Anda di halaman 1dari 22

Prinsip Prinsip Dasar Masyarakat Islam Ideal (Khair Ummah) Dalam Memelihara Solidaritas

Beragama Di Dunia Islam

Abstrak

Umat islam saat ini tengah dalam kondisi terpuruk, oleh sebab itu umat islam harus berupaya
menegakkan kembali izzah islam dan hal itu membutuhkan banyak upaya, oleh karenanya
sangat dibutuhkan solidaritas, persatuan dan persaudaraan dikalangan umat islam sehingga
dapat dibentuk sinergi. Ukhuwah islamiyah merupakan pilar penting dalam membangun
kekuatan umat, dengan solidaritas yang kuat umat ini nantinya bisa saling bahu membahu,
sepenanggungan dan sama-sama berjuang menegakkan nilai-nilai islam itu sendiri. Dalam hal
ini diperparah lagi dengan adanya sikap fanatisme golongan diantara sesama umat, padahal
mestinya golongan yang terbagi-bagi dalam bentuk organisasi kemasyarakatan, yayasan,
kelompok, hingga partai politik menjadi alat untuk menjayakan islam dan umat islam secara
keseluruhan, bukan semata-mata golongannya, serta ukhuwah dan solidaritas umat islam
tengah di uji dengan adanya pandemi Covid 19. Oleh sebab itu penelitian ini berupaya
melihat bagaimana upaya masyarakat islam ideal (khair ummah) dalam memelihara
solidaritas beragama, dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
berdasarkan coraknya dengan melalui kepustakaan atau library research. Data dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran terhadap jurnal, kitab-kitab, buku-buku, dan
lain-lain yang memiliki hubungan dan mendukung penelitian ini, dengan berupaya
memecahkan permasalahan solidaritas (ukhuwah) umat islam melalui penerapan konsep
khair ummah.

Kata kunci: khair ummah, ukhuwah islamiyah, solidaritas.


A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk teosentris yang diutus ke bumi untuk menjadi wakil
tuhan di muka bumi dan bertugas sebagai makhluk yang khaffah, yaitu makhluk yang
khaffah, harmonis, dan kreatif dalam segala dimensi kepribadiannya, baik jasmani, rohani,
moral, intelektual, dan estetis. Umat islam yang benar-benar meyakini agama islam dengan
menaati perintah serta menjauhi segala larangan-nya. Dengan mengajak manusia untuk
melakukan perbuatan baik, melarang perbuatan buruk kepada orang lain, dan iman kepada
Allah SWT adalah tugas utama seorang muslim. Oleh karena itu, dari sekian banyak orang
yang disebutkan dalam al-qur’an, Allah SWT memilih umat islam untuk menjadi khaira
ummah.hal ini Allah SWT sebutkan dalam al-qur’an surah āl-„imrān ayat 110:
Artinya: “kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma‟ruf, dan mencegah pada yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (qs. Āl- ‘imrān [3]: 110)
Namun menurut kuntowijoyo, umat islam tidak selalu menjadi umat yang terbaik.
menurutnya, orang-orang terbaik dalam islam justru menjadi tantangan untuk bekerja lebih
keras. Apalagi di masyarakat saat ini, kejahatan merajalela, korupsi dalam transaksi politik
tidak jarang terjadi, krisis moral mahasiswa terjadi dari waktu ke waktu, dan tidak terhitung
banyaknya kasus yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah dengan kemajuan
teknologi saat ini, tugas umat islam dalam memberantas hoaks yang tersebar di berbagai
platform media online semakin meningkat, yang menegaskan pentingnya moralitas dalam
kemajuan zaman yang sedang lepas landas. Di indonesia sendiri, mayoritas penduduk muslim
sebenarnya pernah mengalami hal-hal tersebut di atas. Tentu saja, ini menjadi menyedihkan
ketika perilaku nyata negara mayoritas muslim tidak mencerminkan nilai-nilai doktrinalnya.
Hal ini menjadi miris yang mana negara dengan mayoritas muslim justru berprilaku tidak
mencerminkan nilai-nilai ajarannya. Artinya, konsep mengenai khaira ummah saat ini perlu
menggali kembali sebagai pelajaran untuk membangun peradaban dan pemahaman yang
sesuai dengan nilai-nilai agama.
Agama mengajarkan umatnya untuk menghindari kekerasan, tak terdapat kepercayaan
yang mengajarkan umatnya buat membunuh serta melukai umat lain. Lalu, agama
mengajarkan solidaritas serta kemanusiaan dalam segala aspek kehidupan. Kemudian konsep
kejujuran juga diajarkan oleh setiap kepercayaan , seluruh kepercayaan menginginkan
umatnya bertindak dan berbicara sesuai menggunakan kebenaran yang terdapat. Terakhir,
seluruh agama mengajarkan nilai-nilai kesetaraan serta toleransi antar sesama. Islam menjadi
agama juga mengajarkan hal-hal tersebut. Namun nyatanya, banyak muslim terbaru yang

