Istilah masyarakat dalam bahasa inggrisnya society, yang berarti kumpulan orang yang
sudah lama terbentuk, memiliki sistem sosial atau struktur sosial tersendiri dan memiliki
kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama. Menurut Paul B. Horton dan Hunt,
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama
dalam waktu yang cukup lama tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan
yang sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan
manusia. Menurut Ogburn dan Nimkoff, suatu masyarakat ialah satu kelompok atau
sekumpulan kelompok-kelompok yang mendiami suatu daerah. Sedangkan menurut Plato
masyarakat merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan
mengalami keguncangan sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu
keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan intelegensia.
Dalam konsep An-Nas bahwa masyarakat adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat
hidup sendiri dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara
sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat diartikan sebagai suatu
kelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah pada waktu tertentu dengan tata
cara berfikir dan bertindak yang relatif sama dengan pola-pola kehidupan yang terbentuk
oleh antarhubungan dan interaksi warga masyarakat itu dengan alam sekitar yang
membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagi satu kesatuan (kelompok).
Unsur-unsur masyarakat antara lain:
1. Kumpulan orang
Didalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak atau angka yang pasti untuk
menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka
minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama.
Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif. Manusia dapat
mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun dapat
memberi pada manusia sebagai warganya. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam,
masyarakat memiliki karakteristik tertentu. Fungsi masyarakat terhadap individu yaitu
untuk mengembangkan cipta, rasa, karya dan karsa setiap individu. Karya masyarakat
yaitu menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan/kebudayaan kebendaan yang
dibutuhkan manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar dapat diabadikan pada
keperluan masyarakat. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaedah-kaedah
dan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan. Cipta yaitu kemampuan mental, kemampuan berpikir dari orang-orang
yang hidup bermasyarakat. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa (niat).
Perkembangan jiwa seseorang banyak ditentukan oleh pergaulannya dengan orang-
orang lainnya. Sebagai contoh orang yang sejak kecilnya diasingkan dari pergaulan
dengan orang lain, mempunyai kelakuan-kelakuan yang mirip dengan hewan. Tak dapat
berbicara dan tak dapat berperilaku sebagai manusia biasa. Secara fisik mereka sebagai
manusia, tetapi perkembangan jiwanya jauh terbelakang.
Menurut Sayyid Quthb dalam setiap periode sejarah manusia, seruan untuk bertakwa
kepada Allah memiliki satu sifat kesamaan, yang menjadi seruan terpenting sekaligus
landasan pokok pembentukan masyarakat, yaitu:
“ ب إخراجهم من س لطان العب اد في، وإخراجهم من عبادة العباد إلى عب ادة هللا وح ده،إسالم العباد لرب العباد
إلى س لطان هللا وحاكميت ه وش ريعته وح ده في ك ل ش أن من ش ؤون،حاكميتهم وشرائعهم وقيمهم وتقالي دهم
”الحياة
Dari pendapat Sayyid Quthb diatas dapat kita fahami bahwa pembebasan masyarakat
dari penghambaan kepada selain Allah merupakan prinsip dari sebuah komitmen awal
yang pada tahap selanjutnya menjadi dasar bagi tegaknya sistem nilai, otoritas dan syari’at
Allah.
Ketauhidan difahami sebagai sebuah pondasi bagi tegaknya bangunan Islam, atau ruh
kehidupan bagi manusia. Dengannya tauhid seluruh sistem kehidupan menjadi tegak,
kokoh dan memberikan arti.
