Anda di halaman 1dari 14

HAKIKAT MASYARAKAT DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PENDIDIKAN DALAM FILSAFAT


PENDIDIKAN ISLAM
1. Malikul Sholeh As-salim (0301223139)
2. Khairy Fitrah Nasution (0301223049)
3. Rizki Amaliyah Putri (0301222110)

PENDAHULUAN
Aktivitas khas masyarakat manusia adalah pendidikan. Pendidikan adalah aktivitas yang
secara inheren ada dalam tugas manusia dan terjadi dalam masyarakat. Sebaliknya, pendidikan
juga berfungsi sebagai alat dan cara untuk membangun dan menciptakan masyarakat yang ideal
menurut Islam. Akibatnya, pendidikan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, dan sebaliknya,
masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Sebagai dua sisi mata uang, masing-masing
memberikan kekuatan, kelengkapan, dan nilai kepada yang lain (Al-Rasyidin, 2012: 37). Filosofi
pendidikan Islam sangat penting karena prinsip Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah,
dan dengan menyerahkan diri kepada-Nya seseorang akan mendapatkan keselamatan dan
kedamaian. Selain itu, agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya
(penciptanya), sesama manusia, dan alam semesta (Rizal, 2010: 8-9).

Filsafat pendidikan Islam adalah definisi yang mengkhususkan pada studi dan pemikiran-
pemikiran yang mendalam dan mendasar tentang pendidikan yang didasarkan pada tuntunan
ajaran Islam. Di sisi lain, ajaran Islam adalah sistem yang dianut oleh penganutnya yang
mengandung nilai-nilai tentang kebenaran yang benar dan mutlak yang dimaksudkan untuk
digunakan sebagai pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah analisis yang kritis dan
mendalam tentang berbagai masalah yang terkait dengan pendidikan Islam, termasuk masalah
yang berkaitan dengan masyarakat (Ramayulis & Nizar, 2011: 4).
A. Konsep Pembentukan Masyarakat Islam

Sebagaimana disebutkan dalam ayat ketiga belas dari surah Al-Hujurât, Allah SWT sedari
awal telah menciptakan masyarakat dengan tujuan yang jelas yakni :

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Q.S. Al-Hujurât, 49: 13).

Ayat ini secara tegas mengatakan bahwa diciptakannya manusia, bersuku-suku, berbangsa-
bangsa, atau dengan kata lain, manusia yang kelak akan membentuk masyarakat tersebut
diciptakan semata-mata untuk berta’aruf, saling mengenal satu sama lain, sehingga esensi dari
masyarakat tentu bukan sekedar individu yang memiliki kesamaan tempat tinggal, usia,
kekerabatan melainkan yang paling penting adalah apakah mereka saling mengenal antar satu
sama lain.

Bila melihat kepada Asbabun Nuzul ayat ini dapat kita lihat problematika kemasyarakatan
yang senantiasa terjadi di berbagai wilayah dan zaman yang berbeda-beda, adapun asbabun
nuzul dari ayat ketiga belas surah Al-Hujurât, Ibnu Abi Mulaikah mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan tentang orang-orang yang mengecam Bilal ketika dia naik ke atas Ka'bah untuk
mengumandangkan azan setelah pembebasan kota Makkah. Mereka berkata “Bagaimana
mungkin budak hitam ini yang mengumandangkan azan?” (HR. Ibnu Abi Hatim).

Dari sini kita sudah dapat menemukan bahwa problematika paling mendasar dan umum
dalam masyarakat juga terjadi pada zaman rasul sehingga menjadi penting bagi kita untuk
memahami bagaimana konsep pembentukan masyarakat dalam islam sehingga di dunia modern
ini kita memiliki sikap yang benar dalam menghadapi problematika dalam masyarakat, apalagi
bila berkaitan dengan pendidikan, tentu akan lebih baik jika kita punya pemahaman dalam
menyikapi problematika tersebut sehingga pendidikan pada masyarakat yang kita terlibat did
alamnya dapat terarah dan menghasilkan generasi yang sesuai dengan nila-nilai islam.