2
menyalahgunakan agama sebab pemahaman agama yang rendah wacana konsep toleransi
beragama.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang agresif jua menumbuhkan perbedaan
dan kesenjangan antar manusia yang bisa menyebabkan konflik. Menggunakan demikian,
seorang muslim harus terbuka dan berani menghadapi tantangan yang terdapat. "banyak
muslim masih terjebak pada pemikiran mereka sendiri ketika mereka tahu kepercayaan ,
mencampuri pemahaman kepercayaan dengan pendapat mereka sendiri." islam tidak
mengajarkan pemaksaan terhadap umat beragama lainnya buat memeluk islam atau agama
tertentu. Semua umat pada global ini harus bisa hidup beserta pada keberagaman serta
harmoni. Untuk mencapai hal tadi, syafii berkata bahwa harus terdapat kematangan spiritual
dan agama asal setiap manusia. Insan, menjadi ciptaan tuhan yang paling tepat mempunyai
kewajiban untuk mewujudkan dunia yang adil dan hening hingga akhir kehidupan ini. “tak
terdapat satupun orang yang memiliki hak buat memonopoli dunia ini demi kepentingan
apapun,”
Pembentukan komunitas Muslim dimulai pada masa Nabi Muhammad di Mekah dan
mampu menentukan bentuknya di Madinah. Orang-orang yang dibangun oleh Nabi di
Madinah mewujudkan keutamaan dibandingkan dengan orang-orang Arab saat itu. Tokoh-
tokoh utama yang menekankan nilai-nilai kesetaraan manusia (musawah), keadilan dan
demokrasi (syurd) memberikan dasar bagi kehidupan sosial dan politik umat Islam di masa
depan. Bahkan umat Islam pada masa Nabi SAW adalah contoh ideal yang dicita-citakan
umat Islam. Pada saat itu, pola dasar masyarakat sudah mapan, dan landasan utamanya adalah
tauhid atau kepercayaan akan keesaan Tuhan. Hampir semua aspek kehidupan berkaitan
langsung dengan penggunaan nilai dasar tauhid ini. Nabi Muhammad sendiri menjabat
sebagai pemimpin agama dan politik, karena dalam pandangan monoteistik, tidak ada
pemisahan iman dan politik. Nabi muhammad saw sendiri berfungsi selaku pemimpin agama
serta politik sekaligus, sebab dalam pandangan tauhid tak terdapat pemisahan antara
kepercayaan serta politik. Namun, pada masa setelah nabi muhammad saw dan al khulafaur-
rasyidin menyatunya agama dan politik menjelma dengan baik pada masa nabi saw dan
secara relatif baik pada masa al-khulafaur-rasyidintidak demikian pada era kekhalifahan (era
dinasti-dinasti islam). Keutuhan masyarakat islam atas dasar persaudaraan keimanan mulai
terpecah ke dalam wawasan-wawasan sempit, baik atas dasar kesukuan maupun pandangan
keagamaan.
Al-qur’an, sebagai kitab suci umat islam, tidak memberikan petunjuk langsung
tentang bentuk masyarakat yang berorientasi masa depan, tetapi memberikan indikasi tentang
3
karakteristik dan kualitas masyarakat yang baik. Oleh karena itu, memahami masyarakat
yang ideal jelas membutuhkan interpretasi dan pemikiran yang maju sehubungan dengan apa
yang disarankan al-qur’an dalam beberapa ajarannya. Masyarakat yang ideal adalah
terminologi yang digunakan al-qur’an untuk menekankan penerapan amar ma'ruf seiring
dengan penerapan nahi munkar dalam masyarakat yang sedang tumbuh dan berkembang.
Pada saat yang sama, ini menunjukkan bahwa ada "masyarakat yang tidak ideal" dengan
karakteristik seperti tidak adanya amar makruf dan kurangnya kepatuhan dari nahi munkar.
(Hasan m. Noer dan Musyafa Ullah , 2004, 167-168.)
Quraish shihab, dalam wawasan al-Qur’an (1998), menyatakan bahwa kata “ummah”
berasal dari kata “ammayaummu” yang berarti “mengarahkan, memerintah dan meniru”. Kata
“um” (ibu) dan “imam” (pemimpin) lahir dari kata yang sama, karena keduanya merupakan
panutan, pandangan dan harapan bagi anggota masyarakat. Seorang ahli bahasa al-qur’an
yang disebut Arraghib Al-Asfahani dalam Al-Mufradat Fi Gahrib Al-Qur'an, dikutip Quraish
shibab, mendefinisikan ummat sebagai sekelompok orang yang disatukan oleh sesuatu seperti
agama, sesuatu, seperti agama, waktu, dan tempat yang sama, baik secara paksa maupun
sukarela.
Quraish shihab menyatakan bahwa “ummah” mengandung makna gerak dinamis,
arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya dengan cara hidup (way of life). Ketika kata
“ummah” dan “islam” digabung, maka ia berarti himpunan manusia yang tidak disatukan
oleh tanah air (nasionalisme) atau keturunan (suku), melainkan disatukan oleh keyakinan,
yaitu agama islam. Sejatinya, makna umat islam ini tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu
yang statis, yakni kesatuan agama saja, tapi juga dinamis. Dalam arti, menjadikan islam
sebagai cara hidup, cara meraih tujuan, dan tujuan hidup. Dari sinilah kemudian intelektual
asal iran ali syariati mengistewakan kata “ummah” dari kata “nation” (bangsa) atau qabilah
(suku). Ia mendefinisikan “ummah” sebagai himpunan manusiawi yang seluruh anggotanya
bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara dinamis di bawah
kepemimpinan bersama. Khairu ummah bisa menjadi prestasi gemilang bagi umat islam
sebagaimana tergambar dalam ayat Allah diatas, apabila karakteristik khairu ummah
terpenuhi. Setidaknya ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi yaitu amar ma’ruf, nahi
mungkar dan beriman kepada Allah.
Umat islam indonesia memiliki keberagaman aneka warna ideologi (pandangan
agama) yang ada. Oleh sebab itu dalam merangkul kemajemukan serta menumbuhkan
solidaritas diharapkan kepemimpinan yang baik yang turut memperhitungkan dinamika
tersebut. Selain diperlukan kepemimpinan yang baik, aspek akomodasi yang berorientasi
4
positif terhadap hadirnya perubahan yang bersifat kemestian turut sebagai keniscayaan.
(nurcholish madjid, 2009, 193). Apalagi di era covid-19 solidaritas sangat dibutuhkan demi
menciptakan kehidupan yang baik di tengah nuansa kemajemukan yang telah ada.
Solidaritas merupakan sebuah keniscayaan, yang sangat diharapkan oleh seseorang
maupun kelompok masyarakat. Sebab intinya, insan menjadi makhluk sosial, tak dapat
terlepas dari manusia yang lain. Merujuk di satu pengertian asal doyle paul johnson pada
bukunya, wacana solidaritas dia mengatakan: “solidaritas mengarah pada suatu keadaan
hubungan antara individu dan atau grup yang didasarkan pada keadaan moral dan agama
yang dianut beserta yang diperkuat sang pengalaman emosional beserta. Ikatan ini lebih
mendasar daripada korelasi kontraktual yang dirancang atas persetujuan rasional, karena
hubungan-korelasi serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat/ derajat
consensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.” Pengertian tentang
solidaritas di atas selanjutnya diperjelas oleh durkheim sebagai berikut: “solidaritas adalah
perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Kalau
orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu/ menjadi persahabatan, menjadi saling
hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung jawab dan memperlihatkan
kepentingan sesamanya.”
Secara etimologis, solidaritas berarti kesatuan atau kohesi. Dalam istilah islam,
persatuan berarti "tadhamun" atau "takaful". Secara lebih mendalam, persatuan adalah bagian
dari nilai-nilai islam—meminjam istilah gus mus yang berarti-kemanusiaan-transendensi.
Dalam pemahaman penulis, kata ini mencoba mengajak kita (sebagai rakyat dan anak negara)
untuk tidak sepenuhnya mempertimbangkan hablumminallah dalam kehidupan bernegara dan
beragama kita. Tetapi juga harus hablumminannas-meminjam istilah lain dari gus mus-ritual
kesalehan-kesalehan sosial. Oleh karena itu, dalam praktiknya, ruang lingkup persatuan
sangat luas (tidak akan berhenti di sini). Nilai persatuan yang terpancar dalam islam
merupakan urgensi kemanusiaan. Dalam arti, ketika prinsip-prinsip fitrah manusia tidak lagi
mengakar dalam otak, hati, dan perilaku manusia, urgensi kita secara keseluruhan sangat
dipertanyakan.
Masyarakat ideal yang terbentuk karena adanya kualitas dan kemampuan secara
spesifik, sehingga perlu mengetahui bagaimana makna dari masyarakat ideal tersebut. Setelah
mengetahui eksistensinya, perlu diketahui beberapa karakteristik dalam hal mewujudkan
