Anda di halaman 1dari 57

CV DR. RICKE LOESNIHARI, M.KED (CLIN-PATH), SP.

PK(K)
IDENTITAS PRIBADI
NAMA : DR. RICKE LOESNIHARI, M.KED (CLIN-PATH), SP.PK(K)
TEMPAT, TANGGAL LAHIR : GRESIK, 25 AGUSTUS 1961
AGAMA : ISLAM
PEKERJAAN : DOSEN PATOLOGI KLINIK
JABATAN FUNGSIONAL : LEKTOR
EMAIL: : LOESNIHARI@YAHOO.CO.ID
RIWAYAT PENDIDIKAN
DOKTER UMUM FK – UNAIR LULUS TAHUN 1988
DOKTER SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FK – USU LULUS TAHUN 1999
KONSULTAN PENYAKIT INFEKSI FK – USU LULUS TAHUN 2007
MAGISTER KEDOKTERAN FK – USU LULUS TAHUN 2013
RIWAYAT PEKERJAAN
KETUA DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIS FK – USU SEJAK 2017 S/D SEKARANG
KETUA KOMITE PPI RSUP H. ADAM MALIK SEJAK 2017 S/D SEKARANG
Peran laboratorium dalam
diagnosa dan Penatalaksanaan
Penyakit tropik dan Infeksi

Dr Ricke Loesnihari, Mked(Clin-Path),


SpPK(K)
Pendahuluan

• Penyakit infeksi disebabkan oleh 4 kelompok Mikroorganisme


yaitu:
Bakteri
Virus
Parasit
Jamur
• Patogenesa penyakit infeksinya sangat berbeda sehingga
penentuan pemeriksaan laboratorium sangat tergantung
mikroorganisme penyebab
• Pada Penyakit infeksi tanda dan gejala penyakit sangat
bervariasi meskipun disebabkan oleh mikroorganisme yang
sama
Tata laksana pemeriksaan laboratorium
• Kolonisasi dan infeksi pada seseorang bisa tidak dijumpai gejala
klinis
• Dokter klinisi mampu memilih pemeriksaan laboratorium dan
pengelolaan spesimen yang sesuai untuk dugaan infeksi pada
pasien. Selain itu laboratorium bekerja berdasarkan SPO yang
ada untuk mendapatkan hasil optimal dan saling berkomunikasi
terhadap hasil tes
• Metode pemeriksaan laboratorium bisa dengan beberapa metode
atau kombinasi seperti pemeriksaan langsung, kultur, deteksi
antigen, deteksi antibodi dan tehnik amplifikasi untuk deteksi gen
secara otomatik
Pemeriksaan laboratorium Mikrobiologi
• Pelayanan Mikrobiologi memiliki tingkat kesulitan yang tinggi baik
dalam hal tatalaksananya maupun biaya peralatan/reagen
• Pemeriksaan laboratorium untuk diagnostik penyakit infeksi tidak
selalu tersedia di suatu laboratorium
• Tehnik pemeriksaan sangat beragam dari yang sederhana sampai
yang membutuhkan peralatan canggih
• Kwalitas hasil pemeriksaan secara langsung berhubungan dengan
integritas sampel
Lanjutan…….

• Identifikasi pasien yang benar dan pemberian label merupakan


tahap yang kritis dari keseluruhan proses
• Penatalaksanaan spesimen dan pengiriman tepat waktu untuk
menjamin bahan dalam sampel tetap stabil dan hasil yang
akurat
• Pemilihan spesimen untuk pemeriksaan sesuai dengan proses
penyakit dan diambil dalam jumlah yang cukup
Lanjutan……

• Jumlah mikroorganisme dalam cairan tubuh sangat bervariasi


dari 1 - 108 atau 1010 CFU.
• Penggunaan swab mengakibatkan kekurangan sampel
sehingga kurang akurat sehingga untuk sampel di kulit atau
membran mukosa
• Tindakan aspirasi atau insisi jaringan secara aseptik seperti
pada transtracheal, cairan otak, transudat/eksudat, urin dan
spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik
Peralatan pemeriksaan