Muhammad Quthb berkata :
“ إنم ا أنزله ا؛ لتش كل واق ع الك ائن البش رية.إن هللا لم ينزل "ال إله إال هللا"؛ لتكون مجرد كلمة تنطق باللسان
، ترفع ه ف رداً وجماع ة وأم ة.... الذي فضله هللا ب ه على كث ير ممن خل ق.. لترفعه إلى المكان الالئق به،كله
وتقوم في األرض أمة ال إله إال هللا،”ليتكون في األرض المجتمع الصالح الذي يريده هللا
“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan kalimat la ilaha illallah hanya untuk sekedar
diucapkan oleh lisan belaka. Tetapi agar kalimat itu berpengaruh dalam kehidupan nyata
ummat manusia dan mengangkatnya ke tempat yang layak sesuai dengan kemuliaan
yang Allah berikan kepada mereka… kalimat ini membimbing individu, kelompok dan
ummat agar menjadi suatu masyarakat yang berguna sesuai dengan keinginan Allah .”
“ ال يتمثل ون في تجم ع عض وي،ال يتحقق بمجرد قي ام القاع دة النظري ة في قل وب أف راد مهم ا تبل غ ك ثرتهم
ويعملون هذا تحت قيادة مستقلة عن قيادة المجتمع الجاهلي...،”متناسق متعاون
“Masyarakat Islam tidak tidak dapat hadir secara sederhana dalam menegakkan kaidah-
kaidah keyakinan (syahadat) dalam hati individu-individu muslim sebanyak apapun jumlah
mereka, tanpa mereka menjadi sebuah kelompok yang aktif, serasi dan bekerjasama dan
bekerja di bawah kepemimpinan sendiri terbebas dari kepemimpinan jahiliyyah”
Allah ta’ala mensifati mereka yang bekerjasama dalam menyeru kepada kebaikan
sebagai khairu ummah. Allah berfirman dalam surah Ali Imran 104,
. Dr. Miqdad Yaljun, menguraikan bahwa masyarakat terbaik atau khairu ummah
memiliki berdasarkan karakteristiknya yaitu, Pertama, Masyarakat yang senantiasa
memiliki semangat menyebarkan kebaikan. Kedua, masyarakat yang memiliki semangat
ukhuwwah insaniyyah. Ketiga, masyarakat yang senantiasa memperluas persatuan dan
kekuatan. Keempat, masyarakat yang berorientasi kepada kemaslahatan bersama.
Kelima, masyarakat yang memiliki semangat tunduk pada peraturan. Keenam, masyarakat
yang semangat meraih kemajuan di berbagai bidang. Sedangkan Sayyid Quthb
menafsirkan masyarakat terbaik adalah dari aspek gerak dakwahnya yang begitu
membumi,
“ له ا. أم ة ذات دور خ اص. حركة تخرج على مسرح الوج ود أم ة. لطيفة الدبيب،إنها حركة خفية المسرى
ولها حساب خاص،”مقام خاص
“Ia adalah suatu gerakan yang halus yang rahasia, suatu gerakan yang indah yang
merayap perlahan, namun gerakan ini sanggup mengeluarkan ummat kepentas dunia,
ummat yang memiliki peranan khusus, maqam khusus dan hisab yang khusus pula.”
Karena dalam perspektif Sayyid Quthb dakwah tak mesti harus melalui podium-podium,
disambut oleh banyaknya pendengar atau gebyar kegiatan yang meriah. Melainkan
dakwah merayap secara masif melalui keluhuran akhlaq setiap da’inya. Senantiasa
berwajah ceria, memuliakan tetangga, menghormati yang tua, menyayangi yang muda,
menutup aib saudaranya, meringankan beban orang lain, dsb adalah gerakan dakwah
indah yang merayap perlahan namun masif.