masyarakat yang ideal. Masyarakat ideal merupakan kesatuan kelompok muslim yang terkait
dengan agama dengan memenuhi beberapa syarat untuk meraih kedudukan sebaik-
baik umat. Karakter masyarakat ideal ialah beriman, beriman tentang adanya ajakan kepada
5
seluruh kelompok agar menjaga atau berpegang kepada hablullah. Kedua, persaudaraan yang
berdasarkan agama. Ketiga, musyawarah yang ditujukan untuk ketentuan umum dan keempat
adalah keadilan, yaitu berbuat adil sebagaimana yang digambarkan dalam persaksian dan
tidak berbuat dholim terhadap terhadap orang lain yang mana tujuannya adalah untuk
menegakkan perintah Allah swt. Islam memerintahkan manusia untuk berpegang teguh dan
mempraktekan seperangkat nilai-nilai yang luhur, menyerukan kepada tindakan-tindakan apa
pun yang benar dan paling bermanfaat untuk manusia serta menjadikan tindakantindakan
tersebut sebagai landasan ajaran-ajarannya.
Karakteristik masyarakat ideal (khair ummah) tertanam di setiap individu warga
agar terjalin solidaritas /ukhuwah umat islam, terlebih di era pandemi perlu menjaga
solidaritas supaya tidak terjadi perpecahan terlebih upaya melakukan aktivitas dan tatap
muka secara eksklusif antar rakyat dan individu berjalan kurang baik serta terbatas. Adanya
pandemi Covid-19 menimbulkan permasalahan yang signifikan, karena tidak adanya ruang
publik sebagai ruang ajang berkomunikasi melalui opini, menjadi serba terbatas, menjauhi
Covid-19 berrati menjauh kegiatan kerumunan yang ada di masyarakat. Ruang publik
disekitar masyarakat melalui di masjid, taman, warung kopi, juga cafe, dengan adanya ruang
publik krusial demi menyalurkan opini serta musyawarah bersama,komunikasi menjadi
proses pertukaran pesan yang dilakukan oleh satu individu kepada individu atau grup yang
lain. Komunikasi dari prespektif islam bisa dilakukan menggunakan siapapun untuk memberi
kemanfaatan pada balik pesan yang akan disampaikan. Komunikasi mempunyai peran
penting buat mengontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Latar belakang yang tidak
selaras menghadirkan perbedaan budaya, serta agama, tapi pada tengah pandemik timbul
budaya baru yakni stereotype antara individu, saling mencurigai tentang penularan covid 19.
Bahkan dampaknya juga besar bisa saja dikucilkan dari pergaulan sehingga memaksa
individu tadi buat mencari alternatif demi kesehatan. Covid 19 memicu meningkatnya budaya
individualisme dan secara pelan-pelan menghapus budaya kebersamaan..
Dari pemaparan di atas, maka teranglah dalam penelitian ini yang menjadi rumusan
masalahnya ialah bagaimana prinsip prinsip dasar masyarakat islam ideal (khair ummah)
dalam memelihara solidaritas beragama di dunia islam. Berupaya melihat apa yang harus
dilakukan masyarakat islam ideal (khair ummah) dalam memelihara solidaritas beragama saat
ini terlebih di era pandemic.
B. Metode
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif berdasarkan coraknya yaitu dengan
kategori kepustakaan atau library research. Yaitu serangkaian upaya yang berkenaan dengan
6
metode pengumpulan data pustaka (mahmud, 2011: 31). Menurut abdul rahman sholeh,
penelitian kepustakaan (library research) ialah merupakan penelitian yang berupaya
mendapatkan data informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpus, seperti buku,
majalah, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah (abdul rahman sholeh, 2005: 63). Dalam
penelitian ini peneliti memperoleh data melalui penelusuran terhadap kitab-kitab, buku-buku,
jurnal dan lain-lain yang memiliki hubungan dan mendukung penelitian ini.
C. Pembahasan
Kata ummah tersebut disebutkan 49 kali di dalam al-Qur’an, merujuk pada penjelasan
secara kebahasaan, dapatlah diambil makna dari kata ummah adalah suatu komunitas
masyarakat yang hidup secara teratur, dengan tujuan serta aturan norma bersama agar dapat
menjaga keterarutan dan tujuannya tersebut (markus. Et.all, 2009: 12). Cendikiawan muslim
merefer konsepsi masyarakat islam yang khaffah ke dalam bentuk masyarakat madinah di era
Rasulullah SAW dengan alasan bahwa masyarakat madinah merupakan masyarakat ideal
yang pernah hadir dalam sejarah umat manusia sehingga dikenal dengan khaira ummah.
Yunan yusuf ber pendapat dalam, (natsir, 2010: 330) menurutnya masyarakat islam
yang khaffah (sebenar-benarnya) itu merupakan individu masyarkat, yang sadar akan
keberadaannya sebagai abdullah dan kedudukannya sebagai khalifatullah. Di sisi lain sistem
serta tatanan sosial dengan budaya yang dikembangkan kondusif bagi terwujudya kehidupan
yang aman, adil dan makmur, baik secara materil dan spiritual. Hal yang sama diungkapkan
oleh djarnawi hadikusma (dalam, natsir, 2010: 328) secara khusus melihat ciri utama dari
masyarakat islam yang ideal merupakan masyarakat dimana hukum Allah berlaku melalui
dengan menjunjung tinggi sebagai sumber berasal segala aturan lainnya hal itulah mirip yang
terjadi pada masa Rasulullah SAW. Aturan-aturan tadi baik yang sifatnya taklifi berlaku bagi
individu per individu pada hubungan ubudiyyahnya dengan Allah SWT juga wadhy yaitu
aturan yang mengatur korelasi antar sesama insan saat terjadi interaksi antar satu
menggunakan yang lainnya (zahrah, 2002).
Ahmad salaby (dalam natsir, 2010: 331-332 Ia menyampaikan perbandingan,
bagaimana membandingkan keutamaan warga Islam di masa Nabi dengan kondisi sosial di
masa jahiliyah. Sarabi berkata dalam bahasa yang begitu indah sehingga di masa jahiliyah,
orang rela minum dan makan bangkai, dan seperti perzinahan; seorang wanita dapat
melakukan seks berkelompok, kehidupan orang tidak memiliki hukum; yang kuat bisa
menang, yang lemah diperbudak, dan wanita direduksi menjadi kelas dua. Orang-orang
sangat keras dan biadab, karena mereka suka menggunakan suku lain untuk bertarung antar
suku. Setelah kedatangan Rasulullah, kondisi masyarakat yang hancur berbeda 180 derajat,
7
dan masyarakat di sana begitu beradab dan tertib karena perubahan drastis tersebut; berasal
mata pedang ke jalan damai, berasal egoisitas kekuatan ke peraturan perundangan, asal balas
dendam ke qishas, dari serba halal ke kesucian, berasal suka merampas ke kepercayaan ,
berasal mengasingkan diri ke rasa percaya diri menaklukan persia serta rumawi, berasal
penyembahan berhala ke tauhid, dari memandang rendah perempuan ke memuliakannya
serta asal sistem kasta ke persamaan.
Sementara sebahagian cendikiawan muslim lainnya menyampaikan terminology lain
tentang masyarakat islam yang sebenar-benarnya menggunakan merujuk pada istilah
baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang ada pada pada surat saba ayat 15 menjadi
ilustrasi dari kesejahteraan penduduk serta kesuburan negri saba pada masa lampau. Asal
konsepsi baldatun tayyibatun tadi termaktubkan kriteria bahwa masyarakat islam yang
sebenarnya itu adalah masyarakat yang berada pada suatu negri yang penduduknya
mempunyai pola korelasi harmonis sebagai akibatnya kesatuan serta persatuan antar sesama
penduduk bisa terpelihara menggunakan baik. Sekalipun tidak menutup kemungkinan
penduduknya berbuat dosa serta durhaka, tapi dengan segara melakukan kontemplasi buat
kemudian memohon ampunan pada Allah, serta Allah pun dengan segera memafkan
kesalahan-kesalahannya. Keteraturan alam pun terjadi, kerusakan tak terjadi, sebab manusia
mau dan dengan suka rela berhukum dengan hukum Allah, sebab dengan hukum serta
aturan-aturan Allah lah, pasti manusia akan mendapati keamanan serta kesejahteraannya
(Markus, et.al., 2009: 32-33).
1. Konsep khaira ummah
Khaira ummah adalah hak istimewa yang dimiliki umat Islam di antara semua
orang di dunia ini. Allah menjadikan umat Islam khaira ummah karena umat Islam
memenuhi ketiga syarat di atas. Makna khaira ummah telah diarahkan kepada umat Islam
dari dulu hingga sekarang, meskipun m quraish shihab beranggapan bahwa hanya Allah
yang tahu kapan khaira ummah akan terjadi. Sementara menurut Quraish Shihab (Quraish
Shihab), ada khaira ummah yang kuat di zaman Rasulullah, bagaimana dengan generasi
selanjutnya dan sekarang? Gulas Shihab percaya bahwa situasi di generasi mendatang dan