• Mikroskop binokuler memiliki pembesaran 10x, 40x dan 100x


dengan minyak emersi dengan okuler 10x untuk preparat
basah, lapangan gelap dan bisa menggunakan filter florescen
(FITC atau Rodamin) untuk meningkatkan sensitivitas
• Alat kultur semi otomatis dan otomatis baik untuk jamur
maupun bakteri
• Alat ELISA / EIA untuk deteksi antigen / antibodi dalam serum
atau cairan tubuh pasien
• Alat PCR manual / otomatik untuk deteksi gen dari
Mikroorganisme
Spesimen
• Bahan pemeriksaan untuk diagnosa infeksi sangat
beragam yaitu darah, cairan tubuh, urine, feces, sputum,
sekret, abses atau kerokan kulit
• Pengambilan sampel yang tepat dan penanganannya
sampai pengiriman bahan ke laboratorium rujukan mrpk
hal yang penting untuk optimalisasi hasil pemeriksaan
• Rekomendasi untuk pengambilan sampel, penyimpanan
dan pengiriman thd pemeriksaan deteksi Antibodi dalam
serum stabil pada suhu 2 – 6.0° C atau dibekukan pada
suhu ≤ -15.0° C dan ≤ -60.0° C untuk kultur Virus (alpha
herpes viruses)
Tahapan pemeriksaan

Kultur bakteri umumnya diinkubasi


pada suhu 35 - 37°C dengan suasana
aerob, ditambahkan CO2 3-10%,
microaerophilic dan anaerob
tergantung tipe bakterinya. Okulasi
spesimen pada media diferensial dan
media selektif
Kriteria penolakan spesimen Mikrobiologi

• Sampel yang diterima tidak ada kesesuaian wadah dengan jenis


sampel terutama untuk pemeriksaan kultur
• Sputum, urine dan faeces yang diambil > 2 jam saat diterima di
laboratorium
• Menggunakan Culture Swab PlusTM tunggal untuk lebih dari satu tipe
kultur atau swab tunggal untuk pemeriksaan kultur dan pewarnaan
Lanjutan…..

• Label Spesimen tidak lengkap ( nama lengkap, nomor, tanggal,


waktu pengambilan, tehnisi, jenis spesimen, tempat
pengambilan dan sumber sampel)
• Spesimen datang tanpa disertai lembar permintaan
• Media transport retak/pecah saat kemasan dibuka
Mutu pelayanan Mikrobiologi

• Tatalaksana terhadap spesimen mulai dari pengambilan,


pengelolaan, pengiriman dan penyimpanan sangat bervariasi
dan tergantung jenis pemeriksaan
• Laboratorium menetapkan Kebijakan dan SPO terhadap semua
spesimen dan semua pemeriksaan mikrobiologi
• Laboratorium harus melaksanakan pemantapan mutu internal
dan mengikuti pemantapan mutu eksternal
Infeksi Bakteri

• Merupakan penyebab infeksi terbanyak misalnya pada sistem


pernafasan, saluran cerna, saluran kemih, sirkulasi darah dan
saluran genital
• Pemeriksaan laboratorium secara bakteriologi dan non
bakteriologi (serologi dan molekuler)
Struktur bakteri
• appendages (melekat pada permukaan sel): flagella dan pili
(atau fimbriae)
• cell envelope tdd capsule, cell wall dan plasma membrane
• cytoplasmic region berisi chromosome (DNA) dan ribosomes
dan bbrp inclusions
Pemeriksaan infeksi Bakteri

• Pemeriksaan langsung (dark-field)


• Pewarnaan (Gram, Ziehl Nielsen/BTA dan Giemsa)
• Kultur (aerob dan anaerob)
• Serologi (ELISA/EIA dan Aglutinasi)
• Molekuler (PCR)
Deteksi motilitas bakteri
1. Flagellar stains
dapat mendeteksi flagella dan menunjukkan pola
distribusi karena bakteri yang berflagella tentu
bergerak
2. Motility test medium
menunjukkan bakteri dapat berenang pada media
semisolid dengan inokulasi bakteri membentuk
garis lurus dengan jarum dan setelah inkubasi
terbentuk awan atau kekeruhan jauh dari garis
okulasi
3. Direct microscopic observation
gerakan bakteri pada sediaan basah (maju
mundur atau berputar)
Pewarnaan Gram
(Characteristics of typical bacterial cell structures )
Structure Function Predominant chemical
composition
Gram- Peptidoglycan (murein) Prevents osmotic lysis
positive complexed with teichoic of cell protoplast and
bacteria acids confers rigidity and
shape on cells

Gram- Peptidoglycan prevents Peptidoglycan (murein)


negative osmotic lysis and confers surrounded by
bacteria rigidity and shape; outer phospholipid protein-
membrane is permeability lipopolysaccharide
barrier; associated LPS "outer membrane"
and proteins have various
functions
Salmonella enterica. Salmonella is an enteric bacterium related to
E. coli. The enterics are motile by means of peritrichous flagella.
Capsules

