Anda di halaman 1dari 11

FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME

A. PENDAHULUAN
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan
dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena
pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme.
Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai
kebenaran tertinggi.
Secara logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus
idealisme (Plato) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika demikian, apakah mungkin
Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga
seorang idealis? Apa sesungguhnya hakekat ide dan riil atau materi itu?
Idealisme menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat
dalam akal pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan.
Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang
ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain
sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
Dalam konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara
kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau jurusan filsafat
dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan didominasi oleh konsep-konsep dan
pengertian-pengertian secara devinitif tentang segala sesuatu. Tetapi, menurut psikologi
perkembangan peserta didik terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa.
Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik, syarat dengan
pemikiran, perenungan, dialog, dan lain-lain. Kurikulum yang digunakan dalam aliran idealisme
adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan penyiapan keterampilan bekerja melalui
pendidikan praktis.
Evaluasi yang digunakan dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana
evaluasi esay ini sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dalam meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal.
Idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga
sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan
suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada
metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik
sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam makalah ini, penulis akan mencoba
menguraikan lagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan aliran filsafat idealisme.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan problematika di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa paradigma idealisme dalam menentukan kebenaran dan apa ide tertinggi itu?
2. Bagaimana implikasi idealisme dalam pendidikan, khususnya jika ditinjau dari tujuan, kurikulum,
metode dan evaluasi?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka makalah ini ditulis
dengan tujuan:
1. mengetahui paradigma berfikir aliran filsafat idealisme dalam menentukan kebenaran dan maksud
dari ide tertinggi tersebut.
2. Mengetahui implikasi idealisme terhadap pendidikan, jika ditinjau dari tujuan pendidikan,
kurikulum, metode pembelajaran dan evaluasi pendidikan secara umum.

D. PEMBAHASAN
1. Latar Belakang (Sejarah) Aliran Idealisme
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran
manusia. Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato.
Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun
alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam ide.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide
sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda
itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak pernah hilang sama
sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli
pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti
Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan,
maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain
itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang paling
setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak
jaman idealisme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode idealisme.
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh
Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam kondisi
transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru.
Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh
subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk
meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul
berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru
tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional.
Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan
pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru
terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan
karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang
kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-
menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu
yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian
senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia
materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang
universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika,
bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang
benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar.
Idealisme dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada
pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia pemikiran
modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descartes (1596-1650), George Berkeley (1685-1753),
Immanuel Kant (1724-1804) dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam
pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Harris (1835-1909)
yang menggagas Journal of Speculative Philosophy. Ada dua penganut idealis abad XX yang telah
berjuang menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan modern, antara lain: J. Donald Butler
dan Herman H. Horne. Sepanjang sejarah, idealisme juga terkait dengan agama, karena keduanya
sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual dan keduniawian lain dari realitas.

2. Jenis-jenis Idealisme
a. Idealisme Subyektif (Immaterialisme) :
Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-
idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material, obyek pengalaman
adalah persepsi. Benda-benda seperti bangunan dan pohon-pohonan itu ada, tetapi hanya ada
dalam akal yang mempersepsikannya. George Berkeley (1685-1753), seorang filosof dari Irlandia.
Ia lebih suka menamakan filsafatnya dengan immaterialisme.Baginya, ide adalah 'esse est perzipi'
(ada berarti dipersepsikan). Tetapi akal itu sendiri tidak perlu dipersepsikan agar dapat berada.
Akal adalah yang melakukan persepsi. Segala yang riil adalah akal yang sadar atau suatu persepsi
atau ide yang dimiliki oleh akal tersebut.
Berkeley menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil disebabkan oleh akal
yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi, adalah pencipta dan pengatur alam. Kehendak
Tuhan adalah hukum alam. Tuhan menentukan urutan dan susunan ide-ide. Berkeley
menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil disebabkan oleh akal yang aktif yaitu
akal Tuhan, akal yang tertinggi, adalah pencipta dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah
hukum alam. Tuhan menentukan urutan dan susunan ide-ide.Tak mungkin ada benda atau persepsi
tanpa seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang tahu)
seakan-akan menciptakan obyeknya (apa yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa yang
riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut.

