malaria
mengalami penurunan dari 1,1 juta kasus pada tahun 2015 menjadi 658.000 kasus pada tahun
2019. Selain itu pada tahun 2020 dilaporkan sebanyak 18 kabupaten yang mencapai eliminasi
kasus malaria (WHO, 2019).
Perjalanan penyakit malaria yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale memiliki
perbedaan dengan jenis plasmodium lainnya. Pada P. vivax dan P. ovale ditemukan
hipnozoite yang menetap di eritrosit dan hipnozoit di hepatosit sehingga dapat mencetuskan
relaps setelah beberapa tahun hingga beberapa bulan. Rekurensi malaria dapat terjadi akibat
kegagalan eradikasi infeksi pada tahap eritrosit (recrudescence) atau akibat infeksi baru dari
gigitan nyamuk (reinfeksi) (Gatton, 2004).
Satu kali inokulasi P. vivax dapat menyebabkan relaps berulang. Angka morbiditas
yang tinggi akibat P. vivax menyebabkan beban secara klinis dan ekonomi. Relaps akibat
infeksi P. vivax dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang pada anak dan pada orang
dewasa menyebabkan gangguan dalam menjalankan pekerjaan (Gatton, 2004).
Nusa Tenggara Timur saat ini merupakan daerah yang ditetapkan telah mencapai
eliminasi malaria. Adanya kasus malaria yang didapatkan dari daerah lain sebaiknya menjadi
perhatian agar penularan dari manusia ke nyamuk kemudian ke manusia lainnya dapat
dicegah. Oleh karena itu pembahasan kasus malaria masih relevan untuk didiskusikan.
PEMAPARAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 2735XX
Nama : Bp. P.K.S
Usia : 33tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Waliwatik, Nita
Tanggal kunjungan RS : 15 Juni 2021

II. ANAMNESA
A. Keluhan utama
Demam.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan demam naik turun sejak 2 HSMRS (Minggu, 13 Juni 2021) disertai
dengan menggigil dan keringat dingin. Pada Senin, 14 Juni 2021 mengaku tidak demam
sama sekali dan kembali demam menggigil pada HMRS (15 Juni 2021).
Riwayat tinggal di Papua dan beberapa kali mengalami sakit malaria.
Nyeri kepala (+), mual (-), muntah (-), BAB/ BAK tidak ada keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat serupa :+
Pasien mengaku pertama kali mengalami malaria ± 5 tahun yang lalu yakni malaria
Tropicana dan Tertiana. Pada tahun 2020 menjalani pengobatan malaria sebanyak 4 kali
dengan durasi pengobatan masing-masing 2 mniggu. Terakhir kali mengalami sakit
malaria pada Oktober 2020 dan MRS di Papua.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


• Keluhan serupa :+

E. Riwayat Pengobatan
Belum mengonsumsi obat apapun terkait keluhan saat ini.

F. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Deskripsi umum
Keadaan umum : Lemah
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/ 70 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular
Suhu : 370C
Nafas : 20 x/menit
SpO2 : 99% tanpa suplementasi oksigen

1. Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

2. Leher
Dalam batas normal

3. Thorax
a. Paru
• Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak nafas (-)
• Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (N), pengembangan dada (N)
• Perkusi : sonor (+++/++++)
• Auskultasi : vesikuler (+++/+++) , rhonki (---/---) , wheezing (---/---)

b. Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V LMCS
• Perkusi : Kesan batas jantung normal
• Auskultasi : S1/S2 normal, regular, bising (-)

4. Abdomen
Distensi (-), Bising usus (+), Timpani selruuh regio, nyeri tekan (-), tepi hepar teraba,
lien tidak teraba

5. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Ekstremitas bawah : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap
15/6/2021 17/6/2021 18/6/2021 19/6/2021
WBC (103/ uL) 7.14 5.02 4.30 4.49
Hb (g/ dL) 16.0 13.8 13.4 12.9
PLT (103/ uL) 59 58 81 98

Apusan Darah
15/6/2021 17/6/2021 18/6/2021 19/6/2021
Pemeriksaan Positif Positif Negatif Negatif
Malaria
Identifikasi Plasmodium Plasmodium Negatif Negatif
Parasit Vivax Vivax
Hitung Parasit 180/ 505 WBC 2/ 500 WBC - -
Aseksual
Hitung Parasit 40/ 505 WBC 8/ 500 WBC - -
Seksual

