Anda di halaman 1dari 17

Nama : Norhasanah

Kelas : 1B

Tugas : Filsafat Pendidikan Islam (3)

Uraikan dengan singkat aliran-aliran dalam filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan islam

A. Idealisme
B. Realisme
C. Perenialisme
D. Eksistensi
E. Pragmatisme
F. Sosialisme
G. Progresivisme

A. Filsafat Pendidikan Aliran Idealisme


a. Definisi Idealisme

Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran,
akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi. Secara
epistemologi, istilah Idealisme berasal dari kata idea yang artinya adalah sesuatu yang
hadir dalam jiwa (Plato).

b. Jenis-jenis idealisme

1) Idealisme Subyektif (Immaterialisme)

Idealisme Subyektif kadang-kadang dinamakan mentalisme atau fenomenalisme.


Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya
atau ide-idenya merupakan segala yang ada.
2) Idealisme Obyektif

Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide
manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah
terdapat dalam susunan alam.

3) Idealisme Personal (Personalisme)

Sebagai suatu kelompok, pengikut aliran idealisme personal menunjukkan


perhatian yang lebih besar kepada etika dan lebih sedikit kepada logika daripada
pengikut idealisme mutlak.

c. Konsep filsafat menurut aliran idealisme

1) metafisika-idealisme

2) humanologi-idealisme

3) Epistimologi-idealisme

4) Aksiologi-idealisme

d. Idealisme sebagai filsafat pendidikan

Idealisme menekankan akal (mind) sebagai hal yang lebih dahulu (primer), daripada
materi, bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan.
Idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau
jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan.

e. Kelebihan dan kekurangan filsafat pendidikan idealisme

Adapun kelebihan dari filsafat pendidikan idealisme yaitu:

 Meningkatkan daya pemikiran dari segi menghasilkan ide yang benar dan boleh
dipakai.
Adapun kelemahan dari filsafat pendidikan idealisme yaitu:

 Anggapan terhadap sesuatu nilai atau kebenaran yang kekal sepanjang masa.

B. Filsafat Pendidikan Aliran Realisme

a. Definisi Realisme

Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia
rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang

menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar
manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.

b. Bentuk realisme

Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller
membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : Realisme Rasional dan Realisme Naturalis
(Uyoh Sadullah : 2007 : 103)

 Realisme Rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan
realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme.”
Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh
Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas
Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja.
Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut
tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori
oleh Plotinus.
a) Realisme klasik : Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya
memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident,”
dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum.

b) Realisme religious : Realisme religious dalam pandangannya tampak dualistis. Ia


berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan “order
supernatural.” Kedua order tersebut berpusat pada tuhan.

 Realisme Naturalis (Uyoh Sadullah : 2007 : 103) 2) Realisme natural ilmiah


Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis
dengan system syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social
(social disposition).

Selain aliran-aliran realisme diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang
termasuk realisme. Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan
“Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan
hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Semua aliran filsafat pendidikan
menyetujui bahwa :

a. Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang
hebat dan kuat.

b. Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraaan umum.

c. Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan


masalah-masalah pendidikan.

Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :

1) Tujuan pendidikan

2) Kedudukan siswa
3) Peranan guru

4) Kurikulum

5) Metode

c. Realisme dalam pendidikan

1) Pendidikan sebagai institusi sosial John Amos Comenius di dalam bukunya Great
Didactic, mengatakan bahwa manusia tidak diciptakan hanya kelahiran biologinya saja.

2) Siswa Guru adalah pengelola KBM di dalam kelas (classroom is teacher-centered), guru
penentu materi pelajaran, guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan
dengan mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkret
untuk dialami siswa.

3) Tujuan pendidikan realisme adalah untuk penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial.