2
Adapun konsep pembentukan masyarakat islam menurut Mustafa Abd. al-Wahid yang
ditulis oleh H. Ramayulis dan Samsul Nizar bahwa dasar-dasar pembentukan masyarakat
Islam adalah sebagai berikut :

1. Persaudaraan

Masyarakat Islam adalah kumpulan orang yang bersatu dalam keyakinan yang sama: tidak
ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Itu universal dan
tidak terbatas pada perbedaan bangsa, bahasa, atau ras. Ini sejalan dengan firman Allah SWT
yang menyatakan, “semua ummat yang beriman itu bersaudara, dan oleh karena itu harus saling
berbuat kebaikan antar sesamanya”. (QS. al-Hujurât: 10).

2. Kasih Sayang

Rasa kasih sayang adalah dasar masyarakat Islam. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
Rasulullah SAW bahwa “tak sempurna iman seorang muslim sebelum menyintai saudaranya
seperti menyintai dirinya sendiri”

3. Persamaan
Masyarakat Islam memiliki hak dan kewajiban yang sama, hanya fungsinya yang berbeda.
Ada orang yang ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Tidak ada perbedaan antara orang
Arab dan orang "ajam" di hadapan Allah kecuali dengan takwanya.

4. Kebebasan

Masyarakat Islam dibangun untuk mendapatkan kebebasan. Ini adalah hak asasi setiap
individu. Tidak ada paksaan dalam beragama dalam agama Islam (la ikrâha fi al-Dîn). Ini tidak
berarti bahwa orang Islam bebas dari keyakinan agama. Semua orang yang beragama Islam
diwajibkan untuk melaksanakan ajaran agama islam dengan cara yang baik dan benar.

3
5. Keadilan Sosial

Berkeadilan sosial—keadilan yang merata untuk semua orang—adalah dasar masyarakat


Islam. Keadilan, yang berarti menempatkan sesuatu dalam proporsi yang tepat sesuai dengan
aturan Ilahi, adalah hal yang sangat ditekankan dalam Islam. Allah meminta semua orang yang
beragama Islam untuk berlaku adil, bahkan terhadap diri mereka sendiri. Keadilan Islam
mencakup aspek material dan spiritual (Ramayulis & Nizar, 2011: 67).

Dengan dasar-dasar ini, Rasulullah SAW dapat membina umat-Nya dengan cara yang
bijaksana. Bahkan dalam semua aspek kehidupannya, dia menjadi contoh yang baik. Dengan
metode ini, menjadikan kepemimpinannya berhasil dalam membangun masyarakat yang
madani. Ini ditunjukkan oleh fakta bahwa setelah beliau membangun komunitas selama
bertahun-tahun, komunitas itu aman dan makmur di bawah perlindungan Ilahi. Selain itu,
masyarakat non-Muslim sangat menghargai hal itu dan tidak memandang enteng masyarakat
Islam (Ramayulis & Nizar, 2011: 67).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar pembentukan masyarakat


menurut Islam adalah ciptaan Allah; manusia diciptakan dengan hak dan kewajiban terhadap
Allah dan sesama makhluknya, dan mereka juga diciptakan untuk saling membutuhkan satu
sama lain. Salah satu hal yang akan sangat mempengaruhi suatu masyarakat adalah
pendidikannya, sehingga perlulah kita memahami apa pengaruh daripada masyarakat terhadap
pendidikan yang eksis ditengah-tengah suatu masyarakat. Selain itu, berdasarkan Al-Qur'an dan
Hadis, setiap anggota masyarakat yang termasuk muslimin maka dalam Islam dianggap seperti
bersaudara.