VII. DIAGNOSIS KERJA


Malaria Vivax Relaps
VIII. PLANNING
Planning for Therapy
IVFD D5 1500 cc/ 24 jam
Paracetamol 3x 500 mg PO K/P demam
DHP 1x3 tab PO ( 3 hari)
Primakuin 1x 2 tab PO (14 hari)

Planning for Monitoring


1) TTV
2) Keluhan
3) Tanda-tanda hemolisis
Diskusi Kasus

Malaria merupakan suatu infeksi parasite yang memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang cukup tinggi. Sebagian besar kasus malaria di dunia disebabkan oleh P.
falciparum dan P.vivax. Malaria yang disebabkan oleh P. falciparum memiliki resiko untuk
berkembang menjadi malaria berat dengan angka mortalitas yang tinggi. Sedangkan malaria
non falciparum yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale memiliki angka rekurensi yang
tinggi sehingga dapat menyebabkan morbiditas dalam jangka waktu yang lama. Beberapa
definisi kasus rekurensi pada malaria tertiana yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale
antara lain antara lain:
1. Recrudescence (Rekrudensi)
Rekurensi malaria akibat terapi yang tidak adekuat membasmi parasit di darah (blood-
stage). Pada rekrudensi, rekurensi malaria biasanya akan terjadi dalam  8 minggu
setelah gejala pertama.

2. Relapse
Rekurensi malaria akibat reaktivasi hipnozoit. Hipnozoit adalah plasmodium yang
dorman di dalam hepatosit yang berkembang menjadi skizon dan akhirnya dapat
melepaskan merozoite ke dalam darah. Rekurensi akibat relaps secara umum akan
terjadi dalam 8- 24 minggu setelah gejala pertama.
3. Reinfection
Rekurensi malaria akibat inokulasi parasit baru yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.

Pasien dalam kasus ini sebelumnya tinggal di Papua yang merupakan daerah endemis
malaria. Namun ± 6 bulan sebelum MRS ini pasien sudah pindah ke Maumere yang
merupakan daerah bebas malaria. Mengingat masa inkubasi P. vivax berkisar antara 12-
17 hari, maka dapat diperkirakan bahwa reinfeksi bukan merupakan penyebab malaria
pasien saat ini.
Pada pasien dalam kasus ini pula terjadi kekambuhan malaria > 8 minggu setelah sakit
malaria sebelumnya sehingga kemungkinan rekurensi saat ini bukan akibat rekrudensi.
Namun batas waktu antara rekrudensi dan relaps saat ini tidak tegas mengingat beberapa
laporan kasus yang menemukan adanya ‘long term recrudescence’. Salah satu cara untuk
membedakan antara rekrudensi/ relaps dengan reinfeksi ialah dengan menentukan ada/
tidaknya perbedaan strain P. vivax antara sakit malaria sekarang dan sebelumnya.

Tatalaksana Malaria di Indonesia


Panduan tatalaksana malaria di Indonesia antara lain:
1. Malaria Tertiana (P. vivax dan P. ovale)
Tatalaksana malaria tertiana yang ialah menggunakan ACT (Artemisin Combination
Therapy) yakni Dihidroartemisin ditambah Piperaquin (DHP) dan Primakuin selama 14
hari.
ACT (3 hari) + Primakuin 0.25 mg/Kg BB (14 hari)

Pada kasus relaps jenis anti malaria yang digunakan tetap sama namun dengan dosis
primakuin yang berbeda.
ACT (3 hari) + Primakuin 0.5 mg/Kg BB (14 Hari)
2. Malaria Tropikana (P. falciparum)
Tatalaksana malaria tertiana yang ialah menggunakan ACT yakni Dihidroartemisin
ditambah Piperaquin (DHP) dan Primakuin dosis tunggal.
ACT (3 hari) + Primakuin 0.25 mg/Kg BB (Dosis Tunggal)
Bila menyebabkan malaria berat, maka terapi parenteral menggunakan Artesunat
intravena atau Artemeter intramuscular.