Bacterial capsules outlined by India ink viewed by light


microscopy. This is a true capsule, a discrete layer of
polysaccharide surrounding the cells. Sometimes
bacterial cells are embedded more randomly in a
polysaccharide matrix called a slime layer or biofilm.
• Fungsi kapsul menghambat proses fagositosis oleh sistem imun (sel
darah putih)
• Misal bakteri patogen pada manusia : Streptococcus pneumoniae
(lobar pneumonia), Bacillus anthracis (anthrax), dan Neisseria
meningitidis (meningitis)
Bacterial endospores. Phase microscopy of sporulating
bacteria demonstrates the refractility of endospores,
as well as characteristic spore shapes and locations
within the mother cell
Pewarnaan Ziehl Nielsen/BTA

• Prinsip pewarnaan pada ketahanan dinding sel bakteri terhadap


alkohol asam
• Pemeriksaan BTA 3x masih digunakan untuk diagnostik MTB,
tetapi bila akses pemeriksaan geneExpert tersedia maka untuk
Follow up hasil pengobatan dan untuk diagnostik NTM (Non
Tubercullosis Mycobacterium)
Lanjutan…..

BTA tidak dapat dibedakan MTB


dengan M. leprae
Pemeriksaan Kultur dan Sensitiviti

• Kultur menggunakan media yang bervariasi tergantung jenis


spesimen, bakteri yang akan dicari atau sifat pertumbuhannya.
Pada media non selektif akan lebih banyak bakteri yang
tumbuh.
• Identifikasi bakteri berdasarkan morfologi koloni, warna koloni
dan perubahan pada media oleh karena penggunaan
karbohidrat atau bahan lain, aktivitas enzim.
• Kepekaan terhadap antibiotik dilakukan secara in vitro untuk
menentukan sensitiviti atau resistensinya.
Lanjutan…..

• Jumlah bakteri pada spesimen sangat bervariasi sehingga


sebelum dilakukan kultur pada media semisolid dimasukkan
media cair untuk meningkatkan jumlah bakteri atau untuk
menghambat bakteri flora normal yang akan mengganggu
pertumbuhannya.
• Misalnya untuk mendapatkan hasil BTA positif diperlukan 104
CFU/ml sputum. Maka sputum yang representatif merupakan
keharusan
Pembuatan kultur

Untuk penghitungan jumlah koloni pada


kultur Urin, BAL dan cairan Sperma
Tes kepekaan antibiotik

Metode dilusi dan metode difusi


Pemeriksaan serologi

• Untuk deteksi spesifik antibodi (IgM, IgG atau IgA) atau antigen
pada spesimen
• Pemeriksaan Antibodi IgM dan IgG spesifik (metode aglutinasi
dan metode ELISA)
• Pemeriksaan antibody IgA spesifik untuk mendeteksi infeksi
pada saluran cerna (H. pylori)
Lanjutan……
• Deteksi antigen Mikroorganisme secara imunologi menggunakan
aglutinasi partikel lateks, koaglutinasi dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA)
• Saat ini ELISA sering digunakan untuk deteksi Antigen-specific
antibody pada solid phase (lateks/metal bead/ lapisan sumur) maka
antigen atau antibodi di dalam serum akan terdeteksi
• Untuk deteksi antibodi maka reagen mengandung antigen berlabel
enzim untuk diinkubasi. Selanjutnya dilakukan pencucian untuk
menghilangkan antibodi non spesifik atau kelebihan antigen.
Pemberian substrat yang akan dirubah oleh enzim menjadi
berwarna dan dibaca dengan spectrofotometer
Infeksi Virus

• Virus tdd DNA maupun RNA dan dikelompokan menjadi :


(Baltimore classification)
I. dsDNA virus
II. ssDNA virus
III. dsRNA virus
IV. (+)ssRNA virus
V. (-)ssRNA virus
VI. ssRNA-RT virus
VII. dsDNA-RT virus
Komponen virus
a. Envelope:
Protein envelope virus menggantikan bbrp protein membran
sel penjamu, sebagian protein berikatan dengan capsid dan
ada yg tetap terekspos (menonjol)
b. Capsid:
1. helical capsid – capsomer bentuk batang menyerupai
gelang dengan asam nukleat ditengah: influenza, measles,
mumps & rabies
2. icosahedral (20-sided) capsid –polihedron dgn 20 triangular
dan 12 sudut
c. Nucleic acid: molekul ds-DNA atau ss-RNA dapat menjadi
ss-DNA atau ds-RNA
d. Enzyme: menggunakan sel penjamu untuk bereplikasi
Pemeriksaan Infeksi Virus

• Tehnik kultur memerlukan sel hidup


a. Dari hewan atau tumbuhan
b. Kultur sel atau jaringan sel penjamu dijumpai plaques
pada area yg rusak
• Pemeriksaan sel yg terinfeksi dgn Mikroskop elektron
• Pemeriksaan Serologi untuk mendeteksi Antibodi atau
Antigen. Merupakan pemeriksaan diagnostik yang sering
dikerjakan
Lanjutan….