a. Idealisme Obyektif
Platomenamakan realitas yang fundamental dengan nama ide, tetapi baginya, tidak seperti
Berkeley, hal tersebut tidak berarti bahwa ide itu, untuk berada, harus bersandar kepada suatu akal,
apakah itu akal manusia atau akal Tuhan. Platopercaya bahwa di belakang alam perubahan atau
alam empiris, alam fenomena yang kita lihat atau kita rasakan, terdapat dalam ideal, yaitu alam
essensi, formatau ide.
Plato:dunia dibagi dalam dua bagian.
a)Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda individual. Dunia seperti
itu, yakni yang kongkrit, temporal dan rusak, bukanlah dunia yang sesungguhnya, melainkan
dunia penampakkan saja.
b)Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal atau essensiyang
abadi. Konsep manusiamengandung realitasyang lebih besar daripada yang dimiliki orang
seorang. Dikenalnyabenda-benda individual karena mengetahui konsep-konsep dari contoh-
contoh yang abadi.
Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda
individual adalah copyatau bayangandari ide-ide tersebut. Ide-ide yang tidak berubah atau
essensi yang sifatnya riil, diketahui manusia dengan perantaraan akal. Jiwa manusia adalah
essensi immaterial, dikurung dalam badan manusia untuk sementara waktu. Dunia materi
berubah, jika dipengaruhi rasa indra, hanya akan memberikan opini dan bukan pengetahuan. Ide-
ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda individual
adalah copyatau bayangandari ide-ide tersebut. Ide-ide yang tidak berubah atau essensi yang
sifatnya riil, diketahui manusia dengan perantaraan akal. Jiwa manusia adalah essensi
immaterial, dikurung dalam badan manusia untuk sementara waktu. Dunia materi berubah, jika
dipengaruhi rasa indra, hanya akan memberikan opini dan bukan pengetahuan. Kelompok idealis
obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam tercakup dalam suatu tertib yang
meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-
maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute mind).
Hegel (1770-1831) memaparkan satu dari sistem-sistem yang terbaik dalam idealisme
monistik ataumutlak(absolute). Pikiran adalah essensi dari alam dan alam adalah keseluruhan
jiwa yang diobyektifkan. Alam adalahAkal yang Mutlak(absolute reason) yang mengekpresikan
dirinya dalam bentuk luar. Sejarahadalah cara zat Mutlak (absolute) itu menjelmadalam waktu
dan pengalaman manusia. Oleh karena alam itu satu, dan bersifat mempunyai maksud serta
berpikir, maka alam itu harus berwatak pikiran. Hegel membentangkan suatu konsepsi yang
dinamik tentang jiwa dan lingkungan; jiwa dan lingkungan itu adalah begitu berkaitan sehingga
tidak dapat mengadakan pembedaan yang jelas antara keduanya. Jiwa mengalami realitas setiap
waktu.
c. Idealisme Personal
Personalismemuncul sebagai protesterhadap meterialisme mekanik dan idealisme
monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukannya pemikiran yang abstrak atau
proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir. Realitas
itu termasuk dalam personalitas yang sadar. Jiwa (self) adalah satuan kehidupan yang tak dapat
diperkecil lagi, dan hanya dapat dibagi dengan cara abstraksi yang palsu. Kelompok personalis
berpendapat bahwa perkembangan terakhir dalam sains modern, termasuk di dalamnya formulasi
teori realitas dan pengakuan yang selau bertambah terhadap 'tempat berpijaknya si pengamat'
telah memperkuat sikap mereka. Realitasadalah suatu sistem jiwa personal, oleh karena itu
realitas bersifat pluralistik. Kelompok personalis menekankan realitas dan harga diri dari orang-
orang, nilai moral, dan kemerdekaan manusia. Bagi kelompok personalis, alam adalah tata tertib
yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada sendiri. Manusia mengatasi alam jika ia
mengadakan interpretasi terhadap alam ini. Sains mengatasi materialnya melalui teori-teorinya;
alam arti dan alam nilai menjangkau lebih jauh daripada alam semesta sebagai penjelasan
terakhir.Realitas adalah masyarakat perseorangan yang juga mencakup Zat yang tidak diciptakan
dan orang-orang yang diciptakan Tuhan dalam masyarakat manusia. Alam diciptakan oleh
Tuhan, Akuyang Maha Tinggi dalam masyarakat individu. Terdapat suatu masyarakat person
atau aku-akuyang ada hubungannya dengan personalitas tertinggi. Personalisme bersifat
theistik(percaya pada adanya Tuhan), ia memberi dasar metafisik kepada agama dan etika.