3. Malaria Kuartana (P. malariae)


Tatalaksana malaria kuartana ialah hanya menggunakan ACT yakni Dihidroartemisin
ditambah Piperaquin (DHP) selama 3 hari tanpa tambahan Primakuin.
ACT (3 hari)

Pada pasien dalam laporan ini mengalami rekurensi P. vivax oleh karena itu tatalaksana yang
diberikan yakni kombinasi antara ACT dan Primakuin.
1) Artemisin Combination Therapy (ACT)
Merupakan kombinasi antara Dihidroartemisin dan Piperaquine diberikan
selama 3 hari. Dihirdroartemisin merupakan bentuk sintetik dari artemisin yang
dikembangkan dari ekstrak Artemisia annua. Obat ini merupakan salah satu terapi
antimalaria yang paling efektif terhadap plasmodium stadium seksual mapun
aseksual. Efek plasmosidal dapat ditemukan dalam beberapa menit setelah pemberian
pertama sehingga menimbulkan perbaikan klinis yang juga cepat (Cui, 2009).
Pada pasien dalam kasus ini dilakukan pemeriksaan apusan darah tebal dan
tipis secara berkala. Pada hari kedua setelah pemberian terapi sudah tidak ditemukan
P.vivax stadium seksual maupun aseksual di dalam darah. Hal ini sesuai dengan sifat
Dihirdroartemisin yang merupakan rapid plasmosidal pada parasite di darah.
Adapun dihidroartemisin memiliki masa tengah eliminasi (elimination half
life) yang tergolong cepat yakni kurang lebih satu jam. Hal ini dapat menurunkan
kemungkinan resistensi parasite yang tersisa terhadap dihidroartemisin. Namun hal ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya recrudescence pada pemberian terapi
dihidroartemisin jangka pendek (< 5 hari) (Meshnick, 1996).

2) Primakuin
Primakuin merupakan obat antimalaria golongan 8-aminoquinoline. Primakuin
memiliki kemampuan sebagai skizontosida di jaringan terutama di hepar. Mekanisme
kerja dari primakuin belum diketahui secara pasti. Namun beberapa penelitian
menyatakan bahwa primakuin dapat menghambat fungsi mitokondria dan
mencetuskan stress oksidatif pada plasmodium (Giovanella, 2015).
Kemampuan menyebabkan reaksi stress oksidatif membuat primakuin
memiliki efek samping berupa hemolisis. Oleh karena itu penggunaan primakuin
perlu mendapat pemantauan yang ketat terutama bila diberikan dengan dosis tinggi
seperti pasien pada kasus ini.
Salah satu kontraindikasi penggunaan primakuin ialah defisiensi G6PD. G6PD
merupakan suatu enzim yang diperlukan untuk mereduksi glutathione yang berfungsi
sebagai antioksidan terhadap radikal bebas. Penggunaan primakuin akan memicu
reaksi stress oksidatif dan pada penderita defisiensi G6PD fungsi glutathione sebagai
antioksidan akan terganggu. Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat
memicu hemolisis sel darah merah. Oleh karena itu jika memungkinkan pemeriksaan
fungsi G6PD sebaiknya dilakukan sebelum pemberian primakuin (Camarda, 2019).
Pada pasien dalam laporan ini tidak dapat dilakukan penapisan terkait
defisiensi G6PD. Oleh karena itu pemantauan tehadap tanda-tanda hemolisis
intravascular seperti hemoglobinuria terus dipantau pada pasien.