4) Proses pendidikan

 Kurikulum
 Metode Pendidikan
 Evaluasi

d. Kelebihan dan kekurangan filsafat pendidikan realisme

Adapun kelebihan dari filsafat pendidikan realisme yaitu :

 Tidak bergantung pada segala pengetahuan

Adapun kekurangan dari filsafat pendidikan realisme yaitu:

 Menganggap bahwa realitas itu tidak sekedar apa yang dapat dilihat secara real, tetapi
realitas itu adalah pemikiran atau ide-ide.
C. Filsafat Pendidikan Aliran Perenialisme

a. Pengertian Filsafat Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang menekan perubahan dan suatu yang baru.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosikultural. Solusi yang ditawarkan
kaum perenialis adalah jalan mundur ke belakang dengan menggunakan kembali nilai-nilai
atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada
zaman kuno dan pertengahan. Peradaban kuno (yunani purba) dan abad pertengahaan
sebagai dasar budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad ke abad.
Pandangan- pandangan yang telah menjadi dasar pandangan manusia tersebut, telah
teruji kemampuan dan kekuatan oleh sejarah. Pandangan-pandangan Plato dan
Aristoteles mewakili peradaban yunani kuno, serta ajaran Thomas Aquina dari abad
pertengahan. Kaum prenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki
kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke dua
puluh ini.

b. Pandangan terhadap pendidikan

Mohammad Noor syam (1984) mengemukakan pandangan perenialisme, bahwa


pendidkan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan yang
telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
Perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan selain, kembali pada prinsip-prinsip
yang telah sedemikian rupa yang membentuk suatu sikap kebiasaan, bahwa kepribadian
manusia yaitu kebudayaan dahulu (yunani kuno).
Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang education as cultur regression:
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaaan manusia
sekarang seperti dalam masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti,
absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
sebagai kebudayaan ideal tersebut. Sejalan dengan hal diatas, penganut perenialisme
percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Filsafat
pendidikan perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran secara umum
yang mesti dimiliki manusia, yaitu:

1. Kebenaran yang bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu dan orang

2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.

3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung.

4. Pendidikan adalah kegiatan liberal utuk mengembangkan nalar beberapa pandangan


tokoh perenialisme terhadap pendidikan. Murid dalam aliran perenialisme merupakan
mahkluk yang di bimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran
mengangkat dunia biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan
dan nilai pada subyek didik. Mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, dan sikap
dan tindakan kritis, terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan bertujuan
mencapai kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa,
intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera, karena itu pendidikan harus
mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya.
D. Filsafat Pendidikan Aliran Eksistensialisme

a. Pengertian Eksistensialisme

Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata “eks” yang berarti diluar dan “sistensi”
yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai
berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.

Eksistensialisme menurut pengertian terminologinya adalah suatu aliran dalam ilmu


filsafat yang menekankan segala sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu yang
mengiringinya, dan dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus
bereksistensi atau aktif dengan sesuatu yang ada disekelilingnya, serta mengkaji cara
kerja manusia ketika berada di alam dunia ini dengan kesadaran.

Menurut KBBI (1990:220) eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang menganut


paham eksistensi manusia individual. Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat
yang lahir karena latar belakang ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa
filsafat pada masa Yunani yang bersifat dangkal dan primitif dari akademik. Salah satu
latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga karena sadarnya beberapa golongan
filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang
membuat mereka kehilangan hakikat hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang
bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar bukan hanya dengan semua serba
instan.

b. Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Eksistensialisme

a. Karl Jaspers

Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua


pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif sehingga manusia sadar
akan dirinya sendiri dan memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada
jati dirinya kembali. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.

b. Soren Aabye Kiekeegaard

Mengedepankan teori bahwa eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan
statis tetapi senantiasa terbentuk, manusia juga senantiasa melakukan upaya dari sebuah
hal yang sifatnya hanya sebagai spekulasi menuju suatu yang nyata dan pasti, seperti
upaya mereka untuk menggapai cita-citanya pada masa depan.

c. Jean Paul Sartre

“Manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan
bebas bagi diri sendiri”. Itu adalah salah satu pernyataan dan mungkin bernilai teori yang
terkenal darinya.

d. Friedrich Nietzsche

Menurutnya manusia yang teruji adalah manusia yang cenderung melalui jalan yang
terjal dalam hidupnya dan definisi dari aliran eksistensialisme menurutnya adalah manusia
yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia
harus menjadi manusia super dan yang mempunyai mental majikan bukan mental budak
supaya manusia tidak diam dengan kenyamanan saja.

e. Martin Heidegger

Inti pemikirannya adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan mengembalikan
semua masalah apapun ujung-ujungnya adalah manusia sebagai subjek atau objek dari
masalah tersebut.

