Anda di halaman 1dari 6

TUGAS FILSAFAT PENDIDIKAN

Dosen pengampu : Dr. Sumianti, S. Sos, MM., M. Pd


Nama : siti maimunah
1.hakikat masyarakat
A.pengertian masyarakat
Istilah masyarakat”berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang memiliki
arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Society. Sehingga
bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dan terjalin
erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama dan
hidup bersama dalam suatu hubungan sosia, dan masyarakat juga merupakan suatu
perwujudan kehidupan bersama manusia, atau suatu kelompok manusia yang hidup bersama
dalam suatu wilayah dengan tatacara berfikir dan bertindak relatif. Mereka mempunyai
kesamaan budaya, wilayah, dan identitas. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan
sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan
sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat”itu.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai
sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama.
Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka
berdasarkan kemaslahatan.18 Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian Negara
dan masyarakat. Negara tersusun dari individu-individu dan tidak disebutkan kesatuan-
kesatuan lebih besar. Negara sama dengan masyarakat. Menurut Aristoteles membuat
perbedaan antara Negara dan masyarakat. Negara”adalah kumpulan dari unit-unit
kemasyarakatn, masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga, sedangkan menurut Comte
memperluas analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu pandangan tentang
masyarakat sebagai lebih dari suatu”agriget (gerombolan) individu-individu (Loren Bagus
2000).

B.pandangan islam tentang masyarakat


Firman Allah dalam surah al-Hujurat (49) ayat 13 yang mana artinya, ”hai manusia
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal,
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
takwa diantara kamu. Sesungguhnya allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”
Dapat disimpulkan bahwa alquran menyebutkan bahwa fitrah manusia itulah adalah juga
makhluk sosial dan hidup bermasyarakat merupakan suatu keniscayaan bagi mereka. Di sisi
lain juga, ada ayat Al-Qur`an menjelaskan bahwa kecerdasan, kemampuan, status sosial
manusia berbeda-beda. Firman Allah dalam surat al-Zukhruf (43): 32,sebagaimana yang
artinya “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan”. Diuraikan bahwa kehidupan masyarakat merupakan sesuatu yang lahir dari
naluri alamiah masing-masing manusia. Maka, hakekat dari masyarakat itu sendiri terletak
pada amalnya. Amal sebagai bahan tolak ukur dikemudian hari, sebab dalam suatu riwayat
pernah dikatakan manusia yang ketika di hadapkan pada sang pencipta yang dilihat
hanyalah amal perbuatannya yang menciptakan keragaman ketaqwaan dari masyarakat itu
sendiri.

C.fungsi pendidikan dalam masyarakat.


Menciptakan dan memberdayakan masyarakat yang sesuai dengan tujuan-tujuan
menciptakan manusia di muka bumi adalah tujuan dari pendidikan Islam. Tujuan”itu ialah
menjadikan nilai-nilai Islam sebagai bingkai dalam masyarakat ideal. Lembagalembaga
pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial yang diharapkan.
Pemerintah bersama anggota masyarakat dan orang tua peserta didik telah menyediakan
anggaran pendidikan yang diperlukan untuk kemajuan masyarakat dan pembangunan
bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang berasal dari agama.
Menurut Wiradji bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi
sebagai berikut: pertama fungsi sosial, kedua fungsi kontrol sosial, ketiga fungsi pelestarian
budaya masyarakat, yang ke empat fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, kelima
fungsi seleksi alokasi, keenam fungsi pendidikan dan perubahan sosial, ketujuh fungsi
reproduksi budaya, kedelapan fungsi difusi kultural, kesembilan fungsi peningkatan sosial,
kesepuluh fungsi moditifikasi sosial.

