Anda di halaman 1dari 38

1

PENYAKIT HEMOFILIA DI INDONESIA: MASALAH DIAGNOSTIK DAN PEMBERIAN KOMPONEN DARAH


Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 24 Agustus 2006

Oleh: ADI KOESOEMA AMAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

Bismillahirahmanirrahim Yang saya hormati, Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Bapak/Ibu Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Para Ketua Lembaga dan Unit Kerja di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Para Staf Pengajar/Dosen dan Karyawan di lingkungan Universitas Sumatera Utara Bapak dan Ibu para undangan, keluarga, teman sejawat, adik-adik mahasiswa, dan hadirin yang saya muliakan.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Pertama-tama perkenankanlah saya pada hari yang sangat berbahagia ini mengucapkan Alhamdullillah disertai puji dan syukur saya yang sedalamdalamnya kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya khususnya kepada saya dan keluarga serta kepada para hadirin sekalian sehingga kita pada hari ini masih tetap dalam keadaan sehat walafiat, diberinya kekuatan, kesempatan, dan keringan langkah untuk dapat bersama-sama hadir dan berkumpul di ruangan yang megah ini, serta dibarengi salawat dan salam, saya sampaikan keharibaan yang mulia junjungan Nabi Besar Muhammad SAW semoga nantinya kita akan mendapat syafaat darinya di kemudian hari, Amin. Bersama ini juga saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, oleh karenanya saya mohon keizinan dari bapak, ibu, dan hadirin sekalian untuk dapat menyampaikan pidato pengukuhan saya dengan judul: PENYAKIT HEMOFILIA DI INDONESIA: MASALAH DIAGNOSTIK DAN PEMBERIAN KOMPONEN DARAH

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN Hadirin yang saya muliakan, Sebagai latar belakang saya memilih judul ini adalah dengan pertimbangan bahwa penyakit hemofilia merupakan penyakit keturunan, dengan manifestasi berupa gangguan pembekuan darah, yang sudah sejak lama dikenal di belahan dunia ini termasuk juga di Indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan khususnya masalah diagnostik dan besarnya biaya perawatan penderita khususnya pemberian komponen darah sehingga sangat memberatkan penderita ataupun keluarganya. Penyakit hemofilia bila ditinjau dari kata demi kata: hemo berarti darah dan filia berarti suka, hemofilia berarti penyakit suka berdarah. Di daratan Eropa hemofilia ini sudah dikenal sejak beberapa ratus tahun yang lalu, penderitanya banyak dari keluarga bangsawan-bangsawan kerajaan di Eropa sedang di Amerika penyakit ini pertama kali ditemukan sekitar awal tahun 1800 pada seorang anak laki-laki yang diturunkan dari ibu dengan carier hemofilia. Dugaan adanya penurunan secara genetik hemofilia pertama kali dikenal pada massa Babylonia, ketika seorang pendeta memberikan izin untuk dilakukan sirkumsisi (sunatan) pada seorang anak lakilaki dari seorang wanita yang diketahui merupakan pembawa hemofilia (carier hemofilia), akibatnya terjadi perdarahan yang berat dan mengakibatkan kematian. Kemudian undang-undang bangsa Yahudi yang ditulis 1500 tahun yang lalu melarang dilakukan sirkumsisi pada anak laki-laki bila ada saudara laki-laki lainnya mempunyai tendensi mudah berdarah bila dilakukan sirkumsisi. Berdasarkan hal tersebut baru diketahui bahwa bila anak laki-laki dan saudara anak laki-laki tersebut mempunyai masalah perdarahan maka anak laki-laki tersebut juga akan mempunyai problem dan risiko perdarahan yang hampir sama. Kita kenal ada dua jenis hemofilia yaitu hemofilia A (klasik hemofilia) akibat kekurangan F VIII dan hemofilia B (christmast disease) akibat kekurangan F IX, nama christmast disease diberikan untuk mengenang seorang anak laki-laki yang diambil dari nama belakangnya yang pertama sekali menderita defisiensi F IX. Pada keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada pembuluh darah besar atau pembuluh darah halus/kapiler yang ada pada jaringan lunak maka sistem pembekuan darah/koagulation cascade akan berkerja dengan mengaktifkan seluruh faktor koagulasi secara beruntun sehingga akhirnya terbentuk gumpalan darah berupa benangbenang fibrin yang kuat dan akan menutup luka atau perdarahan, proses ini berlangsung tanpa pernah disadari oleh manusia itu sendiri dan ini berlangsung selama hidup manusia. Sebaliknya pada penderita hemofilia

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

akibat terjadinya kekurangan F VIII dan F IX akan menyebabkan pembentukan bekuan darah memerlukan waktu yang cukup lama dan sering bekuan darah yang terbentuk tersebut mempunyai sifat yang kurang baik, lembek, dan lunak sehingga tidak efektif menyumbat pembuluh darah yang mengalami trauma, hal ini dikenal sebagai prinsip dasar hemostasis.

Bapak dan Ibu serta hadirin yang saya muliakan, II. GAMBARAN HEMOFILIA DI INDONESIA Secara epidemiologi dikatakan bahwa angka kejadian hemofilia A berkisar yang paling rendah 1 per 20.000 populasi dan yang tertinggi 1 per 10.000 populasi, hemofilia A jauh lebih banyak dibandingkan dengan penderita hemofilia B, angka kejadian hemofilia B biasanya kurang dari seperlima hemofilia A, hemofilia dapat terjadi pada semua suku bangsa dan semua data laporan dari World Federation of Haemofilia (WFH) 2002 tercatat jumlah penderita hemofilia yang terdaftar hanya 150 penderita, namun sejak tahun 2005 setelah terbentuk organisasi Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) di Jakarta pendataan penderita sudah mulai terorganisir. Berdasarkan data terakhir dari Yayasan Hemofilia Indonesia/HMHI Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari 30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi hemofilia hanya mencapai 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita hemofilia 21.000 orang. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan jumlah penderita terbanyak yang terdata di HMHI yaitu dengan jumlah penderita 257 orang dengan jumlah penduduk 8,7 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 29,5/1 juta populasi (0,29/10.000 populasi), diikuti Sumatera Utara 154 penderita dengan jumlah penduduk 12,1 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 12,8/1 juta populasi (0,128/10.000 populasi), Jawa Tengah 122 penderita dengan jumlah penduduk 32,5 juta jiwa (BPS, 2004) prevalensinya 3,7/1 juta populasi atau 0,037/10.000 populasi, Jawa Barat 106 penderita, jumlah penduduk 38,6 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 2,75/1 juta populasi atau 0,027/10.000 populasi, Jawa Timur 92 penderita dengan jumlah penduduk 26,4 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 2,52/1 juta populasi atau 0,052/10.000 populasi), beberapa provinsi berikut

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

ini mempunyai data penderita hemofilia di bawah 50 orang di antaranya yaitu Sumatera Selatan 42 penderita dengan jumlah penduduk tahun 2004 sebanyak 6,6 juta, prevalensinya 6,36/1 juta populasi (0,063/10.000 populasi), Banten 33 penderita dengan jumlah penduduk tahun 2004 sebanyak 9,1 juta, prevalensinya 3,63/1 juta populasi (0,036/10.000 populasi), dan Yogyakarta 25 penderita dengan jumlah penduduk tahun 2004 sebanyak 3,2 juta populasi, prevalensinya 7,8/1 juta populasi (0,078/10.000 populasi), ada 6 provinsi yaitu Provinsi Bali, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Lampung, Sulawesi Selatan dengan jumlah penderita yang terdata di bawah 10 orang, kemudian 5 provinsi yaitu Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawasi Utara dengan jumlah penderita yang terdata hanya di bawah 5 orang serta ada 2 provinsi yaitu Provinsi Bengkulu dan Provinsi Papua jumlah pasien yang terdata masing-masing hanya 1 orang. Daerah Sumatera Utara dengan jumlah penduduk 12,1 juta jiwa secara epidemiologi diperkirakan jumlah penderita hemofilia di Sumut 1200 orang namun kenyataannya jumlah penderita hanya 154 orang, berarti prevalensi hemofilia 12,8/1 juta populasi (0,128/10.000 populasi), menunjukkan angka yang masih sangat rendah namun berada di atas angka prevalensi secara nasional, berarti di Sumatera Utara penderita undiagnosed hemofilia mencapai 1046. Ternyata dari 154 penderita di Sumatera Utara ada 70 penderita yang berdomisili di Kotamadya Medan, saat ini jumlah penduduk Kotamadya Medan 2.010.676 populasi, prevalensi hemofilia khususnya di Medan adalah 34,8/1.000.000 populasi, angka ini jauh lebih tinggi dari prevalensi di Sumatera Utara namun bila berdasarkan prediksi epidemiologi seharusnya jumlah penderita hemofilia di Medan berkisar 200 orang, berarti penderita hemofilia yang tidak terdiagnosa (undiagnosed hemofilia) di Medan mencapai 130 orang. Berdasarkan data-data tersebut di atas menunjukkan bahwa prevalensi hemofilia di masing-masing provinsi di Indonesia sangat bervariasi dan masih sangat kecil sekali. Perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan prevalensi hemofilia di Medan/Sumatera Utara khususnya dan di Indonesia pada umumnya di antaranya: 1). Meningkatkan kemampuan dan keterampilan (skill) dari teknisi dalam hal melakukan pemeriksaan penyaring hemostasis, serta melengkapi peralatan dan reagent yang perlu untuk pemeriksaan penyaring hemostasis di laboratorium klinik di RSU kabupaten/kotamadya, dan bila perlu dilengkapi dengan peralatan dan reagent pemeriksaan F VIII dan IX, 2). Usaha mengurangi biaya pemeriksaan yang mahal harus ada bantuan subsidi dari pemerintah sehingga dapat terjangkau terutama oleh masyarakat kelas