3. Tokoh-tokoh Idealisme
a. Plato (477 -347 Sb.M)
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide
adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya
sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-
hari.
b. Immanuel Kant (1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan
bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri
melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis
transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan
yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
c. Pascal (1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
1) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan
hati.
2) Manusiabesarkarena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran
manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit
dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika tidak akan
mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu
digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat
konsisten.Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka
satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan
lebih mampu menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun
bersifat abstrak.
3) Filsafatbisamelakukanapa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan itu
terletak pada iman.Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna.Karena
setiap ilmu itu pasti ada kekurangannya, tidak terkecuali filsafat.
d. J. G. Fichte (1762-1914 M.)
Ia adalah seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-
1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran
ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda
dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang
dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan
objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
e. F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)
Schelling telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798
M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah filsuf Idealis
Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel.
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau
indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan yang obyektif.
Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal
(gambaran alam yang subyektif dari subyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi
sumber roh (subyek) dan alam (obyek) yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar.
Tetapi yang mutlak itu sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan
pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak.
Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah sebagai
identitas murni atau indiferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau tidak ada
perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduanya saling berkaitan.
Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan
antara keduanya.
f. G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)
Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti
dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang diilhami oleh
agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu
roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam
intinya ide (berpikir).

4. Esensi Aliran Idealisme


Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa Inggris
yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme. Istilah ini pertama
kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18. Leibniz memakai dan
menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang dengan materialisme
Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakekat realitas.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat
diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik tidak dapat
dipahami terlepas dari spirit.
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu
gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental. Terdapat
aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang
hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara demikian yang sempurna, utuh, tetap,
tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.
William E. Hocking, seorang penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa, sebutan
”ide-isme” kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme. Hal itu benar, karena idealisme
lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi” (ideas), seperti kebenaran, keindahan, & kemuliaan
daripada berkaitan dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan yang bisa dimaksudkan
ketika kita berucap, “Dia sangat idealistik”.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi
sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau
Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau
kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material. Idealisme
menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan
menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang
ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang
berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah fenomena
pengiring.
Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah :
a) Ontologi-idealisme :
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang
spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua
berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan
aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:

 Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan
manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah
badannya bayangan atau penjelmaan.
 Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
 Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi
itu saja.

 Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori
idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide
itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi idealism adalah dunia penampakan yang
ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas yang ditangkap melalui kecerdasan akal
pikiran (mind). Dunia akal pikir terfokus pada ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih penting
daripada dunia empiris indrawi.8 Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ide gagasan yang lebih
dulu ada dibandingkan objek-objek material, dapat diilustrasikan dengan kontruksi sebuah kursi.
Para penganut idealisme berpandangan bahwa seseorang haruslah telah mempunyai ide tentang
kursi dalam akal pikirannya sebelum ia dapat membuat kursi untuk diduduki. Metafisika
idealisme nampaknya dapat dirumuskan sebagai sebuah dunia akal pikir kejiwaan. Uraian di atas
dapat dipahami bahwa meskipun idealism berpandangan yang terfokus pada dunia ide yang
bersifat abstrak, namun demikian ia tidak menafikan unsur materi yang bersifat empiris indrawi.
Pandangan idealisme tidak memisahkan antara sesuatu yang bersifat abstrak yang ada dalam
tataran ide dengan dunia materi. Namun menurutnya, yang ditekankan adalah bahwa yang utama
adalah dunia ide, karena dunia materi tidak akan pernah ada tanpa terlebih dulu ada dalam
tataran ide.