Al mawardi mengatakan, “ ”َأصْ لِحْ نَ ْف َسك لِنَ ْف ِسك يَ ُك ْن النَّاسُ تَبَعًا لَكperbaikilah dirimu niscaya
manusia akan mengikutimu. Muhammad Mahmud al Hijazi berkata “،أصلح نفسك ثم ادع غيرك
وال يلقاه ا إال أف راد قالئ ل زكت نفوس هم،وال شك أن مرتب ة دع وة الغ ير إلى اله دى والخ ير مرتب ة عالي ة
”وطهرت أرواحهم وامتألت إيمانا ويقيناperbaikilah dirimu kemudian serulah kepada orang lain,
dan jangan ragu sesungguhnya berdakwah kepada orang lain hingga mendapatkan
petunjuk dan kebaikan adalah dejarat yang tinggi, dan derajat yang mulia itu tidak
diberikan Allah kecuali kepada sebagian kecil manusia yang mensucikan jiwa dan ruhnya
serta memenuhi dirinya dengan iman dan keyakinan.
Pendapat lain tentang masyarakat terbaik adalah yang dikemukakan oleh al Qurthubi.
Penyebab generasi pertama disebut sebagai masyarakat terbaik adalah karena kerapian
mereka bekerjasama dalam kebaikan, bahwasanya Abu Hurairah ra berkata, “نَحْ نُ َخ ْي ُر
اس ن َُس وقُهُ ْم بِال َّساَل ِس ِل ِإلَى اِإْل ْس اَل ِم
ِ َّاس لِلن
ِ َّ“ ”النKami manusia terbaik diantara manusia karena
mengajak manusia secara terkoordinir kepada Islam.” Hamzah Manshur berkata,” إن
”الرسالة العظيمة تحتاج إلى قدر عال من االلتزام للنهوض بها. “Sesungguhnya risalah yang agung
ini membutuhkan semua kekuatan terbaik dari komitmen untuk kebangkitannya.”
َصي َر ٍة َأنَا َو َم ِن اتَّبَ َعنِي َو ُس ْب َحانَ هَّللا ِ َو َما َأنَا ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين
ِ َقُلْ هَ ِذ ِه َسبِيلِي َأ ْدعُو ِإلَى هَّللا ِ َعلَى ب
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik".
Inilah jalan dakwah yang Rasulullah teladankan bagi kita, ia memiliki beberapa unsur,
gerak dakwah yang berkesinambungan, tujuan yang jelas, metode yang paripurna,
pemimpin-pemimpin yang ikhlas dan para aktivis dakwah yang siap sedia.
3. Menjadikan Islam sebagai Landasan Perilaku Individu dan Hubungan Antar sesama
dalam Masyarakat.
“ ويقيم وجودها على أس اس التجم ع، وهو يبني األمة المسلمة على هذه القاعدة وفق هذا المنهج- فإن اإلسالم
" إنم ا ك ان يس تهدف إب راز " إنس انية اإلنس ان- ويجعل آصرة هذا التجم ع هي العقي دة،العضوي الحركي
وإعالءها على جميع الجوانب األخرى في الكائن اإلنساني،”وتقويتها وتمكينها
“Di atas kaidah dan manhaj Islam masyarakat di tegakkan, menjadi landasan bagi
hubungan-hubungan antar individu-individu dalam kelompok dan terikat atas aqidah ini.
Tidak lain tujuan utamanya adalah membangkitkan semangat kemanusiaan bagi manusia,
mengembangkan, membuatnya menjadi kokoh, dan menjadi faktor yang paling
berpengaruh diantara semua aspek dalam kehidupan manusia.”
Tahapan ini merupakan tahapan yang progresif bagi solidaritas masyarakat Islam.
Berdasarkan Islam mereka selalu melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya,
etika, tradisi dan faham hidupnya. Tujuan hidupnya sangat jelas, ibadah, kerja keras dan
bahkan jiwanya ditujukan kepada Allah. Sehingga setiap individu dalam masyarakat Islam
tidak akan pernah terjerat pada nilai-nilai palsu atau bekerja tanpa nilai yang hakiki yaitu
mencari keridhaan Allah.
Maka hubungan dalam masyarakat Islam bukanlah hubungan bangsa melainkan suatu
ummat dari keyakinan, masyarakat terbentuk di atas satu pijakan yang sama dalam
hubungan kasih sayang dimana ikatan tersebut terbentuk karena kekuatan hubungan
mereka kepada Allah.