hari ini mungkin lebih buruk atau lebih baik.
Quraish Shihab menunjukkan dalam wawasan Al-Qur'an (1998) bahwa kata
"ummah" berasal dari kata "amma-yaummu", yang berarti kepemimpinan, kemampuan,
dan peniruan. Dari kata yang sama lahir kata “um” yang berarti ibu dan “imâm” yang
berarti pemimpin, karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan
anggota masyarakat. Seorang pakar bahasa alquran yang bernama ar-raghib al-asfahani
8
dalam al-mufradât fi gahrîb al-qur’ân sebagaimana dinukil quraish shibab, mendefinisikan
ummah sebagai kelompok manusia yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama, waktu,
dan tempat yang sama, baik terhimpun secara terpaksa maupun suka rela.
Selain itu, Quraish Shihab mengatakan bahwa "ummah" berarti gerakan dinamis,
arah, waktu, jalan yang jelas dan gaya hidup. Jika dua kata "ummah" dan "Islam"
digabungkan, itu merujuk pada sekelompok orang yang tidak dipersatukan oleh tanah air
(nasionalisme) atau keturunan (suku), tetapi oleh iman mereka, yaitu Islam. Padahal,
makna umat Islam tidak hanya dimaknai statis, yakni kesatuan umat beragama, tetapi juga
dinamis. Dalam arti, menjadikan Islam sebagai way of life, cara untuk mencapai tujuan,
dan tujuan dalam hidup. Dari sini, intelektual Iran Ali Syari'ati lebih memilih kata
"ummah" dari kata "nation" (bangsa) atau qabilah (suku). Dia mendefinisikan "Uma"
sebagai asosiasi manusia, yang semua anggotanya berkumpul dalam satu arah, berjalan
beriringan, dan bertindak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama. Khairu ummah
bisa menjadi prestasi gemilang bagi umat islam sebagaimana tergambar dalam ayat Allah
diatas, apabila karakteristik khairu ummah terpenuhi. Setidaknya ada tiga karakteristik
yang harus dipenuhi yaitu amar ma’ruf, nahi mungkar dan beriman kepada Allah.
Konsep khaira ummah menurut m quraish shihab ialah umat terbaik yang
dikeluarkan atau diwujudkan untuk manusia sejak nabi adam hingga akhir zaman dan
menjadi suatu keistimewaan bagi umat islam karena umat islam tidak pernah bosan untuk
terus menerus berbuat yang makruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah
dengan iman yang benar serta bersatu dan berpegang teguh pada tali Allah dan tidak
bercerai berai. Menurut m quraish shihab, peluang untuk menjadi khaira ummah dimiliki
oleh umat islam sejak dahulu yang mengerjakan tiga persyaratan dan juga dimiliki oleh
āhli kitāb jika mereka mempunyai keimanan sama seperti keimanan orang islam. (quraish
shihab. 2007)
Untuk menjadi khaira ummah tentunya memiliki persyaratan yang harus
dijalankan, persyaratan itu lahir dari hakikat bahwa umat islam adalah umat terbaik yang
dilahirkan ke muka bumi: setelah menjelaskan kewajiban bedakwah atas umat islam, pada
ayat 104, persatuan dan kesatuan mereka dituntut kini dikemukakan bahwa kewajiban dan
tuntutan itu pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat ini sebagai sebaik-baiknya umat.
Ini yang membedakan mereka dengan sementara āhli kitāb yang justru mengambil sikap
bertolak belakang dengan itu. M. Quraish shihab menyatakan ada 3 konsep khaira
ummah:
a. Menyuruh kepada yang makruf
9
Menafsirkan perintah makruf sebagai sesuatu yang baik bagi masyarakat, sepanjang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai sakral. Memerintahkan orang-orang yang taqwa
juga membimbing kita untuk menjaga kualitas rābbaniyyah sebagai kecemerlangan
nilai-nilai sakral, sehingga dapat tercermin dalam kualitas mulia umat manusia melalui
hubungan timbal balik, dan seluruh dunia dapat mengatasi hambatan dan identitas di
masa depan keberadaan manusia.
b. Mencegah pada yang munkar.
Mencegah kemunkaran dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan
nilai-nilai luhur. Seorang khalifah yang dipilih oleh masyarakat tidak boleh bertindak
seenaknya, karena bertentangan dengan nilai-nilai keramat, pembangunan
menghilangkan rasa aman dalam setiap masyarakat, hubungan antara manusia dengan
alam, dan struktur kekuasaan yang menindas manusia dan sebangsanya juga
bertentangan. kepada masyarakat.nilai. Nilai ilahi. Al-Qur'an juga berbicara tentang
kehancuran masyarakat yang disebabkan oleh diri mereka sendiri. Selain itu, juga al-
qur’an berbicara mengenai ajal dari masyarakat apabila seisi negri sudah mencapai
puncak kebejatan dengan cara membinasakannya. M quraish shihab juga berpandangan
bahwa bisa saja kebinasaan suatu negri tidak mematikan semuanya melainkan jatuhnya
kursi kekuasaan yang dipegang dan hilangnya kebijaksanaan suatu negrinya.
c. beriman kepada Allah
Iman kepada Allah adalah iman yang benar. Atas dasar keyakinan ini, kami
mengamalkan tuntunan beliau dan tuntunan para rasulnya, sebaliknya m. Quraish
shihab mengutip kritikus lain, tabātabā'i, yang mendefinisikan kepercayaan kepada
Tuhan sebagai kesatuan, berpegang teguh pada tali Allah dan tidak bercerai berai.
(quraish shihab. 2007)
Sumber konsepsi tersebut, baik dengan mengacu pada kata khaira ummat
maupun baldatun tayyibatu wa ghafur, dapat dikatakan sebagai konsepsi operasional
masyarakat Islam yang sejati; dimana secara individu, secara individu, umat Islam
sebenarnya memiliki sifat ketuhanan, ibadah dan hanya melakukan dan menaati Allah;
perjuangan dan langkahnya hanya berpegang teguh kepada ajaran Allah;
membangun dan beraktivitas di dalam setiap bidang hanya menempuh jalan yang di
ridhai Allah; dan menjunjung tinggi hukum Allah di atas hukum yang manapun.
Sedangkan secara kolektif, masyarakat Islam sejati memiliki ciri-ciri; hidup dalam
kesejahteraan baik atas dasar jaminan negara, kedermawanan, ketersediaan dari alam
atau buah dari semangat dalam bekerja; masyarakat yang demokratis karena
10
mengedepankan permuyawaratan dalam setiap pengambilan kebijakan menyangkut
urusan bersama; (markus, et.all., 2009: 35-37).
2. Karakter masyarakat islam
Masyarakat Islam sejati dalam mengacu pada kata khaira
ummah dan baldatun tayyibatun sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Philip K. Hitti (2013; 154-163) yang berpendapat bahwa pencapaian
peradaban yang telah dibangun oleh Muhammad adalah peradaban
yang belum pernah dicapai oleh peradaban manusia sebelumnya;
dimana orang-orang Arab yang tidak mengambil bagian dalam
percakapan peradaban besar dunia mampu membentuk kerajaan besar
dengan berhasil menaklukkan Mesopotamia yang subur dan lembah
Sungai Nil kelanjutan penaklukan yang dilakukan terhadap Bizantium
dan Persia. Sedangkan secara genealogis, masyarakat Arab bukanlah
penakluk; tidak memiliki kebudayaan mapan seperti bangsa-banga
yang lainnya. Semua ini tidak dapat dipisahkan dari bangunan
komunitas yang dibangun Rasulullah di kota Madinah; dimana secara idividu
masyarakat madinah memiliki keimanan dan kepasrahan yang begitu kuat terhadap Allah
swt yang dengan keimanan itulah menjadikannya tak memiliki rasa takut untuk
menghadapi siapapun kecuali rasa takut itu hanyalah terhadap Allah begitupun mereka
duduk sederajat antar satu dengan yang lainnya karena keimanan mengajarkan
kesederajatan antar sesama umat manusia tidak ada yang lebih superior di atas manusia
yang lainnya. Individu-individu masyarakat madinah pun memiliki ketundukan yang
begitu kuat terhadap perintah-perintah Allah yang termaktub di dalam rukun islam,
sehingga dengan ketundukannya itulah mampu melahirkan individu-individu tangguh.
Sementara secara komunal masyarakat memiliki kondusivitas yang begitu kuat; karena
hukum dikedepankan menggantikan system superioritas yang berlaku di masa jahiliyyah;
hukum sangat menjerakan dan mampu menjadi pelajaran bagi yang lainnya.
Karakteristik spesifik lainnya menurut philip k. Hitti (2013) dari Masyarakat pada
zaman Rasul Allah sangat mencintai ilmunya. mengisi. k. Hiiti (2013) bahkan
menyimpulkan bahwa menurutnya masyarakat Arab pada masa Jahiliyyah adalah
masyarakat yang tidak memiliki peradaban selain sastra Arab. Tetapi bagaimana orang
tanpa tradisi ilmiah yang mapan dapat mengembangkan filsafat Yunani yang kemudian
tersebar menjadi kulminasi dari suatu disiplin ilmu tertentu (Madjid, 2009). Demikian