b) Epistimologi-idealisme:
Kunci untuk mengetahui epistemologi idealisme terletak pada metafisika mereka. Ketika
idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran dan jiwa, maka dapat diketahui bahwa
teori mengetahui (epistemologi)nya pada dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental
mencerap ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam pandangannya, mengetahui realitas
tidaklah melalui sebuah pengalaman melihat, mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai
tindakan menguasai ide sesuatu dan memeliharanya dalam akal pikiran. Berdasarkan itu, maka
dapat dipahami bahwa pengetahuan itu tidak didasarkan pada sesuatu yang datang dari luar,
tetapi pada sesuatu yang telah diolah dalam ide dan pikiran. Berkaitan dengan ini Gerald
Gutek mengatakan ;
In idealism, the process of knowmg is that of recognition or remmisence of latent ideas that are
preformed and already present in the mind. By reminiscence, the human mind may discover the
ideas of the Macrocosmic Mind in one's own thoughts ..... Thus, knowing is essentially a process
of recognition, a recall and rethinking of ideas that are latently present in the mind. What is to
be known is already present in the mind.
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa menurut idealisme, proses untuk mengetahui dapat
dilakukan dengan mengenal atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang telah terbentuk
dan telah ada dalam pikiran. Dengan mengenang kembali, pikiran manusia dapat menemukan
ide-ide tentang pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki séseorang. Jadi, pada dasarnya
mengetahui itu melalui proses mengenal atau mengingat, memanggil dan memikirkan kembali
ide-ide yang tersembunyi atau tersimpan yang sebetulnya telah ada dalam pikiran. Apa yang
akan diketahui sudah ada dalam pikiran. Kebenaran itu berada pada dunia ide dan gagasan.
Beberapa penganut idealisme mempostulasikan adanya Akal Absolut atau Diri Absolut yang
secara terus menerus memikirkan ide-ide itu. Berkeley menyamakan konsep Diri Absolut dengan
Tuhan. Dengan demikian, banyak pemikir keagamaan mempunyai corak pemikiran demikian.
Kata kunci dalam epistemologi idealisme adalah konsistensi dan koherensi. Para penganut
idealisme memberikan perhatian besar pada upaya pengembangan suatu sistem kebenaran yang
mempunyai konsistensi logis. Sesuatu benar ketika ia selaras dengan keharmonisan hakikat alam
semesta. Segala sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta harus ditolak
karena sebagai sesuatu yang salah. Dalam idealisme, kebenaran adalah sesuatu yang inheren
dalam hakikat alam semesta, dan karena itu, Ia telah dulu ada dan terlepas dari pengalaman.
Dengan demikian, cara yang digunakan untuk meraih kebenaran tidaklah bersifat empirik.
Penganut idealisme mempercayai intuisi, wahyu dan rasio dalam fungsinya meraih dan
mengembangkan pengetahuan. Metode-metode inilah yang paling tepat dalam menggumuli
kebenaran sebagai ide gagasan, dimana ia merupakan pendidikan epistemologi dasar dari
idealisme.

c) Aksiologi-idealisme:
Aksiologi idealisme berakar kuat pada cara metafisisnya. Menurut George Knight, jagat raya
ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam kerangka makrokosmos (jagat besar) dan
mikrokosmos (jagat kecil). Dari sudut pandang ini, makrokosmos dipandang sebagai dunia Akar
Pikir Absolut, sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori dapat dipandang sebagai
bayangan dari apa yang sejatinya ada. Dalam konsepsi demikian, tentu akan terbukti bahwa baik
kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan itu berada di luar diri manusia, berada
pada hakikat realitas kebenaran itu sendiri dan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abadi dan
baku. Dalam pandangan idealisme, kehidupan etik dapat direnungkan sebagi suatu kehidupan
yang dijalani dalam keharmonisan dengan alarm (universe). Jika Diri Absolut dilihat dalam
kacamata makrokosmos, maka diri individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu diri
mikrokosmos. Dalam kerangka itu, peran dari individual akan bisa menjadi maksimal mungkin
mirip dengan Diri Absolut. Jika Yang Absolut dipandang sebagai hal yang paling akhir dan
paling etis dari segala sesuatu, atau sebagai Tuhan yang dirumuskan sebagai yang sempurna
sehingga sempurna pula dalam moral, maka lambang perilaku etis penganut idealisme terletak
pada "peniruan" Diri Absolut. Manusia adalah bermoral jika ia selaras dengan Hukum Moral
Universal yang merupakan suatu ekspresi sifat dari Zat Absolut.
Uraian di atas memberikan pengertian bahwa nilai kebaikan dipandang dan sudut Diri
Absolut. Ketika manusia dapat menyeleraskan diri dan mampu mengejewantahkan diri dengan
Yang Absolut sebagai sumber moral etik, maka kehidupan etik telah diperolehnya. Berkaitan
dengan hal tersebut, Gutek mengemukakan bahwa pengalaman yang punya nilai didasarkan
pada kemampuan untuk meniru Tuhan sebagai sesuatu yang Absolut, sehingga nilai etik itu
sendiri merupakan sesuatu yang muttlak, abadi, tidak berubah dan bersifat universal.

d) metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah,
sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan
rohaniah yang lebih berperan.

e) humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya


kemampuan memilih.
Demikian kemanusiaan merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan sendiri. Idea yang
berpikir sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang
dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya
itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya menimbulkan anti
tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.
Demikian proses roh atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah yang menjadi
keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku menurut hukum akal. Jadi semua yang riil
bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil. Maksudnya luasnya rasio sama dengan
luasnya realitas, sedangkan realitas menurut Hegel adalah proses pemikiran (ide).
Prinsip-prisip Idealisme :
a) Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide
(spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang sebagai
suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan.Dunia adalah suatu totalitas, suatu
kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
b) Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan
hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c) Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih
tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu
hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma.Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
d) Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa,
spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran
mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan kaum idealisme
mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta
ini.

5. Idealisme Dalam Pendidikan


Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia pendidikan. William T.
Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika
Serikat. Idealisme terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan
oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga
untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan
alam semata.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi
kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada
akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan
pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia.
Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan
sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1) Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana atau
fasilitator yang akan mengantarkan anak didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi
dalam aktifitas pembelajaran.
2) Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Artinya, seorang guru itu
harus mempunyai pengetahuan yang lebih dari pada anak didik.
3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus mempunyai
potensi pedagogik yaitu kemampuan untuk mengembangkan suatu model pembelajaran, baik dari
segi materi dan yang lainnya.
4) Guru haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh murid. Artinya, seorang guru
harus mempunyai potensi kepribadian yaitu karakter dan kewibawaan yang berbeda dengan guru
yang lain.
5) Guru menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi sosial
yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi dengan anak didik.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang
textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya aktual. Sedangkan implikasi Aliran Idealisme
dalam Pendidikan yaitu :
1) Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan
sosial.
2) Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk
memperoleh pekerjaan.
3) Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain),
tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama
dengan alam.
Implementasi Idealisme dalam Pendidikan:
1) Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi juga harus menuju pada
tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal dan tak terbatas.
2) Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik untuk memahami realita, nilai-
nilai, kebenaran, maupun sebagai warisan sosial.
3) Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual. Memperkenalkan
suatu spirit intelektual guna membangun masyarakat yang ideal.
4) Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang
diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
5) Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu, kurikulum seyogyanya bersifat
tetap dan tidak menerima perkembangan.
6) Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakekat-hakekat
dan pengetahuan yang tepat.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan penulis di atas, dapat disimpulkan bahwa Idealisme merupakan salah
satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
kaitannya dengan jiwa dan roh. Tokoh –tokoh dalam idealisme diantaranya yaitu: Rene Descartes
(1596-1650), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804), F. W. S. Schelling
(1775-1854), dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan
yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Haris yang menggagas journal of
speculative philosophy.
Implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan adalah sebagai tujuan untuk membentuk
karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.Kurikulum,
pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh
pekerjaan. Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang
lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan. Peserta didik bebas untuk
mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.Pendidik bertanggungjawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.

Daftar Pustaka

Barnadib, Imam. (1988). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: IKIP.


Ihsan , A. Fuad. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Knight, George R. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.
Tafsir, Ahmad. (2000). Filsafat Umum. Bandung: Rosdakarya
http://eduarduslebe.blogspot.co.id/2015/11/filsafat-pendidikan-idealisme.html

Anda mungkin juga menyukai