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

bawah, 3). Meningkatkan pengetahuan dari para dokter di Puskesmas dan di RSU kabupaten/kotamadya dalam hal mengenali gejala-gejala awal klinis hemofilia, 4). Perlu sosialisasi registrasi penderita hemofilia pada petugas kesehatan baik di rumah sakit kabupaten/kotamadya dan di provinsi dan dilaporkan secara nasional ke HMHI Jakarta. Pada pengamatan kami ternyata rumah sakit-rumah sakit provinsi yang juga merupakan rumah sakit pusat pendidikan kedokteran seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Jawa Timur angka prevalensinya jauh di atas angka prevalensi daerah lainnya, hal ini disebabkan karena mereka mempunyai fasilitas pemeriksaan laboratorium yang cukup baik serta mempunyai tenaga-tenaga spesialis cukup terhadap hemofilia. Laporan dari World Federation of Hemophilia (WFH) tahun 2003 di beberapa negara berkembang seperti di India, Banglades, Pakistan, dan Indonesia masih mempunyai prevalensi yang sangat kecil berkisar antara 0,7/1 juta populasi seperti di Indonesia sampai 3,3/1 juta populasi di India, sedang di negara-negara maju seperti di USA, Inggris, Jerman, dan Australia mempunyai angka prevalensi berkisar antara 76/1 juta populasi di Australia sampai 104/1 juta di Inggris, di sini jelas terlihat bahwa penderita hemofilia yang tidak terdiagnosa jauh lebih kecil terutama di negara Inggris dengan prevalensi 1,04/10.000 populasi. Hasil survei dari World Federation of Hemophilia (WFH) 2003 saat ini diperkirakan hanya ada sekitar 320.000 orang penderita hemofilia di seluruh dunia tersebar di 86 negara yang mewakili hampir 4/5 penduduk dunia, prediksi secara epidemiologi seharusnya jumlah penderita hemofilia bisa mencapai 500.000 penderita dari lebih 5 milyar penduduk dunia. III. SIFAT GENETIKA DAN PENURUNANNYA Hemofilia A merupakan contoh klasik dari penyakit gangguan koagulasi yang diturunkan, berdasarkan genetika sifat penurunannya adalah secara X - linked recessive. Gen F VIII berlokasi pada lengan panjang kromosom X yaitu pada region Xq 2.6 kromosom X, terdiri dari 26 exons protein F VIII, termasuk juga: triplicated region A1A2A3, duplicated homology region C1C2, dan heavy glycosylated B domain, kesemuanya menjadi aktif setelah adanya aktivasi trombin, gen F VIII berfungsi mengatur produksi dan sintese F VIII. Bila kromosom X laki-laki mengalami kelainan sitogenetik maka gen F VIII orang tersebut tidak akan mampu memproduksi/sintese F VIII/F IX, sehingga dia akan mengalami manifestasi klinis hemofilia

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

(Gambar no: 2) (generasi I, nomor 1), namun penyakit hemofilia ini tidak akan diturunkan pada kedua anak laki-lakinya oleh karena masing-masing mempunyai 1 kromosom X normal dari ibunya dan 1 kromosom Y dari bapaknya (generasi II nomor 4 dan 5), tetapi dua anak wanitanya akan menderita carier hemofilia oleh karena keduanya masing-masing akan mendapat 1 kromosom X hemofilia dari bapaknya dan satu kromosom X normal dari ibunya (generasi II nomor 2 dan 3). Seorang wanita carier hemofilia akan menurunkan penyakit hemofilia pada 50% anak laki-laki (generasi ke III nomor 6 dan 7) dan 50% carier hemofilia pada anak perempuan (generasi III nomor 8 dan 9), perlu kita ketahui bahwa seorang anak perempuan bisa menderita hemofilia bila seorang wanita carier hemofilia kawin dengan seorang laki-laki penderita hemofilia (generasi IV nomor 10) hal ini mungkin sangat jarang terjadi, kecuali bila ada perkawinan antar-keluarga. Berat ringannya manifestasi klinis penderita hemofilia sangat bergantung sekali dengan adanya kelainan sitogenetik dari X kromosom, kelainan sitogenetik kromosom X pada penderita hemofilia bisa berupa adanya mutasi, delesi, inversi dari gen F VIII. Mutasi akan melibatkan terutama pada CpG dinukleotides gen F VIII dan kira-kira 5% pasien hemofilia A akan mengalami delesi dengan jumlah lebih besar 50 nukleotides pada gen F VIII. Pada saat ini diperkirakan hampir 80 95% dari penderita hemofilia A telah dapat dideteksi adanya mutasi gen faktor VIII dan hanya 2% saja penderita hemofilia A yang tidak dapat dideteksi adanya mutasi kode region dari gen F VIII, dikatakan juga bahwa hampir 40% penderita hemofilia A berat terjadi oleh karena adanya inversi pada lengan panjang kromosom X, introne 22 gen faktor VIII. Perlu menjadi perhatian kita bahwa hampir 30% penderita hemofilia tidak mengetahui adanya riwayat keluarga yang menderita hemofilia atau adanya keluhan gangguan pembekuan darah, dan munculnya manifestasi hemofilia pada orang ini mungkin disebabkan terjadinya mutasi yang spontan pada kromosom X. Penurunan secara genetik penderita hemofilia dapat kita kenali dan pelajari dari sejarah masa lalu para bangsawan keluarga kerajaan di daratan Eropa yang banyak menderita hemofilia dan carier hemofilia, terutama yang merupakan garis keturunan langsung dari Queen Victoria Ratu Inggris (lihat Gambar no: 3), berdasarkan garis keturunan keluarga Kerajaan Inggris Ratu Victoria merupakan penderita carier hemofilia, dari hasil perkawinannya dengan Pangeran Albert mereka dikaruniai seorang anak lakilaki yang menderita hemofilia yaitu Pangeran Leopold (lahir tahun

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

1853) dan dua orang anak perempuan dengan carier hemofilia yaitu Putri Alice (lahir tahun 1843) dan Putri Beatrice (lahir tahun 1857), kemudian banyak dari keturunan-keturunan langsung Putri Alice dan Beatrice serta Pangeran Leopold yang pada saat itu tersebar di beberapa negara Eropa seperti di Rusia, German, dan Spanyol yang menderita hemofilia, carier hemofilia, namun ada juga yang normal.

Para hadirin yang saya muliakan, IV. PERMASALAHAN PENANGANAN PENDERITA Permasalahan yang sering dihadapi oleh dokter yang bekerja menangani penderita hemofilia adalah: 1). Besarnya biaya serta kurangnya keterampilan teknisi untuk diagnostik pemeriksaan penyaring hemostasis, pemeriksaan F VIII dan F IX, 2). Biaya pemberian komponen darah seperti F VIII, F IX, dan kriopresipitat yang mahal, 3). Kurangnya perhatian bila ada gejala klinis awal hemofilia dari tenaga medis di puskesmas, 4). Belum adanya pelayanan terpadu hemofilia khususnya di rumah sakit pusat pendidikan. 1. Pemeriksaan Faktor Koagulasi Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan aktivitas dan jenis faktor koagulasi merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan diagnostik dan menentukan jenis hemofilianya, sebelum dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi sebaiknya perlu dilakukan pemeriksaan penyaring fungsi hemostasis karena hal ini merupakan langkah pertama kita menduga dan memprediksi kemungkinan adanya defisiensi dari faktor koagulasi. Pemeriksaan penyaring untuk menilai adanya kelainan fungsi pembekuan darah di antaranya yaitu: pemeriksaan massa prothrombin (PT), massa activated parsiel tromboplastin (aPT) dan massa thrombin (TT). Dugaan kemungkinan seseorang menderita hemofilia bila hasil pemeriksaan aPTT memanjang dari kontrol normal, hal ini merupakan indikasi bagi kita untuk melakukan pemeriksaan lanjutan F VIII dan F IX, bila pemeriksaan F VIII atau F IX hasilnya menunjukkan aktivitas yang menurun, maka ini merupakan petunjuk bahwa pasien menderita hemofilia A atau hemofilia B. Data dari HMHI Jakarta per Juli 2005 menunjukkan bahwa dari 895 penderita hemofilia hanya 219 penderita (25%) saja yang diketahui jenis hemofilia dan selebihnya sebanyak 676 penderita (75%) tidak diketahui jenisnya apakah hemofilia A atau hemofilia B, hal ini dapat dimungkinkan oleh karena tidak semua rumah sakit provinsi dan kabupaten/kotamadya