2.Dasar pembentukan masyarakat islam


A.membebaskan masyarakat dari penghambaan kepada selain Allah
Menurut Sayyid Quthb dalam setiap periode sejarah manusia, seruan untuk bertakwa
kepada Allah memiliki satu sifat kesamaan, yang menjadi seruan terpenting sekaligus
landasan pokok pembentukan masyarakat, yaitu:
“Ketundukan seorang hamba kepada tuhannya, membebaskan diri dari penghambaan atas
sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata. Mengeluarkan mereka dari
cengkraman ketuhanan dan hukum-hukum buatan manusia, mengeluarkan mereka dari
kungkungan sistem-sistem nilai dan tradisi-tradisi buatan manusia kepada kekuasaan Allah,
otoritas dan syari’at-Nya semata dalam segala ruang lingkup kehidupan.”
Dari pendapat Sayyid Quthb tersebut diatas dapat kita fahami bahwa pembebasan
masyarakat dari penghambaan kepada selain Allah merupakan prinsip dari sebuah
komitmen awal yang pada tahap selanjutnya menjadi dasar bagi tegaknya sistem nilai,
otoritas dan syari’at Allah.
Ketauhidan difahami sebagai sebuah pondasi bagi tegaknya bangunan Islam, atau ruh
kehidupan bagi manusia. Dengannya tauhid seluruh sistem kehidupan menjadi tegak, kokoh
dan memberikan arti.
Dari berbagai pendapat dapat kita simpulkan bahwa pembebasan masyarakat dari
penghambaan kepada selain Allah berfungsi mentransformasikan masyarakat menjadi
memiliki sifat-sifat yang mulia yang terbebas dari belenggu ideologi, sosial, politik,
ekonomi dan budaya yang bertentangan tentang ketauhidan.

B. Mengorganisir Masyarakat untuk Menghilangkan Kejahiliyahan.


Sayyid Quthb menuliskan, “Masyarakat Islam tidak tidak dapat hadir secara sederhana
dalam menegakkan kaidah-kaidah keyakinan (syahadat) dalam hati individu-individu muslim
sebanyak apapun jumlah mereka, tanpa mereka menjadi sebuah kelimpok yang aktif, serasi
dan bekerjasama  dan bekerja di bawah kepemimpinan sendiri terbebas dari kepemimpinan
jahiliyyah”.
Hasan al Banna menyebut proses ini sebagai pembentukan dan penempatan para juru da’wah
Islam, mengordinasikan serta menggerakkannya untuk menjalin hubungan dengan
masyarakat luas sebagai objek da’wah.
Prof. Dr. Miqdad Yaljun, menguraikan bahwa masyarakat terbaik atau khairu ummah
memiliki berdasarkan karakteristiknya yaitu, Pertama, Masyarakat yang senantiasa
memiliki semangat meyebarkan kebaikan. Kedua, masyarakat yang memilki semangat
ukhuwwah insaniyyah. Ketiga, masyarakat yang senantiasa memperluas persatuan dan
kekuatan. Keempat, masyarakat yang berorientasi kepada kemaslahatan bersama. Kelima,
masyarakat yang memiliki semangat tunduk pada peraturan. Keenam, masyarakat yang
semangat meraih kemajuan di berbagai bidang.
Demikianlah da’wah membangun masyarakat Islam, ia merupakan sebuah kerja besar yang
membutuhkan banyak sumber daya. Selanjutnya Hamzah Manshur menambahkan, “da’wah
merupakan kepentingan mulia yang mendesak, jalan yang tidak terukur, jalur sulit pendakian
yang banyak. Hal ini akan menumbuhkan keragu-raguan bersikap dan keinginan menarik diri
dari aktifitas amal.” Lemahnya perencanaan, minimnya keteladanan, serta tujuan yang samar
adalah bukti pentingnya pengorganisasian da’wah.
C.Menjadikan Islam sebagai Landasan Prilaku Individu dan Hubungan Antar
sesama dalam Masyarakat.