E. Filsafat Pendidikan Aliran Pragmatisme

a. Pengertian Pragmatisme
Dari sudut etimologi pragmatisme berasal dari bahasa Yunani yaitu “pragma” yang
berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice) sedangkan isme berarti ajaran atau
paham.

Dengan demikian pragmatisme berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu
menuruti tindakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:698) pragmatisme
merupakan kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai (paham, doktrin, gagasan,
pernyataan, ucapan dan sebagainya) diukur pada penerapannya bagi kepentingan
manusia atau suatu paham yang menyatakan bahwa segala sesuatu tidak tetap,
melainkan tumbuh dan terus menerus mengalami perubahan.

Menurut Praja (2005: 171) pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa
yang benar apa yang membuktikan bahwa dirinya sebagai benar dengan perantaraan
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima sesuatu,
asal saja membawa akibat praktis. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah
“manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran
adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme
benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau
berfungsi. Power (dalam uyoh, 2011:133) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan
Pragmatisme sebagai berikut:

1.Tujuan pendidikan : memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup
sosial dan pribadi.

2. Kedudukan siswa : suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan
kompleks untuk tumbuh

3. Peranan guru : mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa


mengganggu minat dan kebutuhannya.

4. Kurikulum : berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan
siswa yang dibawa kesekolah dapat menentukan kurikulum
5. Metode : metode aktif, yaitu learning by doing

b. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme


a. Charles Sanders Peirce Charles

Mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu
benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di
dalam sebuah buku yang berjudul Background of American Literary Thought menjelaskan
bahwa Peirce merumuskan tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme
sebagai berikut :

1. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian


opini manusia;

2. Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan
menerima keyakinan dari “community of knowers “

3. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan
bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat
dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat (komunitas)

b. William James William

Selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya “empirisme


radikal”. Menurut James, pragmatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar
ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-
akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Empirisme radikal adalah suatu aliran yang
harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara
langsung. Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada
kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-
kebenaran ‘plural’.

Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam


pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman
berikutnya. Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough
Minded dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat
pendekatan empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.
Sementara, Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide
dan yang bersifat rasional. Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip
dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut:

1. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di
prediksi tetapi dunia benar adanya.

2. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada
ide -ide dalam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.

3. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk
percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan
pengalaman praktisnya maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.

4. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut,
tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada
kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya.

c. John Dewey Dewey

Adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas
manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat yang
utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup.

Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis
yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman, dan menyelidiki serta
mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun suatu sistem norma-norma dan nilai. Instrumentalisme adalah suatu usaha
untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-
pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman
yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan. Sehubungan hal diatas,
menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu
keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh karena itu,
penyelidakan dengan penilaiannya adalah alat (instrumental).

Jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun
suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,
penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam. Menurut Dewey, kita
hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya.

c. Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme

Adapun kekuatan atau kelebihan dari aliran pragmatisme yaitu :

 Berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan kebutuhan-


kebutuhan dunia, bukan akhirat.
 Hanya mempercayai pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang manfaatnya
bisa di nikmati secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
 Mendorong berfikir liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada.
 Mendorong dan memberi semangat untuk berlomba-lomba membuktikan suatu
konsep lewat penelitian, pembuktian dan eksperimen sehingga muncul temuan
baru dalam dunia ilmu pengetahuan.

 Tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”.

Adapun kelemahan dari aliran pragmatisme yaitu :

 Pragmatisme mengingkari sesuatu yang transcendental.


 Pragmatisme sangat mendewakan kemampuan akal sehingga dapat menjurus
kepada atheisme.
 Pragmatisme menciptakan pola pikir masyarakat yang materialis.
 Masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.

F. Filsafat Pendidikan Aliran Sosialisme

Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx. Istilah sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke
beberapa hal yang berhubungan dengan ideology atau kelompok ideologi, system
ekonomi, dan negara.

Menurut penganut Marxisme, terutama Friedrich Engels, model dan gagasan sosialis
dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia dari sifat dasar manusia sebagai makhluk
sosial. Pada masa pencerahan abad ke-18, para pemikir dan penulis revolusioner seperti
Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, Abbé de Mably, dan Morelly,
mengekspresikan ketidakpuasan mereka atas berbagai lapisan masyarakat di Perancis.
Sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Karl Marx
tentang penghapusan kepemilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan
agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan
menjadi kebutuhan masyarakat banyak, seperti air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya.