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

dapat melakukan pemeriksaan F VIII dan F IX. Dan dugaan kemungkinan adanya penurunan aktivitas F VIII dan F IX yaitu hanya berdasarkan hasil pemeriksaan penyaring aPTT yang memanjang secara bermakna dibandingkan hasil kontrol ditambah dengan gejala-gejala klinis pada penderita, akibat ketidakmampuan dalam menentukan aktivitas penurunan F VIII ataupun F IX maka tentunya kita tidak dapat menentukan jenis hemofilia dan tingkat keparahan penyakit hemofilia secara absolut apakah hemofilia berat, sedang, atau ringan berdasarkan aktivitas F VIII dan F IX penyakit hemofilia dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya menjadi 3 gologan yaitu: 1). Hemofilia berat (severe hemofilia) bila aktivitas F VIII < 1%; 2). Hemofilia sedang (moderat hemofilia) bila aktivitas F VIII 2 5%; dan 3). Hemofilia ringan (mild hemofilia) bila aktivitas F VIII 5 25%. Dari 219 penderita hemofilia yang diketahui jenisnya terdiri dari 192 orang (88%) hemofilia A dan 27 orang (12%) hemofilia B dan berdasarkan tingkat keparahannya hemofilia A berat 83 orang (43%), hemofilia A sedang 72 orang (37%), dan hemofilia A ringan 37 orang (20%). Pada hemofilia B terdiri dari hemofilia B berat 8 orang (30%), hemofilia B sedang 11 orang (40%), dan hemofilia B ringan 8 orang (30%). Kita selalu mendapat kendala dan hambatan untuk mengadakan serta melakukan pemeriksaan laboratorium bahkan untuk pemeriksaan penyaring hemotasis saja banyak laboratorium rumah sakit umum di kabupaten dan kotamadya tidak dapat melakukannya hal disebabkan oleh karena: kemampuan dan keterampilan teknisi yang kurang terlatih, kemampuan peralatan laboratorium dan pengadaan reagent hemostasis yang masih sangat terbatas sekali dan diperberat juga dengan terbatasnya anggaran biaya rumah sakit. Sedang untuk pemeriksaan F VIII dan F IX diperlukan peralatan automatik serta reagent F VIII dan F IX yang harganya cukup mahal saat ini untuk melakukan pemeriksaan F VIII dan F IX hanya dapat dilakukan di rumah sakit umum pusat yang ada di Kota Medan. 2. Tanda-Tanda Klinis Hemofilia Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik dan umumnya penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis yang sama, hemofilia A dan hemofilia B secara klinis sangat sulit untuk dibedakan. Keluhan-keluhan dan tanda-tanda klinis penderita hemofilia sering diinterpretasikan kurang tepat oleh para dokter sehingga kadang-kadang dapat membahayakan si penderita sendiri. Gejala-gejala klinis pada penderita hemofilia biasanya mulai muncul sejak masa balita pada saat anak mulai pandai merangkak, berdiri, dan berjalan di mana pada saat itu karena seringnya mengalami trauma berupa tekanan maka hal ini

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

merupakan pencetus untuk terjadinya perdarahan jaringan lunak (soft tissue) dari sendi lutut sehingga menimbulkan pembengkakan sendi dan keadaan ini kadang-kadang sering disangkakan sebagai arteritis rematik, pembengkakan sendi ini akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Perdarahan spontan biasanya terjadi tanpa adanya trauma dan umumnya sering terjadi pada penderita hemofilia berat. Selain persendian perdarahan oleh karena trauma atau spontan sering juga terjadi pada lokasi yang lain di antaranya yaitu perdarahan pada daerah ileopsoas, perdarahan hidung (epistaxis). Pada penderita hemofilia sedang dan ringan gejala-gejala awal muncul biasanya pada waktu penderita hemofilia mulai tumbuh kembang menjadi lebih besar, di mana pada saat itu si anak sering mengalami sakit gigi dan perlu dilakukan ekstraksi gigi atau kadang-kadang giginya terlepas secara spontan dan kemudian terjadi perdarahan yang sukar untuk dihentikan, dan tidak jarang biasanya pada penderita hemofilia ringan baru diketahui seseorang menderita hemofilia saat penderita menjalani sirkumsisi/sunatan yang menyebabkan terjadi perdarahan yang terus menerus dan kadang-kadang dapat menyebabkan terjadi hematom yang hebat pada alat kelaminnya, hal ini dapat dicegah bila dokternya mempunyai perhatian kemungkinan si anak menderita hemofilia dengan menanyakan apakah bila terjadi luka darah akan lama membeku? 3. Pemberian Komponen Darah Pemberian substitusi komponen darah merupakan solusi utama untuk mengatasi adanya keluhan-keluhan yang muncul akibat terjadinya perdarahan oleh karena trauma atau perdarahan spontan pada jaringan lunak (soft tissue) dan ini diikuti dengan keluhan sakit yang sangat luar biasa atau bila terjadi perdarahan hidung (epistaxis), perdarahan gigi serta perdarahan-perdarahan pada daerah lainnya. Dalam penanganan penderita hemofilia sangat diperlukan sekali komponen darah/terapi sebagai pengobatan pengganti/substitusi beberapa komponen darah yang perlu antara lain yaitu: 1). Kriopresipitat yaitu komponen darah yang mengandung banyak F VIII diberikan pada hemofilia A, per kantong darah mengandung F VIII 60 80 IU, dosis pemakaian F VIII berkisar antara 20 40 IU/kg BB/kali sehingga jumlah kriopresipitat yang dibutuhkan bisa berkisar antara 5 20 kantong, 2). Fresh Frozen Plasma (FFP) diberikan pada hemofilia B karena banyak mengandung faktor IX, 3). F VIII dan F IX concentrate kering. Pengadaan dan pembuatan komponen-komponen darah ini dapat dilakukan di Unit Transfusi Darah (UTD) rumah sakit atau PMI dan mereka memegang peranan penting dalam penyediaan komponen darah ini, beberapa masalah

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

yang sering kita hadapi saat ini adalah: 1). Tidak semua unit transfusi darah PMI dan rumah sakit dapat menyediakan komponen darah ini, komponen-komponen darah hanya bisa didapat dari UTD RSUP H. A. Malik, RSUP dr. Pirngadi serta UTD PMI Medan. 2). Tidak semua UTD dapat membuat FFP dan kriopresipitat dengan baik dan cukup padahal kriopresipitat ini merupakan faktor utama untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul pada hemofilia A dengan biaya yang relatif murah, 3). Mutu FFP dan kriopresipitat yang rendah oleh karena penyimpanan yang kurang baik di lemari es dengan temperatur minus 40oC dan tidak semua UTD mempunyai lemari es minus 40oC. Di Indonesia pemberian kriopresipitat pada penderita hemofilia A masih diperlukan oleh karena biayanya relatif lebih murah, global survei dari WFH tahun 2003 melaporkan hasil temuannya bahwa biaya rata-rata perawatan hemofilia A berat per tahunnya dengan pemberian F VIII rekombinan berkisar $ 64,000 sedang dengan kriopresipitat hanya $ 31,000., namun untuk terlaksananya perlu kerjasama dengan pihak UTD rumah sakit dan PMI agar dapat menyediakan kriopresipitat dalam jumlah besar oleh karena sewaktu-waktu sangat diperlukan. Pembuatan F VIII dan IX konsentrat kering saat ini masih belum memungkinkan di UTD rumah sakit atau PMI oleh karena untuk pembuatannya memerlukan teknologi tinggi serta peralatan yang sangat mahal. Saat ini banyak tersedia F VIII dan IX konsentrat yang komersial dengan teknologi pembuatan yang sangat modern, canggih, dan high technology, teknologi pembuatan F VIII dan F IX saat ini tidak lagi secara rekombinan tetapi sudah dengan metode Double Viral Infectivity (DVI) sehingga kemungkinan terinfeksi oleh virus hepatitis B, C, dan HIV sudah sangat kecil sekali, F VIII dan F IX komersial yang saat ini sudah beredar di Indonesia adalah: Koate DVI yang berisi F VIII dan Konine DVI yang berisi F IX hanya kendala yang kita hadapi adalah harganya masih terlalu mahal sehingga tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat bawah, sebagai contoh koate DVI (F VIII) dosis 240 IU di Medan dijual dengan harga mencapai 1,3 juta rupiah. Pengobatan penderita hemofilia memerlukan pemberian F VIII dan F IX yang adekuat, seumur hidup dan secara periodik sehingga mereka dapat mencapai harapan hidup yang normal dan berkehidupan seperti layaknya orang yang normal. Secara ekonomi kesehatan (health economic) biaya pelayanan pengobatan penderita hemofilia tergolong tinggi dan mahal namun hal ini akan seimbang dan balance dengan produktivitas yang dihasilkan oleh masyarakat hemofilia tersebut, berdasarkan hasil survei dari