4
B. Hakikat Masyarakat Dalam Filsafat Pendidikan Islam

Masyarakat adalah kelompok kelompok manusia yang saling terkait oleh sistem sistem,
adat istiadat, norma norma dan mereka hidup secara bersama sama membentuk suatu
kelompok. Secara sederhana kata masyrakat sering di definisikan sebagai sekumpulan individu
dan kelompok yang di ikat oleh kesatuan agama, kebudayaan dan agama. Di dalam suatu
kelompok biasanya terkait dengan hubungan timbal balik seperti tolong menolong, gotong
royong dan lain sebagainya(Fitrotunnisa & Prasetyawati, 2023: 122).

Pemikiran tentang hakikat manusia sejak zaman dahulu hingga zaman modern saat ini
juga belum berakhir, atau mungkin juga tidak akan ada habisnya. Ternyata orang menyelidiki
manusia itu dari berbagai sudut pandang. Ada yang menyelidiki manusia dari segi fisik
(antropologi fisik), ada yang menyelidiki dengan sudut pandang budaya (antropologi budaya).
Ada juga yang menyelidiki manusia dari sisi hakikatnya (antropologi filsafat). Manusia disisi
Allah adalah sebagai salah satu ciptaan (makhluk) Allah. Sebagaimana dalam QS. 96 : 2, “Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah”. QS. 2 : 21 “Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum-mu, agar kamu
bertakwa”.

Dalam konteks pendidikan, Islam memiliki pandangan yang luas dan komprehensif
terhadap manusia dan masyarakat. Filsafat pendidikan Islam menekankan pentingnya pendidikan
sebagai sarana untuk membangun manusia yang berakhlak baik, berilmu pengetahuan, dan
berperan aktif dalam masyarakat. Pandangan ini memiliki akar dalam ajaran agama Islam yang
mengintegrasikan aspek spiritual, moral, intelektual, dan sosial. Pendidikan dalam Islam
bukanlah sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga melibatkan pengembangan karakter dan
kepribadian yang kuat. Konsep manusia dalam pandangan Islam menganggap bahwa setiap
individu memiliki potensi yang unik dan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan amanah
dari Allah SWT. Pendidikan menjadi alat untuk menggali dan mengoptimalkan potensi tersebut
(Setiawan & Dkk 2023: 53).

5
Makna yang penting yang bisa dipetik dari (manusia sebagai makhluk) yaitu bahwa
manusia mempunyai kekurangan maupun keterbatasan. Sesungguhnya semua yang diciptakan
oleh Allah mempunyai kekurangan dan keterbatasan. Sedangkan Allah Maha Sempurna,
tidak mempunyai kekurangan, keterbatasan ataupun kelemahan.Yang menunjukkan hal tersebut
adalah ucapan “Subhanallah”, “Maha Suci Allah dari serba kekurangan dan keterbatasan”. Oleh
karena itu tidaklah pantas manusia sebagai ciptaan untuk menyombongkan dirinya. Allahlah
yang pantas sombong, karena Allah adalah dzat yang sempurna. Allah swt memeberikan
keutamaan lebih kepada manusia dari pada makhluk yang lain.

Manusia dilantik menjadi Abdullah dan Khalifatullah dimuka bumi ini untuk
memakmurkannya. Oleh karena itu dibebankan kepada manusia amanah Attaklif, dan
diberikankan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara nilai-nilai
kemuliaan. Kemuliaan yang diberikan bukanlah karena bangsanya, warna kulitnya,
kecantikannya, perawakannya, harkat, derajat, akan tetapi semata-matakarena iman dan takwa
kepada Allah swt. Semua itu dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 21 yang artinya “hai
manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang
sebelummu agar kamu bertakwa”. Dan ayat 30 yang artinya “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi” mereka berkata
apakah engkau akan menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana?,
sedangkan aku memujimu dan mensucikanmu?, Allah berfirman, “Sungguh Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui”(Rahman, 2022: 244-245).