Sayyid Quthb menuliskan dalam Ma’alim fith Thariq, “Di atas kaidah dan manhaj Islam
masyarakat di tegakkan, menjadi landasan bagi hubungan-hubungan antar individu-individu
dalam kelompok dan terikat atas aqidah ini. Tidak lain tujuan utamanya adalah
membangkitkan semangat kemanusiaan bagi manusia, mengembangkan, membuatnya
menjadi kokoh, dan menjadi factor yang paling berpengaruh diantara semua aspek dalam
kehidupan manusia.”
Tahapan ini merupakan tahapan yang progresif bagi soliditas masyarakat Islam.  Berdasarkan
Islam mereka selalu melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya, etika, tradisi dan
faham hidupnya. Tujuan hidupnya sangat jelas, ibadah, kerja keras dan bahkan jiwanya
ditujukan kepada Allah. Sehingga setiap individu dalam masyarakat Islam tidak akan pernah
terjerat pada nilai-nilai palsu atau bekerja tanpa nilai yang hakiki yaitu mencari keridhaan
Allah. Maka hubungan dalam masyarakat Islam bukanlah hubungan bangsa melainkan
suatu ummat dari keyakinan, masyarakat terbentuk di atas satu pijakan yang sama dalam
hubungan kasih sayang dimana ikatan tersebut terbentuk karena kekuatan hubungan mereka
kepada Allah.
Menjadikan Islam sebagai landasan prilaku dan hubungan dalam masyarakat juga
menjamin terciptanya masyarakat yang berkeadilan secara mutlak. Perlindungan harta dan
kehormatan, jaminan keamanan serta kesamaan di hadapan hukum adalah bukti pencapaian
yang tinggi dari syari’at Islam.
3.karakter masyarakat islam.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah
antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat” sendiri
berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur. Muslim secara harfiah berarti seseorang yang berserah diri kepada
Allah, termasuk segala makhluk yang ada di langit dan bumi. Muslim hanya merujuk
kepada penganut agama islam saja, kemudian pemeluk pria disebut dengan Muslimin dan
pemeluk wanita disebut Muslimah.istilah muslim hanya dipergunakan untuk istilah orang
yang mengakui bahwa nabi muhammad Saw. putra Abdullah adalah utusan allah yang
terakhir dan mengakui bahwa ajaran nya adalah benar,tanpa memandang seberapa jauh
mereka tahu tentang ajaran itu,pengajuan ini dengan sendiri nya menimbulkan perasaan
identitas dengan semua orang yang memiliki keyakinan yang sama.
Jadi karakteristik masyarakat muslim adalah sifat khas ,tabiat,watak,akhlak,dan budi pekerti
dari sekelompok orang yang memeluk agama islam yang hidup bersama dan membentuk
suatu komunitas yang para anggota nya saling berinteraksi secara teratur yang membedakan
nya dengan yang lain.
Sayid quthub berpendapat, bahwa islam hanya mengenal dua bnetuk masyarakat, yaitu
masyarakat islam dan masyarakat jahili. Masyarakat islam adalah masyarakat yang
mengaplikasikan islam baik dalam aqidah,ibadah,syariah,perundang-undangan,moral dan
segala tingkah laku.tidak dinamkan masyarakat islam meskipun mereka shalat,berpuasa,dan
haji sementara syariat islam tidak dijadikan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat
nya dan tidak menetapkan segala ketetapan Allah dan Rasul nya. Sedangkan masyarakat
jahili adalah segala bnetuk masyarakat selain masyarakat islam,baik yang ingkar wujudnya
Allah atau yang tidak ingkar,akan tetapi akan tetapi syari’ah islam tidak dijadikan sebagai
jalan hidup nya. Masyarakat islam inilah,dengan segala karasteritik nya yang dimaksud
dengan”masyarakat peradaban” (mujtama’mutahadlir) atau masyarakat madani (madjid,
1999). Sedangkan masyarakat jahili dengan berbagai bentuk dan tipenya digolongkan
masyarakat terbelakang (mujtama’ mutakhallifah).
Dalam surah al fath juga dijelaskan tentang karkteristik masyarakat islam yang dimiliki
oleh sahabat rasul, yaitu sebagai berikut.
a.menjaga akidah dan mu’amalah
b.selalu beribadah
c.berharap kepada Allah
d.akhlak yang baik