10

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

WFH 2002 kebutuhan normal untuk pelayanan hemofilia yang berkisar 13 IU/penduduk, Indonesia termasuk negara yang menggunakan F VIII yang terendah yaitu 0,01 IU/penduduk sedang di Sumatera Utara berdasarkan data dari HMHI Medan, penggunaan F VIII untuk tahun 2005 2006 agak lebih tinggi dari penggunaan secara nasional yaitu 0,047 IU/penduduk namun itu masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata per kapita, sehingga hal ini merupakan salah satu faktor banyaknya penderita hemofilia yang kurang mendapat pelayanan secara baik. Negara Indonesia termasuk negara dengan penghasilan per kapitanya masih digolongkan rendah dan menurut WFH 2002 Gross National Income (GNI) Indonesia < $ US 2000 hal ini menyebabkan penderita hemofilia di Indonesia tidak mungkin dapat mengatasi biaya pengobatan hemofilia yang tinggi tersebut secara individu, keadaan ini yang selalu disebut dengan istilah penderita katastrofik, sehingga bagi mereka penderita hemofilia ini sangat memerlukan sekali pembiayaan dari dana masyarakat yang berpenghasilan tinggi, para dermawan, donatur, dan bantuan dari pemerintah melalui program Askes untuk kalangan keluarga miskin. Sebagai perbandingan di USA tahun 2001 biaya pemberian F VIII konsentrat pada per penderita hemofilia A berat (severe hemofilia A) mencapai US $ 130.000, di UK rata-rata biaya F VIII konsentrat tahun 2003 mencapai US $ 100.000 global survei WFH 2003 negara-negara dengan GNI > US $ 10.000 menunjukkan penggunaan F VIII rata-rata sebanyak 3,22 IU/orang hal ini menunjukkan penderita hemofilia di negara dengan GNI yang tinggi akan mempunyai umur harapan hidup yang tinggi pula dibandingkan dengan di negara-negara yang mempunyai GNI < US $ 2000. 4. Penyulit Hemofilia Penyulit dari hemofilia umumnya timbul akibat terjadi perdarahan baik oleh karena trauma maupun spontan, penyulit, dan komplikasi terjadi akibat pengobatan yang tidak teratur dan adekuat. Dari semua penderita hemofilia di Indonesia yang mendapat pengobatan secara teratur dan adekuat kurang 20%, sehingga mereka dapat mencapai umur harapan hidup yang normal dan berkehidupan yang mendekati normal. Perdarahan spontan maupun oleh karena trauma sering terjadi pada otot dan sendi di antaranya yaitu: otot lengan atas, sendi siku (elbow joint) otot lengan bawah, otot ileopsoas, otot paha, sendi lutut (knee joint), otot betis dan sendi ankle, perdarahan sendi yang berulang-ulang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada sendi dengan gejala-

11

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

gejalanya menyerupai artheritis serta menimbulkan rasa sakit yang luar biasa disertai kerusakan kartilage dan sinovial persendian, akhirnya persendian menjadi kaku (kontraktur) dan kemudian akan diikuti dengan mengecilnya (atrofi) otot kaki (ekstremitas), komplikasi dan penyulit seperti ini menyebabkan penderita hemofilia mengalami gangguan berjalan dan beraktivitas sehingga dia tidak dapat menjalani kehidupan seperti layaknya orang normal serta akhirnya dapat menyebabkan cacat fisik. Penyulit dan komplikasi lainnya adalah terjadinya gejala-gejala yang menyerupai akut abdomen dan kadang-kadang para dokter selalu menganjurkan untuk laparatomi, gejala akut abdomen dapat berupa terjadinya rasa sakit yang luar biasa di perut hal ini sering disebabkan oleh karena terjadinya perdarahan retropreitoneal dan intraperitoneal, namun dapat juga terjadi rasa sakit perut kanan bawah yang gejala-gejalanya menyerupai infeksi akut usus buntu (appendisitis akut), bila hal ini terjadi kita harus waspada dan tidak cepat-cepat untuk mengambil keputusan dilakukannya operasi appendiks (appendektomi) karena dampaknya pascaoperasi akan terjadi perdarahan yang hebat serta dapat menyebabkan kematian, hematemesis dan melena juga dapat terjadi oleh adanya perdarahan pada saluran cerna dan dapat terjadi groos hematuri (urine berdarah). Penyulit dan komplikasi yang sangat fatal bila terjadi perdarahan otak (stroke hemoragik) dan hal ini yang sering menimbulkan kematian bagi penderita hemofilia. 5. Konsep Pelayanan Terpadu Agar penderita hemofilia dapat hidup normal serta berkehidupan yang normal pula maka pelayanan terhadap penderita hemofilia harus dilakukan secara maksimal dan untuk tercapainya maksud tersebut maka si dokter harus sadar bahwa hal ini tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dengan satu disiplin ilmu, tetapi harus dengan beberapa disiplin ilmu, konsep ini dikenal dengan pelayan terpadu (comprehensive care). Setelah ditegakkan diagnosa hemofilia maka para dokter harus dapat menjelaskan dan menerangkan pada orang tua si penderita tentang penyakit hemofilia tersebut dan perlu dijelaskan juga bahwa sejak saat itu tentunya si penderita nantinya akan mendapat pengobatan substitusi faktor koagulasi seumur hidup, konsekuensinya adalah biayanya yang cukup besar. Sistem pusat pelayanan terpadu sudah dikembangkan di beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia di antaranya yaitu di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUP dr. Kariadi Semarang dan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan RSUP H. Adam Malik masih belum mengembangkan

12

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

sistem pusat pelayanan terpadu hemofilia ini. Pada pelayanan terpadu (Yandu) ini akan bergabung beberapa dokter dari berbagai disiplin ilmu di antaranya yaitu: dokter spesilis anak, penyakit dalam, patologi klinik, orthopedik, dokter gigi, dokter rehabilitasi medik, THT, psikolog, transfusi kedokteran memegang peran yang besar terutama bila diperlukan pemberian dan pengadaan kriopresipitat dan beberapa disiplin ilmu lainnya yang dapat bergabung dalam satu pelayanan terpadu atau dapat juga bekerja pada departemennya masing-masing. Suatu penelitian di Amerika pada 3000 penderita hemofilia, dilaporkan adanya penurunan yang sangat signifikan mortality rate dan hospitalisasi rate bila pelayanan dilaksanakan di pusat pelayanan terpadu dibandingkan bila dilakukan pelayanan di praktik-praktik dokter pribadi. Konsep pelayanan terpadu dapat memberikan pelayanan dalam 1 (satu) hari atau lebih dikenal dengan istilah one day care, pasien tidak semuanya perlu mendapatkan rawat inap di rumah sakit kecuali bila keluhan penderita sangat berat dan memerlukan istirahat. Dalam skala besar pelayanan terpadu ini harus mengikutsertakan semua unsur baik medis maupun non-medis, di sini diperlukan: pusat pelayanan terpadu rumah sakit, organisasi hemofilia yaitu Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), unsurunsur pemerintahan yaitu Departemen Kesehatan Republik Indonesia (PT Asuransi Kesehatan). Adanya program pemerintah terhadap orang miskin untuk menanggung semua biaya perobatan termasuk penderita hemofilia, hal ini menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap kesulitan penderita hemofilia. Namun saat ini ada 70% penderita-penderita hemofilia tidak dapat digolongkan ke dalam program pemerintah tersebut, hal ini tentunya menyebabkan beban biaya perobatan akan menjadi tanggungan keluarga penderita sendiri. 6. Program Pencegahan Belum banyak yang dapat dilakukan dalam program pencegahan penurunan secara genetik dari hemofilia ini baik di Indonesia maupun di luar negeri, dua hal yang perlu dipikirkan saat ini dan bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita hemofilia yaitu: 1). Menentukan apakah seorang wanita sebagai carier hemofilia atau tidak, dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada kromosom X, cara ini yang paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara ini kurang akurat yaitu: a). seorang wanita