Para masyarakat muslim memandang Filsafat Pendidikan Islam dari seluruh aspek
tatanan kependidikan Islam. Secara harfiyah filsafat berarti cinta kepada ilmu. Filsafat berasal
dari kata philo (cinta) dan Sophos (ilmu atau hikmah). Secara historis, filsafat menjadi induk
segala pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kuno sampai dengan zaman modern
sekarang. Menurut John memandang Pendidikan sebagai proses pembentukan kemampuan dasar
yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional)
menuju kearah tabiat manusia dan manusia biasa, maka filsafat dapat juga diartikan sebagai teori
umum Pendidikan.

6
Ahmad Marimba memandang filsafat Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani,
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam. Menurut Mustapa Al-Ghulaina filsafat Pendidikan Islam ialah
menanamkan akhlak yang mulia didalam jiwa anak pada masa pertumbuhannya dan
menyiraminya dengan air petunjuk dan nasiaht sehingga akhlak itu menjadi salah satu
kemampuan (meresap dalam jiwanya) kemudian buahnya berwujud keutamaan dan cinta bekerja
untuk kemanfaatan alam(Fitrotunnisa & Prasetyawati, 2023: 118).

Islam juga mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan rentan, namun
juga diberikan kemampuan dan kebebasan untuk bertindak secara bertanggung jawab. Manusia
memiliki kebebasan berpilih untuk melakukan tindakan baik atau buruk, dan akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah di akhirat. Pandangan ini
menunjukkan pentingnya pembentukan akhlak yang baik dan pengendalian diri dalam Islam.
Dalam Islam, setiap individu dihargai dan dianggap sama di hadapan Allah. Tidak ada perbedaan
ras, suku, atau status sosial yang dapat menjadikan satu manusia lebih mulia dari yang lain.
Semua manusia memiliki hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi. Pandangan ini
mendorong terciptanya masyarakat yang adil, harmonis, dan saling menghormati (Setiawan &
Dkk, 2023: 56).

Dalam persepektif filsafat Pendidikan islam program dan aktivitas Pendidikan merupakan
instrument bagi pembentukan masyrakat ideal, yaitu masyarakat yang ta’at kepada Allah seperti
halnya dalam surah Al Baqarah : 128 dan surah Al Hujarat :10. Dengan demikian hubungan
fiksafat Pendidikan islam dengan masyrakat sangat penting dan erat kaitannya yang mana
hubunga tersebut tidak dapat di pisahkan. Jadi masyarakat islam sangat berperan dalam
mengembangkan dan menerapakan ajaran ajaran islam serta bertanggung jawab menjadikan
umat muslim yang ideal sesuai ajaran Al Qur’an(Fitrotunnisa & Prasetyawati, 2023: 123).
Dari beberapa argumen dan pernyataan yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hakikat masyarakat dalam pandangan filsafat pendidikan Islam merupakan
sekelompok atau segolongan manusia yang saling terkait oleh sistem sistem, adat istiadat, norma
norma dan mereka hidup secara bersama sama. Secara sederhana kata masyrakat sering di

7
definisikan sebagai sekumpulan individu dan kelompok yang terdapat di sebuah Negara , dapat
juga di ikat oleh kesatuan agama, kebudayaan dan ras masing-masing .
C. Implikasi Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam

Seperti yang ditunjukkan oleh hubungan antara masyarakat dan pendidikan Islam, manusia
telah memiliki kecenderungan untuk hidup bersama sejak lahir. Karena itu, manusia disebut
sebagai homo sosius. Ada hasrat yang kuat dalam diri manusia, yaitu keinginan untuk menjadi
satu dengan orang-orang di sekitarnya dan dengan lingkungannya. Manusia harus menggunakan
fikiran, perasaan, dan keinginan mereka untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua
lingkungan tersebut, dan mereka harus senantiasa hidup bersama sesamanya. Untuk mencapai
kedamaian dengan lingkungannya, manusia harus terus meningkatkan dan memperluas sikap dan
tingkah lakunya. Ini adalah tugas pendidikan Islam. Bagaimana pendidikan Islam dapat
memenuhi hasrat dan kebutuhan manusia untuk mewujudkan masyarakat yang damai, makmur,
dan harmonis (Al-Rasyidin, 2012: 72).