11
pula, pengobatan cepat diadopsi dari tradisi medis Persia, India dan Cina. Arsitektur dari
warisan Bizantium Suriah; pertanian dan irigasi sisa-sisa peradaban Mesopotamia di
lembah sungai Tigris dan Efrat. Administrasi nasional sistem administrasi Kekaisaran
Persia (hitti, 2013).
Oleh karenanya nurcholis madjid (2008: 234) Harus dinyatakan bahwa
kebijaksanaan adalah milik umat Islam dimanapun mereka berada. Ini adalah konsep
progresif untuk mendapatkan dan mencapai nilai sekuler dari mana saja, selama kebenaran
terkandung: perilaku dan keterbukaan psikologis. Ke depan, umat Islam akan mampu
membentuk disiplin keilmuannya sendiri dan menjadi produk asli kajian Islam, yaitu ilmu
ushulfiqh. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap peradaban memiliki produk ilmiahnya
masing-masing. Mirip dengan orang Yunani yang menggunakan filosofi mereka. Kedua,
peradaban Islam juga menggunakan ushulfiqh itu. Ushul fiqh lahir dari kebutuhan akan
keberadaan al-Qaeda. Al Qaeda dapat digunakan sebagai panduan untuk menarik
kesimpulan dari teks dan mengkontekstualisasikan pembicaraan dengan arus yang berubah
dan kondisi eksklusif masyarakat setempat. (suharto, 2004: 74). Dengan ilmu periwayatan
hadits lah otentisitas qauliyah, filiyyah dan takririyyah nabi muhammad saw bisa
dipastikan keabsahaannya untuk menegasikan apa-apa yang tidak benar-benar datang
darinya.
Umat menjadi masyarakat yang primer disebut sebagai khairu ummah seringkali
dicitrakan menjadi umat yang melegitimasi aksi-aksi kekerasan. Pada banyak daerah umat
islam disudutkan menjadi umat yang intoleran, radikal, eklusif dan sebagainya, yang
mana dari hemat penulis hal ini justru bertentangan menggunakan esensi khairu ummah.
Akan tetapi tidak demikian yang terjadi sebenarnya, banyak teks-teks agama terutama
pada al-qur’an yang menganjurkan supaya umat islam sebagai umat yang menjunjung
tinggi nilai-nilai keadilan, mengedepankan dialog buat mengatasi perbedaan serta yang
lebih penting lagi bahwa nilai-nilai yang terkandung pada masyarakat ideal merupakan
membentuk sebuah masyarakat yang diwarnai oleh jalinan solidaritas sosial yang tinggi,
serta rasa persaudaraan yang solid antar insan sesuai al-qur’an serta hadis.
Kehidupan manusia menggunakan aspek sosial yang tidak sama perlu di kaji ulang.
Untuk kembali kepada revitalisasi serta reorientasi sesuai petunjuk al-quran. Setiap insan
masnusia absolut memerlukan bimbingan serta petunjuk, dan petunjuk itu telah turun
berada tepat tengah-tengah kita saat ini, yaitu al-quranul karim. Al-quran merupakan kitab
suci yang mempunyai sarat nilai serta ialah petunjuk ( hudan ) bagi kehidupan insan
manusia. Al-quran bukan karya manusia seperti kitab lainnya. Sampai hari ini dan
12
bahkan hingga kapanpun al-quran tidak akan bisa untuk di tiru, diubah ataupun bahkan
dihilangkan di permukaan bumi sebab dipelihara sang sang maha pencipta yaitu Allah
sebagaimana firman-nya :
Artinya : sesungguhnya kami-lah yang menurunkan al quran, serta sesungguhnya
kami sahih-benar memeliharanya ( qs. Al-hijr 9).
Menjadi petunjuk , al-quran memberikan panduan perihal maslahat kehidupan
manusia secara menyeluruh, baik yang menyangkut dengan kehidupan peribadi, famili dan
bahkan hingga kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Al-quran berbicara
pada seluruh kontek kehidupan insan, baik kehidupan sebelum insan lahir, sehabis serta
bahkan sampai pada kehidupan mendatang pada alam baqa atau pada akhirat kelak.
Karena pesan moral al-quran menyentuh seluruh aspek kehidupan insan , tentu tidak
diragukan lagi sudah barang tentu saatnya kita harus merujuk pulang pada petunjuk al-
quran wacana kehidupan ini.
Pada prinsip pertama al-quran menghendaki umat manusia mendapatkan perbedaan
menjadi eksistensi kehidupan. Disparitas merupakan ciptaan Allah SWT, serta seluruh
ciptaan Allah merupakan anugerah terindah buat insan dan makhluk lainnya. Ini
memberikan bahwa kehidupan ini sebagai indah memakai disparitas serta menjadi
nyaman dengan kebersamaan.lalu pada prinsip kedua Al-Quran menghendaki bahwa
keberadaan insan merupakan sebagai bukti kekuasaan Allah. Manusia di ciptakan
memiliki hak-hak azazi yang wajib diakui oleh siapapun jua.
Melanggar hak azazi atau mengingkari hak azazi manusia itu sama artinya
menggunakan mngingkari penciptaan. Memakai demikian eksistensi penciptaan harus
dilihat sebagai hukum yang tidak boleh dilanggar apalagi didzalimi. Asal 2 prinsif yang di
ajarkan al-quran sangat jelas bagi kita bahwa keragaman ( plural ) adalah sunnatullah dan
pemberian yang maha kuasa. Pluralisme masyarakat merupakan keliru satu karakteristik
utama dari masyarakat multikultural seperti indonesia. Pada kajian para pakar sosiologi
indonesia disebut sebagai negara yang masyarakatnya pluralistik. Istilah ini seringkali
diartikan dengan masyarakat beragam / plural society. ( nasikun; 1998 ). Berdasarkan
petunjuk al-quran pluralisme ( keragaman ) sangat krusial merupakan terutama pada
semangat persatuan serta kesatuan bangsa. Keragaman merupakan potensi strategis untuk
mewujudkan pembangunan dan sekaligus sebagai rahmad allah swt. Keragaman artinya
kekuatan atau energi untuk menghasilkan kebersamaan.