13

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

diduga carier bila dia merupakan anak perempuan dari seorang laki-laki penderita hemofilia, b). bila dia merupakan ibu dari seorang anak lakilakinya penderita hemofilia, c) wanita di mana saudara laki-lakinya penderita hemofilia atau dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia, 2). Antenatal diagnosis hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F VIII dan F IX sampel darah yang diambil dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16 20 minggu. Pemeriksaan seorang carier hemofilia dengan pemeriksaan DNA probe dan diagnosis antenatal hemofilia sampai saat ini masih belum dapat dilakukan di Indonesia. V. KESIMPULAN Penyakit hemofilia merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara X-link resessive, terjadi hanya pada laki-laki dengan angka kejadian berkisar antara 1/10.000 sampai 1/20.000 populasi. Penderita hemofilia di Indonesia yang teregistrasi di HMHI Jakarta tersebar hanya pada 21 provinsi dengan jumlah penderita 895 orang, jumlah penduduk Indonesia: 217.854.000 populasi, prevalensinya 4,1/1 juta populasi (0,041/10.000 populasi), hal ini menunjukkan masih tingginya angka undiagnosed hemofilia di Indonesia. Angka prevalensi hemofilia di Indonesia masih sangat bervariasi sekali, beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang angka prevalensinya lebih tinggi. Berdasarkan aktivitas F VIII dan F IX hemofilia dibagi menjadi tiga golongan yaitu: severe hemofilia di mana F VIII dan F IX < 1%, moderat hemofilia aktivitas F VIII dan F IX 1 5%, serta mild hemofilia aktivitas F VIII dan IX 5 25%. Kendala biaya merupakan faktor utama baik pemeriksaan penyaring dan lanjutan untuk diagnostik serta perawatan dalam pemberian faktor koagulasi: kriopresipitat, F VIII dan F IX biaya yang sangat mahal merupakan hambatan bagi para penderita hemofilia ini, sehingga perlu peran serta pemerintah. Pemberian substitusi komponen darah merupakan hal penting dalam penanganan penderita hemofilia, diperlukan peran aktif UTD PMI dan rumah sakit dalam pengadaan: FFP, kriopresipitat, F VIII dan F IX kering. Faktor biaya menjadi kendala utama dalam memberikan pelayanan terhadap penderita hemofilia baik untuk pemeriksaan penyaring,

14

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

pemeriksaan F VIII, F IX maupun dalam pemberian komponen darah dan faktor koagulasi. Subsidi pemerintah sangat dibutuhkan sekali dalam pelayanan perawatan penderita hemofilia agar mereka bisa hidup dan berkehidupan secara normal. VI. SARAN DAN HARAPAN Untuk meningkatkan pelayanan pada penderita hemofilia perlu dibentuk sistem pelayanan terpadu di Medan secara multidisipliner seperti yang selama ini diterapkan di beberapa pusat pendidikan di Indonesia serta di negara-negara maju agar penderita hemofilia dapat hidup dan berkehidupan normal, penderita hemofilia tidak perlu rawat inap di rumah sakit (one day care hemofilia) tetapi dapat dilakukan di pusat pelayanan terpadu. Pemeriksaan analisa kromosom dalam menentukan carier hemofilia dan penentuan F VIII dan F IX secara antenatal untuk mendiagnosa bayi hemofilia dalam kandungan dirasa perlu dikembangkan di Indonesia umumnya dan di Medan khususnya. Keberhasilan terapi gen merupakan harapan yang ditunggu bagi penderita hemofilia khususnya di Indonesia dan dunia pada umumnya agar mereka dapat terbebas dari segala penderitaan, walaupun sampai dengan saat ini terapi gen masih terus dalam penelitian oleh para ahli di luar negeri.

Bapak Rektor yang saya muliakan serta para hadirin sekalian, VII. UCAPAN TERIMA KASIH Demikianlah sedikit uraian pidato pengukuhan saya dengan judul: Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah pada hari ini yang merupakan hari yang sangat bersejarah dalam kurun waktu kehidupan saya yang tidak akan pernah saya lupakan dan tidak akan terulang kembali selama hayat dikandung badan. Apa yang saya uraikan pada pidato singkat saya ini masih jauh dari kesempurnaan, sangat kurang, dan sangat sederhana sekali dibandingkan dengan apa yang telah diketahui dan diajarkan kepada saya oleh para guru saya dan para pakar yang sebelumnya, tidak ada sedikit pun terlintas niat di dalam hati saya untuk menggurui apalagi mengajari para

15

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

guru saya, untuk itu dengan mengangkat sepuluh jari tangan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada guru-guru saya. Sebelum saya mengakhiri pidato pengukuhan ini, perkenankanlah sebelumnya mengucapkan rasa syukur saya kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, kesempatan, bimbingan, dan petunjuk kepada saya sehingga saya dapat menjalankan tugas saya sebagai staf pengajar, pendidik, dan ilmuan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan sebaik-baiknya sampai saya dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Guru Besar di FK USU yang saya cintai ini. Pada kesempatan ini pekenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih saya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan dan mengangkat saya untuk menduduki jabatan Guru Besar di FK USU. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga dan setulus-tulusnya dari lubuk hati saya yang paling dalam saya sampaikan kepada Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor USU dan Ketua Senat USU yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada saya karena dengan bantuan beliau yang dimulai dari proses pengusulan berkas saya ke Jakarta sampai pengarahan beliau untuk terlaksananya acara pengukuhan pada hari ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, tanpa ada halangan yang berarti. Semoga Allah SWT tetap memberikan kekuatan, kemudahan, kesehatan, dan hidayah-Nya kepada beliau untuk terus dapat memimpin Universitas Sumatera Utara, Amin. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada abanganda Prof. Dr. T. Bachri Anwar, Sp.JP(K) yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran USU yang telah mendukung dan mengusulkan saya sebagai Guru Besar di lingkungan Fakultas Kedoteran USU, demikian juga kepada Pembantu Dekan I, II, dan III tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Terima kasih saya ucapkan kepada alm. Prof. Dr. Bachtiar Ginting, MPH yang telah menerima saya sebagai staf pengajar di lingkungan FK USU khususnya di Bagian Patologi Klinik FK USU, semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT dan ditempatkan dalam surga Jannatunnaim, Amin. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Drg. Arman P. Daulay, M.Kes Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan seluruh jajaran

16

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

Wakil Direktur atas kerja samanya selama ini, di mana beliau telah banyak sekali membantu saya dalam mengembangkan instalasi patologi klinik untuk menjadi suatu laboratorium klinik rujukan untuk Sumatera wilayah barat, semoga kerja sama yang baik ini dapat terus berjalan sesuai dengan visi dan misi RSUP H. Adam Malik, Medan. Kepada dr. Syahrial Anas, MHA selaku direktur RSUP dr. Pirngadi Medan saya ucapkan banyak terima kasih atas kesediaan dan bantuannya dalam menerima PPDS saya untuk berkerja dan stase di RSUP dr. Pirngadi Medan. Ucapan terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada dr. Arif Siregar, Sp.PK mantan Kepala Bagian Patologi Klinik FK USU pada saat pertama saya sebagai staf pengajar dan mengikuti pendidikan spesialisasi patologi klinik, beliaulah yang selalu mendorong kami agar nantinya harus bisa menduduki jabatan Guru Besar dan beliau juga yang selalu memberikan dorongan, nasihat, dan masukan kepada saya agar bisa lebih memajukan dan mengembangkan departemen patologi klinik saat saya pertama kali menjabat sebagai ketua departemen, semoga beliau diberikan kesehatan dan kekuatan agar beliau dapat melihat terus kemajuan Patologi Klinik Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Terima kasih kepada Prof. Dr. E.N. Kosasih, Sp.PK mantan ketua program studi patologi klinik yang telah banyak membimbing saya sampai selesainya saya dari pendidikan spesialisasi dan kemudian menjadi sekretaris beliau di program studi patologi klinik. Ucapan terima kasih saya sampaikan juga kepada Dr. Gino Tann, PhD, Sp.PK yang banyak membimbing, memotivasi saya agar saya mau bekerja dan mendalami bidang hematologi, begitu juga kepada Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK(K) yang selama ini banyak membantu saya dalam pelaksanaan dan keberhasilan pendidikan Sp1 patologi klinik sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya, juga kepada Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK saya ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya kepada saya selama ini sebagai Sekretaris Departemen Patologi Klinik FK USU dan juga kepada Prof dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-K sebagai Sekretaris PPDS Patologi Klinik saya ucapkan banyak terima kasih atas bantuannya dan kerja samanya selama ini, secara khusus saya sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada alm. dr. Irfan Abdullah, Sp.PK(K), alm. Dr. Paulus Sembiring, Sp.PK(K) yang juga banyak membimbing saya selama saya bekerja di divisi hematologi, semoga arwah beliau diterima Allah SWT sesuai dengan amal ibadahnya, Amin.