Faktor Resiko Relaps


Terdapat beberapa faktor determinan terjadinya relaps pada malaria yang diakibatkan oleh
Plasmodium vivax, antara lain:
1) Kegagalan terapi radikal
Terapi radikal untuk mencegah kekambuhan malaria akibat p. vivax dan p.
ovale menggunakan golongan obat 8-aminoquinoline seperti Primakuin dan
Tafenoquine. Adapun efikasi terapi sangat bergantung pada dosis total yang
diberikan. Ketidaktercapaian total dosis yang adekuat dapat disebabkan keraguan
dalam pemberian terapi primakuin dosis tinggi mengingat efek samping hemolisis
yang dapat terjadi.
Kegagalan terapi hipnozoitsida dengan primakuin secara ideal didefinisikan
sebagai rekurensi P. vivax setelah 28 hari paska terapi menggunakan kombinasi
primakuin dan skizontosida seperti ACT atau Chloroquine. Namun perlu dipastikan
pasien tidak memiliki resiko mengalami reinfeksi. Adapun cara pasti untuk
membedakan kegagalan terapi baik recrudescence maupun relaps dengan reinfeksi
memerlukan pemeriksaan molekuler yang penggunaan klinisnya terbatas (Ferreira,
2021).
Pasien pada kasus ini mengaku terakhir kali mengalami kekambuhan malaria
pada Oktober 2020 dan mengonsumsi obat tuntas hingga 14 hari. Adapun pasien
pindah ke Maumere sejak Februari 2021 yang merupakan daerah bebas malaria. Oleh
karena itu dapat diperkirakan bahwa infeksi P. vivax saat ini bukan merupakan suatu
infeksi baru melainkan suatu keadaan rekurensi dari infeksi sebelumnya.
Pada kasus yang telah dipaparkan, pasien mengaku telah beberapa kali
mendapatkan terapi malaria selama 14 hari dan tidak patuh pada pengobatan yang
diberikan. Oleh karena itu pasien dianggap telah menerima pengobatan yang adekuat
sesuai standar pengobatan malaria relaps.
Selain itu untuk mencapai efek terapeutik, primakuin terlebih dahulu perlu
diaktivasi oleh isoenzim 2D6 dari cytochrome P450 (CYP2D6). Adanya gangguan
fungsi dari CYP2D6 dapat menurunkan efektifitas pengobatan. Dalam hal ini belum
tersedia pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kemungkinan ini pada pasien.

2) Variasi fenotipik P. vivax


P. vivax merupakan jenis plasmodium dengan persebaran geografis terbesar di
dunia. Secara garis besar variasi P. vivax dibagi berdasarkan lokasi geografis yakni
‘Temperate zone type’ dan ‘Tropical zone type’ (White, 2011). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Hankey et al (1965) P. vivax zona tropis memiliki pola relaps
dengan frekuensi yang lebih sering.

Karakteristik kekambuhan P. vivax zona tropis sesuai dengan pasien dalam


kasus yang telah dipaparkan. Pasien mengaku sering mengalami kekambuhan malaria.
Pada tahun 2020 pasien mengaku 4 kali mengalami kekambuhan malaria meski telah
taat mengonsumsi obat.
Salah satu strain P. vivax zona tropis yang ditemukan di Papua ialah Chesson
strain. Penelitian oleh Coatney & Getz (1962) menyatakan bahwa Primakuin mampu
mengeradikasi P. vivax Chesson strain. Dalam dalam perkembangannya ditemukan
tingkat rekurensi yang tinggi pada manusia yang terinfeksi P. vivax Chesson strain
meski telah diberikan standar terapi Primakuin yang adekuat (Baird et al, 2014).

Trombositopenia pada Malaria


Trombositopenia dapat terjadi akibat penurunan produksi platelet maupun
peningkatan sekuestrasi. Pada orang dewasa trombositopenia didefinisikan sebagai
tromobosit < 15 x 103 uL namun keadaan ini jarang menimbukan gejala apabila angka
trombosit masih > 5 x 103 uL.
Pada pasien dalam laporan ini didapatkan adanya trombositopenia. Beberapa
patomekanisme yang menyebabkan terjadinya trombositopenia pada malaria antara lain:
1) Hipersplenisme
Lien memiliki peran untuk mengatasi parasitemia dengan cara fagositosis sel darah
merah yang terinfeksi Plasmodium. Disaat yang bersamaan hal ini juga dapat
menyebabkan sequestrasi platelet di lien sehingga dapat mencetuskan trombositopenia
(Lacerda et al, 2011).

2) Stress Oksidatif
Penelitian oleh Erel et al (1998) radikal bebas berperan dalam destruksi trombosit
pada infeksi malaria. Penelitian tersebut mengungkapkan adanya korelasi negatif
antara angka trombosit dengan lipid peroksidase (radikal bebas) dan korelasi negatif
dengan gluthation (anti-oxidant).