Dari bermacam doktrin sosialis, Marxismelah yang saat ini paling dominan di Eropa.
Mendominasinya sosialisme proletariat berdasarkan pada ajaran Marxisme tidak dicapai
seketika, tetapi semata setelah terjadi perjuangan panjang menentang bermacam doktrin
usang, sosialisme borjuis kecil, anarkisme dan lain-lain.

G. Filsafat Pendidikan Aliran Progresivisme

a. Pengertian Progresivisme

Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan


bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam
adanya manusia itu sendiri. Berhubung dengan itu progresivisme kurang menyetujui
adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun
pada zaman sekarang. Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan
mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik, karena kurang menghargai
dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam
proses pendidikan. Padahal semuanya itu adalah ibarat motor penggerak manusia dalam
usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres.

Menurut Progresivisme pendidikan selalu dalam proses perkembangan. Kualitas


khusus pendidikan bukan ditentukan oleh aplikasi standar-standar yang menetap
mengenai kebaikan, kebenaran dan keindahan, melainkan memandang pendidikan
sebagai suatu rekonstruksi pengalaman yang terus menerus.

b. Pandangan terhadap pendidikan

Progresivisme memandang education as cultural transition . Pendidikan dianggap


mampu mengubah dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan
manusia bagi hari depan yang makin kompleks dan menantang. Pendidikan adalah
lembaga yang mampu membina manusia untuk dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan kultural dan tantangan-tantangan zaman demi survive-nya manusia
(M. Noor Syam). Bagi penganut Progresivisme pendidikan bertujuan agar peserta didik
individu memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan sosial atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang
berada dalam proses perubahan.

Selain itu, pendidikan juga bertujuan membantu peserta didik untuk menjadi warga
negara yang demokratis. Sejalan dengan itu Imam Barnadib (1984) menyatakan bahwa
tugas utama dalam lapangan pendidikan adalah meningkatkan kecerdasan agar peserta
didik mampu memecahkan berbagai masalah. Pendidikan adalah hidup itu sendiri,
kehidupan yang riil adalah proses belajar, manusia (peserta didik) bebas dan aktif dalam
berinteraksi, mengambil bagian, serta memanfaatkan lingkungan alam dan lingkungan
sosial-budayanya, dan bahwa pengalaman hidup manusia dalam berinteraksi dengan
lingkungannya merupakan realita yang meresap membina pribadi. Manusia dan
lingkungannya saling berpengaruh satu sama lainnya dalam proses perubahan dan
perkembangan. Karena itu, gagasan atau kenyataan yang menunjukkan adanya dinding
pemisah antara sekolah dan masyarakat tentang oleh Progresivisme.

Bagi penganut Progresivisme “sekolah yang baik adalah masyarakat yang baik dalam
bentuk kecil. Sedangkan pendidikan yang mencerminkan keadaan dan kebutuhan
masyarakat perlu dilakukan secara teratur sebagaimana halnya dalam lingkungan sekolah.
Sekolah hendaknya merupakan suatu mikrokosmos dan masyarakat yang lebih luas. Di
sini para pelajar dapat mengkaji masalah-masalah dan pandangan-pandangan yang
dihadapi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Sekolah menjadi laboratorium belajar
hidup, suatu model kerja demokrasi.” Dewey sebagai seorang Progresivist memandang
“sekolah sebagai suatu masyarakat demokratis dalam ukuran kecil yang murid-muridnya
dapat belajar dan mempraktikkan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dalam
suasana demokrasi”.

Metode pendidikan yang diutamakan Progresivisme adalah metode pemecahan


masalah (problem solving method ) serta metode penyelidikan penemuan ( inquiry and
discovery method). Sehubungan dengan metode ini, dalam pelaksanaannya dibutuhkan
guru yang memiliki karakteristik sebagai berikut: permissive (pemberi kesempatan),
friendly (bersahabat), a guide (seorang pembimbing), open minded (berpandangan
terbuka), creative (kreatif), social a ware (sadar bermasyarakat), enthusiastic (antusias),
cooperative and sincere (bekerja sama dan sungguh-sungguh).

Anda mungkin juga menyukai