17

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK, Kepala Instalasi Patologi Klinik RSUP dr. Pirngadi Medan dan staf, dr. Farida Siregar, Sp.PK, dr. Ulfa Mahiddin, Sp.PK, dr. Lina Sp.PK dan yang telah membantu saya membimbing PPDS yang sedang stage di Instalasi Patologi Klinik RSUP dr. Pirngadi Medan, semoga segala amal ibadahnya diterima Allah SWT. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada dr. Muchsin Jaffar, Sp.PK yang pertama sekali mengajak dan mendorong serta mensponsori saya untuk memperdalam dan mengikuti pendidikan spesialisasi ilmu patologi klinik pada saat itu, juga saya sampaikan ucapan terima kasih kepada senior-senior saya lainnya, Prof. Dr. Iman Sukiman, Sp.PK(K), dr. Nurmansyah Taher, Sp.PK(K), alm dr. Frizt Hendra Lumanauw, Sp.PK, tiada balasan yang dapat saya sampaikan semoga jasa-jasa baik beliau itu menjadi amal jariah nantinya di sisi Allah SWT, Amin. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para teman-teman saya yaitu, dr. Arjuna Burhan, Sp.PK(K) DMM, dr. Muzahar, Sp.PK(K) DMM, dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK, dr. Ozar Sanuddin, Sp.PK, dr. Ricke Loesnihari, Sp.PK, dr. Nelly Elfrida Samosir, Sp.PK, yang telah banyak membantu saya selama saya menjabat sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik FK USU, sekali lagi saya ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas bantuannya semoga Allah SWT yang dapat membalas budi baik saudara, Amin. Kepada sejawat saya di Rumah Sakit Tembakau Deli, alm. dr. Syafrin Yusuf, SKM, alm. dr. Parlaungan Siregar, Sp.OG, dr. Sofyan Abdullillah Sp.OG, dr. Mazhir Djallaluddin Sp.PD, dr. Amrin Hakim Sp.B, dr. Ronald Maxra, Sp.B, dr. Tuti Ketaren dan khususnya kepada adinda dr. T. Indra Azrial, Sp.M, MPH yang telah banyak membantu, saya ucapkan banyak terima kasih atas kerja samanya selama ini dan untuk alm. dr. Syafrin Yusuf, SKM, alm dr. Parlaungan Siregar, Sp.OG semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT sesuai dengan amal ibadahnya, Amin. Kepada para staf pengajar di lingkungan FK USU dan seluruh staf edukatif dan non-edukatif yang telah banyak membantu saya mulai dari awal saya diterima sebagai staf pengajar di lingkungan FK USU sampai saya dipercayai menjadi Guru Besar saat ini, saya ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya tiada dapat saya membalas jasa baik saudarasaudara, semoga Allah SWT membalasnya dengan berlipat ganda, Amin. Ucapan terima kasih saya yang tiada terhingga saya sampaikan kepada seluruh guru-guru saya sejak saya mulai menginjakkan kaki saya di sekolah

18

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

dasar, sekolah lanjutan pertama, dan sekolah lanjutan atas di Taman Siswa Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, tidak dapat saya membalas jasa-jasa yang telah bapak dan ibu berikan serta ajarkan kepada saya hingga saya dipercaya menjabat sebagai Guru Besar di FK USU, semoga amal jariah bapak dan ibu diterima Allah SWT, Amin. Tidaklah sempurna apa yang telah saya dapatkan saat ini bila saya melupakan begitu saja jerih payah kedua orang tua saya alm. Bapak Aman dan almh. Ibunda Suwarti yang telah mendidik saya dengan membanting tulang dan tidak kenal lelah agar saya dapat sekolah setinggi-tingginya dan berhasil di kemudian hari, ucapan terima kasih dan sembah sujud saya tidak cukup untuk mengganti pengorbanan bapak dan ibu, saya teringat pesan bapak saat itu sewaktu saya memutuskan untuk menjadi staf pengajar/dosen di Fakultas Kedokteran USU, beliau sangat senang sekali dan berpesan agar saya bisa menjadi yang lebih dari apa yang bapak sandang saat ini yang hanya sebagai seorang guru, dan jabatan Guru Besar yang saya sandang saat ini merupakan jawabannya. Saya mendoakan agar arwah kedua orang tua saya diterima Allah SWT sesuai dengan amal ibadahya dan ditempatkan di tempat yang layak di sisi-Nya di Surga Jannatunnaim, Amin. Tidak lupa juga saya sampaikan ucapan terima kasih yang setinggitingginya kepada alm. kedua bapak dan ibu mertua saya yaitu alm. bapak H. Razali dan alm. ibunda Hj. Mahani, yang telah banyak sekali membantu kami sekeluarga baik secara moral maupun material yang tidak mungkin saya dapat membalasnya dan hanya doa yang dapat kami berikan sekeluarga semoga diampuni segala dosa-dosanya dan diterima segala amal ibadahnya dan ditempatkan di sisi Allah SWT, Amin. Terima kasih juga saya sampaikan kepada semua saudara kandung, saudara ipar, dan sepupu-sepupu saya yang saya cintai alm. Mas Adi, Mas Tok, Sri, Diah, Joko, alm. Tuti dan Wahyu, Bambang Gunarso, Mas Harry, Mas Nono dan khusus kepada Mas Tok yang telah banyak membantu saya secara moral maupun material sejak saya masih duduk sebagai mahasiswa di FK USU, saya selalu mendoakannya semoga diberikan kekuatan dan kesehatan kepadanya juga kepada adik-adikku terima kasih atas semua dukungannya, tidak lupa juga kepada semua ipar-ipar saya, Ir. Syahrum Razali MS, Syafri Razali, Syahril Razali, dr. Syafruddin Rizal, Ir. Syahrimanda Razali, Syariffuddin Rizal, dan alm. Sofyan Razali saya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas bantuan dan dukungannya kepada saya dan keluarga saya, tidak dapat saya membalas segala budi baik abang-abang sekalian dan hanya Allah SWT yang akan membalasnya, Amin.

19

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Akhirnya kepada isteriku tercinta Caralinda Razali yang telah mendampingi saya selama 29 tahun perkawinan kami serta dalam perjalanan karier saya sebagai seorang dosen di FK USU baik suka maupun duka, rasanya tidaklah mungkin saya akan berhasil tanpa dukungan dari isteri tercinta. Perjalanan panjang dalam meniti karier untuk menjadi seorang Guru Besar sungguh sangat melelahkan dan banyak pengorbanan, tanpa pengertian, kesabaran, dan kasih sayang seorang isteri rasanya tidak mungkin akan tercapai, untuk itu saya haturkan terima kasih yang setinggi-tingginya dan mohon maaf bila dalam keseharian yang menyangkut pekerjaan saya banyak membuat kekhilafan dan kesalahan. Dan kepada kedua putriku Lady dan Liska serta menantuku Hendy serta cucuku tersayang Muhammad Adam Mirza yang selama ini selalu dengan setia telah mendampingi papa dan kalian semua telah menunjukkan bakti kalian kepada orang tua untuk itu papa ucapkan terima kasih yang setinggitingginya, harapan papa pada Lady, Hendy, dan Liska belajarlah kalian setinggi mungkin dan capailah cita-cita yang selama ini kalian impikan dan papa akan selalu berdoa semoga kalian semua berhasil dalam mencapai pendidikan yang paling tinggi dan kalian harus bisa meraih karier kalian lebih dari yang papa dapatkan saat ini, kalian pasti bisa dan harus bisa, kalian harus ingat bahwa persaingan yang akan datang sangat berat kompetisinya. Doa papa dan mama akan terus kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi semoga kalian semuanya yaitu Lady, Hendy, Liska, dan cucuku Adam termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beriman, berilmu, serta beramal saleh serta termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu mensyukuri nikmat Allah SWT, Amin. Marilah kita bersama-sama mensyukuri nikmat dan kebesaran Allah SWT, semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Bapak Rektor dan para hadirin yang saya muliakan, Demikianlah akhir dari pidato pengukuhan saya pada hari ini dan saya sadar telah banyak menyita waktu dan perhatian bapak dan ibu sekalian, atas perhatian dan kesabaran dari bapak-bapak dan ibu-ibu dalam mendengarkan pidato saya ini sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya bila dalam tutur kata dan tindak tanduk saya selama saya membacakan pidato ini tidak atau kurang

20

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

berkenan di hati bapak dan ibu sekalian, tidak dapat saya membalas budi baik bapak dan ibu, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga bapak dan ibu sekalian tetap dalam lindungan Allah SWT, Amin. Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin. Wabillahi taufik wal hidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