• Pemeriksaan Molekuler
- PCR = polymerase chain reaction, mendeteksi dan
menggandakan DNA atau RNA dalam waktu singkat
- selain untuk diagnostik juga untuk follow up pengobatan
• Isolasi Virus pada hewan seperti tikus, kelinci atau hamster
• Beberapa Virus tidak dapat dikultur seperti Virus Hepatitis maka
deteksinya secara serologi baik antigen maupun antibodinya.
Pemeriksaan Serologi

• Merupakan pemeriksaan yang biasanya tersedia dilaboratorium


• Pemeriksaan antibodi IgM dan IgG spesifik bisa mendeteksi
adanya infeksi Virus meskipun interpretasi hasil bervariasi
• Contoh marker Hepatitis B: HBsAg, Anti HBs, Anti HBc, HBeAg,
dan Anti HBe
Infeksi Parasit

• Penyebab infeksi parasit tersering adalah Cacing (saluran


cerna), Malaria dan Filaria (sirkulasi darah) serta
Toxoplasmosis (jaringan/organ)
• Penyakit menular seksual misalnya Trichomonas atau Giardia
• Parasit memiliki siklus hidup seksual dan aseksual sehingga
deteksi adanya infeksi parasit bervariasi tergantung stadiumnya
Pemeriksaan Infeksi Parasit

• Pemeriksaan langsung dengan mikroskop


• Pewarnaan Giemsa dan Ziehl-Nielsen
• Pemeriksaan kultur tidak dilakukan untuk pelayanan ke Pasien
• Pemeriksaan serologi untuk deteksi antigen maupun antibodi
• Pemeriksaan molekuler
Lanjutan….

• Pemeriksaan langsung pada spesimen faeces untuk mencari


telur cacing seperti Ascaris, cacing tambang dan trichiuris atau
larva dari strongyloides atau Amoeba
• Pewarnaan Giemsa untuk deteksi plasmodium dan filaria
• Pewarnaan Ziehl-Nielsen untuk Cryptosporidium
Toxoplasma gondii/ Giemsa

Cryptosporidium/
Ziehl-Nielsen

Larva Rhabditiform
Strongyloides stercoralis
Giardia intestinalis

Plasmodium
falciparum/giemsa
Pemeriksaan serologi
• Pemeriksaan serologi sebagai pemeriksaan alternatif bukan standar
baku
• ICT Malaria untuk deteksi Antigen pada sampel darah untuk
memperbaiki sensitivitas tetes tebal atau hapusan darah tepi yang
merupakan standar baku emas, tetapi tidak untuk folow up
• Deteksi Antibodi Toxoplasma (IgA, IgM dan IgG) karena trophozoite
sulit dideteksi
Infeksi Jamur

• Beberapa Jamur (Candida sp.) sebagai mikroorganisme


komensal di permukaan tubuh, rongga mulut, saluran cerna
dan saluran vagina
• Mold mrpk jamur multiselular yg tumbuh dengan membentuk
filamen (hypahe)
• Ggn oleh jamur terhadap kesehatan melalui proses alergi,
infeksi dan keracunan. Sekitar 10% populasi alergi thd jamur
dan hanya setengahnya menunjukkan gejala klinis
Jenis infeksi

• Infeksi jamur superfisial: Tinea pedis (kaki), Tinea cruris


(abdomen), Tinea corporus (tubuh) atau Tinea onchomycosis
(kuku)
• Infeksi Jamur profunda : Blastomyces, Coccidioides,
Cryptococcus, dan Histoplasma
• Dimorphism merupakan bentuk trait dari jamur patogen. Pada
suhu 25C jamur tumbuh sebagai mold dan pada suhu 37C
tumbuh sebagai yeast
• Infeksi jamur masih sebagai penyebab kesakitan dan kematian
yang penting pada kasus pembedahan, pasien kritis, pasien
transplantasi dan pada neonatus yang rentan
Klasifikasi Penyakit

1. Superficial (Pityriasis versicolor, Tinea nigra)

2. Cutaneous (Dermatophytosis)
3. Subcutaneous (Sporotrichosis)
4. Sistemik
a. Primary (Coccidioidomycosis,
Histoplasmosis, Blastomycosis,
Cryptococcosis)
b. opportunistic (Candidiasis, Aspergillosis,
Mucormycosis)
Pemeriksaan Infeksi Jamur

Direct smear (cotton blue, KOH, methenamine


silver stain, periodic acid-Schiff stain)
Kultur (slide culture, birdseed agar untuk
Cryptococcus, dermatophyte test medium,
Sabouraud dextrose agar, tes biokimiawi)
Pemeriksaan Serologi untuk mendeteksi
Candidemia pada infeksi jamur profunda
Lanjutan…..