4.hubungan masyarakat dengan pendidikan islam


Masyarakat Indonesia telah sejak berabad-abad yang lalu hidup dalam kemajemukan dan
berbasis pada multikultural lapisan etnisitas dan agama-agama. Setiap kelompok memiliki
pandangan tentang sistem nilai yang dipegang sebagai landasan hidupnya. Sistem nilai itu
disebut sub ideologi, sehingga dalam suatu bangsa yang majemuk terdapat sub-sub ideologi
dan ideologi nasional menjadi konsensus berbagai kelompok kepentingan (merupakan hasil
konsensus berbagai sub ideologi). Masyarakat majemuk lebih menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan sosial, demokrasi, nasionalisme, kekeluargaan, ketakwaan terhadap
Tuhan YME sebagai ideologi nasional yang termaktub dalam pancasila.
Para pakar sepakat bahwa faktor utama peristiwa kekerasan dan kerusuhan terjadi adalah
kesenjangan ekonomi dan sosial dan sangat sedikit sekali mencurigai agama sebagai faktor
yang cukup signifikan dan potensial dalam memicu kerusuhan yang berbau SARA. Ada
keseganan tersendiri dari para pakar untuk menyebut agama sebagai penyebab konflik di
nusantara, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius.4 Sehingga tertutup sudah
usaha-usaha untuk mempertanyakan ulang bagaimana proses praktik pengajaran agama di
sekolah-sekolah baik formal, in formal maupun non formal. Justeru proses pembelajaran
selama ini telah melakukan kekerasan secara sistemik. Hal ini terlihat dari model pengajaran
agama yang cenderung bersifat monolitik: melihat sesuatu dari satu sudut pandang: benar-
salah, baik buruk, surga-neraka. Belum adanya saling menghormati atas perbedaan yang ada,
seandainya sudah, paling hanya pada permukaan belaka yang bersifat formal simbolik.
Pendidikan agama merupakan usaha yang tersistematisir sebagai upaya mentransfer nilai-
nilai religius –dalam hal ini yang digarap meliputi aspek kognitif, afektif, dan aspek
spikomotorik- kepada peserta didik dinilai telah gagal. Kegagalan ini dikarenakan pendidikan
belum mampu menelorkan SDM yang kritis, kreatif dan inovatif serta keluhuran budi penuh
etika-moral. Selama ini Proses pembelajaran baru dapat menyentuh aspek kognitif dan afektif
dan jauh terhadap pencapaian ranah psikomotorik. Yang disebut terakhir ini sangat esensial
bagi umat religius: berkaitan dengan kepekaan manusia dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Pada masa sekarang ini, pendekatan pendidikan Islam berlangsung melalui
proses operasional menuju pada tujuan yang diinginkan, memerlukan model yang
melandasinya, sebagaimana yang pertama kali dibangun Nabi. Nilai-nilai tersebut dapat
diaktualisasikan berdasarkan kebutuhan perkembangan manusia yang dipadukan dengan
pengaruh lingkungan kultural yang ada, sehingga dapat mencapai cita-cita dan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia di segala aspek kehidupannya.
Amin Abdullah mengatakan bahwa ciri pendidikan agama di era klasik skolastik yaitu
sifatnya yang terlalu menekankan bahwa keselamatan individu terletak pada hubungannya
dengan Tuhan, kurang begitu memberi tekanan yang baik antara individu dengan individu
lainnya. Dengan demikian jangan salahkan jika anak kurang peka terhadap nasib,
penderitaan, kesulitan yang dialami oleh sesamanya, yang mungkin kebetulan memeluk
agama lain. Fokus Pendidikan Islam bukan terletak pada kemampuan siswa melakukan ritual
dan keyakinan tauhid, tetapi juga tidak kalah pentingnya menumbuhkan akhlaq sosial dan
kemanusiaan.
Penulis sadar bahwa KH. Abdurrahman Wahid bukanlah seorang tokoh pendidikan namun
ide-ide progresif dan wawasan keislaman serta kecintaanya terhadap budaya Indonesia tidak
diragukan lagi. Ia salah satu tokoh yang telah memberikan sumbangan besar bagi NU yaitu:
melakukan dobrakan dengan ide-ide progresif dan terkadang liberal. Ia berusaha
mengkombinasikan antara pemikiran Islam klasik (dunia pesantren) dengan dunia Barat
(liberal). KH. Abdurrahman Wahid pengetahuan dan pengalamannya di dunia pendidikan
cukup lama.
Peran Pendidikan Agama sangat urgen dalam pemberantasan eksklusifitas keagamaan di
Indonesia. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan wadah yang paling efektif dan efisien
dalam upaya melakukan transformasi nilai-nilai kemanusiaan dan religius kepada peserta
didik mulai dari bangku TK sampai pada peguruan tinggi. Selama ini praktik Pendidikan
Agama Islam masih bersifat kaku dan sentralistik. Hal ini terlihat dari pola pembelajaran
yaang masih bersifat mendekte siswa, siswa harus sama dengan guru ketika berbeda dengan
atas (guru, kepala sekolah, pemerintah) siswa diberi label salah, berdosa dan terkadang
dibarengi sikap curiga dan sentimen.

Anda mungkin juga menyukai