Ketika berbicara tentang masyarakat Muslim dan pendidikan Islami, ada hubungan yang sulit
dipisahkan antara keduanya. Hubungan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama,
masyarakat Muslim adalah subjek yang mengatur, melaksanakan, dan bahkan menjadi sumber
pendidikan Islami. Di sisi lain, masyarakat Muslim adalah tempat interaksi pendidikan islami
berlangsung, berkembang, dan mencapai tujuannya. Kedua, tujuan utama pendidikan islami
adalah untuk membantu setiap individu dan masyarakat Muslim dalam mengembangkan potensi
fisik dan spiritual mereka sehingga mereka dapat membentuk masyarakat yang sempurna
sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu, pendidikan Islam
adalah salah satu cara yang sangat penting untuk membangun dan mewujudkan masyarakat
Muslim ideal yang dicita-citakan oleh Islam (Al-Rasyidin, 2012: 37).

Didalam masyarakat harus dibangun dan dipeertahankan akhlak antar sesama, terkait Aziz
(2020: 123) mengatakan bahwa hal-hal berikut harus dilakukan:

1. Merajut persaudaraan atau ukhuwah

2. Ta'awun, atau saling tolong menolong

3. Suka memaafkan kesalahan orang lain

8
4. Menepati janji; dan lain sebagainya.

Dalam perspektif islam mengesakan Allah SWT adalah salah satu kewajiban utama umat
pada masyarakat Islam. Ini adalah konsekuensi logis dari perjanjian atau syahadah primordial
umat manusia. Semua manusia menjawab, "Benar, ya Allah, kami bersaksi bahwa Engkaulah
Tuhan kami," ketika Allah SWT mengambil kesaksian dari mereka. Dalam ayat ini, kalimat
(bala syahidna) menunjukkan bahwa manusia menempatkan diri mereka sebagai kumpulan orang
yang diikat oleh perjanjian yang sama. Akibatnya, mereka memiliki tanggung jawab religius
untuk menyeru dan mengingatkan sesama anggota komunitasnya. untuk berpegang teguh pada
perjanjian primordial kolektif, seperti bersyahadah atau mengakui bahwa Allah SWT ada dan
eksis.

Karena itu, setiap umat (ummah) memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan, mengajar,
mendidik, melatih, mengarahkan, dan membimbing sesamanya agar mereka tetap berpegang
teguh (istiqamah) pada perjanjian atau syahadah awal mereka dengan Allah Swt. Ketika
masyarakat mengabaikan atau melupakan tanggung jawab mereka terhadap pendidikan, mereka
sesungguhnya ingkar atau kufur terhadap perjanjian mereka dengan Tuhan. Dalam pandangan
Islam, tiada perjanjian yang lebih baik dan layak untuk dipatuhi kecuali perjanjian dengan Allah
SWT. Kemudian, bagi mereka yang menentang perjanjian ini, ada dua balasan: neraka atau azab
yang mengerikan (Al-Rasyidin, 2012: 37-38).

Menurut Al-Rasyidin (2012: 38-39), tugas-tugas pendidikan yang harus dilakukan oleh
masyarakat diantaranya :

a. Mengarahkan diri sendiri dan semua anggota masyarakat (ummah) untuk bertauhid dan
bertaqwa kepada Allah.

b. Masyarakat harus men-ta'lim, men-ta'dib, dan men-tarbiyahkan syariat Allah SWT,


termasuk membacakan ayat-ayat Allah dan meminta orang lain untuk menyembah Allâh SWT.

d. Di antara rahasia mengapa Allah membuat manusia berkelompok-kelompok adalah untuk


menguji dan melihat bagaimana manusia bersaing dalam melakukan kebajikan, sehingga
masyarakat harus mendidik sesamanya untuk terus berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan.