3) Supresi prosuksi bone marrow

Trombositopenia bukan merupakan kriteria malaria berat yang ditetapkan oleh WHO.
Namun beberapa peneltian mengungkapkan adanya korelasi antara derajat trombositopenia
dengan keparahan infeksi Plasmodium. Trombositopenia berat (angka trombosit < 50 000
platelet/ uL) pada P. falciparum dan P. vivax diasosiasikan dengan perdarahan dan
disseminated intravascular coagulation (DIC). Selain itu trombositpenia berat juga
berhubungan dengan mortalitas pada pasien malaria (Lampah, 2014). Penelitian oleh Lampah
et al (2014) menyatakan bahwa resiko mortalitas pada pasien malaria dengan angka trombosit
< 20.000 platelet/ uL meningkat yakni 5.6% pada malaria falciparum dan 3.6% pada malaria
vivax.s
DAFTAR PUSTAKA
Baird, J.K., Hoffman, S. (2014) Primaquine Therapy for Malaria, Clinical Infectious
Diseases, Volume 39, Issue 9, pp1336–1345.
Camarda, G., Jirawatcharadech, P., Priestley, R., Saif, A., March, S., & Wong, M. et al.
(2019). Antimalarial activity of primaquine operates via a two-step biochemical
relay. Nature Communications, 10(1). doi: 10.1038/s41467-019-11239-0
Chu CS, White NJ. Management of relapsing Plasmodium vivax malaria. Expert Rev Anti
Infect Ther. 2016 Oct;14(10):885-900. doi: 10.1080/14787210.2016.1220304. Epub
2016 Aug 31. PMID: 27530139; PMCID: PMC5039400.
Cui, L., & Su, X. Z. (2009). Discovery, mechanisms of action and combination therapy of
artemisinin. Expert review of anti-infective therapy, 7(8), 999–1013.
https://doi.org/10.1586/eri.09.68
Erel O, Kocyigit A, Bulut V, Avci S, Aktepe N. Role of lipids, lipoproteins and lipid
peroxidation in thrombocytopenia in patients with vivax malaria. Haematologia
(Budap). 1998;29(3):207-12
Ferreira, M., Nobrega de Sousa, T., Rangel, G., Johansen, I., Corder, R., Ladeia-Andrade, S.,
& Gil, J. (2021). Monitoring Plasmodium vivax resistance to antimalarials: Persisting
challenges and future directions. International Journal For Parasitology: Drugs And
Drug Resistance, 15, 9-24. doi: 10.1016/j.ijpddr.2020.12.001
Gatton ML. Costs to the patient for seeking malaria care in Myanmar. Acta
Trop. 2004;92(3):173–177
GIOVANELLA, F., FERREIRA, G., PRÁ, S., CARVALHO-SILVA, M., GOMES, L., &
SCAINI, G. et al. (2015). Effects of primaquine and chloroquine on oxidative stress
parameters in rats. Anais Da Academia Brasileira De Ciências, 87(2 suppl), 1487-
1496. doi: 10.1590/0001-3765201520140637\
Hankey DD, Jones R Jr, Coatney OR, Alving AS, Coker WO, Garrison PL, Donovan WN:
Korean vivax malaria. I. Natural history and response to chloroquine. Am J Trop Med
Hyg 1953, 2:958-969.
Lacerda MV, Mourão MP, Coelho HC, Santos JB. Thrombocytopenia in malaria: who cares?
Mem Inst Oswaldo Cruz. 2011 Aug;106 Suppl 1:52-63. doi: 10.1590/s0074-
02762011000900007
Lampah, D. A., Yeo, T. W., Malloy, M., Kenangalem, E., Douglas, N. M., Ronaldo, D.,
Sugiarto, P., Simpson, J. A., Poespoprodjo, J. R., Anstey, N. M., & Price, R. N.
(2015). Severe malarial thrombocytopenia: a risk factor for mortality in Papua,
Indonesia. The Journal of infectious diseases, 211(4), 623–634.
https://doi.org/10.1093/infdis/jiu487
Meshnick, S. R., Taylor, T. E., & Kamchonwongpaisan, S. (1996). Artemisinin and the
antimalarial endoperoxides: from herbal remedy to targeted
chemotherapy. Microbiological reviews, 60(2), 301–315.
https://doi.org/10.1128/mr.60.2.301-315.1996
Talapko, J., Škrlec, I., Alebić, T., Jukić, M., & Včev, A. (2019). Malaria: The Past and the
Present. Microorganisms, 7(6), 179. https://doi.org/10.3390/microorganisms7060179
White, N. (2011). Determinants of relapse periodicity in Plasmodium vivax malaria. Malaria
Journal, 10(1). doi: 10.1186/1475-2875-10-297
World Health Organization . World Malaria Report 2020. sWHO; Geneva, Switzerland: 2020

Anda mungkin juga menyukai