3. Menjalin solidaritas dan ukhuwah islamiyah


13
Menjalin adanya solidaritas tercipta peluang atau kesempatan untuk
mengekspresikan diri , hayati berdampingan , dan berafiliasi antar aneka macam
kelompok masyarakat . Hal ini tentunya sejalan jua menggunakan petunjuk al-quran untuk
ber-taawwun ( tolong menolong ) saling bekerja sama dalam membangun kebaikan.
( firman Allah swt ):
Artinya: hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
hewan-binatang had-ya, dan hewan-binatang qalaa-id, serta jangan (pula) merusak
orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan
dari tuhannya dan apabila kamu telah menuntaskan ibadah haji, maka bolehlah berburu.
Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum sebab mereka
menghalang-halangi kamu berasal masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (pada
mereka). Serta tolong-menolonglah engkau pada (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
serta jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Serta bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya.( qs.al-maidah: 2 ).
Dari ayat tersebut , ada pelajaran bahwa substansi kehidupan ini merupakan untuk
solidaritas yang akan kita persembahkan secara peribadi Allah. Substansi itu tidak lain
merupakan pola biologi qur’ani yang dibangun atas dasar keragaman. Inilah karakteristik
masyarakat qurani , yaitu masyarakat yang bisa mengendalikan diri untuk kebersamaan
dalam membentuk budaya serta peradaban yang berazaskan demokrasi. Warga yang
dibangun diatas prinsif gotong royong untuk kebajikan, sehingga sikap menghargai hak
azasi manusia akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Disamping itu energi
keragaman akan melahirkan tegaknya keadilan serta hukum, terwujudnya nilai budaya dan
pandangan hidup , kebersamaan, kesedrajatan, penghargaan atas keyakinan, kesempatan
berprestasi, penghindaran tindak kekerasan fisik serta keyakinan, rasa nyaman
menggunakan ciri-ciri dan sebagainya
Persaudaran serta solidaritas sesama insan dan khususnya sesama muslim begitu
dijunjung tinggi. Bahkan, persaudaraan serta solidaritas tadi melebihi berasal persaudaraan
yang terbentuk berasal dari nasab atau darah keluarga. Menggunakan adanya ikatan yang
kuat, islam tidak lagi memandang dari mana orang tersebut berasal. Ketika sesama
manusia atau sesama muslim membutuhkan bantuan, maka umat islam harus bisa
membantu. Menggunakan catatan, bantuan tadi bukanlah sesuatu yang membawa
kemudharatan dan perbuatan yang dapat menyekutukan allah.di dunia islam pesan-pesan
tentang solidaritas pun terus digelorakan, baik yang disampaikan dalam al-quran maupun
dari teladan Rasulallah SAW. Berikut adalah beberapa pesan Rasulullah SAW tentang
solidaritas sesama muslim dan sesama manusia ialah:
a. Memuliakan manusia

14
Dalam sebuah hadits disebutkan, "sesungguhnya jenazah pernah dibawa
Rasulallah, lantas beliau berdiri." beliau ditanya, "ini jenazah orang yahudi." beliau
bersabda, "bukankah ia jiwa?" (hr muslim, malik, an-nasai dan ahmad)
dasar dari membangun solidaritas adalah memuliakan sesama manusia. Sikap yang
Rasulallah tunjukkan adalah bentuk penghargaan, penghormatan, dan kasih sayangnya
kepada sesama manusia. Setiap jiwa secara mutlak adalah sama dan Rasulallah
menunjukkan teladan dalam hal tersebut. Jenazah yahudi , walaupun bukan sesama
muslim pun tetap ia hargai.
b. Dalam membantu tetangga
“Dari abu syuraih r.a. Bahwa nabi muhammad saw. Bersabda, “demi allah,
seseorang tidak beriman; demi allah, seseorang tidak beriman; demi allah, seseorang
tidak beriman.” Ada yang bertanya, “siapa itu, ya Rasulallah?” Jawab nabi, “yaitu
orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (hr bukhari). Solidaritas islam,
tidak dibatasi oleh suku bangsa dan negara. Sejauh apapun batasan wilayah, jika
sesama manusia membutuhkan bantuan, maka umat islam harus mengambil bagian
untuk menolongnya. Terlebih jika mereka adalah orang-orang terdekat yang ada di
sekitar kita. Tetangga adalah salah satunya, yang merupakan orang terdekat dari sekitar
kita.
Jika tetangga kesulitan, maka kitalah orang terdekat yang dapat membantunya.
Begitupun sebaliknya, jika kita mengalami kesulitan, maka tetanggalah yang dapat
menjadi tumpuan dan tempat mencari pertolongan secepatnya. Solidaritas sesama
manusia, ternyata begitu mudah dilakukan. Rasulullah contohkan melalui teladannya
dalam membantu dan memuliakan tetangga.
c. Solidaritas kaum muhajirin dan anshar
Sejak menginjakkan kaki di madinah, Rasulallah terus melakukan perubahan
dan gebrakan awal untuk membangun masyarakat agar lebih kondunsif. Salah satu
yang dilakukan oleh Rasulallah ialah mempererat dan memperkukuh ikatan sosial
antarwarga. Tanpa hal itu, tentu masyarakat madani tidak akan mungkin mampu
terwujud. Mulailah Rasulallah mempersaudarakan muhajirin serta anshar. Dalam
perjalanan, persaudaraan tersebut bahkan lebih kuat dibandingkan hubungan nasab itu
sendiri. Lewat cara tersebut, Rasulallah bahkan berhasil mengatasi krisis keuangan
kaum muhajirin yang datang ke madinah tanpa membawa apapun selain dari yang
mereka kenakan.

15
Pernah suatu kali, tatkala nabi dan pasukannya menerima rampasan harta dari
yahudi bani nadir, para sahabat anshar mempertanyakan kebijakan hanya membagi
harta itu kepada seluruh kaum muhajirin, tidak pada kaum anshar kecuali hanya pada
dua orang fakir di antara mereka, yaitu abu dujanah serta sahal bin hunaif. Nabi
menjawab, "jika kalian mau, bagikan saja rumah-rumah serta harta kalian pada kaum
muhajirin, lalu kalian mampu ambil bagian pada harta rampasan ini atau kalian tidak
usah membagi harta dan tempat tinggal kalian, serta kami tidak membagi harta
rampasan ini pada kalian." orang-orang anshar itu berkata, "justru kami ingin
membagi rumah dan harta kami buat saudara-saudara kami dan kami lebih
mengutamakan mereka buat mendapatkan harta rampasan itu”. Pantaslah jika Allah
mengabadikan sikap mereka dalam firman-nya, "dan mereka mengutamakan [orang-
orang muhajirin] atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sangat memerlukan" (qs
al-hasyr: 9).
Peristiwa tersebut menunjukkan betapa di masa Rasulallah memimpin, kaum
muhajirin dan anshar sangat solid bagaikan satu tubuh. Seperti semangat yang
disampaikan dalam qs al-hujurat ayat 10, “sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) itu
dan bertaqwalah pada Allah, agar kamu mendapat rahmat”.
Menurut arti bahasa dalam masalah ijtimaiyah, ukhuwwah dapat dijabarkan
dalam konteks hubungan sebagai: persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah islamiyah,
yang tumbuh dan berkrmbang karena persamaan aqidah dan keimanan, baik ditingkat
nasional dan internasional. Persatuan nasional, yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran berbangsa dan bernegara. Dan solidaritas kemanusiaan, yang tumbuh dan
berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal. Ukhuwwah
memberikan cakupan arti suatu sikap yang mencerminkan rasa persaudaraan,
kerukunan, persatuan dan solidaritas, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang
lain atau suatu kelompok pada kelompok lain, dalam interaksi sosial (muamalah
ijtimaiyah).
Timbulnya sikap ukhuwwah dalam kehidupan masyarakat disebabkan adanya
dua hal, yaitu: adanya persamaan, baik dalam masalah keyakinan atau agama,
wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat tinggal maupun cita-cita. Serta adanya
kebutuhan yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melalui kerjasama dan gotong
royong serta persatuan. Ukhuwwah (persaudaraan atau persatuan ) menuntut beberapa
sikap dasar, yang akan mempengaruhi kelangsungannya dalam realita kehodupan
16
sosial. Sikap-sikap dasar tersebut adalah : saling mengenal (ta’aruf), saling menghargai
dan menenggang (tasamuh), saling menolong (ta'awun), saling mendukung
(tadlomum), dan saling menyayangi (tarahum).
Ukhuwwah islamiyah dan persatuan nasioanal merupakan dua sikap yang
saling membutuhkan dan saling mendukung keduanya harus diupayakan
keberadaannya secara serentak, dan tidak dipertentangkan antara satudengan yang lain.
Hubungan persaudaraan islam dan persatuan nasional adalah:
a. Akomodatif, dalam arti ada kesediaan untuk saling memahami pendapat, aspirasi
dan kepentingan satu dengan yang lain.
b. Selektif, dalam arti ada sikap kritis untuk menganalisis dan memilih yang terbaik
dan yang ashlah (lebi memberi maslahat) serta anfa’ (lebih memberi manfaat) dari
beberapa alternative yanga ada.
c. Integratif, dalam arti ada kesedihan untuk menyesuaikan dan menyelenggarakan
berbagai macam kepentingan dan aspirasi tersebut secara benar, adil dan proposional
Ukhuwwah Islamiyah dan persatuan bangsa merupakan landasan dan modal
dasar untuk mewujudkan hubungan kemanusiaan yang universal. Ukhuwwah Islamiyah
merupakan salah satu syarat mutlak dalam kehidupan individu dan masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selain
mampu memberikan stabilitas, ketenteraman dan semangat dalam menghadapi berbagai
permasalahan yang ingin dicapai dan mengatasi berbagai permasalahan. Tantangan
yang dapat mengganggu kehidupan sosial dan stabilitas nasional. Kondisi tersebut akan
memberikan dorongan dasar untuk mencapai pertumbuhan partisipasi masyarakat
dalam proses pencapaian tujuan bersama, dan dengan demikian menjadi potensi besar
yang diperlukan untuk mencapai kualitas hidup jasmani dan rohani yang lebih tinggi.
Dalam konteks stabilitas nasional dan persatuan Islam, kondisi ini juga meningkatkan
peran nyata dalam mencapai persatuan nasional dan keutuhan ummat . serta pengamalan
agama yang bertujuan mencapai kesejahteraan hidup dunia dan kebahagiaan hidup
akhirat.
Penerapan konsep dan wawasan ukhuwwah, dapat dilakukan melalui berbagai
cara, melalui bermacam lembaga serta sarana, antara lain:
a. Persaudaraan islam (ukhuwwah islamiyah) seyogyanya dimulai dari linkungan yang
paling kecil (keluarga), kelompok atau warga suatu jam’iyah, kemudian
dikembangkan dalam lingkungan yang lebih luas (antar jam’iyah aliran dan bangsa).