9
e. Karena Allah SWT telah mensyariatkan hal-hal ini, masyarakat (ummah) harus membagi
rahmat dari Allah SWT atau berkorban untuk sesama mereka agar membuktikan bahwa mereka
benar-benar masyarakat islam yang bukan sekedar terikat tali sosial tapi juga ikatan ruhiyah
sebagai sesama saudara seagama

f. Agar mereka dapat menjadi saksi atas perbuatan sesamanya, masyarakat (ummah) harus
menegakkan sikap adil, sebagaimana Rasul diutus oleh Allah SWT untuk menjadi saksi atas
perbuatan mereka.

g. Karena masyarakat hanya hidup untuk sementara, mereka harus mengajarkan tanggung
jawab setiap anggota masyarakatnya. Saatnya akan tiba, dan kita tidak dapat memperlambat atau
mengundurkannya. Setiap bangsa akan dipanggil untuk melihat buku catatan amalnya dan
menerima balasan atas apa yang telah mereka lakukan.

Secara rinci, Ramayulis dan Nizar (2011: 72) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah untuk memperbaiki (ishlah) kehidupan masyarakat, yang mencakup:

1. Ishlah al-Aqidah, yang berarti memperbaiki akidah umat. Akidah orang-orang yang
menganut agama berhala dapat diperbaiki oleh Islam. Akal menunjukkan bahwa hanya Allah
Yang Maha Esa yang berhak disembah dalam agama Islam.

2. Ishlah al-Ibâdah, yang berarti memperbaiki cara beribadah. Rasulullah SAW telah
memberikan contoh shalat, puasa, haji, dan ibadah lainnya.

3. Ishlah al-Alah, yang berarti perbaikan keluarga. Pernikahan dirancang dengan sangat hati-
hati. Hak dan kewajiban pasangan dijelaskan. Hak dan kewajiban anak, serta hak dan kewajiban
pembantu, jika ada. Semua orang yang berhubungan dengan keluarga memiliki hak dan
kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing. Menurut keyakinan Islam, Allah akan
bertanggung jawab atas segala sesuatu di akhirat.

4. Ishlah al-‘Adah: Memperbaiki kebiasaan Arab Jahiliyah yang terkenal brutal dan kejam,
seperti menguburkan anak perempuan yang masih hidup yang dianggap menurunkan derajat
perempuan. Menurut Islam, jiwa manusia sangat berharga dan tidak boleh dibinasakan kecuali
dengan haq.

10
5. Ishlah al-Mujtama', yang berarti memperbaiki umat manusia secara keseluruhan.
Masyarakat Islam bergaul dengan orang lain. Hal ini diatur oleh ketentuan yang ditunjukkan
Rasulullah SAW. Orang-orang Islam harus bergaul baik dengan orang-orang yang tidak
beragama Islam selama mereka tidak memusuhi umat Islam. Mereka diizinkan untuk melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah SWT,
"Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku."

Dengan mempertimbangkan fungsi pendidikan di atas, nampaknya masyarakat yang


dimaksud adalah masyarakat yang ishlah dalam dua jenis hubungan manusia: pertama, hubungan
manusia dengan Tuhan-Nya; dan kedua, hubungan manusia dengan sesama makhluk hidup,
seperti manusia, hewan, flora, dan fauna.

Hubungan itu harus sejalan satu sama lain dan tidak boleh diabaikan. Hubungan manusia
dengan orang lain dan lingkungannya harus baik-baik saja jika mereka ingin memiliki hubungan
yang baik dengan Allah. Aturan yang dapat diterapkan dan memenuhi kebutuhan individu dan
masyarakat harus dibuat untuk mempertahankan hubungan yang baik. Al-Qur'an dan Al-Hadis
berfungsi sebagai sumber utama aturan yang dibuat oleh manusia. Dengan bantuan mereka,
upaya manusia untuk mengatur kedua hubungan tersebut dapat dilakukan secara efektif tanpa
ada yang terzalimi (Ramayulis & Nizar, 2011: 73).