Menjadikan Islam sebagai landasan prilaku dan hubungan dalam masyarakat juga
menjamin terciptanya masyarakat yang berkeadilan secara mutlak. Perlindungan harta dan
kehormatan, jaminan keamanan serta kesamaan di hadapan hukum adalah bukti
pencapaian yang tinggi dari syari’at Islam.
Kesimpulan
Untuk kebangkitannya kembali masyarakat Islam menghadapi tugas berat yang perlu
keikhlasan dan kerjasama semua kelompok pejuang dakwah. Kemunduran ummat Islam
yang disebabkan bertumpuknya persoalan intern dan ekstern memerlukan upaya yang
bersungguh-sungguh. Sehingga harus dikerjakan secara terencana, bertahap dan
berkesinambungan, terwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hal pertama yang perlu dilakukan dari kebangkitan kembali masyarakat Islam adalah
menjelaskan tuntutan kalimat la ilaha illallah serta membebaskan masyarakat dari
penghambaan kepada selain Allah. Upaya propaganda, penyiaran dan penyebaran kabar-
kabar gembira tentang Islam harus dilakukan seiring dengan upaya pendidikan,
pengkaderan dan pelimpahan tanggung jawab dakwah bersama.
Terakhir adalah berupaya menjadikan Islam sebagai landasan dalam perilaku individu
maupun hubungan antarsesama, dalam pengertian ini adalah kekuatan aqidah, keadilan
syari’at, dan keindahan akhlaq terjelma dalam masyarakat Islam.
Dalam surah Al-Hujurat ayat 1-10 telah dijelaskan tentang karakteristik masyarakat
Islam, yaitu sebagai berikut.
A. Berpedoman kepada al-Qur’an dan as-Sunnah
Masyarakat Islam selalu berpedoman pada al-Qur’an dan as-Sunnah dalam segala
aspek kehidupannya secara totalitas, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, dan
perbuatan maupun perkataan. Mereka tidak berani mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam
berpendapat, memberi keputusan, dan melangkah sebelum mendapat izin dari padanya.
Dari berbagai penjelasan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani
yang menjadi idola umat Islam selama ini akan dapat dicapai oleh masyarakat Islam
Indonesia manakala prinsip-prinsip dasar dan karakteristik masyarakat Islam yang
terkandung dalam surat al-Hujurat dan surat Al-Fath dapat disosialisasikan di tengah-
tengah masyarakat bangsa Indonesia ini. Masyarakat Islam Indonesia dalam
perkembangan globalisasi saat ini banyak yang belum memahami dan menjadikan al-
Qur’an dan al-Sunnah sebagai pedoman hidupnya, maka banyak dari mereka yang
tersesat dalam menjalani hidup dikarenakan tidak mengindahkan tuntunan dari Allah
SWT. Banyak juga masyarakat Indonesia yang tidak menghargai umat yang berbicara
karena keadaan duniawinya (cacat, miskin dll), padahal seharusnya kita memandang apa
yang hendak dibicarakan dan bukannya siapa yang berbicara.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki jumlah penduduk relatif
besar, menempati urutan ketiga setelah China dan India. Pluralitas etnik, budaya, bahasa,
dan agama serta ideologi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi kekayaan ini
merupakan khazanah yang patut dipelihara dan dapat memberikan nuansa dinamika
bangsa, namun di sisi lain kemajemukan inilah menjadi pemicu terjadinya konflik dengan
disertai kekerasan dengan dalih etnis dan agama. Kekerasan dan kerusuhan yang akhir-
akhir ini terjadi di belahan penjuru daerah nusantara menunjukkan tidak adanya sikap yang
arif dan bijak terhadap perbedaan yang ada. Gejala ini dapat muncul setiap saat dan harus
tetap diwaspadai. Berbagai pihak baik aparat pemerintah, tokoh politik, tokoh agama,
mapun tokoh masyarakat untuk segera menemukan solusi pemecahannya.