17
b. Perlu adanya keteladanan yang baik (uswah hasanah) dari pemimpin ummat, dan
khususnya bagi nahdlatul ulama’ diperlukan keteladanan dari para pengurus untuk
menampilkan sikap ukhuwwah yang dapat dijadikan contoh oleh warganya dan
ummat islam pada umumnya, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan fungsionalnya.
c. Mengembangkan perluasan cakrawala berpikir dalam masalah keagamaan maupun
kemasyarakatan, dalam rangka lebih meningkatkan saling pengerrtian dan saling
memahami wawasan pihak lain, dan mengembangkan sikap keterbukaan dalam
menghadapi masalah-masalah sosial.
d. Terbentuknya lembaga-lembaga atau pranata-pranata yang dapat menumbuhkan
kerukunan, persatuan dan solidaritas warga dan ummat, seperti koperasi, badan-
badan kontak dan dan konsultasi dan lain sebagainya, sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan ummat.
e. Mendayagunakan semua lembaga dan sarana yang sudah tersedia, baik yang
diadakan oleh pemerintah maupun oleh swdaya masyarakat sendiri, seprti mui,
pesantren, sekolah dan kampus perguruan tinggi, sebagai sarana pengembangan
persaudaraan islam dan persatuan nasional.
f. Mendayagunakan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang dimililki
oleh nahdlatul ulama’ khususnya, agar lebih berperan dalam pengembangan
wawasan ukhuwwah, baik melalui program kurikuler, kokurikuler maupun ekstra-
kurikuler.
Menciptakan suatu mekanisme yang baik dan efektif dalam kehidupan
jam’iyyah nahdlatul ulama, yang mampu berperan dalam menyelesaikan masalah, jika
terjadi perbedaan pendapat dalam pergaulan intern pengurus jam’iyah nahdlatul ulama,
atau dalam mengatasi perbedaan pendapat dengan pihak-pihak lain. Dalam hubungan
ini, perlu difungsikan mekanisme ishlahu dzatil bain (arbritrase ) seoptimal mungkin.
(k.h.m. munasir dan k.h imran hamzah, dalam (nu.or.id), ukhuwah islamiyah dan
persatuan nasional)
4. Menjalin solidaritas umat islam ditengah pandemi
Pandemi covid-19 terjadi pergeseran di ruang publik dalam dimensi virtual, melirik
memakai pola perkembangan ruang publik yang baru sesuai habermas jelas bahwa
komunikasi antarbudaya hadir secara tak tertentu, yang umumnya dalam satu ruang publik
dihadiri oleh pola orang yang berasal asal golongan, lapisan, dan grup yang tak sama.
tetapi saat ini melebur menjadi satu ruang publik secara (impian) melekukan iteraksi serta
18
meneyelsaikan dilema yang menyangkut kemaslahatan bersama. (andri kurniawan, 2020:
36). Saling curiga yang muncul tidak dapat dihindari, perubahan seperti itu tidak dapat
direncanakan, dan masyarakat tidak menginginkannya. Tapi untuk tetap sehat, Anda perlu
melakukannya, suka atau tidak. Covid-19 merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi
kapan akan berakhir dan seberapa jauh akan menjangkau kehidupan manusia. Perubahan-
perubahan ini seringkali membawa gejolak dan kecacatan bagi masyarakat karena keadaan
yang tidak terduga. Oleh karena itu, sangat sulit untuk memprediksi kapan perubahan yang
tidak diinginkan akan terjadi. Dapat dikatakan bahwa perubahan yang disebabkan oleh
COVID-19 berdampak besar pada (makro) karena menyebabkan perubahan tatanan
sosial, hubungan kerja, dan sistem kehidupan. Menurut selo soemardjan, perubahan sosial
adalah perubahan yang terjadi dalam forum-forum sosial masyarakat yang mempengaruhi
sistem sosialnya. (imam bonjol jauhari, 2014: 43). M quraish shihab mengungkapkan
supaya menjadi khaira ummah yaitu mencegah pada yang munkar. Mengartikan mencegah
dari yang munkar menjadi apa saja yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur. Seharusnya
masyarakat agar supaya tidak saling mencurigai sesamanya, dengan semestinya
masyarakat wajib saling membantu serta menjaga kesehatan lingkungan di era pandemic.
Terlihat bahwa Covid19 berperan dalam mengubah sistem masyarakat,
menyebabkan banyak perubahan sosial bahkan mempengaruhi pendapat dan sikap
masyarakat dalam pembacaan empiris di daerah ini. Mengetahui proses sosial yang
dilakukan masyarakat selama pandemi virus Covid-19 merupakan kajian sosiologis,
seperti intervensi sosial melalui pelaksanaan bakti sosial, untuk memahami bagaimana hal
itu terjadi. Minimalkan stereotip yang terjadi di masyarakat. Selain keseimbangan
interaksi sosial yang baik, tanpa melakukan terlalu banyak juga menyebabkan
ketimpangan dalam proses interaksi sosial. Namun, di pedesaan pada umumnya ada
fenomena aneh memulai aktivitas tanpa takut Covid19, dan kebanyakan masyarakat tidak
memakainya dan menjaga jarak. Situasi ini disebabkan oleh gejolak ekonomi, hilangnya
sumber pendapatan, dan perluasan kelas sosial yang ada dengan meningkatnya
kemiskinan. (siti rahma harahap, 2020: 50)
Bentuk Kemajemukan yang ada di Indonesia seperti pedang bermata dua, yang
satu membawa berkah dan yang lain membawa kerusakan. Covid19 telah menyebar ke
seluruh Indonesia, dengan semua mobilitas otomatis dibatasi dan kebebasan dibatasi.
Selain itu, terlepas dari hasil pemeriksaan dan apusan yang cepat, masih ada kelompok
yang mendapat stigma negatif dan bahkan lebih sulit untuk dipisahkan, yang merupakan
dampak psikologis yang besar. Apalagi tentu tumbuh bagi mereka yang terdampak Covid
19
19, bahkan keluarga pun tidak bisa lepas dari diskriminasi. Oleh karena itu, wajib memilih
dengan literasi kesehatan yang optimal untuk berbagai pihak. Edukasi seluruh pemangku
kepentingan untuk meminimalisir stigma negatif, termasuk pasien COVID-19,
memperhatikan pola hidup sehat, mengonsumsi vitamin C dan E, serta mengikuti anjuran
pemerintah dan kementerian kesehatan. Saya akan membantu Anda mewujudkannya.
(Ramly Abudi, Yasir Mokodompis, Allika Nurfadias Magulili, 2020: 82)
Dengan demikian, kehadiran COVID-19 meningkatkan kesadaran seluruh elemen
Islam di Indonesia, dan diskusi tentang solidaritas Islam di Indonesia baik kesejahteraan
Islam Indonesia yang utama maupun kegiatan sukarela. Semakin meningkat selama
pandemi, terbukti dengan adanya. Dari lembaga dan organisasi Islam lainnya. Sementara
itu, ada juga kelompok umat Islam yang melonggarkan solidaritas dan pluralisme di masa
pandemi COVID-19. Umat Islam Indonesia harus saling mendukung dan mengambil
tindakan nyata untuk mendukung konsep solidaritas dan pluralisme untuk kepentingan
bersama.
Sebagian besar kelompok islam berusaha mencari solusi atas dalil ijtihad ushul
fiqh. Kemudian cari dalil dalam al-qur’an serta hadist tentang tata cara beribadah pada
rumah akibat situasi bencana atau pandemi covid-19. Upaya ini tidak mudah, sebab bagi
sebagian orang, terdapat pandangan yang terlalu gigih bahwa pada situasi darurat
sekalipun, agama serta ibadah wajib sepenuhnya pada masjid. Meskipun ushul fiqh terus
ditransmisikan, tetapi tidak secara otomatis terhubung menggunakan mereka. Dia
mengatakan, "bahkan ada tanggapan yang berkata bahwa tak perlu takut dengan covid-19,
tetapi takut pada Allah SWT. Sepertinya memuji Allah namun berhati-hati seperti ini
mungkin salah." dalam perilaku kebhinekaan, ternyata konsep tauhid belumlah benar-
benar inklusif, serta melampaui latar rahmatan lil alamin yang sering didengungkan. Tidak
hanya itu, dalam menyesuaikan diri dengan bencana ini, kesabaran berbasis pengetahuan,
amanah dan rasionalitas tidak mudah. Di sinilah umat islam membutuhkan kebijaksanaan.
Seperti yang disampaikan m. Quraish shihab mengenai khaira ummah, yaitu
menyuruh pada yang makruf, memaknai menyuruh pada yang makruf menjadi sesuatu
yang disebut baik bagi masyarakat selagi itu tak bertentangan dengan nilai-nilai tuhan.
Dilihat asal teori solidaritas emil durkheim yang terbagi menjadi 2, solidaritas organik
serta mekanik. Solidaritas mekanik didukung oleh persamaan individu. Pada umumnya
solidaritas mekanik ada pada sistem warga yang sangat sederhana, bersahaja, primitip
bahkan dianggap tidak identik antara satu dengan yang lain dan sistem pembagian
kerjanya belum diklasifikasi. (kamiruddin, 2006: 73) tidak selaras dengan solidaritas
20
organisasi, dalam tatanan solidaritas organis sistem pembagian kerja telah diklasifikasikan
dan bersifat terorganisir serta pola masyarakatnya sudah heterogen. Begitu jua dengan
penangan covid yang dilakukan elemen-elemen islam telah terorganisir dan tersistematis
sebagai akibatnya lebih maksimal dalam penanganannya. Berasal dari penelitian terdahulu
sebagaimana yang ada pada pendahuluan..
D. Kesimpulan
Khaira ummah, merupakan masyarakat yang diidealkan pada di al-Qur’an dan
dipraktekkan sejak nabi muhammad saw. Konsep khaira ummah merupakan suatu komunitas
masyarakat yang senantiasa menyerukan pada kebaikan (yad'un ila al-khair) serta menyuruh
di yang ma'ruf (ya'murun bi alm'ruf), serta mencegah kemungkaran (yanhauna 'an al-
munkar). Kalangan mufassir menafsirkan istilah al-khair menjadi kebaikan yang bersifat
particular, termasuk pada dalamnya karifan lokal (local wishdom). Sedangkan istilah al-
ma'ruf lebih bermakna kebaikan yang bersifat universal. Untuk kebaikan particular masih
perlu digunakan pendekatan persuasive, berasal bawah ke atas (da'wah). Sedangkan
kebenaran universal yang telah sebagai common sense telah perlu ditegaskan (amr). Perincian
khaira ummah dijelaskan dalam ayaat berikutnya: menyuruh pada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman pada Allah SWT. Umat yang ideal selalu
menebarkan kedamaian, persaudaraan, kerjasama satu sama lain. Di islam tidak terdapat
larangan untuk berbuat baik dan bekerjasama dengan orang-orang non-muslim. Nabi
Muhammad SAW senndiri mencontohkan terbuka menerima kehadiran non-muslim pada di
lingkungan pemerintahannya. Salman al-farisi, arsitek perang nabi, telah lama bergabung
menggunakan nabi seblum beliau menjadi muallaf pada akhir hayat nabi. Demikian juga
praktek para sahabat serta tabi'in, selalu memberi ruang terhadap kelompok non-muslim.