Dalam perspektif filsafat pendidikan islam, program dan kegiatan pendidikan berfungsi
sebagai alat untuk membangun masyarakat ideal, yang digambarkan oleh Al-Quran. Komunitas
seperti itu terdiri dari komunitas yang satu (ummatan wahidah), komunitas yang moderat
(ummatan wasathan), komunitas yang tidak berlebihan (ummatan muqtashidah), dan komunitas
yang unggul atau terbaik (khaira ummah). Semua komunitas ini adalah masyarakat yang beriman
kepada Allah SWT, mengabdikan diri kepada agamanya, dan mengabdikan diri kepada
agamanya. Keadilan ("adalah"), persamaan ("musawah"), toleransi ("tasamuh"), dan kerjasama
("ta'awun") harus menjadi dasar kehidupan masyarakat ideal (Al-Rasyidin, 2012: 39).

Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam dan masyarakat sangat terkait satu sama lain,
masyarakat juga memberikan implikasi yang besar dalam ranah pendidikan. Karena itu,
masyarakat Islam memiliki peran penting dan tanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat

11
Islam yang stabil, masyarakat Islam yang madani, dan masyarakat Islam yang ideal sesuai
dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan dari pembahasan tentang hakikat masyarakat dalam filsafat


pendidikan Islam, dapat disimpulkan bahwa esensi atau hakikat masyarakat adalah hal-hal
penting tentang individu, kelompok, atau ummah yang memiliki pandangan, tujuan, kebudayaan,
cara hidup, dan cara berkolaborasi untuk tujuan bersama. Dengan dasar Al-Qur'an dan Al-Hadis,
serta ajaran Rasulullah SAW melalui Piagam Madinah, konsep dan dasar masyarakat Islam
adalah hak dan kekuasaan Allah sebagai pencipta. Melalui prinsip persaudaraan, keadilan sosial,
kasih sayang, tolong menolong, dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial, yaitu ketakwaan
Menurut pendidikan Islam, manusia memiliki naluri untuk hidup bersama sejak lahir sehingga
tugas utama masyarakat Islam adalah mengesakan Allah dengan kewajiban untuk mengajarkan
dan mendakwahkan Islam kepada tatanan masyarakat Islam agar menjadi Muslim ( ummah)
yang ideal.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Buthy, Said Ramadhan. (2009). Fikih Sirah: Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah
Hidup Rasulullah SAW, terj. Fuad Syaifudin Nur. Jakarta: Hikmah.

Al Rasyidin. (2012). Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi,


Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan.. Bandung: Citapustaka Media Perintis

Fitrotunnisa, Ana & Prasetyawati, Shinta. Jurnal Studi Islam Indonesia, "Pandangan
Filsafat Pendidikan Tentang Manusia, Masyarakat dan Lingkungan", (2023), Vol. 1, No. 1, hal.
122

Fitrotunnisa, Ana & Prasetyawati, Shinta. Jurnal Studi Islam


Indonesia, "Pandangan Filsafat Pendidikan Tentang Manusia, Masyarakat
dan Lingkungan", (2023), Vol. 1, No. 1, hal. 118

Fitrotunnisa, Ana & Prasetyawati, Shinta. Jurnal Studi Islam


Indonesia, "Pandangan Filsafat Pendidikan Tentang Manusia, Masyarakat
dan Lingkungan", (2023), Vol. 1, No. 1, hal. 123

Rahman, Abdul. Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora, "Tugas Manusia dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan Islam", (2022), Vol.1, no.3, Hal 244-245

Ramayulis, H. dan Nizar, Samsul. (2011). Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia.

Rizal, Syamsul. (2010). Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Setiawan, Dede, dkk. Jurnal pendidikan berkarakter, "Pandangan Filsafat Pendidikan


Islam Terhadap Manusia dan Masyarakat", (2023), Vol. 1, no. 4, Hal. 53

13
Setiawan, Dede, dkk. Jurnal pendidikan berkarakter, "Pandangan
Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Manusia dan Masyarakat”, (2023),
Vol. 1, no. 4, Hal. 56

14

Anda mungkin juga menyukai