• Cryptococcus neoformans (EIA untuk capsular Ag dalam serum


maupun cairan otak, latex agglutination untuk Antigennya, tube
agglutination untuk konsentrasi Ag yg rendah)
• Coccidioides immitis (latex agglutination untuk Ab,
immunodiffusion untuk Ab, complement fixation [CF] untuk Ab
maupun Ag mycelial).
Pemeriksaan kultur

• Media Sabouraud yang sering digunakan untuk kultur infeksi jamur


superfisial
• Media diinkubasi pada suhu 25-270C dan dinyatakan tidak tumbuh
setelah sepuluh hari
• Koloni yang tumbuh diwarnai dengan lactophenol cotton blue
(preparat basah)
A. flavus, A. fumigatus
dan A. nigra

C. albicans pada suhu 30C dan agar


glukosa pepton warna koloni putih
atau krem, halus kd kasar

Candida morphology on cornmeal agar


a = albicans, t=tropicalis, k=krusei, l=lusitaniae, g=glabrata,
p=parapsilosis; chl=chlamydospore
Pemeriksaan Molekuler
• Untuk semua penyebab infeksi terutama bakteri dan virus
• Tehnik pemeriksaan molekuler berguna untuk studi epidemiologi
dan tehnik diagnostik bila mikroorganisme tersebut sulit dilakukan
pembiakan
• Amplifikasi asam nukleat oleh PCR digunakan untuk diagnosa
infeksi dengan mendeteksi adanya mikroorganisme pada sampel
• Pemeriksaan molekuler telah menjadi pemeriksaan baku emas
untuk mikroorganisme tertentu dan saat ini telah berkembang
dengan pesat
Prinsip pemeriksaan PCR

• Tehnik PCR tdd 3 proses/tahapan yaitu: denaturasi,


annealing/penempelan dan elongation/pemanjangan dengan
suhu yg bervariasi.
• Jumlah siklus tgt jumlah target yg ada dan efisiensi dari reaksi.
Siklus yg optimal memudahkan visualisasi hasil dan
menghindari fase plateau dari reaksi
• Hasil lebih cepat dari kultur dan mampu mendeteksi strain dari
bakteri maupun virus
Keterbatasan Metode PCR

• Sangat tergantung kualitas primer


• Pencampuran reagen yg optimal diperlukan untuk menghindari
terjadinya amplifikasi yg tidak simultan
• Kontaminasi hasil dihindari dengan melakukan dekontaminasi
seluruh area PCR secara rutin
• Penggunaan kontrol yg tidak tepat akan mengakibatkan variasi
antar sampel
Indikasi pemeriksaan PCR
• HBV DNA
• HCV RNA
• HIV RNA
• DENV RNA
• M. tuberculosa
• Chlamydia sp
• N. Gonorrhoeae
• Plasmodium
PCR Plasmodium
Interpretasi hasil PCR
• Masalah besar jika ada hasil yang false-positive. Yaitu adanya
kontaminasi sampel oleh pemeriksaan sebelumnya, adanya target
asam nukleat pada spesimen dan spesifisitas rendah yg tak
diharapkan dalam protokol PCR
• Deteksi kontaminasi menggunakan reaksi blank yg multipel dan
hasil positif dengan pemeriksaan ganda
Kelebihan dan kelemahan tehnik PCR

• Tehnik PCR untuk diagnostik sangat sensitif dan dengan primers yg


spesifik menghasilkan diagnostik yang cepat dibanding tehnik kultur
• Penanganan untuk meminimalisir kontaminasi menjadi hal yang
utama karena dapat mencegah hasil false-positif
• Prasarana dan sarana untuk tehnik PCR harus memenuhi standar
yaitu pemisahan ruang pada setiap tahapan pemeriksaan
Kesimpulan

• Pemeriksaan diagnostik laboratorium untuk penyakit infeksi


merupakan upaya yang harus dilakukan untuk keberhasilan
pengobatan
• Pemilihan spesimen dan metode pemeriksaan berdasarkan tanda dan
gejala klinis atau faktor resiko
• Pemeriksaan kultur untuk pemberian antibiotik harus rasional
sehingga tidak terjadi resistensi tetapi untuk anti jamur masih banyak
yang sensitif demikian juga dengan anti Virus.

Anda mungkin juga menyukai