Daftar isi

Bellah, robert n. 1991. Beyond belief, barkeley: university of california press.

21
Budiman, arif (ed.). 1990. State and civil society, clayton: monash papers on southeast asia.
Cohen,
Fadeli, soeleiman dan subhan, mohammad. 2007. Antologi nu. Surabaya : khalista dan pw ltn
nu jatim.
Fanani, akhwan. 2008. “nu dan islamisasi kultural tradisi lokal”, dalam sarung & demokrasi
dari nu untuk peradaban keindonesiaan. Surabaya: khalista dan pw ltn nu jawa timur.
Jean l. Dan arato, andrew. 1992. Civil society and political teori, london : mit press.
Effendy, bahtiar. 1998. Islam dan negara: transformasi pemikiran dan praktik politik islam,
jakarta: paramadina.
Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai ilmu (yogyakarta:tiara wacana).
Madjid, nucholis. 2008. Islam, kemoderenan dan keindonesiaan. Bandung: mizan.
Madjid, nurcholis. 1999. Masyarakat madani dan investasi demokrasi: civil society versus
masyarakat madani: arkeologi pemikiran civil society dalam islam indonesia,
bandung: pustaka hidayah.
Madjid, nurcholis. 2008. Islam doktrin dan peradaban. Jakarta: dian rakyat (cetakan keenam).
Madjid, nurcholis. 2009. Kaki langit peradaban islam. Jakarta: dian rakyat (cetakan kedua).
Markus, sudibyo, dkk. 2009. Masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Jakarta: civil islamic
institute.
Masduqi, mahmud. 2012. Tafsir al-mishbah m. Quraish shihab. Yogyakarta: pustaka pelajar.
M, howard fedesfiel. 1996. Kajian al-qur‟an di indonesia: dari mahmud yunus hingga
quraish shihabterj tajul arifin. Bandung: mizan.
Nashir, haedar. 2010. Muhammadiyah gerakan pembaruan. Yogyakarta: suara
muhammadiyah.
Quraish, m shihab. 2002. Tafsir al-mishbah:pesan, kesan dan keserasian alqur‟an.
Jakarta:lentera hati. Quraish, m shihab. 2007. Membumikan al-qur‟an: fungsi dan
peran wahyu dalam kehidupan masyarakat. Bandung: pt mizan pustaka.
Suharto, ugi. Peranan tulisan dalam periwayatan hadis. Journal islamia. Tahun 1 no.2 juni-
agustus 2004.
Thomas, clive s. 2004. Research guide to u.s. and international interest groups. London:
praeger publishers.
Zahrah, muhammad abu. 2002. Usul fiqih. Jakarta: pustaka firdaus. (terjemehan: cetakan
kedua).

22

Anda mungkin juga menyukai