21

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

VIII. DAFTAR KEPUSTAKAAN Angela B. M. Tulaar. (2005), Komplikasi Muskuloskletal pada Hemofilia, Simposium Hemofilia, Kongres Nasional Hemofilia di Jakarta, 10 11 September. Badan Biro Pusat Statistik Sumatera Utara, Buku Laporan tahun 2004. Blanchette V. S., Manco-Jhonson M., Santogostino E. and Ljung R. (2004), Optimizing Factor Prophylaxis for the Haemophilia Population: where do we stand? Haemophilia 10, Suppl. 4, 97 104. Chuansumrit A., Krasaesub S., Angchaisuksiri P., Hathirat and Isarangkura P. (2004), Survival Analysis of Patiens with Haemophilia at the International Haemophilia Training Center, Bangkok, Thailand, Haemophilia, 10, 542 549. Deitcher S. R. (2004), Dosorders of Hemosatasis and Trombosis, in: Armitage J.O. eds. Atlas of Clinical Hematology, 184 - 213, Lippincott Williams & Wilkins. Evatt B. L, Black C., Batorova A., Street A., and Srivastava A. (2004). Comprehensive Care for Haemophilia Around the World, Haemofilia, 10, suppl. 4, 9 13. Farrugia A. (2004). Product Delivery in the Developing World: Options, Opportunities and Threats, Haemophilia, 10. Suppl. 4, 77 82. Farrugia A., (2004), Regulatory challenges to global harmonization and expanded acces to concentrates: how will regulators balance the increasing cost of new safety requirements with the desire to increase the availability of affordable product? Haemophilia, 10, Suppl. 4, 83 87. Friedman K. D. and Rodgers G. M. (2004), Inhereted Coagulation Disordes. in: Greer J. P., Foerster J., Lukens J. N., Rodgers G. M., Paraskevas F., Glader B., (eds, Wintrobes Clinical Hematolog, eleventh edition, 2 1620 58, Lippincott Williams & Wilkins, London. Hoffbrand A. V., Pettit J. E. and Moss P. A. H. (2001). Essential Haematology, Fourth Edition, 26172, Blackwell Science Ltd.

22

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

Kasper C. K. (2000), Genetic Diagnosis of Haemophilia A dan B, Haemophilia, 6, Suppl. 2, 3 6. Leung R. (2005), Hemophilia Care in Asia, Makalah Plenary Kongres Nasional Hemofilia I, di Jakarta, 10 11 September. McCraw A. (2000), Laboratory Diagnosis of Haemophilia and Related Conditions, Haemophilia, 6, Suppl. 2, 13 28. Miller C. (1998). Inheritance of Haemophilia, The Publication from National Hemophilia Foundation, 1 13, New York. Moeslichan Mz. S. (2005), Masalah Hemofilia di Indonesia, Makalah Plenary Kongres Nasional Hemofilia I, Jakarta, 10 11 September. OMahony B. (2000): WFH: Back to the Future. Haemophilia, 10, Suppl. 4, 1 8. OMahony B. (2000), Global Haemophilia Care, Haemophilia, 6, Suppl. 2, 1 - 2. OMahony B. (2005), How to Organized Hemophilia Care, Makalah Plenary Kongres Nasional Hemofilia I, di Jakarta, 10 11 September. Remor E., Young N. L., Von Mackensen S., and Lopatina E. G. (2004), Disease Spesific Quality-of-Life Measurement Tools for Haemophilia Patiens, Haemophilia, 10, Suppl. 4, 30 34. Roberts H. R., Hoffman M. (1995), Hemophilia and related conditions inherited deficiencies of prothrombin (factor II), factor V and factor VII to XII. in: Beutler E., Lichtman M.A., Coller B.S., Kipps T.J. (eds), Williams Hematology, fifth ed. 141354. McGraw-Hill, Inc. New York. Spilsbury M. (2004), Models for Psychosocial Services in the Developed and the Developing World, Haemofilia, 10, Suppl. 4, 25 29. Tezanos Pinto M. and Ortiz Z. (2004). Haemophilia in the Developing World: Successes, Frustrasion, and Opportunities. Haemofilia, 10, suppl. 4, 14 19.

23

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

GAMBAR

Gambar 1: Mutasi kromosom X pada penderita hemofilia (Sumber: Hoffbrand A.V. Essential Haematology)

Gambar 2: Menunjukkan penurunan genetik penderita hemofilia A dan B Dikutip dari: Wintrobes Clinical Hematology (2004)

24

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

Gambar 3: Menunjukkan silsilah keluarga kerajaan Inggris (Sumber: USA National Haemophilia Foundation Publication)

Gambar 4: Penderita hemofilia dengan kronik artropati (Sumber: Armitage J.O. (Eds), Atlas of Clinical Hematology)

25

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

Gambar 5: Perdarahan mulut pada penderita hemofilia (Sumber: Armitage J.O. (Eds.), Atlas of Clinical Hematology)

Gambar 6: Perdarahan bawah kulit pada hemofilia A (Sumber: Armitage J.O. (Eds.) Atlas of Clinical Hematology)

26

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

Gambar 7: Aktivitas F VIII berdasarkan penurunan genetika (Sumber: Hoffbrand A.V. Essential Haematology)

Gambar 8: Pembengkakan sendi (a), kronik artropati, dan atrofi otot kaki (b) (Sumber: Hoffbrand A.V. Essential Haematology)

27

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Nama NIP Pangkat/Golongan Jabatan Tempat & Tgl lahir Agama Nama Ayah Nama Ibu Isteri Anak : : : : : : : : : : Prof. dr. Adi Koesoema Aman Sp.PK-KH 130 701 884 Pembina Utama Muda/IVc Guru Besar Madya P. Siantar/11 Oktober 1949 Islam Aman Suwarti Caralinda Razali 1. dr. Lady Caraldy Koesoema (PPDS/Staf Penyakit Kulit Kelamin FK USU) 2. Liska Trinia Koesoema (Mhs. Fak. Psikologi USU) : dr. Hendy Mirza (PPDS Bedah Urologi FK-UI Jakarta) : Muhammad Adam Mirza

k. Menantu l. Cucu

B. RIWAYAT PENDIDIKAN Formal a. 1961 b. 1964 c. 1967/1968 d. 1976 e. 1983 f. 1996

: : : : :

Lulus SD Taman Siswa, Medan Lulus SMP Taman Siswa, Medan Lulus SMA Taman Siswa, Medan Lulus Dokter, FK USU, Medan Lulus Dokter Spesialis Patologi Klinik, FK USU, Medan : Dokter Spesialis Konsultan Hematologi, FK USU & Koleqium Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik

Tambahan a. 1978 b. 1980 c. 1988 d. 1990

: Kursus Dasar-Dasar Riset dan Statistik Fakultas Kedokteran USU. : Mengikuti penataran Sistem Kredit Semester (SKS) FK USU, di Medan. : Basic Immunologic Course, MUCIA USU, Medan : Workshop of Bekman Chemistry Autoanalyzer, Hongkong.

28

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

e. 1995 f. 1997 g. 1997 h. 1998 i. 2000 j. 2000 k. 2002 l. 2004 m. 2004

: Workshop Peripheral Blood Stem Cell and Bone Marrow Transplantation, Jakarta. : Short-Course PCR Techniques Methode FK USU Medan. : Workshop on Computing Application for Epidemiology and Reproductive. : Lokakarya Manajemen Mutu Terpadu, Universitas Sumatera Utara, 1998. : 2nd Basic Sciences in Oncology and 4th Pediatric Oncology Course, Jakarta. : Workshop of Hemostasis laboratory Diagnosis Montreal, Kanada. : Workshop of Hemofilia Diagnosis, Sevilla, Spanyol. : Workshop of F VIII Inhibotors Determination, Bangkok, Thailand. : Leukemia Workshop, IKAVrije Universiteit Amsterdam Netherland, Medan.