Para pakar sepakat bahwa faktor utama peristiwa kekerasan dan kerusuhan terjadi
adalah kesenjangan ekonomi dan sosial dan sangat sedikit sekali mencurigai agama
sebagai faktor yang cukup signifikan dan potensial dalam memicu kerusuhan yang berbau
SARA. Ada keseganan tersendiri dari para pakar untuk menyebut agama sebagai
penyebab konflik di nusantara, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius.
Sehingga tertutup sudah usaha-usaha untuk mempertanyakan ulang bagaimana proses
praktik
pengajaran agama di sekolah-sekolah baik formal, in formal maupun non formal. Justru
proses pembelajaran selama ini telah melakukan kekerasan secara sistemik. Hal ini
terlihat dari model pengajaran agama yang cenderung bersifat monolitik (melihat sesuatu
dari satu sudut pandang) : benar-salah, baik buruk, surga neraka.
Belum adanya saling menghormati atas perbedaan yang ada, seandainya sudah,
paling hanya pada permukaan belaka yang bersifat formal simbolik. Pendidikan agama
merupakan usaha yang tersistematisir sebagai upaya mentransfer nilai-nilai religius dalam
hal ini yang digarap meliputi aspek kognitif, afektif, dan aspek spikomotorik kepada peserta
didik dinilai telah gagal. Kegagalan ini dikarenakan pendidikan belum mampu menelorkan
SDM yang kritis, kreatif dan inovatif serta keluhuran budi penuh etika-moral. Selama ini
Proses pembelajaran baru dapat menyentuh aspek kognitif dan afektif dan jauh terhadap
pencapaian ranah psikomotorik. Yang disebut terakhir ini sangat esensial bagi umat
religius: berkaitan dengan kepekaan manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Pada masa sekarang ini, pendekatan pendidikan Islam berlangsung melalui proses
operasional menuju pada tujuan yang diinginkan, memerlukan model yang melandasinya,
sebagaimana yang pertama kali dibangun Nabi.
Hal ini mempunyai pengertian bahwa pendidikan Islam belum mampu manjawab arus
perkembangan zaman yang sangat deras, seperti timbulnya aspirasi dan idealitas yang
serba multi-interes dan berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang sangat
beragam, serta perkembangan teknologi yang sangat pesat. Melihat kenyataan ini, maka
pendidikan Islam perlu mendapat perhatian yang serius dalam menuntut pemberdayaan
yang harus disumbangkannya, dengan usaha menata kembali keadaannya, terutama yang
ada di Indonesia. Keharusan ini, tentu dengan melihat keterkaitan dan peranannya dalam
usaha pendidikan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, sehingga perlu ada terobosan
seperti perubahan model dan strategi pelaksanaannya dalam menghadapi perubahan
zaman. Usaha penataan kembali akan memperoleh keuntungan majemuk, karena :
Ketiga, sistem Pendidikan Islam yang dapat dirumuskan akan memiliki akar yang lebih
kokoh dalam realitas kehidupan kemasyarakatan.
Amin Abdullah mengatakan bahwa ciri pendidikan agama di era klasik skolastik yaitu
sifatnya yang terlalu menekankan bahwa keselamatan individu terletak pada hubungannya
dengan Tuhan, kurang begitu memberi tekanan yang baik antara individu dengan individu
lainnya. Dengan demikian jangan salahkan jika anak kurang peka terhadap nasib,
penderitaan, kesulitan yang dialami oleh sesamanya, yang mungkin kebetulan memeluk
agama lain. Fokus Pendidikan Islam bukan terletak pada kemampuan siswa melakukan
ritual dan keyakinan tauhid, tetapi juga tidak kalah pentingnya menumbuhkan akhlak
sosial dan kemanusiaan.