C. RIWAYAT JABATAN DAN GOLONGAN a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Februari 1979 Agustus 1980 Oktober 1982 Oktober 1985 Oktober 1987 April 1996 Oktober 1996 Mei 2000 Oktober 2000 Oktober 2003 Oktober 2006 : : : : : : : : : : : Asisten Ahli Madya/CPNS/Gol. IIIa Asisten Ahli Madya/Penata Muda/Gol. IIIa Asisten Ahli/Penata Muda/Gol. IIIb Lektor Muda/Penata/Gol. IIIc Lektor Madya/Penata Tk. I/Gol. IIId Lektor/Penata Tk. I/Gol. IIId Lektor/Pembina/Gol. IVa Lektor Kepala Madya/Pembina/Gol. IVa Lektor Kepala Madya/Pembina Tk.I /Gol. IVb Lektor Kepala/Pembina Utama Muda/Gol. IVc Guru Besar Madya/Pembina Utama Muda/Gol. IVc

D. RIWAYAT PEKERJAAN 1976 1977 1976 1977 1978 sekarang : Dokter pada RS Bhayangkari Kodak II Sumut di Pematang Siantar : Kepala Klinik Keluarga Berencana RS Bhayangkari Kodak II Sumut di P. Siantar : Staf Pengajar Ilmu Patologi Klinik FK USU

29

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

1983 sekarang 1984 1994 1990 1995 1997 2000 2000 1996 2000 2003 2005 sekarang

2000 sekarang 2000 sekarang 2005 sekarang 2004 sekarang 2004 sekarang 2005 sekarang

: Kepala Instalasi Patologi Klinik RSU Tembakau Deli PTP Nusantara II, Medan : Sekretaris Program Studi Ilmu Patologi Klinik FK USU : Sekretaris Unit Pengembangan Ilmiah FK USU : Sekretaris Bagian Patologi Klinik FK USU : Ketua Koordinator Kepaniteraan Klinik S1 FK USU : Kepala Bagian Patologi Klinik FK USU : Kepala Instalasi Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik, Medan : Ketua SMF Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan : Sekretaris Pokja Litbang Komite Medik RSUP H. Adam Malik, Medan : Ketua Departemen Patologi Klinik FK USU : Anggota Komisi Ujian Nasional Koleqium Ilmu Patologi Klinik : Kepala Divisi Hematologi Patologi Klinik FK USU : Ketua Komisi Pendidikan Spesialis Konsultan (Sp2) Koleqium Ilmu Patologi Klinik

E. RIWAYAT ORGANISASI PROFESI Nasional a. Anggota Ikatan Dokter Indonesia b. Anggota Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) c. Anggota Perhimpunan Alergi dan Immunologi Indonesia (Peralmuni) d. Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDS.Pat.Klin.) e. Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia Medan Internasional a. Fellow of International Society of Haematology b. Member of World Federation of Hemophilia c. Member of International Society of Blood Transfusion d. Member of Asian Society of Clinical Pathology and Laboratory Medicine e. Member of World Society of Clinical Pathology and Laboratory Medicine

30

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

F. PENELITIAN a. b. c. d. e. f. g. A.K. Aman, N. Taher, H.R. Lubis: Spektrum Bacteriuria pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUP dr. Pirngadi Medan, 1978. A.K. Aman: Pemeriksaan Sumsum Tulang di Bagian Patologi Klinik FK USU/RSUP dr. Pirngadi Medan, 1980. A.K. Aman, B. Nasution: Lipid Profile pada Pegawai Pemerintahan Daerah Sumatera Utara, 1981. A.K. Aman, B. Nasuton, H.R. Lubis: Analisa Batu Saluran Kemih di RSUP dr. Pirngadi Medan, 1981. A.K. Aman, B. Nasution: Lipid Profile pada Penderita MCI di RSUP dr. Pirngadi Medan, 1982. A.K. Aman: Profil Penderita Immune Trombositopenia Purpura di RSUP dr. Pirngadi Medan, 1985. A.K. Aman: Pengaruh Obat-obatan sebagai Faktor Penyebab Terjadinya Anemi Aplastik di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan, 2003. A.K. Aman: Gambaran Penderita Leukemia di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan, 2003. A.K. Aman, Husna, Kadar F VIII pada Kriopresipitat UTD PMI Medan, 2003. A.K. Aman: Profil Leukemia Akut di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUP dr. Pirngadi Medan, 2003. A.K. Aman: Beberapa Kasus Sindrom Myelodysplasia pada Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik dan RSUP dr. Pirngadi Medan, 2004. A.K Aman: Profil Penderita Multiple Myeloma di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan, 2005.

h. i. j.

k.

l.

G.

SEBAGAI PEMBICARA (5 tahun terakhir) a. Sebagai pembicara pada Seminar Nasional Pencegahan, Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker dengan judul: Peran Pertanda Ganas (Tumor Marker) pada Penatalaksanaan Kanker, Medan, 2000. Sebagai pembicara pada Kongres Nasional Peralmuni di Medan, 2000, dengan judul: Pemeriksaan Immunophenotyping dengan Flocytometri dan Kepentingannya dalam Klinik, Medan, 2000. Sebagai pembicara pada Satelite Symposia, Kongres Nasional IX Haematology dan Transfusi Darah Indonesia, dengan judul: Immunophenotyping pada Leukemia, Semarang, 2001.

b.

c.

31

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

d.

e.

f.

g.

h.

i.

Sebagai pembicara pada Kolese Dokter Keluarga Indonesia, di Medan dengan judul: Manajemen Laboratorium Klinik pada Dokter Keluarga, Medan, 2001. Sebagai pembicara pada Pertemuan Ilmiah Tahunan II Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU dengan judul: Leukemia Ditinjau dari Klasifikasi dan Aspek Diagnostik, Medan 2001. Sebagai pembicara pada Kolese Dokter Keluarga Indonesia, dengan judul: Pemeriksaan Laboratorium yang Penting dalam Penanganan Hipertensi, Medan, 2003. Sebagai pembicara pada Simposium Penggunaan Obat-Obat Generik, pada HUT FK USU ke49, dengan judul: Pengaruh Penggunaan Obat-obatan sebagai Faktor Penyebab Terjadinya Anemi Aplastik di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan, 2003. Sebagai pembicara pada Simposium Pengenalan Dini & Tata Laksana Perdarahan pada Penderita Hemofilia, dengan judul: Aspek Diagnostik Laboratorik pada Penyakit Hemofilia dan Gangguan Koagulasi yang Diturunkan, Medan, 2005. Sebagai pembicara pada 1st Pharmacology Update, dengan judul: Oklusi Pembuluh Darah dan Permasalahannya, Medan 2005.

H. PUBLIKASI ILMIAH a. b. c. Adi K. Aman: Mielodisplastik Sindrome Ditinjau dari aspek Diagnostik, Majalah Kedokteran Nusantara 2001. Adi K. Aman: Diagnostik Leukemia Akut dalam Hubungannya dengan Klasifikasi FAB dan WHO, Majalah Kedokteran Nusantara, 2001. Adi K. Aman, Rieke L.: Perubahan Agregasi Trombosit pada Penderita Stroke non-hemoragik, Majalah Kedokteran Nusantara 2001. Adi K. Aman: Thalassemia Ditinjau dari Aspek Diagnostik Laboratorik, Majalah Kedokteran Nusantara, 2001. Adi K. Aman: Profil Penderita Leukemia di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Majalah Kedokteran Nusantara, 2002. Adi K. Aman: Aspek Pemeriksaan Laboratorium dalam Menunjang Diagnostik Demam Berdarah Dengue (DD/DBD/DSS), Majalah Kedokteran Nusantara, 2004. Adi K. Aman: Profil Penderita Multiple Myeloma pada Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara, 2005.

d. e.

f.

g.

32

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

h.

Adi K. Aman, A. A. Ginting, dan Y. Anwar: Kadar Homosistein pada Penderita Stroke Ischemic Trombotik, The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara, 2005.

I. PARTISIPASI PADA KONGRES DAN KEGIATAN ILMIAH (5 tahun terakhir) Nasional a. Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia, 2001, Bandung. b. Konferensi Kerja Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia di Kuta Bali, 2003. c. Lokakarya & Seminar Mutu dan Standar Pelayanan Medik, Juni, 2004. d. Symposium Recent Advances in Hemolytic Anemia, Jakarta, Agustus, 2004. e. Symposium of Laboratory Monitoring of Antithrombosis Drugs and Flowcytometry: From Theosy to Application, Jakarta, Agustus, 2004. f. National Meeting on Hemofilia, PHTDI, September, 2004. g. Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia V, Medan, Desember, 2004. h. Kongres Nasional Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia, di Kuta Bali, April, 2005. i. 1st Pharmacology Update, di Medan, Juli, 2005. j. Kongres Nasional I Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, Jakarta, 2005. k. The 3rd Liver Update The New Challlenges and new Trend in Hepatology, Jakarta, 2006. International a. The XXIV International Congress of the World Congress of Hemophilia Montreal Quebec, Canada, July, 2000. b. The XXV International Congress of the World Federation of Hemophilia, Siville, Spanyol, May, 2002. c. The 2nd Asian Conference on Medical Sciences, Medan, Agustus, 2002. d. Indonesia and Italy Meeting, Future Trends in Molecular Medicine, December 2003. e. The XXVI International Congress of the World Federation of Hemophilia, Bangkok, Thailand, October, 2004.

33

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara

f.

g.

The 8th International Congress of The Asian Society of Clinical Pathology and Laboratory Medicine (ASCPaLM), Medan, December, 2004. The 1st Off-shore Scientific Meetting of College of Pathologist, Academy Medicine Malaysia (Cpath-AMM), Medan, December, 2004.

J. TANDA PENGHARGAAN a. b. Dari Gubernur Sumatera Utara sebagai Anggota Tim Operasi Bayi Kembar Siam di RSUP dr. Pirngadi Medan, 1985. Dari Rektor Universitas Sumatera Utara sebagai Anggota Tim Operasi Bayi Kembar Siam di Medan, tahun 1985.

34

Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah

35

Anda mungkin juga menyukai